• Tidak ada hasil yang ditemukan

CONTOH DOKUMEN PERBANDINGAN

N/A
N/A
an-Dika Collection

Academic year: 2023

Membagikan "CONTOH DOKUMEN PERBANDINGAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBANDING MAKALAH

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam Dosen pengampu: Dr. M. Sugeng Sholehuddin, M.Ag.

Oleh :

KHASAN MURSYIDI NIM. 50222055

KELAS A

JURUSAN MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

KH. ABDURRAHMAN WAHID PEKALONGAN

2023

(2)

A. Ontologi Pendidikan Islam

Pendidikan Islam merupakan konseptualisasi teoritis mengenai realitas atau hakikat segala sesuatu yang ada. Dengan demikian sifatnya menjadi sumber makna filosofis. Ontologi filsafat pendidikan membahas pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang hakikat pendidikan dalam bidang filsafat.1 Secara spesifik pendidikan Islam, maka ontologinya diadakan dalam bentuk pemberian kepahaman yang dasar terkait kenyataan sebenarnya dalam ringkasan konsep pendidikan yang berpokok dengan nilai-nilai yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits, dan juga dalam ruang pemikiran filsafat. Maka ontologi pendidikan merupakan ilmu yang membahas secara mendasar tentang hal ihwal pendidikan.

B. Karakteristik Ontologi Pendidikan Islam 1. Berdasarkan pada ideologi ketuhanan

Dalam buku contemporary political ideologies, Sargent mengindikasikan sebagaimana pendapat William F. O’neil, bahwa ideologi merupakan sebuah skema nilai atau kepercayaan yang diterima sebagai kebenaran yang nyata oleh kelompok tertentu.

Ideologi terdiri dari serangkaian aksi terhadap berbagai lembaga serta proses masyarakat.

Ia menyuguhkan sebuah gambaran dunia sebagaimana adanya dan sebagaimana seharusnya dunia itu bagi mereka yang meyakininya.2

Sistem keyakinan yang berpokok ketuhanan menuntun manusia dengan pandangan hidup yang sebenarnya terkait dunia dan akhirat. Sesuatu yang bersumber dari wahyu Tuhan, setiap doktrin pandangannya adalah kebenaran yang tidak perlu diragukan.

Wahyu bukan hasil angan-angan dan manipulasi akal manusia, tetapi suatu rancangan keyakinan yang diwahyukan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

Pandangan ketuhanan menjadi dasar pendidikan Islam. Seluruh kegiatan pendidikan Islam dijiwai dan diarahkan untuk menyakini Keesaam Tuhan, dan membentuk kesadaran manusia tentang keberadaannya sebagai hamba. Dalam Al Qur’an, surat pertama yang diturunkan kepada Rasulullah Saw., perintah membaca (iqra’) merupakan keharusan yang mesti diawali dengan menyebut nama Allah.3 Hal ini menunjukkan bahwa seluruh aktivitas penjelajahan ilmiah dalam konsepsi pendidikan

1 Teguh Wangsa Gandhi HW, Filsafat Pendidikan; Mazhab-Mazhab Filsafat Pendidikan, (Cet.I; Yogyakarta:

Ar-Ruzz Media, 2011), h. 90

2 William F.O’Neill, Educational Ideologies; Contemporary Expressions of Educational Philosophies, h.33.

3 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah dan Pentafshih Al-Qur’an kerjasama dengan Kerajaan Arab Saudi, 2013), h. 1079.

(3)

Islam, harus bersambung dari motif kesadaran ketuhanan. Ayat-ayat Al-Qur’an menjadi landasan atau dasar untuk memahami dan menerjemahkan segala gejala alam secara konsepsional. Pada dasarnya, segala realitas merupakan struktur ilmu pengetahuan yang hukum-hukumnya adalah ciptaan Allah Swt, di mana hukum-hukum itu mewujudkan teori ilmu pengetahuan. Untuk itu, tabi’at dasar ilmu pengetahuan adalah berintikan keesaan dan penguatan keyakinan kepada Allah Swt. Wawasan tentang Yang Kudus merupakan titik sentral dalam teori Islami pengetahuan. Cara berpikir Islami adalah keyakinan yang tidak tergoyahkan dari cara berpikir bahwa segala hal atau segala sesuatunya berasal dari satu-satunya sumber, yaitu Allah.4

2. Komponen materi kesatuan holistik

Kesatuan holistik, menurut pemahaman Yusuf Al-Qardawi, bahwa karena dunia dan akhirat merupakan satu kesatuan konsistensi struktural yang utuh, maka ilmu-ilmu kealaman dan kemanusiaan (natural dan social sciences) dan ilmu-ilmu keagamaan hendaknya mempunyai rujukan yang sama, yakni Allah swt.5 Atas dasar pandangan tersebut, maka pendidikan Islam juga bersumber dari ontologi yang demikian. Dengan demikian, konsepsinya merupakan perwujudan dari pandangan yang menganggap segala wujud merupakan satu kesatuan holistic, sehingga implikasinya adalah satu kesatuan antara ilmu-ilmu kealaman dan ilmu-ilmu sosial serta dengan ilmu-ilmu keagamaan.

Pandangan yang memandang bahwa apa yang ada merupakan kesatuan sistem, tidak ada pemisahan antara unsur jasmani dan rohani, akal dan spritual, antara manusia sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial, antara urusan duniawi dan ukhrawi, serta antara pengetahuan yang bersumber dari al-Qur’an dengan pengetahuan yang bersumber dari sunnatullah-hukum alam.

Manusia sebagai subyek pendidikan, dengan kapasitas yang ada padanya merupakan satu kesatuan seutuhnya dengan unsur-unsur yang ada dalam identitas kemanusiaannya, juga merupakan satu kesatuan yang utuh dengan lingkungan budaya dan sosialnya dan terhadap alam semesta, sekalikgus menunjukkan bahwa eksistensinya menurut pandangan agama meliputi dua ruang lingkup utama, yaitu duniawi dan

4 C.A. Qadir, Philosophy and Science in the Islamic World, alih bahasa Hasan Basri, dengan judul “Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam”, (Cet. II; Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002), h. 5

5 Yusuf Al-Qardlawi, Al-Rasul wa al-‘Iim, diterjemahkan oleh Kamaluddin A. Marzuki, dengan judul

“Metode dan Etika Pengembangan Ilmu”, (Cet. I; Bandung: CV. Rosdaya Karya, 1989), h. 1

(4)

ukhrawi. Atas dasar tersebut, maka dapat ditegaskan bahwa hakikat materi pendidikan Islam berintikan atas pandangan bahwa segala yang ada merupakan kesatuan holistik.

3. Bercorak Humanistik

Manusia adalah subyek pendidikan memiliki potensi manusiawi. Potensi itu mengisyaratkan bahwa dia-manusia dapat mengembangkan dirinya untuk mencapai tingkat yang lebih bermartabat dan manusiawi. Kapasitas yang bersifat manusiawi itu membutuhkan proses pendidikan dan pengalaman yang baik, berupa pengalaman yang berlangsung secara konsistensi sejak dari kecil (bahkan sejak dalam kandungan) sampai usia dewasa.

Kapasitas manusiawi yang ada pada setiap manusia menjadi alat ukur utama yang memberi penegasan bahwa manusia adalah makhluk antropocentris. Jadi manusia dalam hubungannya dengan pendidikan menjadi titik pusat pembinaan. Setiap aktivitas pembinaan yang dilalui dan dialami senantiasa memperhatikan kapasitas manusiawinya.

Manusia mempunyai modal fisik dan psikhis yang dibutuhkan untuk mengembangkan dirinya ke arah yang beradab. Jika hal itu dikembangkan maka manusia menjadi makhluk yang bertuhan, beradab, bermoral dan berbudaya. Kemampuan seperti inilah yang membedakannya dengan makhluk lain.

Potensi manusiawi yang bersifat antropocentris, yaitu manusia adalah makhluk individualitas, makhluk bermoral, dan makhluk sosial. Ketiga aspek ini sangat mendasar ketika manusia dipandang sebagai subyek pendidikan, dan jika terabaikan maka justeru menjadikan manusia hanya sebagai makhluk yang memiliki sifat-sifat primitif.

4. Jawaban atas hakikat dan eksistensi manusia

Pendidikan Islam berfungsi mengantar, membina dan menguatkan kualitas hidup manusia yang tercermin pada tiga hal sebagai berikut;

a. Keberadaan manusia, pendidikan Islam memandang bahwa keberadaan manusia mencakup tiga ruang waktu yang saling berkesinambungan; keberadaan sebelum lahir (alam rahim ibu), sesudah lahir (alam dunia). Ketika di alam dunia ini manusia diikat kewajiban agar senantiasa memelihara hubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, alam lingkungan, dan lingkungan sosial-budaya. Selanjutnya keberadaan manusia sesudah meninggal, ketika berada di alam akhirat. Dari aspek ini, dapat dipahami bahwa hakikat sumber bahan (ontologi) pendidikan Islam

(5)

mengatur secara jelas dan tepat tentang esensi dan eksistensi manusia. Ontologi pendidikan Islam menegaskan pandangannya tentang eksistensi manusia berawal dari realita emperis, selanjutnya berproses dan berakhir pada realita metafisis hari kemudiaan.

b. Hakikat hidup manusia. Manusia sebagai makhluk edukatif sangat membutuhkan proses pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan berlangsung sejak masa pranatalis, selanjutnya berlanjutnya pada masa post-natalis. Pada intinya bahwa seluruh interaksi manusia dengan dirinya dan dengan lingkungannya merupakan pengalaman yang diperoleh secara eduaktif. Maksudnya sudah jelas yaitu membentuk kesadaran diri sebagai hamba yang mengerti dari mana dia berasal dan kemana akan pergi, kesadaran untuk berubah.

c. Hakikat tujuan hidup manusia yaitu mencapai kualitas metafisis-keagamaan (segalanya mencari keredhaan dari Tuhan Sang Pencipta). Konsepsi dasar pendidikan Islam menempatkan segala yang berkaitan duniawi hanya merupakan tujuan elementer yang perlu diusahakan dicapai secara seimbang tujuan yang lebih substansial, yaitu tujuan akhirat. Tujuan ini merupakan tujuan hakiki, abadi. Tujuan aspek kedua ini berimplikasi pada pembentukan kesadaran spiritual yang kuat pada setiap pribadi muslim.

C. Pembagian Metafisika

Al-Farabi divides metaphysics into three parts. The first is ontology, that is, the science that deals with existence (majudat) and its properties, as long as they are forms.

Second, classifying various types of existence with a view to determining the subject matter of theoritical sciences,namely demonstration principles (mabadi al-Ibrahim) in logic, mathematical sciences and natural sciences. Third, it deals with forms that are not things and are not in things.

(6)

DAFTAR PUSTAKA

Wangsa, Teguh Gandhi HW. 2011. Filsafat Pendidikan; Mazhab-Mazhab Filsafat Pendidikan.

Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

William F.O’Neill, Educational Ideologies; Contemporary Expressions of Educational Philosophies

Departemen Agama RI. 2013. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah dan Pentafshih Al-Qur’an kerjasama dengan Kerajaan Arab Saudi.

C.A. Qadir. 2002. Philosophy and Science in the Islamic World, alih bahasa Hasan Basri, dengan judul “Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam”. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Al-Qardlawi, Yusuf. 1989. Al-Rasul wa al-‘Iim, diterjemahkan oleh Kamaluddin A. Marzuki, dengan judul “Metode dan Etika Pengembangan Ilmu”. Bandung: CV. Rosdaya Karya.

Salminawati. 2020. Ontology Basic of Science Classification. Dalam Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam. Vol. 09. No. 2. Agustus.

Referensi

Dokumen terkait

Sekaitan dengan permasalahan di atas, maka pertanyaan penelitian umum yang diajukan sebagai berikut: (1) Apa ontologi PKn dalam konteks filsafat pendidikan

Jadi ontologi adalah bidang pokok filsafat yang mem- persoalkan hakikat keberadaan segala sesuatu yang ada menurut tata hubungan sistematis berdasarkan hukum sebab akibat

@ Filsafat yang berarti “cinta pada kebijak- sanaan” adalah “ingin tahu secara men- dalam dan mendasar atau secara funda- mental mengenai hakikat kebenaran se suatu..

Filsafat pendidikan sebagai suatu lapangan studi bertugas merumuskan secara normatif dasar-dasar dan tujuan pendidikan, hakikat dan sifat hakikat

merupakan bidang kajian filsafat yang secara spesifik menyoroti hakikat atau esensi manusia yang pada dasarnya sama dengan disiplin ilmu yang lain seperti antropologi,

Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa diharapkan akan dapat: 1 Memahami Filsafat Pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu; 2 Memahami secara filosofis hakikat manusia, Tuhan, dan alam

Dari segi ontologi, membahas tentang hakikat suatu ilmu yang memunculkan pertanyaan seperti obyek apa yang telah ditelaah ilmu?, bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut?,

Makalah ini membahas mengenai filsafat pendidikan Islam dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan