• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku Geografi Regional Kabupaten Wonosobo

N/A
N/A
Mayrista Cahya

Academic year: 2024

Membagikan " Buku Geografi Regional Kabupaten Wonosobo"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)

i

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang senantiasa melimpahkan kasih sayang, rahmat, hidayah dan kemudahan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan "Buku Geografi Regional Kabupaten Wonosobo" yang bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Geografi Regional Mahasiswa Program Studi Geografi Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta Semester Genap tahun 2023 dengan tepat waktu sesuai dengan yang diharapan.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak terkait baik dari teman-teman mahasiswa dan juga dosen mata kuliah Geografi Regional, yaitu Ibu Dosen Nirma Lila Anggani, S. Si., M. Sc. yang telah membantu, membimbing dan juga memberikan masukan besar dalam pengerjaan, penulisan dan juga penyusunan buku ini. Meskipun, penulis juga menyadari bahwa masih terdapat kekurangan di dalam buku ini. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dan semoga buku ini dapat bermanfaat nantinya.

Surakarta, 20 Juli 2023 Penulis,

Imelda Nabila Azzahra NIM: E100220075

(3)

iii

DAFTAR ISI Cover

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I ... 1

A. Gambaran Umum ... 1

B. Letak Geografis ... 2

1. Letak Absolut Kabupaten Wonosobo ... 2

2. Letak Relatif Kabupaten Wonosobo ... 3

BAB II ... 6

Geologi dan Geomorfologi Kabupaten Wonosobo ... 6

C. Struktur Geologi Kabupaten Wonosobo ... 6

3. Fisiografi Kabupaten Wonosobo ... 6

4. Stratigrafi Kabupaten Wonosobo ... 11

5. Sejarah Geologi Kabupaten Wonosobo... 16

D. Geomorfologi Kabupaten Wonosobo ... 18

6. Topografi Kabupaten Wonosobo ... 18

7. Bentuk Lahan Kabupaten Wonosobo ... 21

BAB III ... 23

Curah Hujan dan Flora-Fauna Kabupaten Wonosobo ... 23

E. Curah Hujan Kabupaten Wonosobo ... 23

F. Temperatur Kabupaten Wonosobo ... 28

G. Vegetasi Penutup Kabupaten Wonosobo ... 31

(4)

iv

H. Fauna Endemik Kabupaten Wonosobo ... 36

BAB IV ... 40

Tanah dan Penggunaan Lahan Kabupaten Wonosobo ... 40

A. Jenis Tanah Kabupaten Wonosobo ... 40

B. Penggunaan Lahan Kabupaten Wonosobo... 48

BAB V ... 57

Penduduk Kabupaten Wonosobo ... 57

A. Struktur Penduduk Kabupaten Wonosobo ... 57

1. Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin ... 57

2. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 58

3. Penduduk Menurut Pekerjaan ... 73

4. Kepadatan Penduduk ... 76

B. Proses Penduduk Kabupaten Wonosobo ... 79

1. Tingkat Kelahiran ... 79

2. Tingkat Kematian ... 81

3. Migrasi ... 84

BAB VI ... 86

Budaya dan Sejarah Kabupaten Wonosobo ... 86

A. Sejarah Kabupaten Wonosobo ... 86

B. Keragaman Suku, Budaya, dan Agama Kabupaten Wonosobo ... 96

C. Tradisi Unik/Khas Kabupaten Wonosobo ... 104

BAB VII ... 110

Potensi Wilayah Kabupaten Wonosobo ... 110

(5)

v

A. Potensi Ekonomi ... 110

1. Potensi Pertanian ... 110

2. Potensi Peternakan ... 130

3. Potensi Industri dan Jasa ... 135

4. Potensi Pertambangan ... 139

5. Potensi Pariwisata ... 139

B. Potensi Bencana ... 149

1. Bencana Geologis ... 149

2. Bencana Hidrometeorologis ... 156

DAFTAR PUSTAKA ... 158

(6)

1

BAB I

Deskripsi Lokasi Kabupaten Wonosobo

Bagian ini berisi deskripsi singkat terkait Kabupaten Wonosobo, yang mencakup sekilas gambaran umum dan letak geografis, baik letak absolute maupun letak relatif. Uraian singkat ini diharapkan dapat memberikan informas tempat dan berbagai hal mengarah pada isu yang lebih luas terkait dengan Kabupaten Wonosobo. Penjabaran deskripsi tentang geologi dan geomorfologi, fisiografi, geomorfologi dan lain sebagainya akan dibahas pada bagian berikutnya.

A. Gambaran Umum

Wonosobo diresmikan pada tanggal 28 Oktober 1950, setelah sebelumnya berstatus sebagai bagian dari Kabupaten Magelang dan menjadi kabupaten otonom di Provinsi Jawa Tengah.

Kabupaten Wonosobo memiliki luas wilayah sekitar 98.486 hektar atau kurang lebih 984,7 kilometer persegi ataupun 3,03 persen lebar Provinsi Jawa Tengah yang terletak di ketinggian antara 600 hingga 3.094 mdpl. Kabupaten Wonosobo terbagi menjadi lima belas kecamatan, dua puluh sembilan kelurahan, dan dua ratus tiga puluh enam desa yang luas wilayahnya berbeda-beda. Setiap kecamatan terdiri dari beberapa desa, sedangkan kelurahan umumnya terdapat pada kota atau pusat kecamatan. Ibukota Kabupaten Wonosobo berada di Kota Wonosobo dan terletak sekitar 120 kilometer di sebelah utara Yogyakarta.

(7)

2 Gambar 1.1 Icon Kabupaten Wonosobo

Sumber : idnjurnal.com

Lima belas kecamatan yang berada di Kabupaten Wonosobo tersebut diantaranya, Kec. Wadaslintang, Kepil, Sapuran, Kalibawang, Kaliwiro, Leksono, Sukoharjo, Selomerto, Kalikajar, Kertek, Wonosobo, Watumalang, Mojotengah, Garung, dan Kec. Kejajar. Daerah yang wilayahnya sangat luas pada Kabupaten Wonosobo yaitu Kecamatan Wadaslintang, dengan luas kurang lebih 127,16 kilometer persegi.

B. Letak Geografis

1. Letak Absolut Kabupaten Wonosobo

(8)

3 Gambar 1.2 Letak Absolut Kabupaten Wonosobo

Sumber : geohack.toolforge.org

Secara absolut, letak Kabupaten Wonosobo berada di angka 109°44´ - 110°13´ (BT) dan 7°05´ - 7°36´ (LS) secara lengkap. Letak lintang selatan Wonosobo memiliki pengaruh yang signifikan terhadap iklim di wilayah tersebut. Semakin dekat suatu tempat dengan khatulistiwa, semakin tinggi intensitas sinar matahari yang diterima, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi suhu dan pola cuacanya. Dengan letak geografisnya lebih dekat ke khatulistiwa dibandingkan daerah-daerah di belahan bumi utara, Wonosobo mengalami pengaruh iklim tropis yang khas.

2. Letak Relatif Kabupaten Wonosobo

(9)

4 Gambar 1.3 Peta Administrasi Kabupaten Wonosobo

Sumber : wonosobokab.go.id

(10)

5 Berdasarkan peta diatas daerah Wonosobo terletak pada dataran tinggi Dieng yang bersebelahan langsung dengan sejumlah kabupaten tertentu, pada wilayah utara itu bersebelahan dengan Kab. Banjarnegara, Kab. Kendal, dan juga wilayah Kab. Batang, sedangkan wilayah timur berbatasan langsung Kab.

Temanggung dan juga Kab. Magelang, lalu bagian selatan bersebelahan langsung ke Kab. Purworejo dan juga Kab. Kebumen, sedang pada bagian baratnya bersebelahan langsung ke wilayah Kab. Banjarnegara serta Kab.

Kebumen.

Jadi, dapat dikatakan bahwa Wilayah Wonosobo terletak di pegunungan dan dikelilingi oleh pemandangan alam yang indah. Kabupaten Wonosobo terkenal dengan keberadaan Dieng Plateau, sebuah daerah dataran tinggi yang terkenal dengan keindahan alamnya.

(11)

6

BAB II

Geologi dan Geomorfologi Kabupaten Wonosobo

Bagian ini menguraikan deskripsi singkat mengenai kondisi geologi dan kondisi geomorfologi Kabupaten Wonosobo, yang mencakup fisiografi, stratigrafi, topografi dan bentuk lahan Kabupaten Wonosobo. Harapannya, tulisan ini dapat memberikan gambaran tentang geologi dan geomorfologi dan topik-topik terkait yang lebih luas mengenai Kabupaten Wonosobo. Topik yang lebih detail tentang demografi, ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan topik lainnya akan diuraikan pada bagian-bagian berikutnya.

C. Struktur Geologi Kabupaten Wonosobo 3. Fisiografi Kabupaten Wonosobo

Fisiografi merupakan studi mengenai bentuk dan karakteristik pada permukaan bumi. Melalui studi dan analisis aspek-aspek tersebut, fisiografi dapat membantu dalam hal pemahaman dan pemetaan lingkungan fisik dalam suatau wilayah. Hal tersebut juga dapat memberikan wawasan tentang interaksi manusia kepada lingkungan serta dampaknya terhadap ekosistem sekaligus proses geologis yang terjadi pada permukaan bumi.

Menurut Van Bemmelem (1949), Wonosobo termasuk dalam jalur fisiografis Pegunungan Serayu dan Sumbing. Pada sisi utara Kabupaten Wonosbo terdapat Pegunungan Sumbing yang termasuk dalam pegunungan vulkanik, memiliki topografi yang curam. Area tersebut didominasi endapan dari beberapa gunung api kuarter. Endapan tersebut membuat kerucut vulkaniknya masih dapat diamati, misalnya Gunung Sindoro yang memiliki ketinggian mencapai 3.150 mdpl. Pada wilayah sebelah timur laut terdapat Pegunungan Perahu yang menjadi batas antara Kabupaten Wonosobo dengan Kabupaten Temanggung. Zona ini termasuk dalam pegunungan vulkanik

(12)

7 dengan topografi yang bergelombang. Pegunungan perahu memberikan panorama alam yang menawan dan sering menjadi tujuan pendakian dan petualangan.

Gambar 2.1 Puncak Gunung Prau Sumber : Penulis

Bagian tengah dan selatan Kabupaten Wonosobo didominasi oleh dataran tinggi dengan ketinggian antara 500 - 1.500 mdpl. Zona dataran tinggi

(13)

8 tersebut didominasi dengan beberapa perbukitan dan lembah yang subur.

Wilayah ini digunakan untuk pertanian.

Selain itu, Wonosobo juga dilalui oleh beberapa sungai utama, seperti Sungai Serayu yang mengalir di sebelah barat, Sungai Kedunglo yang melintasi bagian tengah, dan Sungai Klawing di sebelah timur.

Pada wilayah yang terletak di sebelah barat daya Kabupaten Wonosobo terdapat Lembah Kali Gandol. Zona ini ditandai dengan adanya lembah yang dihiasi oleh aliran Kali Gendol. Lembah ini mempunyai lahan pertanian yang sangat subur dan sering menjadi tempat wisata alam dengan pemandangan yang sangat menarik.

Gambar 2.2 Kawasan Candi Arjuna Dieng Sumber : travel.kompas.com

Dataran Tinggi Dieng terletak di pegunungan Zona Serayu bagian Utara. Pada sisi barat, terdapat unit Karangkobar, sementara di sisi sebelahnya

(14)

9 terdapat bagian vulkanik Ungaran. Terdapat beberapa gunung berapi yang terletak pada jalur ini, salah satunya meliputi Gunung Ungaran dengan 2.050 m, Kompleks Dieng Gunung Perahu yaitu dengan 2.565 m, lalu Rogojembangan dengan 2.177 m, dan terakhir Gunung Slamet.

Pada pegunungan Serayu bagian Utara dan Serayu bagian Selatan ditemukan beberapa depresi yang panjangnya biasa dijuluki dengan Zona Serayu. Zona Serayu memiliki panjang yang mencapai 15 kilo meter yang berada di antara Wilayah Purwokerto lalu Wilayah Banjarnagara. Pada sisi timur wilayah Wonosobo, daerah tersebut biasanya memanjang, tetapi sebagian besar diisi oleh Gunung Sindoro (3.155 m), kerucut vulkanik besar yang masih muda sekaligus Gunung Sumbing (3.371 m) yang terjadi akibat erosi.

Sebagai wilayah yang memiliki tanah subur karena berada pada sekitar gunung berapi yang masih aktif, hal itu sangat mendukung pertumbuhan sektor pertanian, yang merupakan sumber pendapatan utama para penduduk Wonosobo. Tanaman yang biasanya dihasilkan yaitu tanaman teh, tanaman tembakau, dan berbagai macam sayuran sekaligus beberapa tumbuhan kopi.

Pembagian zona fisiografis ini memberikan gambaran tentang variasi karakteristik fisik di Kabupaten Wonosobo, mulai dari pegunungan, dataran tinggi, hingga lembah sekaligus sungai. Setiap zona memiliki keunikan dan daya tariknya sendiri dalam konteks fisiografi Kabupaten Wonosobo.

(15)

10 Gambar 2.3 Peta Fisiografis Kabupaten Wonosobo

Sumber : wonosobokab.go.id

(16)

11 4. Stratigrafi Kabupaten Wonosobo

Stratigrafi merupakan ilmu geologi yang membahas urutan, hubungan relatif dan interpretasi lapisan-lapisan batuan di bumi yang melibatkan pemahaman tentang sejarah geologis, perubahan lingkungan, dan rekam jejak kehidupan di masa lalu. Stratigrafi merupakan alat penting dalam eksplorasi sumber daya alam seperti minyak, gas, batubara, dan mineral.

Kabupaten Wonosobo seperti wilayah lain di Indonesia, memiliki sejarah stratigrafi yang kompleks. Berikut gambaran umum mengenai sformasi batuan yang berada di Kabupaten Wonosobo :

a. Formasi Wonosobo

Formasi Wonosobo terdiri dari lapisan batuan sedimeen yang bervariasi, termasuk batupasir, batulempung, dan batugamping. Batuan ini seringkali berlapis-lapis dan dapat mengandung fosil-fosil laut seperti moluska, foraminifera, dan serangga purba.

Batuan Formasi Wonosobo umumnya terbentuk dari endapan sungai dan danau purba.

b. Formasi Karangsambung

Formasi Karangsambung merupakan satu formasi batuan yang umumnya ditemukan di Kabupaten Wonosobo.

Formasi ini terdapat beberapa di wilayah lain di Jawa Tengah.

Formasi Karangsambung terbentuk pada zaman kapur awal hingga tengah.

Formasi Karangsambung terdiri dari batugamping dan batupasir dengan variasi litologi yang berbeda. Batugamping pada formasi ini umumnya berwarna abu-abu hingga coklat keabu-abuan dengan tekstur yang berbeda-beda, seperti berkisar dari batugamping terumbu (reef limestone) hingga batugamping

(17)

12 terumbu atol (atoll limestone). Batupasir pada formasi ini juga dapat hadir dalam lapisan yang lebih tipis.

Formasi Karangsambung mengandung fosil-fosil yang penting dalam memahami sejarah geologis dan evolusi kehidupan di masa lalu. Beberapa fosil yang ditemukan di formasi ini meliputi koral, moluska, ammonit, serta fosil-fosil mikro lainnya.

c. Formasi Ngrayong

Formasi Ngrayong terdapat di Kabupaten Wonosbo.

Formasi ini merupakan formasi batuan yang penting dalam konteks stratigrafi regional di Jawa Tengah. Formasi Ngrayong terbentuk pada zaman kapur akhir hingga paleogen.

Formasi Ngrayong terdiri darai batupasir, batugamping, dan serpih. Batugamping pada formasi ini umumnya berwarna kelabu hingga kecoklatan. Batupasirnya dapat berwarna abu- abu hingga kekuningan. Serpih juga hadir dalam lapisan-lapisan tipis. Formasi Ngrayong mengandung fosil-fosil yang penting dalam mempelajari sejarah geologis dan evolusi kehidupan di masa lalu. Fosil-fosil yang ditemukan di formasi ini termasuk fosil-fosil makro seperti foraminefera, moluska, dan fosil-fosil mikro lainnya.

d. Formasi Gombong

Formasi Gombong merupakan salah satu formasi batuan yang umumnya ditemukan di Wilayah Kabupaten Wonosobo serta daerah disekitarnya. Formasi Gombong terbentuk pada zaman kapur awal hingga kapur akhir, kira-kira antara 145 hingga 66 juta tahun lalu.

Formasi Gombong biasanya terdiri antara batupasir, batulempung, dan batugamping. Batupasirnya dapat berwarna

(18)

13 abau-abu hingga kecoklatan, sedangkan batulempungnya umumnya berwarna abu-abu hingga kelabu. Batugamping pada formasi ini umumnya berwarna kelabu hingga kecoklatan.

Formasi Gombong terdiri dari batuan sedimen seperti batupasir, batulempung, dan batugamping. Batuan ini sering kali berlapis-lapis dan memiliki warna yang bervariasi. Formasi gombong dapat mengandung fosil-fosil laut seperti moluska, foraminifera, dan serangga purba.

Batuan Formasi Gombong diperkirakan terbentuk di lingkungan pengendapan laut dangkal hingga perairan dangkal.

Ini menunjukkan bahwa daerah Wonosobo pada masa itu mungkin merupakan wilayah perairan yang dihuni oleh berbagai organisme laut.

Formasi Gombong sering kali memiliki potensi sebagai sumber daya alam, terutama dalam hal batukapur dan batugamping. Batukapur terdapat dalam industri konstruksi, pembuatan semen, dan industri kimia.

e. Formasi Breksi Keliru

Formasi Breksi Keliru terdiri dari breksi, merupakan batuan yang berbentuk akibat fragmen batuan karena terikat oleh material kohesif yang ukuran dan bentuknya beragam.

Fragmen-fragmen tersebut terikat oleh material kohesif seperti batulempung, pasir, atau batuan yang mengeras. Bentuk dan ukuran fragmen dalam breksi dapat bervariasi mulai dari pecahan kecil hingga batuan besar.

Formasi Breksi Keliru biasanya terbentuk akibat proses vulkanik, seperti letusan gunung api. Letusan tersebut menghasilkan aliran piroklastik, yang terdiri dari abu vulkanik, batu kerikil, dan batu lava yang pecah. Kemudian material-

(19)

14 material tersebut berkumpul menjadi satu dan mengalami konsolidasi menjadi batuan breksi.

Gambar 2.4 Formasi Batuan Breksi Sumber : posalu.wordpress.com

Lokasi Formasi Batuan Breksi Keliru umumnya dapat ditemukan di sekitar daerah Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro di Kabupaten Wonosobo. Dalam lingkungan pegunungan, aktivitas tektonik seperti lipatan, patahan, dan pelipatan dapat menyebabkan pemecahan dan penggerusan batuan yang kemudian terdeposisi sebagai breksi di wilayah tersebut.

(20)

15 Gambar 2.5 Tabel Stratigrafi Pulau Jawa

Sumber : geografi.org

(21)

16 5. Sejarah Geologi Kabupaten Wonosobo

Kabupaten Wonosobo memiliki sejarah geologi yang menarik. Berikut merupakan gambaran umum tentang sejarah geologi Kabupaten Wonosobo :

Pada era Prakambrium dan era Palazoikum Awal sekitar 540 hingga 250 juta tahun yang lalu, terbentuknya batuan dasar atau batuan beku di Wilayah Wonosobo yang terdiri dari granit, batuan metamorfik dan serangkaian batuan beku lainnya di bagian barat daya Kabupaten Wonosobo.

Gambar 2.6 Batuan Metamorfik di Wilayah Wonosobo Sumber : pinterest.id

Pada era Mesozoikum, sekitar 250 hingga 65 juta tahun yang lalu, terjadi aktivitas tektonik yang signifikan di Wilayah Wonosobo, hal ini menyebabkan terbentuknya Pegunungan Serayu-Sumbing yang melintasi sebelah barat Kabupaten Wonosobo, hal ini menghasilkan lipatan dan patahan pada batuan dasar.

(22)

17 Gambar 2.7 Pegunungan Sumbing

Sumber : regional.kompas.com

Pada periode Tersier dan Kuarter, sekitar 65 hingga 2,6 juta tahun yang lalu, terjadi pengendapan batuan sedimen di Kabupaten Wonosobo. Proses pengendapan ini menghasilkan lapisan-lapisan batuan seperti batu pasir, batulempung, dan breksi di wilayah Kabupaten Wonosobo. Formasi Breksi di Wonosobo merupakan salah satu hasil dari proses erosi, transportasi, dan pengendapan fragmen-fragmen batuan selama jutaan tahun.

(23)

18 D. Geomorfologi Kabupaten Wonosobo

6. Topografi Kabupaten Wonosobo

Topografi daerah Kabupaten Wonosobo terdiri dari bukit dan gunung dengan tinggi mencapai 201 hingga 2.255 meter di atas laut. Kelerengan mengacu pada kemiringan suatu permukaan. Tetapi dalam konteks topografi, kelerengan mengacu pada kemiringan suatu area. Perbandingan antara perubahan ketinggian dibandingkan dengan jarak horizontal dapat dilakukan dalam satuan persen, derajat, ataupun perbandingan.

Dalam konteks Kabupaten Wonosobo, berikut adalah pemerataan enam wilayah kemiringannya, yaitu :

1) Daerah yang memiliki kemiringan kurang lebih 0,00 hingga 2,00 persen, yaitu 1052,265 hektar ataupun 1,05 persen dari total luas daerah, sering ditemukan terutama pada Kec. Selomerto dan Kertek.

2) Daerah yang memiliki kemiringan kurang lebih 2,00 hingga 5,00 persen, yaitu 22970 hektar ataupun 22,90 persen menurut total lebar daerah, banyak ditemukan di 13 wilayah kecuali Kec. Watumalang dan Kalibawang.

3) Daerah yang memiliki kemiringan kurang lebih 5,00 hingga 8,00 persen, yaitu 8144 hektar ataupun 8,1 persen menurut total lebar daerah tersebut, yang meluas pada 14 wilayah kecuali daerah Kec.

Watumalang.

4) Daerah yang memiliki kemiringan kurang lebih 8,00 hingga 15,00 persen, yaitu 55435 hektar ataupun 55,5 persen menurut total lebar daerah.

5) Daerah yang memiliki kemiringan kurang lebih 15 hingga 25 persen, yang berluas 11101 hektar ataupun 11,05 persen menurut total lebar daerah yang tersedia di seluruh kecamatan, selain daerah Kec.

Wonosobo.

(24)

19 6) Daerah yang memiliki kemiringan kurang lebih 25,00 hingga 40,00 persen, yang berluas 1480 hektar atau 1,46 persen menurut total lebar daerah yang berada pada Kec. Kejajar, Garung, sekaligus kecamatan Kalikajar.

7) Terakhir, daerah yang memiliki kemiringan lebih antara 40,00 persen yang mempunyai luas 142,370 hektar atau 0,15 persen menurut seluruh lebar semua daerah, yang berada pada Kec. Kejajar.

Wilayah-wilayah ini harus dan wajib dilindungi agar dapat berguna untuk perlindungan hidrologis sekaligus penjaga keseimbangan bagi seluruh lingkungan hidup. Hutan, tegalan, perkebunan adalah beberapa jenis penggunaannya untuk saat ini.

(25)

20 Gambar 2.8 Peta Topografi Kabupaten Wonosobo

Sumber: Scribd.id

(26)

21 7. Bentuk Lahan Kabupaten Wonosobo

Secara geomorfologis, bentanglahan di wilayah-wilayah Wonosobo di dominasi oleh beberapa bentang tanah yang terbentuk oleh aktivitas vulkanik.

Bentanglahan denudasional, struktural, dan bentanglahan fluvial atau aliran sungai yang berada di Wonosobo. Beberapa bentang lahan karena proses vulkanik terdiri atas lereng gunung api, kubah lava, kaki gunung berapi, dll.

Karena bentang lahan tersebut dihuni oleh letusan vulkanik, topografi wilayah ini sebagian besar tidak datar. Tidak diragukan lagi, Saat menentukan cara mengembangkan dan membangun wilayah Wonosobo akan dilakukan, hal tersebut dapat menjadi elemen yang akan dipertimbangkan.

Pengembangannya akan menyesuaikan oleh struktur area sehingga prinsip yang mendukung akan diutamakan.

Bentuk lahan aluvial dapat ditemukan di beberapa daerah di Kabupaten Wonosobo. Lahan aluvial terbentuk oleh pengendapan material sedimen yang dibawa oleh aliran air sungai. Di bawah ini adalah beberapa bentuk lahan aluvial yang umum ditemui di Wonosobo:

1) Dataran Banjir: Terdapat dataran banjir yang luas di sepanjang aliran sungai utama, seperti Sungai Serayu dan Sungai Klawing. Dataran banjir ini merupakan daerah pengendapan aluvial yang subur dan sering digunakan untuk pertanian. Lahan ini sangat cocok untuk tanaman padi dan tanaman lainnya.

2) Lebak: Wonosobo juga memiliki daerah lebak yang merupakan lahan aluvial yang rendah dan lembab. Daerah ini seringkali tergenang air dan memiliki tanah yang subur. Lebak digunakan untuk pertanian, terutama untuk budidaya tanaman padi, sayuran, dan buah-buahan.

3) Teras: Teras-teras aluvial terbentuk di sepanjang lereng sungai atau sungai kecil yang mengalami proses pengendapan aluvial secara

(27)

22 bertahap. Teras aluvial memiliki ketinggian yang berbeda-beda dan seringkali digunakan untuk pertanian atau perkebunan.

4) Delta: Di daerah dekat muara sungai, seperti di daerah sekitar Sungai Serayu, dapat ditemui bentuk lahan delta. Delta adalah bentukan aluvial yang terbentuk ketika aliran sungai memasuki perairan dan mengendapkan material sedimen yang dibawa olehnya. Lahan delta biasanya sangat subur dan dapat digunakan untuk pertanian atau

Bentuk lahan denudasional mengacu pada bentuk-bentuk lahan yang terbentuk akibat proses denudasi, yaitu erosi dan pengikisan oleh air, angin, atau gletser. Kabupaten Wonosobo, dengan topografi pegunungan dan perbukitan yang signifikan, memiliki beberapa bentuk lahan denudasional.

Berikut adalah beberapa contoh bentuk lahan denudasional yang dapat ditemukan di Wonosobo:

1) Bukit-bukit Curam: Wonosobo memiliki beberapa bukit curam atau lereng curam yang terbentuk akibat erosi dan pengikisan oleh aliran air atau angin. Lereng curam ini seringkali memiliki kemiringan yang tinggi dan terlihat terbuka atau terbuka tanpa banyak tumbuhan.

2) Jurang atau Celah: Akibat erosi dan pengikisan yang kuat, beberapa wilayah di Wonosobo memiliki jurang atau celah yang dalam. Jurang ini biasanya terbentuk oleh aliran sungai yang kuat dan bisa memberikan pemandangan spektakuler.

3) Batuan Terkelupas: Erosi dan pengikisan juga dapat menghasilkan batuan yang terkelupas atau terkelupas di permukaan. Hal ini terjadi ketika lapisan-lapisan batuan yang lebih lemah diikis, mengungkapkan batuan yang lebih keras di bawahnya. Contohnya adalah eksposur batuan di beberapa bukit dan lereng di Wonosobo.

(28)

23

BAB III

Curah Hujan dan Flora-Fauna Kabupaten Wonosobo

Bagian ini menguraikan deskripsi singkat mengenai Kabupaten Wonosobo, yang mencakup sekilas mengenai curah hujan, temperatur, vegetasi penutup, dan fauna. Diharapkan deskripsi ini mampu memberikan informasi mengenai lokasi dan berbagai hal yang menurut topik-topik selanjutnya yang lebih luas mengenai Kabupaten Wonosobo.

E. Curah Hujan Kabupaten Wonosobo

Curah hujan mengacu pada jumlah curah hujan yang terjadi dalam suatu wilayah dan dari periode waktu tertentu. Curaah hujan diukur dalam milimeter (mm) atau satuan lain yang mewakili ketebalan air hujaan jika didistribusikan secara merata pada permukaan bumi.

Curah hujan yang tinggi dapat memiliki dampak yang signifikan pada lingkungan dan kehidupan manusia, beberapa efek tersebut meliputi banjir, erosi tanah, kekurangan air tanah, dan pertumbuhan tanaman. Di sisi lain, daerah yang mengalami kekeringan atau curah hujan yang rendah dapat menghadapi masalah kekurangan air.

Secara geografis, Kabupaten Wonosobo berada di wilayah dataran tinggi dengan pegunungan yang mengelilingi daerah Kabupaten Wonosobo. Hal tersebut menjadi pengaruh terhadap pola curah hujan setempat. Apabila dilihat kondisi klimatologinya, Kabupaten Wonosobo memiliki iklim tropis yang terdapat 2 musim, yaitu kemarau & penghujan. Pada musim penghujan biasanya berlangsung dari Oktober hinggaa April, sementara dari bulan Mei hingga September merupakan musim kemarau.

Pada musim hujan, curah hujan di Kabupaten Wonosobo cenderung lebih tinggi dengan intensitas hujan yang cukup besar. Hal tersebut disebabkan

(29)

24 oleh adanya pengaruh monsun yang membawa angin basah dari Samudera Hindia ke wilayah Kabupaten Wonosobo. Pada periode tersebut, suhu cenderung lebih sejuk dengan kelembaban yang tinggi

Curah hujan di Kabupaten Wonosobo dapat bervariasi tergantung pada faktor-faktor seperti topografi, geografis, dan perubahan iklim yang lebih luas.

Untuk mengetahui seberapa tinggi curah hujan di Sub DAS Serayu, Dinas Pekerjaan Umum Sub Pengairan Kabupaten Wonosobo menggunakan informasi curah hujan sebanyak satu dekade dari stasiun meterologi.

Gambar 3.1 Curah hujan rerata bulanan dan tahunan 10 tahun terakhir Sumber : bppt.go.id

(30)

25 Data curah hujan Sub DAS Serayu dapat diperoleh data curah hujan bulanan dan tahunan. Tabel di atas menunjukkan rerata curah hujan pada tiap bulan dan setiap tahun untuk tiap stasiun daerah DAS Serayu dari 1994 hingga 2004.

Menurut tabel tersebut, bulan September memiliki curah hujan paling rendah Kabupaten Wonosobo, dengan rerata 21 milimeter per hari. Sedangkan pada bulan November memiliki curah hujan paling tinggi di Kabupaten Wonosobo dengan angka 527 milimeter per hari.

Berdasarkan gambar tabel curah hujan rerata bulanan dan tahunan dari tiap stasiun di DAS Serayu selama sepuluh tahun terakhir, curah hujan tahunan rata-rata pada Kabupaten Wonosobo adalah 3735 milimeter.

Lalu, berdasar tabel curah hujan tersebut dapat ditentukan tipe iklim Kabupaten Wonosobo menggunakan perhitungan klasifikasi menurut Schmidt- Ferguson dengan cara menghitung seluruh jumlah bulan basah dan juga bulan kering pada tiap-tiap tahunnya, kemudian menghitung rata-ratanya. Untuk menentukan jenis iklimnya, nilai Q dapat digunakan dengan rumus berikut :

𝑄 =𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 (𝐵𝐾)

𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ (𝐵𝐵) × 100%

Jika curah hujan kurang dari 60 milimeter per bulan, bulan tersebut dianggap kering, lalu dapat dikatakan bulan yang lembab apabila curah hujannya antara 60 hingga 100 milimeter per bulan. Namun, bulan dianggap basah apabila curah hujannya setiap bulan lebih dari 100 milimeter. Jadi, bulan keringnya yaitu 2 dan bulan basahnya yaitu 10.

𝑄 = 2

10 × 100%

𝑄 = 0,2 × 100%

𝑄 = 0,2 % (Tipe A)

(31)

26 Berdasar rumus dan standar curah hujan menurut Schmidt-Ferguson yang disebutkan di atas, kita dapat mengetahui bahwa Kabupaten Wonosobo termasuk Tipe Iklim A, yang termasuk pada kategori sangat basah. Dari perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa suhu rata-rata bulanan Wilayah Kabupaten Wonosobo dengan tipe Iklim A cenderung tinggi sepanjang tahun, dengan sedikit perubahan musiman yang signifikan.

Curah hujan tipe Iklim A menurut Schmidt-Ferguson mengacu pada iklim tropis. Iklim tropis juga memiliki curah hujan yang melimpah sepanjang tahun. Biasanya terdapat dua puncak curah hujan, yang berhubungan dengan perpindahan musim angin. Biasanya, ada musim hujan yang lebih intens dan musim hujan yang lebih ringan. Apabila curah hujannya tinggi, berarti kelembaban udara pada wilayah Kabupaten Wonosobo tersebut juga tinggi.

Gambar 3.2 Kondisi Hujan di Kabupaten Wonosobo Sumber : viva.co.id

(32)

27 Gambar 3.3 Peta Curah Hujan Kabupaten Wonosobo

Sumber : scribd.com

(33)

28 F. Temperatur Kabupaten Wonosobo

Kabupaten Wonosobo memiliki ketinggian anatara sekitar 100 hingga 3200 meter di atas permukaan laut. Untuk menghitung suatu suhu, perlu memiliki informasi suhu data yang relevan terkait dengan situasi atau sistem yang sedang dianalisis. Metode dan rumus yang digunakan untuk menghitung suhu dapat menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Schmidt-Ferguson, yaitu :

T = 32,3 – 0,6 ( 𝐻

𝐻0) Dimana :

T = Temperature rata-rata tahunan H0 = Elevasi terendah

H = Elevasi T = 32,3 – 0,6 ( 𝐻

𝐻0)

Temperature rata-rata pada wilayah terendah adalah sebagai berikut : T100 = 32,3 – 0,6 ( 𝐻

𝐻0)

= 32,3 – 0,6 ( 100

100)

= 32,3 – 0,6

= 31,7 °C

Sedangkan untuk temperatur rata-rata pada wilayah yang memiliki elevasi tertinggi yaitu :

T3200 = 32,3 – 0,6 ( 𝐻

𝐻0)

= 32,3 – 0,6 ( 3200

100)

= 32,3 – 0,6 × 32

= 32,3 – 19,2

= 13,1 °C

(34)

29 Meskipun temperatur Kabupaten Wonosobo rata-rata sekitar 31,7 °C untuk wilayah terendah dan 13,1 °C pada wilayah yang memiliki elevasi tertinggi, tetapi tidak jarang suhu Kabupaten Wonosobo berada diatas ataupun dibawah suhu rata-rata.

Gambar 3.4 Suhu dan temperature menurut bulan di Stasiun Geofisika Banjarnegara, 2022

Sumber : wonosobokab.bps.go.id

(35)

30 Gambar 3.5 Peta Land Surface Temperature

Sumber : Clime NOAA Weather

(36)

31 G. Vegetasi Penutup Kabupaten Wonosobo

Vegetasi penutup merupakan vegetasi yang menutupi suatu area atau lahan. Vegetasi penutup Kabupaten Wonosobo dapat terdiri dari berbagai jenis tumbuhan, termasuk pepohonan, semak, rumput, lumut, dan tanaman lainnya.

Fungsi utama vegetasi penutup yaitu sebagai penutup untuk melindungi tanah dari erosi , mengendalikan aliran air, menyediakan habitat bagi flora dan fauna, serta menjaga keberlangsungan ekosistem. Jenis vegetasi penutup yang muncul dalam suatu daerah tergantung pada iklim, jenis tanah, dan faktor lingkungan lainnya.

Kabupaten Wonosobo masih memiliki vegetasi penutup yang cukup banyak dan masih didominasi persawahan. Sebagian besar wilayah Kabupaten Wonosobo terdiri daru pegunungan dan dataran tinggi. Kondisi ini memberikan keanekaragaman vegetasi pada daerah Kabupaten Wonosobo.

Vegetasi penutup lahan yang terdapat di Kabupaten Wonosobo adalah hutan pegunungan, perkebunan seperti kebun teh, kebun jeruk, kebun apel, lahan pertanian, persawahan, dan hutan kota.

Hutan-hutan di daerah Kabupaten Wonosobo dapat mencakup hutan pegunungan dengan pepohonan yang tinggi dan lebat. Pinus, jati, mahoni, dan akasia adalah beberapa jenis pohon yang biasa dijumpai oleh orang di wilayah Kabupaten Wonosobo. Vegetasi hutan pegunungan bertanggung jawab atas keberlangsungan makhluk hidup, konservasi air, dan habitat bagi spesies flora maupun fauna.

Hutan kota Kabupaten Wonosobo melibatkan penanaman dan pelestarian pohon, tumbuhan, dan vegetasi kota lainnya seperti taman kota, jalan hijau, tepian sungai, dan lingkungan terbuka lainnya.

Ruang terbuka hijau (RTH) merujuk pada area atau lahan yang ditujukkan atau digunakan untuk tujuan konservasi alam, rekreasi, dan peningkatan kualitas lingkungan di perkotaan. Salah satu infrastruktur hijau kota yang akan memenuhi kebutuhan masyarakat publik adalah area terbuka hijau di

(37)

32 sekitarnya. Alun-alun Wonosobo adalah ruang publik kota dengan elemen lansekap taman. Ini juga dikenal sebagai ruang terbuka hijau atau infrastruktur hijau kota. Alun-alun Wonosobo adalah tempat publik untuk berbagai kegiatan dan aktivitas. Selama perkembangannya, alun-alun tentunya telah berkembang menjadi infrastruktur hijau kota yang membentuk ruang publik untuk memenuhi kebutuhan manusia yang terus meningkat.

Salah satu contoh Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Wonosobo yaitu Taman Bumi Waduk (TBW) yang terletak di Desa Kedungsalam, Kecamatan Garung. Taman Bumi Waduk merupakan sebuah taman yang dibangun di sekitar waduk Wonogiri dengan tujuan untuk menyediakan ruang rekreasi dan edukasi bagi masyarakat setempat serta wisatawan. Di Taman Bumi Waduk dapat menikmati pemandangan indah dan aktivitas rekreasi seperti bersepeda, berjalan- jalan atau bermain di taman yang hijau.

Selain itu, Kabupaten Wonosobo juga memiliki beberapa taman seperti Taman Fatmawati sebagai ruang terbuka hijau. Taman Fatmawati merupakan tempat rekreasi yang populer. Karena berada di pegunungan Wonosobo, taman ini memiliki suasana yang fresh. Di dalam taman, terdapat berbagai fasilitas dan atraksi yang menarik. Selain itu, Taman Fatmawati juga menjadi tempat penyelenggaraan berbagai acara dan fetival di Kabupaten Wonosobo. Misalnya, acara seni dan budaya, konser musik, serta berbagai kegiatan komunitas lokal.

(38)

33 Gambar 3.6 Taman Fatmawati Wonosobo

Sumber : wisatakuweb.wordpress.com

Beberapa tanaman pangan yang umumnya dibudidaya di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah antara lain; (1) Padi, merupakan tanaman pangan utama di Kabupaten Wonosobo dan sebagaian besar Indonesia. Berbagai varietas padi, seperti padi varietas lokal dan padi hibrida, dibudidayakan di daerah Wonosobo.

(2) Jagung, dibudidayakan untuk mengumpulkan bijinya, yang dapat digunakan sebagai makanan manusia dan ternak. (3) Kedelai, adalah sumber protein nabati yang vital. Budidaya kedelai dilakukan di Kabupaten Wonosobo untuk menghasilkan biji kedelai yang dapat digunakan sebagai produksi makanan dan minuman kedelai. (4) Ubi kayu atau singkong, merupakan tanaman pangan yang umum di Kabupaten Wonosobo. Umbinya dapat diolah menjadi berbagai produk seperti tepung, sagu, dan makanan tradisional. (5) Kacang-kacangan, misalnya kacang tanah dan juga kacang hijau.

Tambahan pula, Kabupaten Wonosobo masih menanam banyak tanaman pangan lainnya seperti, sayuran, dan rempah-rempah, tergantung pada kondisi lingkungan dan preferensi petani setempat.

(39)

34 Tanaman buah-buahan khas Wonosobo seperti buah carica papaya atau pepaya California merupakan jenis buah yang terkenal di Wonosobo. Kabupaten Wonosobo dikenal sebagai daerah produsen carica yang terkemuka di Indonesia.

(40)

35 Gambar 3.7 Penggunaan Lahan Kabupaten Wonosobo

Sumber : wonosobokab.go.id

(41)

36 H. Fauna Endemik Kabupaten Wonosobo

Sebagai bagian dari Jawa Tengah yang luas, Kabupaten Wonosobo mempunyai keanekaragaman fauna dengan wilayah di sekitarnya. Fauna endemik khas Kabupaten Wonosobo ialah Nuri Wonosobo dan juga Domba Wonosobo.

Salah satu fauna endemik yang hidup di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah adalah Burung Nuri Wonosobo atau yang lebih dikenal sebagai Nuri Wonosobo (Trichoglossus h. rosenbergii). Burung ini termasuk dalam keluarga Psittacidae atau burung beo. Burung Nuri Wonosobo memiliki ciri khas yaitu warna bulu yang cerah dan beraneka ragam. Bulu burung ini didominasi oleh warna hijau dengan perpaduan warna-warna lain seperti biru, merah, kuning, dan orange pada bagian kepala, ekor, dan sayapnya. Nuri Wonosobo juga memiliki paruh yang kuat dan kaki yang cekung yang memungkinkannya untuk memanjat dan menggantung di ranting-ranting pohon.

Habitat alami burung Nuri Wonosobo adalah hutan-hutan tropis, termasuk di wilayah Wonosobo. Mereka sering ditemukan bergerombol dalam kelompok kecil dan aktif pada pagi hari dan sore hari. Burung Nuri Wonosobo terkenal dengan kemampuannya untuk menirukan suara manusia dan suara hewan lainnya.

Sayangnya, Nuri Wonosobo merupakan spesies yang terancam punah akibat kerusakan habitat alaminya dan perburuan liar. Akibatnya, melindungi sekaligus melestarikan sangatlah penting untuk hewan-hewan unik ini agar mereka dapat terus hidup di Wonosobo dan ekosistem lainnya.

(42)

37 Gambar 3.8 Burung Nuri Wonosobo

Sumber : kalam.sindonews.com

Domba Wonosobo sebagai Sumber Daya Genetik Hewan, atau SDGH utama wilayah Wonosobo, adalah fauna endemik kedua setelah Burung Nuri Wonosobo. Pada awalnya, jenis domba ini disebut Domba Texel, tetapi setelah diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, namanya diubah menjadi Dombos atau Domba Wonosobo.

Domba Wonosobo merupakan domba ras yang populer di daerah Kabupaten Wonosobo karena kemampuannya dalam menghasilkan daging yang berkualitas, bulu yang baik, dan adaptasi yang baik terhadap kondisi iklim setempat.

Ciri khas Domba Wonosobo yaitu ukurannya sedang, dengan tubuh yang kuat dan proporsional. Domba Wonosobo ini memiliki bentuk tubuh yang kompak, dengan dada yang lebar, punggung yang lurus, dan kaki yang kuat. Bulu

(43)

38 Domba Wonosobo umumnya berwarna putih atau putih kekuningan, dengan beberapa individu yang memiliki bercak-bercak kecoklatan pada tubuhnya.

Selain dagingnya yang lezat, Domba Wonosobo juga dapat menghasilkan bulu yang berkualitas hingga bulu mereka digunakan untuk membuat berbagai produk seperti benang, kain, dan produk tekstil lainnya.

Domba Wonosobo umumnya dipelihara oleh peternak lokal untuk kebutuhan daing, wol, dan juga reproduksi. Domba Wonosobo dapat beradaptasi dengan baik berkeadaan lingkungan di dataran tinggi. Selain itu, Domba Wonosobo juga memiliki keunggulan dalam kemampuan bertahan dalam kondisi iklim yang dingin dan toleransi terhadap kondisi padang rumput yang bergunung.

Gambar 3.9 Domba Wonosobo fauna endemik khas Wonosobo Sumber : diengexposure.com

(44)

39 Domba Wonosobo merupakan aset budaya dan ekonomi yang paling penting bagi masyarakat Kabupaten Wonosobo. Maka dari itu pemerintah dan peternak setempat berupaya untuk melestarikan dan mengembangkan ras ini agar tetap menjadi bagian penting dari warisan budaya dan sumber penghidupan masyarakat setempat.

(45)

40

BAB IV

Tanah dan Penggunaan Lahan Kabupaten Wonosobo

Bagian ini mendeskripsikan secara singkat mengenai Kabupaten Wonosobo, yang mencakup sekilas mengenai tanah dan penggunaan lahan.

Semoga uraian ini dapat memberikan refleksi mengenai tempat dan berbagai hal yang mengarah pada topik selanjutnya yang lebih luas mengenai Kabupaten Wonosobo. Deskripsi yang lebih rinci mengenai demografi, ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan subjek lainnya akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.

A. Jenis Tanah Kabupaten Wonosobo 1. Jenis Tanah Kabupaten Wonosobo

Terdapat tiga jenis tanah yang menyusun Kabupaten Wonosobo, ketiga tanah tersebut di antaranya adalah Tanah Andosol sebanyak 25%, Tanah Regosol sebanyak 40%, dan Tanah Podsolik sebanyak 35%.

Tanah Andosol (25%) merupakan tanah yang terbentuk dari material vulkanik yang subur dan mengandung banyak bahan-bahan organik. Tanah Andosol cenderung memiliki warna abu-abu atau hitam dan memiliki tekstur lempung berbutir halus, partikel-partikel lempung yang halus memberikan kemampuan untuk menahan air yang baik dan memungkinkan pertumbuhan akar tanaman dengan baik. Tanah Andosol biasanya memiliki tingkat kesadahan yang rendah. Hal ini berarti tanah Andosol mudah diolah dan memungkinkan akar tanaman untuk menembusnya dengan mudah. Unsur hara Tanah Andosol sangat melimpah, terutama komponen hara makro seperti, kalium, nitrogen sekaligus fosfor. Tanah Andosol di Kabupaten Wonosobo memiliki drainase yang baik, hal ini artinya tanah dapat mengalirkan kelebihan air dengan baik, mencegah genangan dan resiko kelebihan air yang

(46)

41 dapat merusak tanaman. Tanah Andosol dapat ditemukan di beberapa wilayah seperti Kecamatan Kejajar, termasuk Garung, Watumalang, Kalikajar dan juga Kertek.

Tanah Andosol di Kabupaten Wonosobo memberikan potensi yang baik bagi pertanian dan perkebunan. Kesuburan tanah Andosol dimanfaatkan oleh masyarakat Kabupaten Wonosobo untuk menghasilkan berbagai jenis tanaman seperti sayuran, padi, kopi, dan buah-buahan.

Gambar 4.1 Tanah Andosol di Kabupaten Wonosobo Sumber: researchgate.net

Tanah Regosol (40%) merupakan tanah yang tergolong muda yang terbentuk dari material geologis yang belum mengalami perkembangan atau diferensiasi horison secara signifikan. Tanah ini paling banyak ditemukan di Kabupaten Wonosobo, biasanya tanah Regosol terbentuk dari endapan lahar

(47)

42 gunung berapi atau material vulkanik yang masih dalam tahap awal perubahan menjadi tanah. Karakteristik tanah Regosol termasuk kandungan mineral yang kasar, tekstur pasir hingga debu halus, dan umumnya memiliki kemampuan air yang rendah. Ciri khas tanah Regosol di Kabupaten Wonosobo antara lain bertekstur pasir hingga debu halus, warna tanah yang cenderung abu-abu atau coklat keabuan, serta kemampuan air yang rendah atau drainase yang buruk.

Tanah Regosol umumnya juga memiliki struktur yang lempung, yang berdampak pada kemampuan tanah untuk menahan beberapa air serta pertumbuhan akar pada tanaman. Tanah Regosol umumnya dapat ditemukan di daerah Sapuran, Selomerto, Garung, Watumalang, dan juga wilayah Kertek..

Gambar 4.2 Tanah Regosol di Kabupaten Wonosobo Sumber : pengertianku.net

Tanah Podsolik (25%) merupakan jenis tanah yang biasa dijampai pada wilayah Wonosobo dengan iklim sedang hingga dingin dengan topografi

(48)

43 berbukit dan pegunungan, yang menjadi kondisi ideal bagi pembentukan tanah podsolik. Karakteristik utama tanah Podsolik yaitu adanya lapisan horison B yang kaya akan akumulasi bahan organik dan zat besi yang terlarut dalam air hujan yang meresap melalui lapisan atas tanah. Tanah podsolik seringkali berwarna coklat kemerahan atau oranye pada horison B. Proses pembentukan tanah Podsolik melibatkan dua proses utama yang disebut eluviasi dan iluviasi.

Beberapa daerah di Kabupaten Wonosobo yang memiliki tanah podsolik antara lain : (1) Kawasan Dieng Plateau, Dieng merupakan kawasan dataran tinggi di Kabupaten Wonosobo yang dikelilingi oleh gunung-gunung sehingga kondisi iklimnya cenderung dingin sehingga pengaruh vulkanik dari aktivitas gunung berapi di sekitarnya menjadikan Dieng Plateau memiliki tanah Podsolik, (2) Kecamatan Garung, daerah tersebut memiliki topografi berbukit, sehingga memiliki potensi adanya tanah Podsolik karena pengaruh iklim dan proses pelapukan batuan yang berlangsung selama bertahun-tahun, (3) dan Kecamatan Sapuran, kondisi iklim dan topografinya serupa dengan kecamatan lain sehingga dapat mendukung pembentukan tanah Podsolik.

(49)

44 Gambar 4.3 Tanah Podsolik di Kabupaten Wonosobo

Sumber : gurugeografi.id

2. Tingkat Kesuburan Tanah Kabupaten Wonosobo

Secara umum, tingkat kesuburan yang mendominasi kesuburan tanah di dataran tinggi Wonosobo yaitu sedang, meskipun ada beberapa daerah tertentu dengan tingkat kesuburan yang tinggi dan rendah, hal itu karena tanah pada

(50)

45 masa ini memiliki sifat yang berbeda sebagai hasil dari tindakan pengembangan dan manajemen tanah.

Tingkat kesuburan tanah yang moderat didominasi pada tingkat kesuburan fisik maupun kimia tanah. Permeabilitas tekstur tanah dan kedalaman tanah efektif, yang bervariasi di dataran tinggi, memiliki dampak pada tingkat kesuburan tanah.

Kabupaten Wonosobo memiliki keberagaman jenis tanah yang memberikan kesempatan untuk pertumbuhan berbagai jenis tanaman. Seperti tanah andosol, regosol dan podsolik pada bab sebelumnya yang kita bahas, tanah tersebut memiliki kandungan hara yang cukup, struktur yang baik, dan daya serap air yang tinggi, yang semuanya berkontribusi pada tingkat kesuburan tanah.

Bukan hanya faktor alam saja, praktik pertanian tradisional dan modern di Kabupaten Wonosobo berperan pula sebagai menjaga dan meningkatkan kesuburan tanah. Masyarakat Kabupaten Wonosobo umumnya menggunakan pupuk organik dan anorganik untuk memberikan nutrisi pada tanaman, lalu menerapkan juga rotasi tanaman dan sistem terasering untuk mengurangi erosi tanah dan mempertahankan kesuburan tanah.

Berikut beberapa karakteristik umum suatu tanah yang menunjukkan tingkat kesuburan tanah :

1. Kandungan Hara, tanah yang subur biasanya mengandung hara yang sangat amat cukup sebagai pertumbuhan pada suatu tumbuhan. Fosfor, Kalium dan juga Nitrogen merupakan hara utama yang sangat penting. Tanah subur juga mengandung unsur-unsur seperti magnesium (Mg), kalsium (Ca), dan besi (Fe).

2. Struktur Tanah, Tanah yang subur memiliki struktur yang baik, yang memungkinkan aerasi yang memadai, sirkulasi air yang cukup baik, dan pertumbuhan akar yang sehat. Tanah dengan struktur yang baik cenderung

(51)

46 memiliki fragmen tanah yang lembut dan merosot, yang memudahkan pertemuan.

3. Drainase yang baik, tanah yang subur memiliki drainabilitas yang baik, yang berarti air dapat mengalir dengan mudah tanpa tertutup untuk waktu yang lama. Drainasi yang baik memastikan pasokan air yang cukup tetapi tidak berlebihan untuk tanaman.

4. Keseimbangan pH tanah, pH tanah yang baik yaitu antara 6 dan 7, yang memungkinkan tanaman menyerap nutrisi dengan baik

5. Kehidupan mikroba, populasi mikroorganisme yang kaya dan beragam, seperti bakteri, jamur, dan cacing tanah, biasanya ditemukan di tanah yang subur. Mikroorganisme tersebut berfungsi memecah organik, meningkatkan kualitas tanah, dan meningkatkan sirkulasi nutrisi.

6. Kesuburan tanah alami, kemampuan tanah yang subur untuk mendukung pertumbuhan tanaman secara alami tanpa memerlukan pupuk tambahan adalah salah satu ciri tanah yang subur. Tanah yang subur memiliki kemampuan untuk memberikan nutrisi.

(52)

47 Gambar 4.4 Peta Jenis Tanah dan Pesebarannya di Kabupaten Wonosobo

Sumber : undip.ac.id

(53)

48 B. Penggunaan Lahan Kabupaten Wonosobo

1. Jenis Penggunaan Lahan di Kabupaten Wonosobo

Penggunaan lahan pada wilayah Wonosobo terdiri dari berbagai macam. Sebagian besar lahan yang ada berupa tegalan dan juga masih dalam bentuk hutan. Masyarakat biasanya menggunakan lahan tegalan untuk menanamiberbagai macam tanaman sayuran dan palawija.

Jenis penggunaan lahan di Kabupaten Wonosobo dibagi menjadi beberapa kategori, contohnya bangunan sekaligus pekarangan, tegalan/kebun, kolam, waduk, infrastruktur, industri, pariwisata, persawahan, peternakan, dan sebagainya..

Bentuk dan kegunaan lahan daerah Wonosobo pada tahun 2012 cukup beragam. 42,952 hektar lahan di Wonosobo dipergunakan sebagai sawah.

Orang-orang di sana telah lama menanam tanaman kentang, sayuran, dan tembakau. Di sisi lain, seluas 35,00 hektar lahan hutan negara merupakan luas kedua di Kabupaten Wonosobo. Lahan tersebut meluas di 15 kecamatan.

Beberapa luas pergunaan lahan tersebut dapat dikaitkan dengan kegiatan manusia; semakin banyak kegiatan manusia, semakin beragam pula penggunaan lahannya.

(54)

49 Gambar 4.5 Penggunaan Lahan Pada Sektor Perkebunan Kabupaten

Wonosobo

Sumber : myedisi.com

Pada penggunaan lahan sektor pertanian di Kabupaten Wonosobo sangatlah terkenal, terutama pada sektor pertanian pangan. Lahan digunakan untuk bercocok tanam padi, jagung, kedelai, kacang hijau dan sayuran lainnya.

Kabupaten Wonosobo juga terkenal dengan produksi kopi di dataran tinggi seperti Dieng.

Lahan persawahan merupakan area atau lahan yang digunakan untuk budidaya tanaman padi atau tanaman air lainnya. Lahan persawahan seringkali memiliki kondisi khusus yang disesuaikan untuk pertumbuhan dan pengairan tanaman padi. Luas sawah di Wonosobo pada tahun 2020 adalah 12.038,25 ha, dengan 10.164,11 ha yang diusulkan untuk sawah LP2B. Dibandingkan dengan semua kecamatan, Kecamatan Selomerto memiliki sawah paling luas, dan Wadaslintang memiliki usulan LP2B paling banyak.

(55)

50 Gambar 4.6 Penggunaan Lawah Persawahan

Sumber : Data Lahan Baku Sawah

Sebagian lahan yang berada di wilayah Wonosobo juga digunakan sebagai permukiman penduduk, terdapat kota-kota kecil, desa, dan perkampungan yang tersebar di seluruh Kabupaten Wonosobo. Lahan industri juga banyak digunakan, terutama industri pengolahan hasil pertanian seperti pabrik pengolahan kopi dan pengolahan makanan.

Bagian wilayah Kabupaten Wonosobo juga ditutupi oleh hutan dan kawasan lindung. Beberapa kawasa hutan di Wonosobo adlah Taman Nasional Gunung Sindoro-Sumbing, Hutan Lindung Wonosobo, dan Hutan Produksi Wonosobo. Lahan tersebut memiliki nilai penting sebagai pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistem alam.

Wonosobo juga memiliki potensi wisata yang menarik, seperti Kawah Dieng, Telaga Warna, Telaga Pengilon, dan Sikunir menjadi tujuan wisata

(56)

51 populer, sehingga penggunaan lahan dalam sektor pariwisata meliputi pengembangan infrastruktur pariwisata seperti hotel, villa, dan tempat-tempat wisata lainnya. Sejumlah lahan di Wonosobo juga digunakan sebagai pengembangan infrastruktur seperti jalan raya, terminal, dan stasiun kereta api.

Penggunaan lahan di Wonosobo dapat berubah seiring dengan perkembangan ekonomi, kebijakan pemerintah, dan kebutuhan masyarakat Kabupaten Wonosobo.

(57)

52 Gambar 4.7 Peta Penggunaan Lahan

Sumber : Rekam BIG Kabupaten Wonosobo Thn 2019

(58)

53 2. Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Wonosobo

Perubahan pergunaan untuk lahan di Kabupaten Wonosobo dapat terjadi seiring dengan perkembangan waktu, pertumbuhan populasi, perubahan kebijakan, dan dinamika ekonomi.

Beberapa contoh perubahan pergunaan lahan yang mungkin terealisasikan di Kabupaten Wonosobo yaitu: (1) Konversi lahan pertanian menjadi pemukiman. Dalam perkembangan urbanisasi, beberapa lahan pertanian dikonversikan menjadi pemukiman untuk mengakomodasi pertumbuhan populasi dan kebutuhan perumahan, (2) Alih fungsi lahan pertanian menjadi sektor industri. Seiring dengan pengembangan sektor industri, beberapa laha pertanian dialihkan untuk pembangunan pabrik, pusat perdagangan, dan fasilitas industri lainnya, (3) Perubahan lahan hutan menjadi perkebunan atau pertanian. Peningkatan permintaan komoditas perkebunan atau pertanian tertentu dapat menyebabkan lahan hutan dikonversi menjadi perkebunan atau lahan pertanian, hal tersebut mengakibatkan deforestrasi dan perubahan ekosistem, (4) Rehabilitasi lahan terdegredasi. Seperti lahan kritis atau bekas pertambangan, dapat direhabilitasi untuk mengembalikan produktivitasnya, misalnya melalui program restorasi hutan atau agroforestri, (5) Perubahan penggunaan lahan pertanian tradisional menjadi agrowisata. Beberapa petani atau pemilik lahan mungkin beralih ke sektor agrowisata, yaitu mengubah ladanag pertanian tradisional menjadi tempat wisata petik buah, kebun bunga, atau kegiatan agroturisme lainnya, (6) Pengembangan infrastruktur pariwisata.

Untuk mendukung sektor pariwisata yang berkembang, sejumlah lahan dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur pariwisata, (7) Peningkatan perlindungan dan konservasi. Beberapa lahan dialihkan menjadi kawasan lindung, taman nasional, atau cagar alam.

(59)

54 Gambar 4.8 Tabel Perubahan Penggunaan Lahan Sektor Pertanian 2019 Sumber : IKPLHD, 2019

Setiap tahun, luas lahan bertani di Wonosobo berkurang.

Pemukiman dan area kebun berkembang dari sawah. Luas pemukiman meningkat 5 ha dari 19.346 ha menjadi 19.351 ha, dan luas perkebunan meningkat 40 ha dari 2.780 ha menjadi 2.820 ha. Kedua area ini dianggap memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi. Untuk mengendalikan alih fungsi, pemerintah Kabupaten Wonosobo harus memperhatikan kondisi ini.

Penetapan LP2B dan pemberian insentif kepada petani mungkin merupakan solusi.

3. Kesesuaian Lahan untuk Berbagai Jenis Tanaman di Kabupaten Wonosobo

Contoh kesesuaian lahan untuk beberapa jenis tanaman di Wonosobo adalah sebagai berikut:

a. Tanaman Sayuran: Wonosobo memiliki iklim yang sejuk dengan suhu rata-rata tahunan sekitar 20-25 derajat Celsius. Tanah yang subur dan kondisi iklim ini membuat Wonosobo cocok untuk pertanian sayuran seperti kubis, wortel, brokoli, bayam, selada, kentang, dan to mat.

b. Tanaman Buah-Buahan: Wonosobo memiliki ketinggian yang cukup tinggi, yang membuatnya cocok untuk beberapa jenis tanaman buah-buahan. Tanaman buah seperti apel, stro.beri, anggur, jeruk, alpukat, dan persik dapat tumbuh dengan baik di daerah ini

(60)

55 c. Tanaman Padi: Wonosobo memiliki sejumlah daerah dataran tinggi yang cocok untuk pertanian padi. Tanah yang subur dan ketinggian yang sesuai memungkinkan pertumbuhan padi yang baik. Berbagai varietas padi, seperti padi gogo dan padi sawah, dapat ditanam di daerah ini.

d. Tanaman Hortikultura: Wonosobo juga cocok untuk budidaya tanaman hortikultura, termasuk bunga potong seperti mawar, krisan, dan lili. Tanaman hias seperti anggrek, kaktus, dan sukulen juga bisa tumbuh dengan baik di daerah ini

Berikut adalah ordo kesesuaian lahan yang umumnya digunakan untuk mengklasifikasikan tingkat kesesuaian lahan untuk pertanian :

1. Ordo Kesesuaian Lahan Sempurna (Class S), yaitu lahan yang sesuai untuk pertanian tanaman tertentu tanpa memerlukan perubahan kondisi atau pembenahan tertentu.

2. Ordo Kesesuaian Lahan Baik (Class N), yaitu lahan yang cukup sesuai untuk pertanian tanaman tertentu dengan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, seperti perbaikan drainase atau pengendalian erosi.

3. Ordo Kesesuaian Lahan Sedang (Class M), yaitu lahan yang memerlukan modifikasi dan perbaikan yang lebih signifikan untuk menjadi sesuai untuk pertanian. Biasanya melibatkan perbaikan fisik tanah, irigasi, atau drainase.

4. Ordo Kesesuaian Lahan Kurang (Class O), yaitu lahan yang memiliki keterbatasan fisik dan kimia yang signifikan sehingga memerlukan pembenahan yang ekstensif untuk membuatnya sesuai untuk pertanian.

5. Ordo Kesesuaian Lahan Sangat Kurang (Class P): Lahan yang secara alami memiliki keterbatasan serius yang membuatnya tidak cocok untuk pertanian. Misalnya, lereng yang terlalu curam, kekeringan ekstrem, atau tanah yang terlalu miskin nutrisi.

(61)

56 4. Lahan Kritis di Kabupaten Wonosobo

Lahan yang kritis adalah lahan yang memiliki masalah serius yang mempengaruhi kesuburan tanah atau kemampuan lahan untuk mendukung pertanian. Beberapa jenis lahan kritis yang ada di Wonosobo antara lain: (1) Lahan Erosi, Kabupaten Wonosobo memiliki topografi yang berbukit-bukit, sehingga rentan terhadap erosi tanah. Lahan dengan erosi yang parah dapat mengakibatkan hilangnya lapisan tanah yang subur dan menyebabkan kerusakan pada lahan pertanian. (2) Lahan Tercemar, adanya aktivitas industri, pertambangan, atau penggunaan pestisida yang tidak tepat dapat menyebabkan pencemaran tanah di beberapa area di Wonosobo.

Pencemaran tanah dapat mengganggu kualitas dan kesuburan tanah serta dapat berdampak negatif pada tanaman yang tumbuh di lahan tersebut. (3) Lahan Rawan Longsor, Kabupaten Wonosobo memiliki beberapa daerah dengan lereng yang curam, terutama di daerah pegunungan. Hal ini dapat menyebabkan risiko longsor tanah yang berpotensi merusak lahan pertanian dan infrastruktur di sekitarnya. (4) Lahan Tercemar Air Tanah, beberapa daerah di Wonosobo mengalami masalah pencemaran air pada tanah akibat limbah dari rumah tangga, dan juga limbah pada industri, atau pada penggunaan pupuk sekaligus pestisida yang berlebihan. Pencemaran air tanah dapat mempengaruhi kualitas air yang digunakan untuk irigasi pertanian dan berpotensi merusak tanaman.

(62)

57

BAB V

Penduduk Kabupaten Wonosobo

Penduduk yaitu individu-individu yang mendiami suatu kota, desa, negara, atau wilayah geografis lainnya yang membentuk populasi suatu daerah dan dapat memiliki karakteristik demografis seperti usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku bangsa, agama, pendidikan dan juga pekerjaan.

Bagian ini akan memberikan penjelasan singkat tentang Kabupaten Wonosobo, yang mencakup sekilas mengenai struktur penduduk dan proses penduduk.

A. Struktur Penduduk Kabupaten Wonosobo 1. Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin

Gambar 5.1 Tabel Penduduk Kab. Wonosobo Menurut Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2022

Gol onga n umur Laki-laki Perempuan Laki-laki Total

0-4 -34914 32792 34914 67706

5-9 -33383 32130 33383 65513

10-14 -34138 32791 34138 66929

15-19 -34698 33010 34698 67708

20-24 -35708 33766 35708 69474

25-29 -36806 34523 36806 71329

30-34 -35298 32663 35298 67961

35-39 -33425 32155 33425 65580

40-44 -32581 33195 32581 65776

45-49 -31961 31914 31961 63875

50-54 -29515 29360 29515 58875

55-59 -25584 24459 25584 50043

60-64 -20718 20537 20718 41255

65-69 -16704 16026 16704 32730

70-74 -10759 10438 10759 21197

75+ -10556 9839 10556 20395

(63)

58 Sumber: wonosobokab.bps.go.id

Menurut data yang dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2022, Kabupaten Wonosobo memiliki kepadatan penduduk sekitar 939 jiwa per kilometer persegi, dengan kepadatan tertinggi di Kec.

Wonosobo yaitu sebanyak 2.949 jiwa per kilometer persegi dan terendah berada di Kec. Wadaslintang yang kurang lebih sebesar 509 jiwa per kilometer persegi.

Gambar 5.2 Piramida Penduduk Kabupaten Wonosobo Tahun 2022 Sumber : wonosobokab.bps.go.id

2. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Pendidikan penduduk merupakan istilah yang mengacu pada upaya pendidikan yang ditujukan kepada seluruh populasi atau penduduk pada

(64)

59 suatu negara. Tujuan dari pendidikan penduduk adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kesadaran masyarakat secara keseluruhan.

Pendidikan penduduk melibatkan berbagai aspek, mulai dari pendidikan formal di sekolah-sekolah, perguruan tinggi, hingga non-formal seperti pelatihan kerja, kursus keterampilan, dan program pembelajaran lainnya.

Pendidikan penduduk penting sebab memiliki dampak positif yang luas pada perkembangan individu, masyarakat, dan negara. Beberapa manfaat dari pendidikan penduduk, yaitu : (1) Peningkatan kesempatan, pendidikan yang baik memberikan kesempatan yang lebih baik bagi suatu individu untuk memperoleh pekerjaan yang layak; (2) Pengentasan kemiskinan, pendidikan dapat menjadi alat yang efektif untuk mengurangi tingkat kemiskinan; (3) Peningkatan kualitas hidup, melalui pendidikan penduduk maka setiap orang dapat mendapatkan pengetahuan sekaligus keterampilan yang dipergunakan untuk mengelola kesehatan pribadi; (4) Pengembangan sumber daya manusia, pendidikan yang baik yaitu investasi jangka panjang dalam SDM; (5) Peningkatan kesadaran, pendidikan penduduk dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang isu-isu penting seperti hak asasi manusia, kesehatan, keberlanjutan dan lingkungan hidup; (6) Peningkatan partisipasi, pendidikan penduduk memberikan individu pengetahuan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan sosial, politik, dan ekonomi.

Pendidikan anak usia dini didefinisikan sebagai upaya pelatihan yang ditujukan pada anak-anak dari lahir hingga enam bulan dan dilakukan melalui stimulasi untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan fisik dan rohani anak sehingga mereka siap untuk memasuki pendidikan lebih lanjut.

Ada 560an sekolah dasar sederajat di Kabupaten Wonosobo, 156 sekolah SMP sederajat, dan 66 sekolah SMA sederajat.

(65)

60 Gambar 5.3 Tabel Jumlah Taman Kanak-kanak Menurut Kecamatan di Wonosobo

Sumber : wonosobokab.bps.go.id

Gambar 5.4 Tabel Jumlah Tenaga Pengajar Taman Kanak-Kanak Menurut Kecamatan di Wonosobo

Sumber : wonosobokab.bps.go.id

(66)

61 Gambar 5.5 Tabel Jumlah Anak TK Menurut Kecamatan di Wonosobo Sumber : wonosobokab.bps.go.id

Gambar 5.6 Tabel Jumlah Sekolah, Tenaga Pengajar, dan Murid Raudatul Athfal Menurut Kecamatan di Wonosobo

Sumber : wonosobokab.bps.go.id

(67)

62 Gambar 5.7 Tabel Jumlah Sekolah Dasar Menurut Kecamatan di

Wonosobo

Sumber : wonosobokab.bps.go.id

Gambar 5.8 Tabel Jumlah Tenaga Pengajar Sekolah Dasar Menurut Kecamatan di Wonosobo

Sumber : wonosobokab.bps.go.id

(68)

63 Gambar 5.9 Tabel Jumlah Murid Sekolah Dasar Menurut Kecamatan di Wonosobo

Sumber : wonosobokab.bps.go.id

Gambar 5.10 Tabel Jumlah Madrasah ibtidaiyah Menurut Kecamatan di Wonsoobo

Sumber : wonosobokab.bps.go.id

(69)

64 Gambar 5.11 Tabel Jumlah Tenaga Pengajar Madrasah Ibtidaiyah Menurut Kecamatan di Wonosobo

Sumber : wonosobokab.bps.go.id

Gambar 5.12 Tabel Jumlah Murid Madrasah Ibtidaiyah Menurut Kecamatan di Wonosobo

Sumber : wonosobokab.bps.go.id

(70)

65 Gambar 5.13 Tabel Jumlah Sekolah Menengah Pertama Menurut

Kecamatan di Wonosobo

Sumber : wonosobokab.bps.go.id

Gambar 5.14 Tabel Jumlah Tenaga Pengajar Sekolah Menengah Pertama Menurut Kecamatan di Wonosobo

Sumber ; wonosobokab.bps.go.id

(71)

66 Gambar 5.15 Tabel Jumlah Murid SMP Menurut Kecamatan di Wonosobo Sumber : wonosobokab.bps.go.id

Tabel 5.16 Tabel Jumlah Madrasah Tsanawiyah (MTs) Menurut Kecamatan di Wonosobo

Sumber : wonosobokab.bps.go.id

(72)

67 Gambar 5.17 Tabel Jumlah Tenaga Pengajar Madrasah Tsanawiyah (MTs) Menurut Kecamatan di Wonosobo

Sumber : wonosobokab.bps.go.id

Gambar 5.18 Tabel Jumlah Murid Madrasah Tsanawiyah (MTs) Menurut Kecmatan di Wonsobo

Sumber : wonosobokab.bps.go.id

(73)

68 Gambar 5.19 Tabel Jumlah Sekolah Menengah Atas Menurut Kecamatan di Wonosobo

Sumber : wonosobokab.bps.go.id

Gambar 5.20 Tabel Jumlah Tenaga Pengajar Sekolah Menengah Atas Menurut Kecamatan di Wonosobo

Sumber : wonosobokab.bps.go.id

(74)

69 Gambar 5.21 Tabel Jumlah Murid SMA Menurut Kecamatan di

Wonosobo

Sumber : wonosobokab.bps.go.id

Gambar 5.22 Tabel Jumlah Sekolah Menengah Kejuruan Menurut Kecamatan di Wonosobo

Sumber : wonosobokab.bps.go.id

(75)

70 Gambar 5.23 tabel Jumlah Pengajar Sekolah Menengah Kejuruan Menurut Kecamatan di Wonosobo

Sumber : wonosobokab.bps.go.id

Gambar 5.24 Tabel Jumlah Murid SMK Menurut Kecamatan di Wonosobo

Sumber : wonosobokab.bps.go.id

(76)

71 Gambar 5.25 Tabel Jumlah Perguruan Tinggi Yang Memiliki Fasilitas Menurut Kecamatan di Wonosobo

Sumber : wonosobokab.bps.go.id

Guna meningkatkan kualitas hidup seseorang, maka sebab itu mereka perlu mendapatkan pendidikan yang cukup. Dengan peningkatan permintaan jasa pendidikan, diperlukan penyedia pendidikan yang lebih berkualitas. Gagasan bahwa pendidikan bukan hanya mempersiapkan siswa untuk pasar kerja adalah dasar dari kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia ini, itu juga membangun watak bangsa.

Sumber daya manusia sangat penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan, karena sistem pendidikan yang baik tidak dapat berhasil jika tidak didukung oleh tenaga pendidik yang berkualitas dan profesional.

Kesadaran warga negara mengenai pada bidang pendidikan semakin tinggi, seperti yang terlihat dari peningkatan sarana dan jumlah siswa dari pendidikan usia dini sampai pendidikan lanjutan.

Prosentase anak sekolah pada usia jenjang pendidikan tertentu dalam kelompok usia yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut ditunjukkan oleh angka partisipasi sekolah (APS). Prosentase APS yang lebih tinggi menunjukkan bahwa ada peluang yang lebih besar untuk

(77)

72 mendapatkan pendidikan secara keseluruhan dalam kelompok usia tertentu.

Besar APS untuk setiap kelompok umur menunjukkan bahwa peluang tersebut lebih besar pada kelompok umur tertentu.

Berikut tabel Angka Partisipasi Sekolah Kabupaten Wonosobo dalam 3 tahun terakhir :

Gambar 5.26 APS APM dan APK Tahun 2017-2019 Kabupaten Wonosobo

Sumber : wonosobokab.bps.go.id

(78)

73 Gambar 5.27 Pendidikan di Kabupaten Wonosobo

Sumber : harianjateng.com

Selain lembaga pendidikan formal, Wonosobo juga memiliki lembaga kursus dan bimbingan belajar yang mendukung pendidikan di luar jam sekolah. Terdapat pula perpustakaan umum yang menjadi tempat penunjang pembelajaran dan literasi.

3. Penduduk Menurut Pekerjaan

Di Kabupaten Wonosobo pekerjaan utamanya didominasi oleh sektor pertanian. Wonosobo memiliki lahan pertanian yang subur, sehingga seemua penduduknya bergantung pada sektor pertanian dan kegiatan terkait untuk bertahan hidup.

(79)

74 Gambar 5.28 Tabel Pekerjaan Masyarakat Menurut Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin

Sumber : wonosobokab.bps.go.id

Selain itu, ada juga pekerjaan di sektor manufaktur dan juga jasa- jasa. Perlu dicatat bahwa jenis pekerjaan dan lapangan usaha masyarakat Wonosobo dapat beragam dan terus berkembang seiring dengan waktu, sehingga ada kemungkinan adanya variasi pekerjaan yang tidak tercantum diatas.

Jenis posisi seseorang dalam perusahaan atau kegiatan dikenal sebagai status pekerjaannya. Status pekerjaan penduduk di Wonosobo dapat bervariasi tergantung pada karakteristik ekonomi dan sosial daerah tersebut.

Berikut beberapa status pekerjaan utama yang umum ditemukan di banyak daerah, termasu Wonosobo :

Gambar 5.29 Tabel Pekerjaan Penduduk Menurut Status Pekerjaan Utama Sumber : wonosobokab.bps.go.id

Gambar

Gambar 2.4 Formasi Batuan Breksi  Sumber : posalu.wordpress.com
Gambar 3.1 Curah hujan rerata bulanan dan tahunan 10 tahun terakhir  Sumber : bppt.go.id
Gambar 3.2 Kondisi Hujan di Kabupaten Wonosobo  Sumber : viva.co.id
Gambar  3.4  Suhu  dan  temperature  menurut  bulan  di  Stasiun  Geofisika  Banjarnegara, 2022
+7

Referensi

Dokumen terkait

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia1. Asuhan

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah Praktika akuntansi Keuangan Pengantar 1.

Buku materi pembelajaran praktikum keperawatan anak ini disusun untuk memenuhi proses pembelajaran mata kuliah Keperawatan

CRITICAL BOOK REPORT CBR MEMBANDINGKAN 2 BUKU FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL YANG MEMPEMARUHI PERTUMBUHAN TANAMAN Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Geografi

Kasus penyimpangan di pendidikan adalah makalah yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar

Dokumen ini berisi tentang Sejarah dan Perkembangan Kegiatan Masjid Selo Yogyakarta dari tahun 1965 hingga 2022 yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Penelitian

Ringkasan buku kritis Centrifugasi diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia

Ringkasan isi buku untuk memenuhi tugas mata kuliah Perspektif