• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelompok 3 Pengawetan Suhu Tinggi Tugas Dasar-Dasar Pengawetan Kelas B

N/A
N/A
Ragil Yosanda

Academic year: 2024

Membagikan "Kelompok 3 Pengawetan Suhu Tinggi Tugas Dasar-Dasar Pengawetan Kelas B"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Pengawetan Dengan Suhu Tinggi

Kelompok 3

Tanmeylika Sandhi      2010511053 Ragil Yosanda      2010511054 Andrea Ayusari      2010511057 Ni Komang Sri Purnama Liada Putri   2010511058 Ni Made Gayatri Lakhsmi Dewi      2010511059 Ida Ayu Ambararacmi Padangratha     2010511060

PRODI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA BADUNG

2021

(2)

A. Pengertian

Pengawetan dengan suhu tinggi merupakan salah satu dari banyak cara pengawetan yang dapat dilakukan untuk mengawetkan suatu produk pangan sehingga dapat tahan lebih lama dan tidak mudah rusak karena proses pemanasan tersebut berperan dalam membunuh mikroba pembusuk serta patogen yang berpengaruh buruk pada kualitas produk. Proses pengawetan dengan suhu tinggi sebetulnya sering digunakan ketika memasak makanan di rumah, namun tidak banyak yang tidak tahu bahwa sesungguhnya proses seperti merebus atau menggoreng merupakan contoh pengawetan dengan suhu tinggi yang sederhana.

B. Jenis

Salah satu cara untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan adalah dengan cara pengawetan. Adapun pengawetan sendiri memiliki banyak metode, salah satunya adalah pengawetan dengan suhu tinggi. Pada pengawetan dengan suhu tinggi ini umur simpan bahan pangan menjadi lebih panjang karena aktivitas mikroba dan biokimia dapat terhenti.

Berdasarkan pada penggunaan suhu, waktu dan tujuan pemanasan, proses pengawetan dengan suhu tinggi ini dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu proses sterilisasi, pasteurisasi, dan blancing.

1. Sterilisasi

Sterilisasi adalah proses termal untuk membebaskan bahan dari semua mikroba beserta spora-sporanya hingga menjadi steril. Karena beberapa spora bakteri relatif lebih tahan terhadap panas, maka proses sterilisasi dilakukan pada suhu diatas 100℃ yaitu biasanya pada suhu 121℃ (250 ) selama 15 menit.℉

 Pada pangan sendiri proses ini dikenal dengan sterilisasi komersial. Sterilisasi komersial biasanya dilakukan terhadap sebagian besar pangan di dalam kaleng atau botol. Makanan steril secara komersial berarti semua mikroba penyebab penyakit dan pembentuk racun (toksin) dalam makanan tersebut telah dimatikan, termasuk juga mikroba pembusuknya. Nah dalam prakteknya, sterilisasi komersial dilakukan dengan dua cara, yaitu :

a. Sterilisasi dalam Kemasan

Strerilisasi dalam kemasan biasanya dilakukan pada produk dengan kemasan gelas, pouch dan kaleng. Adapun tahapannya adalah sebagai berikut : memasukkan produk ke dalam kaleng → menutup dalam kondisi kedap udara

→ disterilisasi dengan retort → lalu didinginkan.

b. Sterilisasi Aseptis

Proses sterilisasi aseptis  biasanya dilakukan pada produk susu dan jus, atau produk-produk cair. Keuntungan sterilisasi ini adalah dapat menggunakan suhu yang lebih tinggi dengan waktu yang lebih pendek. Adapun tahapannya adalah sebagai berikut : kemasan dan produk disterilisasi masing-masing secara terpisah → produk steril dimasukkan ke dalam kemasan steril dalam ruangan yang steril pula.

Produk pangan yang menggunakan sterilisasi komersial umumnya dapat disimpan selama 6 bulan hingga 2 tahun,, bahkan lebih di suhu normal (tanpa kulkas).

(3)

2. Pasteurisasi

Pasteurisasi  merupakan suatu proses pemanasan yang relatif cukup rendah, umumnya di bawah suhu 100℃ selama 30 menit dengan tujuan untuk membunuh mikroba pathogen (penyebab penyakit) dan inaktivasi (menghentikan aktivitas) enzim- enzim yang dapat merusak mutu. Proses pasteurisasi ini sering diaplikasikan karena dikhawatirkan apabila penggunaan panas yang lebih tinggi akan menyebabkan terjadinya kerusakan mutu, misalnya pada susu.

Bahan pangan yang dipasteurisasi tidak dapat menyebabkan penyakit, tetapi mempunyai masa simpan yang terbatas karena mikroba non-pathogen dan pembusuk masih ada dan dapat berkembang biak. Oleh karena itu pasteurisasi ini biasanya disertai dengan pengawetan lain, misalnya makanan yang dipasteurisasi kemudian disimpan dengan cara pendinginan di lemari es (kulkas). Berikut merupakan metode pasteurisasi yang umum digunakan :

a. HTST/High Temperatur Short Time, yaitu pemanasan dengan suhu tinggi sekitar 75 dalam waktu 15 detik, menggunakan alat yang disebut Heat Plate℃ Exchanger.

b. LTLT/Low Temperatur Long Time, yaitu pemanasan dengan suhu rendah sekitar 60o C ( 62-65o C) dalam waktu 30 menit.

c. UHT/Ultra High Temperatur, yaitu pemanasan dengan suhu tinggi 130o C selama hanya 0,5 detik saja, dan pemanasan dilakukan dengan tekanan tinggi.

Dalam proses ini semua mikroba mati, sehingga susunya biasanya disebut susu steril.

d. Flash Pasteurization yaitu pada suhu 65-95o C selama 2-3 detik.

3. Blancing

Blancing adalah pemanasan pendahuluan yang dilakukan dengan cara bahan pangan dicelupkan ke air panas pada suhu 82-93 dalam waktu 3-5 menit. Lama waktu℃ pemanasannya tergantung jenis makanannya. Blansing dilakukan dengan tujuan untuk menginaktifkan enzim yang tidak diinginkan. Selain itu blansing juga bertujuan untuk membersihkan bahan dari kotoran dan mengurangi jumlah mikroba dalam bahan, serta menghilangkan bau, flavor, dan lendir yang tidak diinginkan.

Blancing biasanya dilakukan terhadap buah-buahan dan sayur-sayuran untuk menginaktifkan enzim-enzim di dalam bahan pangan tersebut, di antaranya enzim katalase dan peroksidase yang merupakan enzim yang paling tahan panas dalam sayuran. Blancing merupakan proses pertama yang dilakukan apabila bahan pangan akan dibekukan karena pembekuan tidak dapat menghambat keaktifan enzim dengan sempurna.

(4)

C. Faktor yang Mempengaruhi Pengawetan dengan Suhu Tinggi

Terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pengawetan dengan suhu tinggi, diantaranya yaitu:

1.  Mikroba penyebab kebusukan dan berbahaya bagi manusia harus dimatikan.

Jumlah panas yang diberikan dalam proses pengolahan pangan tidak boleh lebih dari jumlah minimal panas yang dibutuhkan untuk membunuh mikroba yang dimaksud.

Dalam melakukan proses pengawetan dengan suhu tinggi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menghindari mikroba yang menjadi penyebab kerusakan suatu makanan. Beberapa hal tersebut yakni:

a. Umur dan keadaan organisme sebelum dipanaskan.

b.  Komposisi medium di mana organisme itu tumbuh.

c. pH dan aw media pemanasan.

d.  Suhu pemanasan.

e.  Konsentrasi awal organisme

2. Panas yang digunakan akan dapat menurunkan nilai gizi suatu makanan.

Suatu makanan akan mengalami penurunan gizi apabila dilakukan suatu pemasakan atau pemanasan. Dalam proses pemanasan, ada hubungan antara panas dan waktu, yaitu jika suhu yang digunakan rendah, maka waktu pemanasan harus lebih lama. Jika suhu tinggi, waktu pemanasan singkat. Apabila hal ini diperhatikan dengan baik maka gizi dalam makanan tersebut tidak akan mengalami penurunan gizi yang berlebihan dari keadaan gizi awal suatu makanan tersebut.

3. Faktor-faktor organoleptik misalnya cita rasa juga harus dipertahankan.

Perlakuan pada suatu bahan pangan pasti akan merubah cita rasa. Perlu diperhatikan juga cita rasa pada makanan yang telah mengalami pengawetan dengan suhu tinggi.

Penggunaa suhu yang terlalu tinggi pada makanan dapat menyebabkan penyimpangan cita rasa dari makanan tersebut. Selain itu ini juga dapat beribas kepada penapakan dan tekstur makanan itu sendiri.

 D. Kelebihan Pengawetan Suhu Tinggi

Berikut adalah kelebihan yang diberikan dari proses pengawetan dengan suhu tinggi:

1. Ekonomis

2. Bebas bahan kimia

3. Meningkatkan cita rasa bahan pangan 4. Efektif membunuh mikroorganisme 5. Meningkatkan umur simpan bahan pangan 6. Menonaktifkan enzim-enzim

(5)

E. Kekurangan Pengawetan Suhu Tinggi

Selain memiliki beberapa kelebihan pengawetan suhu tinggi juga memiliki sejumlah kekurangan, berikut adalah beberapa kekurangan dari pengawetan suhu tinggi:

1. Dapat mengubah tekstur, warna, dan cita rasa

2. Menurunkan atau mengurangi zat gizi yang ada dalam suatu bahan pangan 3. Dapat meningkatkan kehilangan padatan terlarut

Contoh jurnal :

1. Perlakuan panas mendidih pada pembuatan milk-tea dalam kemasan (kajian pada industri skala kecil)

Berdasarkan jurnal yang kelompok kami gunakan berikut adalah hasil dari jurnal tersebut:

Perhitungan nilai F

Seperti terlihat pada Ilustrasi 1, profil panas perlakuan "tanpa mendidih" menyisakan panas pada proses ekstraksi teh yang menurun perlahan hingga suhu 80°C sebelum akhirnya diisikan dalam kemasan dan shock cooling. Proses penurunan suhu perlahan ini terjadi dalam kurun waktu lebih dari 200 detik, yang menunjukkan bahwa campuran terpapar suhu di atas 80°C pada kurun waktu tersebut. Kombinasi waktu dan suhu tersebut memang jauh lebih besar daripada proses acuan pasteurisasi susu yang hanya sebesar 72°C selama 15 detik. Nilai ini masih belum memenuhi persyaratan sterilisasi komersial sebesar 12 log reduction, yang mengindikasikan kemungkinan kontaminasi mikroba akibat germinasi spora yang masih bertahan.

Parameter mikrobiologis selama penyimpanan

Hal ini menunjukkan jumlah mikroba pada produk hasil pemanasan berada di bawah limit deteksi metode yang digunakan. Hasil ini sesuai dengan perhitungan nilai F pada Tabel 1 yang menunjukkan bahwa proses dengan intensitas panas terendah saja, yakni

«tanpa mendidih», memberikan efek pengurangan mikroba yang sangat besar. Namun, mikroba masih dapat berkembang dalam produk akibat dari kontaminasi udara dan lingkungan sekitar, usia simpan juga mempengaruhi banyak mikroba yang tumbuh dan berkembang dalam produk

Parameter pH selama penyimpanan

Hasil pengamatan pH di atas memberikan indikasi bahwa pemanasan yang terlalu lama akan memberikan dampak negatif terhadap kualitas produk. Di sisi lain, berdasarkan perhitungan thermal death time, perlakuan pemanasan suhu mendidih yang dilakukan berada di antara proses pasteurisasi dan sterilisasi, yang artinya potensi germinasi spora tetap masih ada meskipun pada perlakuan pemanasan terlama. Oleh karenanya, penulis menyimpulkan bahwa pemanasan yang paling optimal adalah pada perlakuan

“mendidih”. 

(6)

2. Proses Pengalengan Ikan Tuna (Canned Tuna) dengan Suhu Tinggi di PT.Aneka Tuna Indonesia, Pasuruan.

Berdasarkan jurnal yang kelompok kami gunakan didapatkan hasil dan pembahasan sebagai berikut :

a. Penerimaan Bahan Baku

Penerimaan bahan baku dilakukan dengan pemeriksaan yang teliti, awalnya ikan tuna dibongkar dari container, disortir sesuai jenis dan ukuran, dimasukkan ke dalam kotak ikan, ditimbang, ditandai dengan label supplier, jenis ikan, ukuran, tanggal penerimaan, dan berat ikan tuna. Pemberian label dimaksudkan agar saat penerimaan lebih mudah dan efektif.

b. Thawing

Merupakan proses pelelehan ikan. Suhu ikan tuna beku dengan ukuran >7 kg yaitu - 2℃ sampai 3℃. Waktu pelelehan ikan tuna beku jika waktu tidak sesuai jadwal sedangkan suhunya sudah sesuai maka ikan langsung diproses ketahap selanjutnya.

c. Pemotongan atau Cutting

Pada tahap pemotongan dilakukan pembuangan jeroan, lalu ikan tuna dipotong sesuai prosedur dengan pisau yang harus steril dan layak pakai. Jeroan yang telah dibersihkan dikumpulkan untuk diproses menjadi fish meal. Setelah pemotongan suhu ikan dicek dengan suhu standar 4℃, jika sudah sesuai maka diprioritaskan untuk dimasak.

d. Pemasakan atau Cooking

Ada dua jenis mesin cooker di PT. Aneka Tuna Indonesia ini yaitu cooker otomatis dan cooker non otomatis. Cooker otomatis dalam melakukan prosesnya dengan cara pada bagian tulang belakang atau back bone ikan tuna ditusuk sedangkan pada mesin cooker non otomatis dalam melakukan prosesnya dengan berdasarkan waktu. Suhu setelah proses masak pada ikan yaitu ≥ 60℃ untuk soft cook dan ≥ 65℃ untuk hard cook, stelah suhu sesuai selanjutnya dilakukan proses pendinginan.

e. Pre Cleaning dan Cleaning

Pada proses pre cleaning ini dilakukan pemotongan kepala, pemotongan ekor, pembersihan sisik atau kulit pada ikan, dan tulang kecil. Pemotongan dilakukan dengan pisau yang telah steril, selanjutnya dilakukan pengecekan dengan mesin X-Ray.

Sedangkan pada proses cleaning, daging putih dan daging merah padaikan tuna dipisahkan.

f. Metal Detecting

Pada proses ini, dilakukan pendeteksian bahan yang mengandung logam dan metal.

Bagian ini termasuk titik kritis atau CCP yaitu metal detecting yang sangat empengaruhi produk akhir.

g. Pengisian Daging

Sebelum pengisian, kaleng ikan tuna harus dalam keadaan baik begitupun penutupnya. Jenis kaleng yang digunakan PT. Aneka Tuna Indonesia dibuat oleh perusahaan UUC, yaitu T2, T3, TC, UC, SW, T1K. Dalam pengisian daging ikan tuna harus sesuai dengan ukuranannya dan memerhatikan Head Space.

h. Pengisian Medium

Medium pengalengan adalah larutan atau bahan lainnya yang ditambahkan kedalam produk waktu proses pengisian antara lain soya bean oil, sun flower oil, brine, water, tomato sauce, olive oil, dan oil blend atau mixed oil. Adapun juga jenis bumbu yang

(7)

digunakan oleh PT Aneka Tuna Indonesia antara lain mayonnaise, garlic, hot chili, chili, lemon pepper, fried rice, rica-rica, rendang, corn salad, sambal goreng, macaroni salad, pineapple salad, tomato sauce. Pada pengisian medium ini dilakukan sesuai selera konsumen atau kebutuhan konsumen.

i. Penutupan Kaleng atau Seaming

Proses penutupan kaleng menggunakan mesin double seamer. Prinsip kerja dari mesin double seamer adalah menutup sambungan antara mulut kaleng dengan tutup sebanyak dua kali. Operasi pertama berfungsi untuk membentuk atau menggulung bersama ujung pinggir tutup kaleng dan badan kaleng. Operasi kedua berfungsi untuk meratakan gulungan yang dihasilkan oleh operasi pertama.

j. Sterilisasi

Proses sterilisasi di PT. Aneka Tuna Indonesia menggunakan mesin retort horizontal berupa tabung-tabung silinder. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan mikroba pembusuk, pathogen, dan membuat produk menjadi cukup masak apabila dilihat dari penampilan, tekstur, dan cita rasa.

k. Inkubasi (Simpan di Gudang)

Proses inkubasi dilakukan untuk mengecek apakah produk sudah sesuai dengan prosedur pengerjaan. Produk sementara disimpan di gudang dengan suhu ruang selama 1 minggu.

l. Labeling atau Packaging

Proses labelling bertujuan untuk memberikan identitas produk dan menghindarkan produk dari kontaminasi luar. Setelah itu dikemas menggunakan karton yang selanjutnya ditutup dengan selotip transparan dan disimpan kedalam gudang barang jadi.

m. Stuffing

Tahap stuffing yaitu tahap distribusi produk yang dibawa oleh container sebelum dikirim ke pembeli.

(8)

REFERENSI

Werdhaningsih, H., Wirnas, D., Haryudanti, A., dan Budijanto, S. 2014. Prakarya dan Kewirausahaan Untuk SMA/MA/SMK/MAK Kelas X Semester 1. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Muntikah, R., Maryam. 2017. Ilmu Teknologi Pangan. Jakarta: Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

Pratama, Y., Abduh, S., 2016. Perakuan Panas Mendidih Pada Pembuatan Milk-tea Dalam Kemasan (Kajian Pada Industri Skala Kecil). Jurnal Pangan dan Gizi Vol 07 No 13 Tahun 2016. 7 (13): 4-7.

Widnyana, I. M. S., Suprapto, Hari. 2019. Proses Pengalengan Ikan Tuna (Canned Tuna) dengan Suhu Tinggi di PT.Aneka Tuna Indonesia, Pasuruan. Jurnal of Marine and Coastal Science Vol. 8(2).

Referensi

Dokumen terkait

Daging adalah salah satu produk pangan asal hewani yang mempunyai gizi tinggi karena mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral Yang dimaksud

mentega, es krim, teknologi pengolahan produk daging giling, teknologi pengawetan pangan hewani dengan suhu tinggi, teknologi pengolahan ikan konvensional,... Cara penaganan

Tujuan dari penelitian ini adalah: memanfaatkan limbah kulit pisang menjadi salah satu produk pangan tinggi kalsium yaitu berupa donat dan mengetahui formulasi

Sudah sejak lama telah beredar di masyarakat produk makanan yang diawetkan dengan cara diasinkan dan dimaniskan. Salah satu sumber pangan yang diasinkan adalah

Pengawetan pun dapat dilakukan dengan pengalengan, yaitu salah satu cara penyimpanan dan pengawetan bahan pangan yang dikemas secara baik dalam suatu wadah yang disebut

KESIMPULAN Perilaku seksual berisikomerupakan salah satu cara penularan HIV/AIDS yang masih dilakukan oleh kelompok pria berisiko tinggi Risti antara lain anak buah kapal ABK, tenaga

Sebenarnya masih banyak cara yang bisa dilakukan oleh seorang pengajar untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi HOTS dalam pembelajaran matematika, salah satu

Yoghurt merupakan salah satu contoh produk hasil pengolahan pangan yang menggunakan suhu tinggi, yoghurt adalah susu sapi yang dipasteurisasi diberi starter penambahan inoculum