LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN AGREGAT
DISUSUN OLEH : KELOMPOK 3 KELAS B
Moh. Nurhidayat H. Ento 841421080 Alya Dwiaryanti Putri Adam 841421072 Moh. Fajar R. Ishak 841421093 Damai Antar Suku Pakaya 841421075
Isra Nur 841421034 Imel Nazlia Daud 841421088
Nur Mawadah Djano 841421052 Yukarsi Panigoro 841421092
Nadia Oktaviana Rahman 841421053 Nur Suci Anniyah Thayib 841421095
Annisa Hinelo 841421059 Febrianti Sau 841421115
Astrit Lamadi 841421060 Nofiani Tiara Kalangi 841421173
Diva Nazwa Delinda V. Gobel 841421074
Dosen Pengampu : Ns. Nur Ayun R. Yusuf, S.Kep., M.Kep
PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2024
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayahnya-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Laporan Kasus Asuhan Keperawatan Agregat.
Tugas dari mata kuliah Keperawatan Agregat telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan dari beberapa sumber sehingga dapat memperlancar pembuatan tugas ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada beberapa sumber yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini dan tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah ini Ns. Nur Ayun R. Yusuf, S.Kep., M.Kep.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan dan cara pengeditan kerapian dalam tugas ini. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari dosen pengampu mata kuliah dan pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat untuk banyak orang dan dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap para pembaca.
Gorontalo, 24 April 2024
Kelompok 3
DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR...2
DAFTAR ISI...3
KASUS 1...4
KASUS 2...14
KASUS 3...28
DAFTAR PUSTAKA...54
KASUS 1
Pada tanggal 5 Fabruari 2024, mahasiswa keperawatan UNG melakukan pengkajian terhadap lansia yang berada di Desa Dulom Selatan. Hasil pengkajian didapatkan jumlah seluruh warga 452 orang dan lansia yang berada di desa tersebut berjumlah 126 orang, dimana pria berjumlah 64 orang dan wanita berjumlah 62 orang. Hampir keseluruhan lansia sudah berusia 65 tahun ke atas dan rata-rata para lansia berpendidikan sampai tingkat SMA, hanya 8 saja yang mencapai Perguruan Tinggi. Suku bangsa yang dominan dari lansia di Desa Dulomo Selatan adalah suku Gorontalo dan mereka mayoritas beragama Islam yaitu sekitar 116 orang, sisanya beragama kristen. Status dari para lansia sudah menikah namun lebih banyak yang berstatus duda karena ditinggal meninggal oleh pasangannya. Dari 126 lansia yang masih aktif bekerja sekitar 36 orang dan lainnya sudah pensiun. Data yang didapat dari petugas kesehatan, kader posyandu mengatakan sekitar 36% lansia mengalami diabetes dan hanya tinggal di rumah dan jarang memeriksakan kondisinya. Ini terjadi akibat lansia yang mengkonsumsi makanan tanpa dikontrol. Selanjutnya banyak lansia juga yang mengalami hipertensi dan mereka malas memeriksakan diri ke posyandu lansia yang dilakukan setiap bulannya. Beberapa lansia juga ada yang mengalami masalah gatal-gatal yang menimbulkan bintik-bintik merah di tubuh mereka.
BAB I
4
TINJAUAN TEORI A. Definisi Penyakit Tidak Menular Pada Lansia
Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit yang tidak ditularkan atau ditransmisikan kepada orang lain dengan bentuk kontak apapun. Meskipun tidak menular, penyakit tidak menular dianggap berbahaya dan merupakan ancaman utama bagi kesehatan manusia saat ini. Penyakit ini disebut ancaman karena perilaku utama penyakit ini dapat menyebabkan kematian. Berdasarkan data WHO (World Health Organization) pada tahun 2018, penyakit ini telah membunuh 36 juta manusia setiap tahunnya atau penyebab 60% seluruh kematian secara global dengan 80% terjadi di negara berkembang. WHO memprediksi kematian yang diakibatkan penyakit tidak menular akan terus meningkat jika tidak mengubah perilaku hidup sehat (Rahayu, 2023).
B. Penyebab Penyakit Tidak Menular Pada Lansia
Perilaku atau pola hidup masyarakat yang telah menjadi kebiasaan sehari-hari tanpa mereka sadari dapat mengantarkan mereka ke penyakit tidak menular. Perilaku tersebut tidak diketahui atau disadari masyarakat sebagai faktor risiko karena kurangnya pemahaman atau mereka memang tidak tahu tentang pencegahan dan cara mengatasi penyakit tidak menular (Asmin, dkk, 2021).
C. Prevalensi Penyakit Tidak Menular Pada Lansia
Prevalensi Penyakit Tidak Menular (PTM) di Indonesia terus mengalami peningkatan. Beberapa PTM yang prevalensinya cenderung meningkat yaitu Diabetes Mellitus, Hipertensi, Penyakit Jantung Kronik, dan Stroke. Tren peningkatan prevalensi tersebut seiring dengan bertambahnya usia individu. Bahkan pada kelompok usia 25-34 tahun, prevalensi hipertensi sudah cukup tinggi.
Peningkatan prevalensi PTM dapat menyebabkan meningkatnya pengeluaran pembiayaan kesehatan oleh BPJS. Pada tahun 2019, pengeluaran BPJS kesehatan terbanyak untuk membiayai penyakit katastropik, termasuk di dalamnya penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, gagal ginjal, kanker, dan stroke.
Gambaran faktor risiko terhadap Penyakit Tidak Menular (PTM) di Indonesia periode tahun 2013 dan 2018 ditunjukkan dengan prevalensi obesitas dan obesitas sentral masyarakat Indonesia (usia >18 tahun) meningkat. Proporsi aktivitas fisik dan konsumsi buah kurang cenderung meningkat. Sedangkan prevalensi merokok dan
isap/kunyah tembakau menurun. Adapun prevalensi konsumsi minuman jenis alkohol tahun 2018 sebanyak 3,3% (Betty, dkk, 2023).
D. Dampak Penyakit Tidak Menular Pada Lansia
Penyakit tidak menular (PTM) menyebabkan dampak yang secara signifikan terhadap kualitas hidup manusia. Dampak PTM menimbulkan berbagai permasalahan struktural di sektor ekonomi, sosial, dan kondisi psikologis seseorang, di luar kualitas kesehatan manusia yang memiliki PTM itu sendiri. PTM adalah penyakit dengan efek paling parah dibandingkan dengan penyakit lain karena terdapat di organ-organ vital manusia, seperti jantung, otak, dan hati. Apabila organ-organ ini terdampak, maka akan terjadi penurunan fungsi organ pada orang-orang yang memiliki PTM.
Penurunan fungsi organ cenderung akan berdampak negatif bagi produktivitas manusia saat beraktivitas.
Dampak kualitas hidup yang dialami penderita PTM akan bervariasi berdasarkan jenis kelamin, umur, dan tingkat pendidikan. Penentuan kualitas hidup dapat dinilai dari kepemilikan kesejahteraan emosional, ekonomi dan sosial, sehat mental dan fisik, memiliki hubungan baik dengan orang lain, tinggal di dalam lingkungan yang aman dengan fasilitas baik, dan memiliki kemampuan fisik serta kognitif untuk menjalani hal-hal yang ingin dilakukan.
Produktivitas manusia memiliki peran penting di zaman globalisasi ini. Tidak dapat dihiraukan bahwa globalisasi yang terjadi secara cepat akan memberikan perubahan gaya hidup manusia, diantaranya manusia akan malas berolahraga dan cenderung memakan makanan cepat saji, yang pada akhirnya akan meningkatkan angka resiko penderita PTM. Peningkatan penderita PTM dibuktikan dengan data BPS, dimana penyebab kematian manusia yang paling besar adalah dari PTM dengan angka mencapai 7,04 juta korban (Santika, 2023).
Penderita PTM tidak dapat dipisahkan oleh kebutuhan ekonomi yang tinggi.
Hal ini karena penderita perlu mengeluarkan biaya yang tinggi untuk pengobatan dan terapi. PTM juga secara langsung dapat mempengaruhi kesejahteraan keluarga, terutama jika kepala keluarga yang menderita PTM yang dapat menyebabkan sakit, cacat, hingga kematian dini yang akan menghilangkan pendapatan (Rokom, 2014).
Pengobatan yang membutuhkan biaya tinggi dan waktu lama membuat penderita PTM cemas. Kecemasan ini yang menyebabkan kualitas hidup bisa menurun.
Hubungan dan kondisi sosial penderita juga terganggu akibat PTM. penderita PTM akan sulit konsentrasi, sering tidak nyaman, dan mudah marah karena 6
kekurangannya. Kualitas kondisi sosial penderita PTM seringkali akan berdampak pada kualitas kesehatan mental penderita PTM.
Rasa sakit akibat PTM akan dijalani setiap hari oleh penderitanya. Rasa sakit ini juga akan menimbulkan kecemasan terhadap masa depan karena mereka terbayang bahwa kematian sudah ada di waktu yang dekat-dekat ini (Hariyono, 2023).
Kualitas hidup manusia dinilai berkualitas jika melihat fisik yang terjaga bugar, mental yang tidak mudah emosi, punya hubungan sosial yang rukun dengan sesama, berada di lingkungan yang mewadahi rasa aman dan nyaman, serta memiliki status ekonomi yang cukup. Hal ini dilengkapi dengan validasi diri yang mengenali diri sendiri, memiliki dukungan emosional dari orang terkasih, namun juga mampu berempati dengan orang lain (Prastiwi, 2012).
Faktor jarak tempat tinggal dengan fasilitas kesehatan juga dapat berpengaruh pada kualitas hidup penderita PTM. Pasien PTM yang memiliki akses kesehatan dan dapat dijangkau dengan mudah umumnya akan memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi daripada pasien PTM yang memiliki tempat tinggal yang jauh dengan fasilitas kesehatan yang lengkap (Sitti, dkk, 2024).
E. Pencegahan Penyakit Tidak Menular Pada Lansia
Melihat tingginya angka kematian yang disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular (PTM) perlu dilakukan upaya pencegahan. Intervensi untuk pencegahan penyakit tidak menular diperlukan yaitu edukasi terutama perilaku hidup sehat meliputi makan makanan sehat, beraktivitas fisik secara teratur, tidak merokok, dan tidak minum alkohol. Penderita Penyakit Tidak Menular (PTM) juga perlu menjaga pola makannya seperti menghindari makanan yang mengandung banyak gula sederhana, lemak, dan natrium. Perbanyak konsumsi sayuran, buah, dan ikan. Ada beberapa menu sayuran masakan khas Indonesia yang baik kandungan gizinya yang mengandung kalori, protein, lemak, vitamin A, vitamin B, vitamin C, kalsium, fosfor, dan zat besi.
Kemudian, upaya pencegahan Penyakit Tidak Menular (PTM) yaitu dengan deteksi dini/skrining, dan pengobatan dini serta pengobatan yang efektif. Deteksi dini Penyakit Tidak Menular (PTM) dapat dilaksanakan melalui kegiatan Posbindu PTM di bawah pembinaan dari puskesmas. Edukasi tentang perilaku hidup sehat yaitu makan makanan yang sehat, aktivitas fisik secara teratur, tidak merokok, dan minum alkohol untuk pencegahan penyakit tidak menular perlu dilakukan terutama kepada kelompok berisiko. Kelompok berisiko terhadap penyakit tidak menular yaitu yang
berumur semakin tua; perempuan sedangkan stroke pada laki- laki tidak bersekolah, tamat SD dan SMA ke atas serta yang bertempat tinggal di perkotaan. Dan menurut pekerjaannya untuk Diabetes Mellitus (Betty, dkk, 2023).
8
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian
1. Tabel Distribusi Frekuensi
Tabel 1.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin.
Jenis Kelamin Jumlah %
Laki-laki 64 51%
Perempuan 62 49%
Total 126 100%
Berdasarkan tabel diatas, dari 126 jumlah total lansia di Dulomo Selatan menunjukkan jumlah penduduk berusia lansia terbanyak adalah laki-laki (51%) dan jumlah penduduk berusia lansia paling sedikit yaitu perempuan (49%).
Tabel 1.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Pendidikan Terakhir.
Pendidikan Terakhir Jumlah %
SMA 118 94%
Perguruan Tinggi 8 6%
Total 126 100%
Berdasarkan tabel diatas, dari 126 jumlah total lansia di Dulomo Selatan menunjukkan jumlah penduduk yang berusia lansia berdasarkan pendidikan terakhir terbanyak adalah SMA (94%) dan perguruan tinggi (6%).
Tabel 1.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama.
Agama Jumlah %
Islam 116 92%
Kristen 10 8%
Total 126 100%
Berdasarkan tabel diatas, dari 126 jumlah total lansia di Dulomo Selatan menunjukkan jumlah penduduk berusia lansia terbanyak adalah beragama islam (92%) dan beragama kristen (8%).
Tabel 1.4 Distribusi Penduduk Berdasarkan Status Pekerjaan.
Status Pekerjaan Jumlah %
Masih bekerja 36 29%
Pensiunan 90 71%
Total 126 100%
Berdasarkan tabel diatas, dari 126 jumlah total lansia di Dulomo Selatan menunjukkan jumlah penduduk yang terbanyak adalah pensiunan (71%) dan masih bekerja (29%).
B. Analisa Data
Data Hasil Pengkajian Kemungkinan
Penyebab Masalah Keperawatan - Data yang didapat dari
petugas kesehatan, kader posyandu mengatakan sekitar 36% lansia mengalami diabetes dan hanya tinggal di
rumah dan jarang
memeriksakan kondisinya.
Ini terjadi akibat lansia yang mengkonsumsi makanan tanpa dikontrol.
- Beberapa lansia juga ada yang mengalami masalah
gatal-gatal yang
menimbulkan bintik-bintik merah di tubuh mereka.
Ketidakmampuan mengatasi masalah
Pemeliharaan Kesehatan Tidak Efektif
- Banyak lansia juga yang mengalami hipertensi dan mereka malas memeriksakan diri ke posyandu lansia yang dilakukan setiap bulannya.
Kompleksitas program perawatan/
pengobatan
Manajemen Kesehatan Tidak Efektif
C. Diagnosa Keperawatan
1. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif b.d ketidakmampuan mengatasi masalah d.d 36% lansia mengalami diabetes, lansia jarang memeriksakan kondisinya dan beberapa lansia mengalami gatal-gatal
2. Manajemen Kesehatan tidak Efektif b.d kompleksitas program perawatan/pengobatan d.d lansia juga yang mengalami hipertensi dan mereka malas memeriksakan diri ke posyandu lansia yang dilakukan setiap bulannya.
10
SKORING N
O MASALAH I II III IV V VI TOT
AL
PRIORI TAS 1. Manajemen Kesehatan Tidak
Efektif
2. Pemeliharaan Kesehatan Tidak Efektif
KETERANGAN :
I : Kesadaran masyarakat mengatasi masalah kesehatan yang terjadi II : Motivasi masyarakat untuk mengatasi masalah yang terjadi III : Kemampuan perawat mempengaruhi menyelesaikan masalah IV : Ketersediaan ahli/pihak terkait
V : Beratnya konsekuensi jika masalah tidak diatasi
VI : Waktu penyelesaian masalah dengan resolusi yang dapat dicapai
D. PoA (Planning of Action)
Data Masalah Tujuan Sasaran Strategi Rencana Kegiatan Hari/
tanggal Biaya PJ Eval
uasi Ket
- Data yang
didapat dari petugas
kesehatan, kader posyandu
mengatakan sekitar 36%
lansia mengalami diabetes dan hanya tinggal di
rumah dan
jarang
memeriksakan kondisinya. Ini terjadi akibat lansia yang mengkonsumsi makanan tanpa dikontrol.
Manajemen kesehatan tidak efektif
Jangka panjang:
membantu lansia agar dapat lebih mengerti terkait cara mengontrol diabetes, agar diabetes yang dialami tidak akan semakin parah
Jangka pendek:
memfasilitasi lansia
mengetahui kondisi
kesehatannya saat ini
Lansia di Desa Dulomo Selatan
Promotif (promosi kesehatan)
Preventif (pencegahan)
- Penyuluhan terkait cara mengontrol diabetes
- Pemeriksaan kesehatan gratis
Mahas iswa
- Banyak lansia
juga yang
mengalami hipertensi dan
Pemeliharaa n kesehatan tidak efektif
Jangka panjang:
membantu lansia agar dapat lebih mengerti terkait
Lansia di Desa Dulomo Selatan
Promotif (promosi kesehatan)
Preventif
- Penyuluhan terkait PHBS
- Penyuluhan terkait cara mengontrol
Maha siswa
12
mereka malas memeriksakan diri ke posyandu lansia yang dilakukan setiap bulannya.
- Beberapa lansia juga ada yang mengalami masalah gatal-
gatal yang
menimbulkan bintik-bintik merah di tubuh mereka.
cara mengontrol hipertensi serta cara merawat diri dengan baik Jangka pendek:
memfasilitasi lansia
mengetahui kondisi
kesehatannya saat ini
(pencegahan) hipertensi - Pemeriksaan
kesehatan gratis
KASUS 2
Kampung Tenda merupakan suatu daerah yang setiap tahunnya terkena bencana banjir, tahun ini daerah tersebut terkena bencana banjir, yang menurut warga ini adalah banjir yang terbesar dari sebelum-sebelumnya, banjir di daerah Kampung Tenda mencapai 3 meter sehingga banyak warga yang mengungsi ke tempat pengungsian di sekitar wilayah Kampung Tenda, karena rumah tempat tinggalnya sudah tidak dapat dihuni untuk sementara karena terkena banjir, di pengungsian warga tinggal di tenda, sarana air bersih sangat kurang, warga mendapatkan sarana air bersih hanya untuk minum saja, sedangkan untuk mandi, gosok gigi dan cuci pakaian warga menggunakan air hujan atau menggunakan air dari sungai yang ada di sekitar pengungsian, MCK di wilayah pengungsian pun terbatas hanya ada 7 MCK yang tersedia untuk 100 warga pengungsi, tidak ada tempat pembuangan sampah khusus dikarenakan TPS tergenang air, sehingga sampah hanya dikumpulkan di area yang kosong sehingga menimbulkan bau tidak sedap dan banyak lalat.
Dari 100 pengungsi teridentifikasi ada 20% balita, 15% lansia, sisanya usia dewasa.
Ketika dilakukan pemeriksaan oleh tim medis dari puskesmas setempat, didapatkan 50%
balita terkena scabies dan 30% balita terkena diare, terdapat juga 1 balita yang meninggal karena diare, ketika warga di kaji oleh tim medis, warga mengatakan sulit untuk pergi ke pelayanan kesehatan karena hampir seluruh akses jalan terkena banjir sehingga sulit dilalui, transportasi yang digunakan selama ini adalah perahu karet hanya tidak banyak, sehingga warga harus mengantri untuk bisa menggunakannya. Banyak warga yang terlihat menangis, murung ada juga yang sering mengeluh karena mereka takut rumahnya hanyut, takut rumahnya rusak dan takut tidak punya tempat tinggal, tidak punya pakaian dan barang-barang lainnya karena rusak terkena banjir.
BAB I
TINJAUAN TEORI A. Definisi Banjir
Banjir didefinisikan sebagai penggenangan suatu tempat akibat luapan air yang melebihi kapasitas debit air di suatu wilayah dan menimbulkan kerugian fisik, sosial dan ekonomi (Rahayu et al, 2009). Banjir adalah ancaman musiman yang terjadi ketika badan air di saluran ada yang meluap dan membanjiri daerah sekitarnya.
Banjir merupakan ancaman alam yang paling umum dan menimbulkan kerusakan yang paling besar, baik terhadap manusia maupun terhadap ekonomi.
Banjir berdasarkan definisi dari Multilingual Technical Dictionary onIrrigation and Drainage yang dikeluarkan oleh International Commision on Irrigation and Drainage (Puturuhu, 2015) dapat diberi batasan sebagai laju aliran sungai yang relatif lebihtinggi dari biasanya; genangan yang terjadi di dataran rendah; kenaikan,penambahan, dan melimpasnya air yang tidak biasanya terjadi didaratan.Banjir adalah keadaan dimana daerah yang biasanya kering (bukan lahan basah) tergenang air, yang disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dan kondisi topografi daerah berupa dataran rendah yang cekung. Selain itu, banjir juga dapat disebabkan oleh air permukaan yang meluap dan volumenya melebihi kapasitas debit sistem drainase atau sistem aliran sungai. Terjadinya banjir juga disebabkan oleh rendahnya kapasitas infiltrasi tanah,yang rendah, yang berarti tanah tidak dapat lagi menyerap air. Banjir dapat terjadi karena naiknya permukaan air diatas curah hujan normal, perubahan suhu,tanggul/bendungan yang bobol, salju yang mencair dengan cepat, terhambatnya aliran air ditempat lain (Ahmad, 2014).
B. Penyebab Banjir
Faktor banjir akibat alam:
1. Hujan lebat
Ketika intensitas hujan masih rendah, kemungkinan tidak akan terjadi banjir.
Banjir mungkin terjadi ketika intensitas hujan tinggi dan dalam waktu yang lama sehingga menyebabkan sungai tidak dapat menampung air. Namun tak hanya hujan, masih ada faktor lain yang memengaruhi terjadinya banjir.
2. Banjir kiriman
Istilah banjir kiriman adalah kondisi yang menggambarkan ketika terjadi banjir meskipun tidak terjadi hujan atau intensitas hujan di daerah tersebut ringan.
Dilansir dari umri.ac.id, banjir kiriman terjadi karena hujan lebat di daerah atas hingga menyebabkan aliran sungai di daerah bawah ikut meluap.
3. Erosi dan Sedimentasi
Erosi atau pengikisan tanah di sepanjang daerah aliran sungai menyebabkan tanah mengendap di dasar sungai. Lama-kelamaan, tanah akan menumpuk menjadi sedimentasi. Sedimentasi ini akan mengurangi kapasitas sungai, akibatnya sungai akan mudah meluap.
Banjir akibat faktor manusia:
1. Buang Sampah Sembarangan. Sejak kecil kita sudah diajari agar membuang sampah pada tempatnya. Akan tetapi masih banyak tidak melakukannya. Dampak dari sampah ini dapat menyumbat drainase, hingga mengurangi kapasitas sungai.
2. Bangunan di Tepi Sungai. Semestinya, sungai memiliki daerah sepadan atau kawasan bebas bangunan di kanan kirinya. Namun hal ini tidak dihiraukan oleh masyarakat di berbagai tempat yang di mana bangunan in membuat penyempitan sungai maupun saluran air yang menjadikan kurangnya kapasitas sungai atau aliran air.
Kemudian menurut Kodoatie, et, al 2002 dalam Nurhaimi A dan Sri Rahayu (2014), ada dua faktor yang menjadi penyebab terjadinya banjir, yaitu penyebab yang bersifat alami dan penyebab yang bersifat tidak alami (dari aktivitas manusia).
Contohnya yang bersifat alami:
(a) Hujan lebat
(b) Pengaruh geografi pada sungai di daerah hulu dan hilir (c) Pengendapan sedimen
(d) Sistem jaringan drainase tidak berjalan dengan baik.
(e) Pasang surut air laut.
Contoh yang bersifat tidak alami (aktivitas manusia):
(a) Perubahan daerah pengalihan sungai yang disebabkan karena penggundulan hutan
(b) Pembuangan sampah ke sungai
16
(c) Kurangnya terpelihara bangunan pengendali banjir (d) Kurangnya terpelihara alur sungai.
C. Patofisiologi Banjir
1. Curah hujan yang sangat tinggi dalam kurun waktu beberapa hari berturut-turut menyebabkan struktur tanah menjadi jenuh. Tanah yang jenuh ini mudah sekali tertoreh dan mengakibatkan bahan rombakan lain (debris) baik berupa sedimen dengan berbagai ukuran (sampai batu diameter 5 meter) dan batang-batang kayu tercabut dan selanjutnya terangkut masuk ke dalam palung sungai.
2. Terjadinya hambatan di muara sungai akibat terjadinya pasang naik yang bersamaan dengan puncaknya volume air yang mengalir di sungai.
3. Perubahan kondisi lahan pada daerah aliran sungai (DAS) baik di hulu, tengah dan hilir akibat adanya penebangan hutan, pengembangan pemukiman, industri dan lain-lain.
4. Terjadinya penurunan permukaan tanah akibat penyedotan air tanah secara berlebihan terutama di daerah perkotaan.
5. Perubahan penggunaan lahan dari daerah pertanian, perkebunan dan hutan menjadi permukiman yang menyebabkan berkurangnya daerah resapan air.
6. Pembangunan drainase yang tidak memperhitungkan kondisi lahan.
7. Adanya kebiasaan masyarakat yang membuang sampah padat ke saluran drainase dan sungai yang mengakibatkan pendangkalan dan penyempitan alur sungai serta menghambat aliran (Ahmad, 2014).
D. Klasifikasi Banjir
Terdapat berbagai macam banjir yang disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya:
1. Banjir Bandang
Banjir bandang masuk dalam kategori banjir yang sangat berbahaya dan sering kali memakan korban jiwa karena arus air pada banjir bandang cenderung membawa lumpur yang dapat menghanyutkan apa saja yang dilewatinya. Tak hanya itu, banjir bandang juga memberikan dampak kerusakan cukup parah pada wilayah yang terdampak, baik kerusakan alam maupun pemukiman warga. Banjir bandang biasanya akan membawa pohon-pohon dan bebatuan berukuran besar.
2. Banjir Sungai
Banjir sungai merupakan jenis banjir yang umum terjadi pada saat hujan deras dalam kurun waktu yang lama menyebabkan air tidak tertampung dan meluap.
Biasanya banjir ini terjadi akibat meluapnya air sungai, danau atau selokan.
3. Banjir Lumpur
Banjir lumpur hampir sama dengan banjir bandang tetapi yang membedakan adalah banjir lumpur keluar dari dalam bumi yang menggenangi daratan. Lumpur ini biasanya mengandung gas kimia yang sangat berbahaya.
4. Banjir Rob
Banjir rob terjadi akibat air laut yang sedang pasang yang menerjang kawasan pemukiman di wilayah pesisir pantai. Air laut yang pasang akan menghambat laju air sungai sehingga akan menjebol tanggul dan menggenangi daratan.
5. Banjir Gelombang Badai
Gelombang badai adalah banjir pesisir atau fenomena mirip tsunami yang disebabkan oleh sistem cuaca dengan tekanan rendah (seperti siklon tropis dan siklon ekstratropis yang kuat). Kebanyakan korban siklon tropis meninggal akibat pusuan ribut.
6. Banjir Genangan
Banjir genangan adalah banjir yang berasal dari air hujan lokal -hujan yang terjadi di sebuah wilayah tertentu, yang menyebabkan timbulnya genangan.
Genangan merupakan peristiwa di mana air terkonsentrasi di suatu tempat.
Umumnya tempat yang rendah. Genangan dapat diidentifikasi dengan adanya luas genangan, tinggi genangan, Kapasitas saluran drainase yang terbatas, diperburuk dengan sampah yang masuk ke saluran drainase, dan tingkat infiltrasi tanah yang rendah, sementara curah hujan menyebabkan terjadinya banjir genangan (Cahyono, dkk, 2022).
E. Pencegahan Banjir
1. Menjaga lingkungan sekitar dengan tidak membuang sampah ke selokan maupun sungai yang dapat menyebabkan terhambatnya saluran air.
2. Menghindari mendirikan bangunan di pinggiran sungai, selain hal ini bisa menjadi penyebab banjir, mendirikan hunian di pinggiran sungai akan membuat tidak teraturnya tatanan masyarakat.
18
3. Hindari penebangan hutan secara liar dan terapkan program tebang pilih serta reboisasi untuk membuat regenerasi hutan terus berlanjut dan tidak menyebabkan hutan gundul.
4. Rutin membersihkan saluran air yang dilakukan secara bergotong royong dalam waktu yang berkala, sehingga kebersihan dan kelancaran aliran sungai dapat tetap terjaga dan meminimalisir potensi banjir. (Kemenkes RI)
F. Penanganan Banjir
1. Metode ecodrainage (drainase berwawasan lingkungan), Metode ini adalah upaya mengelola limpasan air hujan yang dikelompokkan menjadi dua tipe fasilitas penahan, yaitu tipe penyimpan dan tipe peresapan sehingga air hujan yang jatuh dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik agar tidak menjadi genangan yang merugikan. penerapan saluran air hujan dengan rorak dan bak pengumpul air hujan dan peninggian lantai rumah serta penanaman rumput manila pada halaman rumah, serta melakukan pemeliharaan sarana prasarana penanggulangan banjir.
2. Melakukan Desinfeksi, Untuk menghindari terjadinya infeksi akibat pencemaran lingkungan diperlukan upaya pemberian bahan desinfektan pada barang, tempat dan peralatan lain khususnya untuk sterilisasi peralatan kesehatan.
3. Melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), Untuk mencegah timbulnya kejadian luar biasa (KLB), diperlukan upaya pemberantasan sarang nyamuk.
Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain dengan 3M (menguras, menutup dan mengubur) tempat-tempat yang memungkinkan nyamuk berkembang biak, pengasapan.
4. Inventarisasi perbaikan sarana kesehatan, Kesinambungan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh kelengkapan sarana dan peralatan kesehatan. Banjir mengakibatkan kerusakan sarana kesehatan, untuk itu sebelum melakukan perbaikan sarana, perlu dilakukan kegiatan inventarisasi sarana (Santoso, 2019).
G. Dampak Banjir
Banjir sering menimbulkan dampak korban jiwa maupun kerugian harta benda serta rusaknya fasilitas umum seperti, jalan, jembatan, terputusnya aliran listrik, telepon termasuk fasilitas kesehatan dan pendidikan. Banjir dapat pula mengakibatkan rusaknya lingkungan permukiman seperti tercemarnya sumber air bersih, rusaknya jamban penduduk, rusaknya saluran pembuangan air limbah (SPAL) dan
menumpuknya sampah buangan. Terendamnya daerah permukiman akibat banjir sering pula menyebabkan terjadinya pengungsian penduduk ke tempat-tempat tertentu yang lebih aman, namun kadang-kadang ada pula penduduk yang masih tetap tinggal di rumahnya yang terendam karena takut di jarah (Ahmad,2014).
Pada saat bencana banjir dan pasca banjir biasanya timbul masalah kesehatan di berbagai tempat permukiman dan di tempat umum yang terkena genangan. Masalah Kesehatan yang timbul diantaranya penyakit-penyakit sebagai berikut:
1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) 2. Diare
3. Penyakit kulit 4. Gastritis
5. Kecelakaan (luka, tersengat listrik, tenggelam dll) 6. Leptospirosis
7. Conjungtivitis
8. Gigitan binatang berbisa
9. Typhus abdominalis (Ahmad, 2014).
20
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian
1. Tabel Distribusi Frekuensi
Tabel 1.1 Distribusi Pengungsi Berdasarkan Rentang Usia di Kampung Tenda
Rentang Usia Jumlah %
Balita 20 20
Dewasa 65 65
Lansia 15 15
Total 100 100
Berdasarkan tabel diatas, dari 100 orang pengungsi di Kampung Tenda menujukkan jumlah penduduk terbanyak berusia dewasa sebanyak 65 orang (65%), balita 20 orang (20%), dan lansia 15 orang (15%).
Tabel 1.2 Distribusi Pengungsi Berdasarkan Jenis Penyakit yang Diderita Oleh Balita di Kampung Tenda
Jenis Penyakit Jumlah %
Scabies 10 50
Diare 6 30
Meninggal 1 5
Sehat 3 15
Total 20 100
Berdasarkan tabel diatas, dari 20 orang pengungsi balita di Kampung Tenda menujukkan jumlah penyakit terbanyak yang diderita oleh balita yaitu scabies sebanyak 10 orang (50%), diare 6 orang (30%), yang meninggal 1 orang (5%), dan yang sehat 3 orang (15%).
B. Analisa Data
Data Hasil Pengkajian Kemungkinan
Penyebab Masalah Keperawatan Ketika warga di kaji oleh tim
medis, warga mengatakan sulit untuk pergi ke pelayanan kesehatan karena hampir seluruh akses jalan terkena banjir sehingga sulit dilalui, transportasi yang digunakan selama ini adalah perahu karet hanya tidak banyak, sehingga warga harus mengantri untuk bisa menggunakannya.
Hambatan akses ke pemberi pelayanan
kesehatan
Defisit Kesehatan Komunitas
Sarana air bersih sangat kurang, warga mendapatkan sarana air bersih hanya untuk minum saja, sedangkan untuk mandi, gosok gigi dan cuci pakaian warga menggunakan air hujan atau menggunakan air dari sungai yang ada di sekitar pengungsian, MCK di wilayah pengungsian pun terbatas hanya ada 7 MCK yang tersedia untuk 100 warga pengungsi, tidak ada tempat pembuangan sampah khusus dikarenakan TPS tergenang air,
sehingga sampah hanya
dikumpulkan di area yang kosong sehingga menimbulkan bau tidak sedap dan banyak lalat.
Ketidakcukupan sumber daya
Pemeliharaan Kesehatan Tidak
Efektif
Ketika dilakukan pemeriksaan oleh tim medis dari puskesmas setempat, didapatkan 50% balita terkena scabies dan 30% balita terkena diare
Peningkatan paparan organisme patogen
lingkungan
Risiko Infeksi
22
Banyak warga yang terlihat menangis, murung ada juga yang sering mengeluh karena mereka takut rumahnya hanyut, takut rumahnya rusak dan takut tidak punya tempat tinggal, tidak punya pakaian dan barang-barang lainnya karena rusak terkena banjir.
Kehilangan (objek) Berduka
C. Diagnosa Keperawatan
1) Defisit Kesehatan Komunitas (D.0110) b.d hambatan akses ke pemberi pelayanan kesehatan d.d ketika warga di kaji oleh tim medis, warga mengatakan sulit untuk pergi ke pelayanan kesehatan karena hampir seluruh akses jalan terkena banjir sehingga sulit dilalui, transportasi yang digunakan selama ini adalah perahu karet hanya tidak banyak, sehingga warga harus mengantri untuk bisa menggunakannya.
2) Pemeliharaan Kesehatan Tidak Efektif (D.0117) b.d ketidakcukupan sumber daya d.d sarana air bersih sangat kurang, warga mendapatkan sarana air bersih hanya untuk minum saja, sedangkan untuk mandi, gosok gigi dan cuci pakaian warga menggunakan air hujan atau menggunakan air dari sungai yang ada di sekitar pengungsian, MCK di wilayah pengungsian pun terbatas hanya ada 7 MCK yang tersedia untuk 100 warga pengungsi, tidak ada tempat pembuangan sampah khusus dikarenakan TPS tergenang air, sehingga sampah hanya dikumpulkan di area yang kosong sehingga menimbulkan bau tidak sedap dan banyak lalat.
3) Risiko Infeksi (D.0142) d.d ketika dilakukan pemeriksaan oleh tim medis dari puskesmas setempat, didapatkan 50% balita terkena scabies dan 30% balita terkena diare.
4) Berduka (D.0081) b.d kehilangan (objek) d.d banyak warga yang terlihat menangis, murung ada juga yang sering mengeluh karena mereka takut rumahnya hanyut, takut rumahnya rusak dan takut tidak punya tempat tinggal, tidak punya pakaian dan barang-barang lainnya karena rusak terkena banjir.
SKORING N
O MASALAH I II III IV V VI TOT
AL
PRIO RITAS 1. Defisit Kesehatan Komunitas
2. Pemeliharaan Kesehatan Tidak Efektif
3. Risiko Infeksi 4. Berduka
KETERANGAN :
I : Kesadaran masyarakat mengatasi masalah kesehatan yang terjadi II : Motivasi masyarakat untuk mengatasi masalah yang terjadi III : Kemampuan perawat mempengaruhi menyelesaikan masalah IV : Ketersediaan ahli/pihak terkait
V : Beratnya konsekuensi jika masalah tidak diatasi
VI : Waktu penyelesaian masalah dengan resolusi yang dapat dicapai
24
D. PoA (Point of Action)
Data Masalah Tujuan Sasaran Strategi Rencana Kegiatan
Hari/
Tangga l
Biaya PJ Evaluas
i
Ke t Ketika warga di kaji
oleh tim medis, warga mengatakan sulit untuk pergi ke pelayanan kesehatan karena hampir seluruh akses jalan terkena banjir sehingga sulit dilalui, transportasi yang digunakan selama ini adalah perahu karet hanya tidak banyak, sehingga warga harus mengantri untuk bisa menggunakannya.
Defisit Kesehatan Komunitas
Jangka panjang : Meningkatkan kapasitas dan ketersediaan infrastruktur
transportasi yang sesuai
dengan kondisi
geografis Kampung Tenda.
Jangka pendek :
Memfasilitasi akses cepat dan mudah bagi
warga yang
membutuhkan
perawatan kesehatan mendesak.
Warga pengungsi
di Kampung
Tenda
Kolaborasi dengan instansi pemerintah
Pengadaan
fasilitas untuk mengakses
pelayanan kesehatan
Mahasisw a
Sarana air bersih sangat kurang, warga mendapatkan sarana air bersih hanya untuk
minum saja,
sedangkan untuk mandi, gosok gigi dan cuci pakaian warga menggunakan air
Pemeliharaa n Kesehatan Tidak Efektif
Jangka panjang : Mendorong perubahan
perilaku dan
meningkatkan
kebersihan lingkungan tempat pengungsian.
Jangka pendek : Meningkatkan
Warga pengungsi
di Kampung
Tenda
Promotif (promosi kesehatan)
Edukasi kesehatan tentang perilaku hidup bersih dan sehat
Edukasi kesehatan tentang
pemanfaatan air bersih
Penyuluhan
Mahasisw a
hujan atau menggunakan air dari sungai yang ada di sekitar pengungsian, MCK di wilayah pengungsian pun terbatas hanya ada 7 MCK yang tersedia untuk 100 warga pengungsi, tidak ada tempat pembuangan sampah khusus dikarenakan TPS tergenang air, sehingga sampah hanya dikumpulkan di area yang kosong sehingga
menimbulkan bau tidak sedap dan banyak lalat.
kesadaran warga terhadap pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat.
tentang pengelolaan sampah
Ketika dilakukan pemeriksaan oleh tim medis dari puskesmas setempat, didapatkan 50% balita terkena scabies dan 30%
balita terkena diare.
Risiko Infeksi
Jangka panjang : Menciptakan kekebalan (antibodi) terhadap penyakit menular dan meningkatkan deteksi dini penyakit pada balita.
Warga pengungsi
di Kampung
Tenda
Preventif (pencegahan)
Pemberian imunisasi/
vaksinasi
Skrining kesehatan
Mahasisw a
26
Jangka pendek :
Mendeteksi dini adanya masalah kesehatan pada balita dan melindungi balita dari penyakit yang dapat dicegah melalui imunisasi.
Banyak warga yang terlihat menangis, murung ada juga yang sering mengeluh karena mereka takut rumahnya hanyut, takut rumahnya rusak dan takut tidak punya tempat tinggal, tidak punya pakaian dan barang-barang
lainnya karena rusak terkena banjir.
Berduka Jangka panjang : Membangun
kemampuan warga untuk beradaptasi dan pulih dari pengalaman traumatis.
Jangka pendek :
Mengurangi distres emosional yang dialami oleh warga yang
terkena dampak
bencana banjir
Warga pengungsi
di Kampung
Tenda
Kuratif dan rehabilitatif (penyembuha
n dan pemulihan)
Konseling dan dukungan
psikososial
Regulasi emosi
Mahasisw a
KASUS 3
Sekelompok mahasiswa profesi ners UNG melakukan kegiatan praktik keperawatan komunitas untuk UKK di komunitas pekerja di Perusahaan Ekspor Ikan Hidup PT. CV ANUGERAH SAPUTRA di Kota Gorontalo selama 1 bulan. Hasil Pengkajian didapatkan pekerja berjumlah 10 orang. Dan semuanya berjenis kelamin laki-laki. 1 oarng bekerja sebagai pengawas dan lainnya sebagai petugas penyortiran ikan. Rata-rat berusia 36-46 tahun sebanyak 8 orang dan sisanya berusia 25-35 tahun. Dari 10 pekerja tersebut, ada 3 orang yang berpendidikan SMP dan 7 orang SMA. Lama bekerja yaitu 5-6 tahun 6 orang dan sisanya 3-4 tahun. Keluhan yang didapatkan antara lain pekerja sering mengalami batuk-batuk 40%, sering pusing 30%. 1 orang pernah merasa sesak nafas saat bekerja. Mempunyai Riwayat merokok 4 orang, pernah memeriksakan ke dokter dan dinyatakan positif PPOK 1 orang, sedangkan sisanya jarang memeriksakan kesehatannya. Pekerja mengatakan waktu bekerja mereka adalah 9 jam dari jam 8 pagi sampain jam 5 sore, sehingga waktub istirahat hanya di malam hari saja.
Saat dilakukan anamnesa, sebanyak 10 orang mengeluhkan sering merasa pegal di daerah leher dan punggungnya. Saat diobservasi langsung sebanyak 5 orang pekerja duduk dengan posisi yang terlalu membungkuk, 5 orang tidak menggerak-gerakkan badannya untuk merelaksasi tubuhnya dan selalu berada dalam posisi duduk yang lama 7 dari 10 mempunyai kebiasaan mencuci tangan setelah bekerja, sedangkan 3 lainnya tidak.
28
BAB I
TINJAUAN TEORI A. Pengertian Kesehatan Kerja dan Keselamatan Kerja
Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit- penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum. Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
1. Sasarannya adalah manusia 2. Bersifat medis.
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993). Keselamatan kerja menyangkut segenap proses produksi distribusi baik barang maupun jasa (dermawan, deden. 2012: 189). Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
1. Sasarannya adalah lingkungan kerja 2. Bersifat teknik.
B. Prinsip Dasar Kesehatan Kerja
Upaya kesehatan kerjaadalah upaya penyesuaian antara kapasitas, beban, dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal (UU kesehatan tahun 1992).
Konsep dasar dari upaya kesehatan kerja ini adalah mengidentifikasi permasalahan, mengevaluasi, dan dilanjutkan dengan tindakan pengendalian. Sasaran kesehatan kerja adalah manusia dan meliputi aspek kesehatan dari pekerjaitu sendiri
C. Faktor Resiko Di Tempat Kerja
Dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi bahaya serta resiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping faktor manusianya.
Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat dialami oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko. Baik “hazard” maupun “resiko” tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya pengendaliannya dilaksanakan dengan baik. Ditempat kerja, kesehatan dan kinerja seseorang pekerja sangat dipengaruhi oleh:
1. Beban Kerja berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan.
Beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja.
2. Kapasitas Kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya. Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seorang pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Kondisi atau tingkat kesehatan pekerja sebagai modal awal seseorang untuk melakukan pekerjaan harus pula mendapat perhatian. Kondisi awal seseorang untuk bekerja dapat dipengaruhi oleh kondisi tempat kerja, gizi kerja, dll.
3. Lingkungan Kerja sebagai beban tambahan, baik berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik, maupun aspek psikososial. Kondisi lingkungan kerja (misalnya, panas, bising, berdebu, zat-zat kimia, dll) dapat menjadi beban tambahan terhadap pekerja. Beban-beban tambahan tersebut secara sendiri atau bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau penyakit akibat Kerja.
30
Kapasitas, beban, dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga komponen tersebut akan menghasilkan kerja yang baik dan optimal.
Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor yang berhubungan dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan pekerjaan.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa status kesehatan masyarakat pekerja dipengaruhi tidak hanya oleh bahaya kesehatan di tempat kerja dan lingkungan kerja tetapi juga oleh faktor-faktor pelayanan kesehata kerja, perilaku kerja, serta faktor lainnya
D. Ruang Lingkup Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis, dalam hal cara atau metode, proses, dan kondisi pekerjaan yang bertujuan untuk:
1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja disemua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental, maupun kesejahteraan sosialnya.
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh keadaan atau kondisi lingkungannya.
3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor- faktor yang membahayakan kesehatan.
4. Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.
E. Tujuan Keselamatan Kerja
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakuakn pekerjaan atau kesejahteraan hidup dan meningkatkan produktivitas nasional.
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
F. Dasar Hukum
Dasar hukum tentang kesehatan dan keselamatan kerja adalah Undang- undang RI No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan Pasal 86 :
1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
a. Keselamatan dan kesehatan kerja b. Moral kesusilaan
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai- nilai agama.
2. Untuk melindungi keselamatan kerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
G. Kecelakaan Kerja
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor 03/MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan yang terjadi pada waktu bekerja pada perusahaan. Tak terduga, oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesenjangan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja atau K3 adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.
Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila 32
timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja. Namun, patut disayangkan tidak semua perusahaan memahami arti pentingnya K3 dan bagaimana implementasinya dalam lingkungan perusahaan.
1. Penyebab kecelakaan kerja
Secara umum, dua penyebab terjadinya kecelakaan kerja adalah penyebab dasar (basic causes) dan penyebab langsung (immediate causes)
a. Penyebab dasar
1) Faktor manusia atau pribadi, antara lain karena kurangnya kemampuan fisik, mental, dan psikologis, kurang atau lemahnya pengetahuan dan keterampilan (keahlian), stress, dan motivasi yang tidak cukup atau salah.
2) Faktor kerja atau lingkungan, antara lain karena ketidakcukupan kemampuan kepemimpinan dan/atau pengawasan, rekayasa (engineering), pembelian atau pengadaan barang, perawatan (maintenance), alat-alat, perlengkapan, dan barang-barang atau bahan-bahan, standart-standart kerja, serta berbagai penyalahgunaan yang terjadi di lingkungan kerja.
b. Penyebab langsung
1) Kondisi berbahaya (kondisi yang tidak standart/ unsafe condition), yaitu tindakan yang akan menyebabkan kecelakaan misalnya peralatan pengaman, pelindung atau rintangan yang tidak memadai atau tidak memenuhi syarat, bahan dan peralatan yang rusak, terlalu sesak atau sempit, sistem-sistem tanda peringatan yang kurang memadai, bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan, kerapian atau tata letak (houskeeping) yang buruk, lingkungan berbahaya atau beracun (gas, debu, asap, uap, dan lainnya), bising, paparan radiasi, serta ventilasi dan penerangan yang kurang
2) Tindakan berbahaya (tindakan yang tidak standart/ unsafe act), yaitu tingkah laku, tindak tanduk atau perbuatan yang dapat menyebabkan kecelakaan misalnya mengoperasikan alat tanpa wewenang, gagal untuk memberi peringatan dan pengamanan, bekerja dengan kecepatan yang salah, menyebabkan alat-alat keselamatan tidak berfungsi, memindahkan alat-alat keselamatan, menggunakan alat yang rusak, menggunakan alat dengan cara yang salah, serta kegagalan memakai alat pelindung atau keselamatan diri secara benar
2. Kerugian yang disebabkan kecelakaan akibat kerja
Kecelakaan menyebabkan lima jenis kerugian, antara lain:
a. Kerusakan: Kerusakan karena kecelakaan kerja antara lain bagian mesin, pesawat alat kerja, bahan, proses, tempat, & lingkungan kerja.
b. Kekacauan Organisasi: Dari kerusakan kecelakaan itu, terjadilah kekacauan dai dalam organisasi dalam proses produksi.
c. Keluhan & Kesedihan: Orang yang tertimpa kecelakaan itu akan mengeluh & menderita, sedangkan kelurga & kawan-kawan sekerja akan bersedih.
d. Kelainan & CacatSelain akan mengakibatkan kesedihan hatikecelakaan juga akan mengakibatkan luka-luka, kelainan tubuh bahkan cacat.
e. Kematian: Kecelakaan juga akan sangat mungkin merenggut nyawa orang & berakibat kematian.
Kerugian-kerugian tersebut dapat diukur dengan besarnya biaya yang dikeluarkan bagi terjadinya kecelakaan. Biaya tersebut dibagi menjadi biaya langsung & biaya tersembunyi.
Biaya langsung adalah biaya pemberian pertolongan pertama kecelakaan, pengobatan, perawatan, biaya rumah sakit, biaya angkutan, upah selama tak 34
mampu bekerja, kompensasi cacat & biaya perbaikan alat-alat mesin serta biaya atas kerusakan bahan-bahan. Sedangkan biaya tersembunyi meliputi segala sesuatu yang tidak terlihat pada waktu atau beberapa waktu setelah kecelakaan terjadi
3. Pencegahan kecelakaan akibat kerja
Kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan:
a. Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi-kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, kontruksi, perwatan & pemeliharaan, pengwasan, pengujian, & cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha & buruh, latihan, supervisi medis, PPPK, & pemeriksaan kesehatan.
b. Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah mati atau tak resmi mengenai misalnya kontruksi yang memnuhi syarat- syarat keselamatan jenis-jenis peralatan industri tertentu, praktek- praktek keselamatan & hygiene umum, atau alat-alat perlindungan diri.
c. Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan- ketentuan perundang-undangan yang diwajibkan.
d. Penelitian bersifat teknik, yang meliputi sifat & ciri-ciri bahan- bahan yang berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengamanpengujian alat- alat perlindungan diri, penelitian tentang pencegahan peledakan gas &
debu, atau penelaahan tentang bahan- bahan & desain paling tepat untuk tambang-tambang pengangkat & peralatan pengangkat lainnya.
e. Riset medis, yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek fisiologis & patologis faktor-faktor lingkungan & teknologis, &
keadaan-keadaan fisik yang mengakibatkan kecelakaan.
f. Penelitian psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan.
H. Penyakit Akibat Kerja
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease.
Menurut peraturan menteri tenaga kerja RI nomor: PER-01/MEN/1981 tentang kewajiban melapor penyakit akibat kerja bahwa yang dimaksud dengan penyakit akibat kerja (PAK) adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekrjaan atau lingkungan kerja. Beberapa ciri penyakit akibat kerja adalah dipengaruhi oleh
populasi pekerja, disebabkan oleh penyebab yang spesifik, ditentukan oleh pemajanan ditempat kerja, ada atau tidaknya kompensasi. Contohnya adalah keracunan timbel (Pb), abestosis, dan silikosis
Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan pekerjaan yang diselenggarakan oleh ILO (international Labour Organization) di Linz, Austria, dihasilkan definisi menyangkut penyakit akibat kerja sebagai berikut:
a. Penyakit akibat kerja-occupational disease, adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui.
b. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan work related disease Adalah penyakit yangt mempunyai bebrapa agen penyebab, dimana dengan faktor resiko lainnya dalam berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi kompleks.
c. Penyakit yang mengenai populasi kerja-disease of fecting working populations, adalah penyakit agen penyebab ditempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan.
1. Jenis penyakit akibat kerja
WHO membedakan empat kategori penyakit akibat kerja:
a. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis.
36
b. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya karsinoma bronkhogenik.
c. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya bronkhitis kronis.
d. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya, misalnya asma
Dalam peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi NomorPER- 01/MEN/1981 dicantumkan 30 jenis penyakit, sedangkan pada keputusan Presiden RI Nomor 22/1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja memuat jenis penyakit yang sama dengan tambahan penyakit yang disebabkan bahan kimia lainnya termasuk bahan obat. Jenis-jenis penyakit akibat kerja tersebut adalah sebagai berikut:
1) Pneumokoniosis disebabkan oleh debu mineral pembentukan jaringan parut (silikosis, antrakosiliksis, asbestosis) dan silikotuberkulosisyang silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian.
2) Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang disebabkan oleh debu logam keras
3) Penykit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) atau byssinosis yang disebabkan oleh debu kapas, vlas, hnep (serat yang diperoleh dari batang tanaman cnnabis sativa), dan sisal (serat yang diperoleh dari tumbuhan agave sisalana, biasanya dibuat tali)
4) Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan
5) Alveolitis alergica yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat penghirupan debu organik.
6) Penyakit yang disebabkan oleh berilium (Be) atau persenyawaannya yang beracun.
7) Penyakit yang disebabkan oleh kadmium (Cd) atau persenyawaannya yang beracun.
8) Penyakit yang disebabkan oleh fosforus (P) atau persenyawaannya yang beracun.
9) Penyakit yang disebabkan oleh kromium (Cr) atau persenyawaannya yang beracun.
10) Penyakit yang disebabkan oleh mangan (Mn) atau persenyawaannya yang beracun.
11) Penyakit yang disebabkan oleh arsenik (As) atau persenyawaannya yang beracun.
12) Penyakit yang disebabkan oleh merkurium/ raksa (Hg) atau persenyawaannya yang beracun.
13) Penyakit yang disebabkan oleh timbel (Pb) atau persenyawaannya yang beracun.
14) Penyakit yang disebabkan flourin (F) atau persenyawaannya yang beracun.
15) Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.
16) Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon alifatik atau aromatik yang bercun.
17) Penyakit yang disebabkan oleh benzema atau homolognya yang beracun.
18) Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena atau homolognya yang beracun.
19) Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.
20) Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol, atau keton.
38
21) Penyakit yang disebabkan olehgas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan seperti CO, hidrogen sianida, hidrogen sulfida atau derivatnya yang beracun, amoniak, seng, braso, dan nikel.
22) Kelainan pendengarayang disebabkan oleh kebisingan
23) Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot, urat, tulang persendian dan pembuluh darah tepi atau saraf tepi).
24) Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan tinggi.
25) Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetik dan radiasi yang mengIon.
26) Penyakit kulit atau dermatosis yang disebabkan oleh fisik, kimiawi atau biologis.
27) Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh Ter, Pic, bitumen, minyak mineral, antrasena, atau persenyawaan, produk dan residu dari zat- zat tersebut.
28) Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.
29) Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang didapat dalam suatu pekerjaan resiko kontaminsai khusus.
30) Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah, panas radiasi, atau kelembapan udara yang tinggi.
31) Penyakit yang disebabkan oleh bahan lainnya termasuk bahan obat.
Menurut (dermawan, deden. 2012: 197-199) penyakit akibat kerja/penyakit akibat hubungan kerja:
1) Penyakit Saluran Pernapasan
Penyakit akibat kerja pada saluran pernafasan dapat bersifat akut maupun kronis.
a. Akut misalnya : Asma akibat kerja sering didiagnosis sebagai tracheobronchitis akut atau karena virus.
b. Kronis, misalnya: Asbestosis, Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), Edema paru akut dapat disebabkan oleh bahan kimia seperti nitrogen oksida.
2) Penyakit Kulit
a. Pada umumnya tidak spesifik, menyusahkan, tidak mengancam kehidupan, kadang sembuh sendiri.
b. Dermatitis kontak yang dilaporkan, 90% merupakan penyakit kulit yang berhubungan dengan pekerjaan.
c. Penting riwayat pekerjaan dalam mengidentifikasi iritan yang merupakan penyeba, membuat peka atau karena faktor lain.
3) Kerusakan Pendengaran
a. Banyak kasus gangguan pendengaran menunjukkan akibat pajanan kebisingan yang lama, ada beberapa kasus bukan karena pekerjaan.
b. Riwayat pekerjaan secara detail sebaiknya didapatkan dari setiap orang dengan gangguan pendengaran.
c. Dibuat rekomendasi tentang pencegahan terjadinya hilangnya pendengaran.
4) Gejala pada Punggung dan Sendi
a. Tidak ada tes atau prosedur yang dapat membedakan panyakit pada punggung yang berhubungan dengan pekerjaan daripada yang tidak berhubungan dengan pekerjaan.
40
b. Penentuan kemungkinan bergantung pada riwayat pekerjaan.
c. Atritis dan tenosynovitis disebabkan oleh gerakan berulang tidak wajar.
5) Kanker
a. Adanya presentase yag signifikan menunjukkan kasus kanker yang disebabkan oleh pajanan di tempat kerja.
b. Bukti bahwa bahan di tempat kerja, karsinogen sering kali didapat dari laporan klinis individu dari pada studi epidemiologi.
c. Pada kanker pajanan untuk terjadinya karsinogen mulai > 20 tahun sebelum diagnosis.
6) Coronary Artery Disease
Oleh karena stres atau karbon monoksida da bahan kimia lain di tempat kerja.
7) Penyakit Liver
a. Sering di diagnosis sebagai penyakit liver oleh karena hepatitis virus atau sirosis karena alcohol
b. Penting riwayat tentang pekerjaan, serta bahan toksik yang ada.
8) Masalah Neuropsikitarik
a. Masalah neuropsikiatrik yang berhubungan dengan tempat kerja sering diabaikan.
b. Neuro pati perifer, sering dikaitkan dengan diabet, pemakaian alkohol atau tidak diketahui penyebabnya, depresi SSP oleh karena penyalahgunaan zat-zat atau masalah psikiatri.
c. Kelakuan yang tidak baik mungkin merupakan gejala awal dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan.
d. Lebih dari 100 bahan kimia (a.l solven) dapat menyebabkan depresi Susunan Syaraf Pusat
e. Beberapa neurotoksin (termasuk arsen, timah, merkuri, methyl, butyl ketone) dapat menyebabkan neuropati perifer.
f. Carbon disulfide dapat menyebabkan gejala seperti psikosis.
9) Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya a. Alergi
b. Gangguan kecemasan mungkin berhubungan dengan bahan kimia atau lingkungan
c. Sick building syndrome
d. Multiple Chemical Sensitivities (MCS), misal parfum derivate petroleum, rokok.
1. Faktor penyebab penyakit akibat kerja
Faktor penyebab penyakit akibat kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja, sehingga tidak mungkin disebutkan satu persatu. Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan:
a. Golongan fisik suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.
b. Golongan kimiawi: bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut.
c. Golongan biologis: bakteri, virus, jamur
d. Golongan fisiologis biasanya disebabkan oleh penataan/ddesain tempat kerja dan cara kerja/beban kerja.
42
e. Golongan psikososial lingkungan kerja yang mengakibatkan stress psikis, monotomi kerja, tuntutan pekerjaan dan lain-lain.
I. Ergonomi
1. Pengertian Ergonomi
Ergonomi adalah ilmu serta penerapannya yang berusaha menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui pemanfaatan manusia seoptimal mungkin. Di beberapa negara Ergonomi diistilahkan Arbeitswissenschaft (Jerman), Biotechnology (Skandinavia), Human (factor) Engineering atau Personal Research di Amerika Utara.
2. Ruang lingkup ergonomic
Penerapan ergonomi/ruang lingkup ergonomi meliputi : a. Pembebanan kerja fisik
Beban fisik yang dibenarkan umumnya tidak melebihi 30-40%
kemampuan maksimum seorang pekerja dalam waktu 8 jam sehari.
Untuk mengukur kemampuan kerja maksimum digunakan pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-40 kali per menit di atas denyut nadi sebelum bekerja. Di Indonesia beban fisik untuk mengangkat dan mengangkut yang dilakukan seorang pekerja dianjurkan agar tidak melebihi dari 40 kg setiap kali mengangkat atau mengangkut.
b. Sikap tubuh dalam bekerja
Sikap pekerjaan harus selalu diupayakan agar merupakan sikap ergonomik. Sikap yang tidak alamiah harus dihindari dan jika hal ini tidak mungkin dilaksanakan harus diusahakan agar beban statis menjadi sekecil- kecilnya. Untuk membantu tercapainya sikap tubuh yang
ergonomik sering diperlukan pula tempat duduk dan meja kerja yang kriterianya disesuaikan dengan ukuran anthropometri pekerja.
1) Ukuran anthropometri tubuh yang penting dalam ergonomi adalah : a) Berdiri
b) Tinggi badan berdiri c) Tinggi bahu
d) Tinggi siku e) Tinggi pinggul f) Depa
g) Panjang lengan h) Duduk
i) Tinggi duduk j) Panjang lengan atas
k) Panjang lengan bawah dan tangan
l) Jarak lekuk lutut sampai dengan garis punggung m) Jarak lekuk lutut sampai dengan telapak
2) Keadaan bekerja sambil berdiri, mempunyai kriteria
a) Tinggi optimum area kerja adalah 5-10 cm di bawah tinggi siku.
b) Pekerjaan yang lebih membutuhkan ketelitian, tinggi meja yang digunakan 10-20 cm lebih tinggi dari siku.
c) Pekerjaan yang memerlukan penekanan dengan tangan, tinggi meja 10-20 cm lebih rendah dari siku.
44
d) Mengangkat dan mengangkut Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses mengangkat dan mengangkut adalah beratnya beban, intensitas, jarak yang harus ditempuh, lingkungan kerja, ketrampilan dan peralatan yang digunakan. Untuk efisiensi dan kenyamanan kerja perlu dihindari manusia sebagai "alat utama" untuk mengangkat dan mengangkut.
3) Sistem manusia-mesin
Penyesuaian manusia-mesin sangat membantu dalam menciptakan kenyamanan dan efisiensi kerja. Perencanaan sistem ini dimulai sejak tahap awal dengan memperhatikan kelebihan dan keterbatasan manusia dan mesin yang digunakan interaksi manusia-mesin memerlukan beberapa hal khusus yang diperhatikan, misalnya:
a) adanya informasi yang komunikatif b) tombol dan alat pengendali baik
c) perlu standard pengukuran anthropometri yang sesuai untuk pekerjaannya.
4) Kebutuhan kalori
Konsumsi kalori sangat bervariasi tergantung pada jenis pekerjaan. Semakin berat kegiatan yang dilakukan semakin besar kalori yang diperlukan. Selain itu pekerjaan pria juga membutuhkan kalori yang berbeda dari pekerja wanita. Dalam hal ini perlu diperhatikan juga saat dan frekuensi pemberian kalori pada pekerja.
a) Pekerja Pria
Pekerjaan ringan: 2400 kal/hari