DISKUSI KELOMPOK 1 (PERTEMUAN KE-14) KELAS : A
KELOMPOK : 6
NAMA (NIM) : 1. Anisatun Lathifah (H0919012) 2. Bintang Yudhatama (H0919026) 3. Cholila Qurrotaa’yun (H0919028) 4. Nadiya Fistianati Aunillah (H0919072) 5. Rinjani Nur Fitriyani (H0919084) 6. Salma Afifunnisa (H0919090)
RESUME APLIKASI PENGAWETAN SECARA MIKROBIOLOGIS
KETERANGAN MAHASISWA 1 MAHASISWA 2 MAHASISWA 3 MAHASISWA 4 MAHASISWA 5 MAHASISWA 6
Produk yang diawetkan
Sosis fermentasi ikan tuna
Sosis Fermentasi Daging Sapi dan Domba
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Segar
Ikan tongkol Beras ketan Ikan tongkol
Penyebab
kerusakan produk yang diawetkan
Cemaran bakteri
seperti S.
aureus,dan
Salmonella sp., Staphylococcus dan lainnya dapat menyebabkan kerusakan pada sosis. Misalnya mengubah rasa, aroma, tekstur, dan kenampakan sosis menjadi tidak baik.
Cemaran oleh mikroba lain seperti
Staphylococcus dan total bakteri asam laktat yang menurun seiring lamanya
perlakuan penyimpanan kultur kering BAL.
Degradasi protein dalam daging ikan akibat adanya bakteri pembusuk selama proses distribusi dan
penyimpanan.
Ikan merupakan salah satu bahan yang tinggi nutrisi, namun ikan juga mudah mengalami kerusakan dan penurunan mutu akibat adanya kerusakan
biokimia maupun mikrobiologi.
Oleh karena itu perlu dilakukan proses
pengawetan untuk
memperpanjang umur simpannya.
Sebagai produk makanan, tape cepat mengalami kerusakan karena adanya
fermentasi
lanjutan setelah kondisi optimum fermentasinya sudah tercapai.
Beberapa bahan pangan hasil nabati mudah mengalami
kerusakan
sehingga perlu adanya
pengolahan lanjutan untuk menambah daya simpan produk.
Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang mudah
mengalami kerusakan, di
mana ikan
mengandung komposisi dan nutrisi yang tinggi. Kerusakan ikan dapat terjadi akibat kerusakan biokimia dan mikrobiologi.
Akibat mudah terjadi kerusakan pada ikan, maka perlu dilakukan pengawetan untuk
memperpanjang umur simpan ikan
Metode aplikasi pengawetan secara mikrobiologis
Proses pembuatan sosis fermentasi ikan tuna diawali dengan
pencampuran daging ikan 500 gr, garam, air es, dan lemak sapi.
Selanjutnya terdapat
pencampuran kedua dengan
penambahan susu
skim dan
pencampuran ketiga dengan
penambahan Sodium
Tripolyphosphat (STPP). Setelah proses
pencampuran dilakukan
Kultur kering sosis fermentasi dibuat dari kultur
murni L.
plantarum 1B1 hasil isolasi daging sapi murni. Kemudian kultur tersebut dimurnikan dengan
menumbuhkan isolat bakteri pada media de man Rogosa Sharpe broth (MRSB) dan de man Rogosa Sharpe agar (MRSA) secara bergantian untuk mencari koloni murni yang
Terlebih dahulu isolat bakteri Bacillus sp. B28 ditumbuhkan dalam media MRSB dengan konsentrasi 108 sel/ml dan diinkubasi dalam suhu 37oC selama 24 jam. Setelah itu, isolat yang sudah
ditumbuhkan disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit sehingga
diperoleh supernatant.
Kemudian, supernatant yang
Aplikasi pengawetan menggunakan bakteri asam laktat jenis Lactobacillus plantarum yang diisolasi dari sayur asin.
Bakteri L.
plantarum ditumbuhkan pada media MRS broth selama 48
jam pada
temperatur 37°C kemudian
disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 g selama
20 menit
kemudian
dihasilkan larutan
Proses pembuatan tape adalah diawali dengan pencucian
sebanyak dua kali berfungsi untuk membersihkan kotoran dan menghilangkan kontaminasi benda asing yang ada pada beras ketan. Beras ketan kemudian akan direndam selama 30 menit. Proses perendaman memiliki fungsi dalam proses gelatinisasi pada tahap selanjutnya.
Setelah dilakukan proses
Proses pengujian diawali dengan bahan yang digunakan yaitu ikan laut tongkol dipotong menjadi ukuran 3 x 3 cm.
Kemudian daging ikan ditimbang hingga 200 gram dan direbus selama 15 menit dalam 500 ml larutan asam laktat 1,5%, larutan garam 3%, larutan kitosan 1,5 %, larutan asam laktat 1,5% +
garam 3%,
larutan
fermentasi L.
pemadatan dengan penambahan tepung tepung tapioka dan tepung kentang (1:1) serta bumbu- bumbu berupa bawang putih, lada, jahe, gula, Monosodium
Glutamat (MSG).
Setelah itu adonan dibagi menjadi 2 yaitu untuk dilakukan
perlakuan yang berbeda yaitu dengan
penambahan kultur starter murni Lactobacillus plantarum 2 ml dan yang satu lagi mengalami
seragam.
Berikutnya dilakukan penyegaran kultur dengan menumbuhkan isolat pada media MRSB dengan lama inkubasi 24 jam pada suhu 37oC. Kultur yang telah disegarkan
diinokulasikan sebanyak 2% ke dalam larutan susu skim steril
10% dan
diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam. Kultur starter kering L.
plantarum 1B1
dipeeroleh
disimpan dalam lemari pendingin selama 1 jam.
Selanjutnya, dilakukan
perendaman ikan nilai dalam senyawa
antimikroba (supernatant) yang diperoleh dengan variasi konsentrasi 0%, 15%, dan 30%
selama 30 menit.
Setelah direndam,
ikan nila
ditiriskan dan dimasukkan ke dalam plastic poliethilen dan disimpan selama
fermentasi L.
plantarum [Su- Is520, Su-Is530, Su-Is537] yang diaplikasikan untuk
pengawetan. Cara pengaplikasianny a adalah ikan diambil
dagingnya lalu dipotong
berukuran 3x3 cm. Kemudian daging ikan sebanyak 200 g direbus selama 15 menit dalam 500 ml larutan pengawet yang terdiri dari larutan asam laktat 1,5%, larutan garam
perendaman, beras ketan kemudian
dikukus hingga matang.
Pengukusan memiliki fungsi dalam
pematangan beras ketan menjadi nasi ketan, mematikan
mikroba patogen serta untuk memperoleh tekstur yang lembek pada nasi ketan. Beras ketan yang sudah dikukus
kemudian
didinginkan dan diberi ragi hingga
plantarum [Su- ls520, Su-ls530, Su-ls537]+garam 3%, dan air.
Pengujian
dilakukan dua kali
pengulangan.Lal u, daging ikan tersebut ditiriskan dan disimpan pada tempat terbuka pada suhu ruang (28-30° C).
Sampel ikan tersebut
dilakukan perhitungan dengan metode TPC selama pada jam ke-0, 24, 48 dan 72 untuk menghitung
penambahan.
Kedua adonan tersebut selanjutnya diaduk, lalu diisi dalam casing.
Setelah itu dilakukan
pengasapan selama 4 jam. Selanjutnya dilakukan proses pematangan yaitu selama 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 hari hingga terbentuk sosis fermentasi.
dibuat dengan menggunakan media
pertumbuhan rekonstitusi susu skim bubuk 20%
dengan tambahan bahan kriogenik sukrosa 10%, lalu campuran
disterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit.
Larutan didinginkan hingga mencapai suhu ruang dan diinokulasi dengan 2% kultur
kerja L.
plantarum.
Kultur diinkubasi pada suhu 37oC
6 hari. Selama masa
penyimpanan, dilakukan Analisa
organoleptic pada sampel ikan nila setiap 2 hari sekali (hari ke-0, 2, 4, dan 6).
3%, larutan kitosan 1,5%, larutan asam laktat 1,5% + larutan garam 3%, larutan fermentasi L.
Plantarum + garam 3% dan air sebagai kontrol.
Daging ikan yang telah direbus kemudian
dilakukan
penirisan dan disimpan di tempat terbuka pada suhu ruang.
merata dengan mengaduknya.
Pemberian ragi memiliki fungsi untuk fermentasi ketan menjadi tape. Setelah ragi merata, beras ketan kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang tertutup dan diberi lapisan daun pisang.
Proses
pengemasan tape berfungsi untuk memperoleh suasana anaeobik sehingga dapat mendukung proses fermentasi oleh mikroba
jumlah bakteri pembusuk.
selama 18 jam dan dihitung populasinya.
Kultur selanjutnya dikeringbekukan dengan freeze dryer pada suhu - 900C selama 48 jam. Perlakuan penambahan kultur kering BAL ke daging dilakukan dengan variasi
penyimpanan kultur 15 hari, 30 hari, dan 45 hari.
Kemudian difermentasi selama 6 hari pada suhu kamar.
amilolitik dan menjaga agar tetap steril.
Mekanisme
pengawetan secara mikrobiologis
Mekanisme
pengawetan oleh Lactobacillus plantarum yaitu bakteri asam laktat homofermentatif
yang dapat
mengubah 85%
glukosa menjadi asam laktat yang dominan pada produk akhir.
Peningkatan asam laktat ini akan menghambat
pertumbuhan mikroorganisme patogen asal makanan dan mikroorganisme lainnya yang tidak dikehendaki, karena dapat menurunkan
L
actobacillus plantarum mengubahglukosa menjadi asam laktat dimana asam laktat ini akan menghambat pertumbuhan mikroba lain. pH yang rendah akibat adanya asam laktat membuat
mikroba lain tidak dapat tumbuh dengan baik karena tidak berada pada pH optimumnya.
Bakteri asam laktat spesies L.
plantarum juga
Kandungan asam laktat dalam senyawa antimikroba (supernatant) yang digunakan untuk merendam ikan nila
menyebabkan terjadinya penurunan nilai pH pada ikan nila. Penurunan pH tersebut yang kemudian
memperlambat pertumbuhan bakteri
pembusuk. Asam laktat tersebut merupakan hasil perombakan glikogen oleh
Asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri bersifat antibakteri. Asam akan bedisosiasi dalam sitoplasma sel sehingga terjadi penurunan pH sitoplasma sel target. Penurunan pH tersebut menyebabkan terganggunya fungsi sel target
dan dapat
menyebabkan kematian sel.
Selain asam laktat, hidrogen peroksida juga bersifat
antibakteri.
Senyawa tersebut
Mekanisme yang terjadi pada fermentasi tape adalah hidrolisis
pati yang
dilakukan oleh enzim amilase.
Enzim amilase tersebut
dihasilkan oleh kapang, khamir, atau bakteri yang bersifat
amilolitik.
Mikroorganisme yang
ditambahkan pada fermentasi
tape akan
melakukan metabolisme senyawa nutrisi dimana khamir
Mekanisme pengawetan ikan tongkol oleh Bakteri asam laktat (BAL)
yaitu L.
plantarum adalah L. plantarum akan
memproduksi asam organik yang dapat menurunkan pH, di mana dapat mengganggu aktivitas mikroba lain. Selain itu, L.
plantarum juga memproduksi senyawa antimikroba seperti hidrogen peroksida, CO2,
pH, sehingga terdapat mikroba lain yang terganggu atau terhambat aktivitas
metabolismenya.
dapat
menghasilkan senyawa antimikroba hidrogen peroksida.
Hidrogen peroksida
berfungsi untuk menurunkan permeabilitas molekul struktur dari E. coli melalui
mekanisme laktoperoksidase dan tiosianat, hidrogen
peroksidase dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen
E. coli,
bakteri Bacillus sp. B28. Selain itu, bateriosin yang dihasilkan oleh bakteri Bacillus sp. B28 memiliki
kemampuan melawan bakteri pembusuk dengan efek bakterisidal.
Bakteriosin yang dihasilkan akan mengalami kontak langsung dengan
membrane sel.
Kontak langsung antara bakteriosin dengan
membrane sel bakteri pembusuk
akan
mengoksidasi gugus sulfhidril yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas pada membran sel target. Hidrogen peroksida juga dapat bersifat bakterisidal yang dapat merusak DNA sel target.
Selain itu, juga terdapat
bakteriosin yang dapat membentuk porus pada membran bakteri sehingga terjadi kebocoran sel dan
akan
menghidrolisis pati menjadi gula sederhana dan kemudian akan difermentasi sehingga menghasilkan alkohol dan sejumlah
komponen
flavour pada tape.
diasetil, asetaldehid, reuterin, dan bakteriosin.
Bakteriosin ini adalah peptida yang disintesis di ribosom yang aktif melawan bakteri lain dengan
mengontrol bakteri patogen dan pembusuk.
Salmonella dan Staphylococcus
akan
mengganggu potensial membrane berupa destabilitas membrane sitoplasma, sehingga sel menjadi tidak kuat.
Ketidakstabilan tersebut akhirnya akan memberikan dampak pada pembentukan pori pada membrane sel melalui proses gangguan terhadap PMF (Proton Motive Force) sehingga
mengakibatkan kematian sel.
terjadi kebocoran.
Kebocoran tersebut akan memberikan dampak pada penurunan gradien pH seluler. Hal tersebut tentu saja akan menghambat pertumbuhan sel bakteri pembusuk hingga berujung pada kematian.
Mikroba yang digunakan/terlibat
Lactobacillus plantarum
Lactobacillus plantarum
Isolat bakteri Bacillus sp. B28 terseleksi
Lactobacillus plantarum
Aspergillus,Sacch aromyces
cerevisiae,
Acetobacter, dan Rhizopus oryzae
Lactobacillus plantarum
Proses
terbaik/terpilih untuk pengawetan produk
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan,
pembuatan sosis fermentasi ikan tuna dengan menggunakan kultur starter Lactobacillus plantarum
dihentikan pada pematangan hari ke 6. .
Perlakuan terbaik pada penelitian ini adalah sosis fermentasi yang diberi kultur starter dengan lama
penyimpanan kultur selama 15 hari.
Berdasarkan hasil penelitian
diperoleh
perlakuan terbaik yang dapat memperpanjang umur simpan ikan nila segar adalah perlakuan
perendaman ikan nila dengan senyawa
antimikroba (supernatan) konsentrasi 30%
selama 30 menit.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, proses terbaik yang adalah dengan penambahan larutan
fermentasi L.
plantarum Su- Is537.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil untuk perlakuan terbaik adalah pada perlakuan K4 yaitu, beras ketan hitam 300 gram, beras ketan putih 200 gram, dan ragi 1%.
Berdasarkan penelitian,
perlakuan terbaik adalah
pengawetan dengan menggunakan larutan
fermentasi L.
plantarum Su- ls537 dengan menghasilkan asam laktat 72,51 mg/ml, H2O2 0,17 mg/ml dan mempunyai (9) gen plantaricin B, D, E, F, I, K, G, N, S, W
Alasan pemilihan proses
terbaik/terpilih
Penggunaan kultur starter
Lactobacillus
Sosis yang diberi starter dengan lama
Penampakan ikan nila dengan perlakuan
Pada
penambahan larutan
Perlakuan
tersebut dipilih karena dapat
Perlakuan
tersebut dipilih karena larutan
plantarum dengan lama pematangan 6 hari merupakan sosis yang terbaik terhadap nilai pH (4,200±0,177), N Total
(3,6472±0,0386), dan N-Amino (0,684±0,039).
Selain itu, lama fermentasi selama 6 hari ini dapat menekan
pertumbuhan mikroba lain, karena pH yang semakin menurun.
penyimpanan 15 hari memberikan hasil kualitas mikrobiologis yang baik.
Viabilitas kultur
kering L.
plantarum
bertahan baik sampai masa penyimpanan 15 hari, kemudian mengalami penurunan yang signifikan pada penyimpanan 30 dan 45 hari.
perendaman dengan senyawa antimikroba (supernatan) konsentrasi 30%
dengan lama penyimpanan selama 6 hari memperlihat hasil yang paling baik
di antara
perlakuan lainnya (tekstur ikan masih kenyal, penampakan ikan masih segar, warna daging masih cerah, mata ikan masih cembung, dan lain sebagainya).
Hal tersebut mungkin terjadi
fermentasi L.
plantarum Su- Is537 mampu menekan
pertumbuhan bakteri pembusuk pada bahan ikan yang disimpan selama 48 jam.
Hal tersebut dimungkinkan karena pada L.
plantarum Su- Is537
menghasilkan gen bakteriosin yang lebih banyak sehingga aktivitas
antibakterinya lebih kuat.
menghasilkan tape dengan kualitas baik jika dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya.
Nilai
organoleptik pada perlakuan K4 adalah parameter warna sebesar 3,9, aroma sebesar 3,1, rasa sebesar 2,4 dan tekstur sebesar 3,1.
fermentasi L.
plantarum Su- ls537 mampu menekan
pertumbuhan bakteri pembusuk pada bahan ikan yang disimpan selama 48 jam dan mempunyai gen bakteriosin yang lebih banyak sehingga memproduksi bakteriosin dan aktivitas
antibakterinya lebih kuat
karena semakin tinggi konsentrasi yang digunakan,
maka efek
bakterisidal yang dihasilkan juga akan semakin kuat.
Link sumber referensi
https://e-
journal.unair.ac.id/J IPK/article/view/11 609/6620
https://journal.ipb .ac.id/index.php/
mediapeternakan/
article/view/1112
https://www.rese archgate.net/publ ication/31216543 2_Penggunaan_A ntimikroba_dari_
Bakteri_Terselek si_Bacillus_sp_2 8_sebagai_Penga wet_Ikan_Nila_O reochromis_niloti cus_Segar/link/5 873b25f08ae8fce 4924bca3/downlo ad
https://media.neli ti.com/media/pub lications/196317- ID-senyawa- antibakteri-yang- diproduksi- oleh.pdf
https://journal.un has.ac.id/index.p hp/jppa/article/vi ew/6545
https://e-
journal.biologi.li pi.go.id/index.ph p/jurnal_biologi_
indonesia/article/
view/3397/2874
PEMBAHASAN Kelompok 6
• Produk yang dipilih : Tape beras ketan
• Alasan pemilihan beras ketan sebagai produk yang diawetkan secara mikrobiologis adalah tape termasuk makanan selingan yang cukup terkenal di Indonesia dan banyak digemari karena rasa yang manis, aroma yang enak, dan tekstur lembut serta berair. Bahan baku yang biasa digunakan dalam pembuatan tape adalah bahan yang mengandung karbohidrat seperti biji-bijian, umbi-umbian, dan kacang-kacangan.
Bahan utama yang yang digunakan adalah beras ketan hitam dan beras ketan putih. Beras ketan hitam dan beras ketan putih memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi. Beras ketan hitam mengandung senyawa fenolik yang tinggi, seperti antosianin. Selain itu, beras ketan hitam mengandung 12 gram amilopektin, 356 gram kalori, 7 gram protein, 0,75 gram lemak, dan 3,1 gram serat. Sebagian besar kandungan dari beras ketan putih adalah zat pati yaitu sekitar 80-85%. Beras ketan putih juga mengandung banyak vitamin, air, dan mineral.
• Penyebab kerusakan produk adalah karena adanya proses fermentasi lebih lanjut setelah kondisi optimium fermentasi telah tercapai.
• Mekanisme pengawetan yang digunakan oleh produk melalui mekanisme fermentasi tape yaitu pati dihidrolisis oleh enzim amilase. Enzim amilase tersebut dihasilkan oleh kapang, khamir, atau bakteri yang bersifat amiolitik. Pada fermentasi beras ketan, akan terjadi metabolisme senyawa nutrisi yang terdapat dalam beras ketan oleh mikroorganisme selama proses fermentasi. Khamir akan menghidrolisis pati menjadi gula sederhana yang kemudian akan difermentasi sehingga menghasilkan alkohol dan sejumlah komponen flavor pada tape.
LAMPIRAN