• Tidak ada hasil yang ditemukan

“LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN STROKE ”

N/A
N/A
Azmi

Academic year: 2024

Membagikan " “LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN STROKE ” "

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

“LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN STROKE ”

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN GERONTIK SEMESTER V T.A.2023/2024

OLEH

NAMA : HAFSHAH RAMADHANI NIM : P032114401059

CLINICAL TEACHER CLINICAL INSTRUCTUR

( ) ( )

PRODI D-III KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES RIAU T.A. 2023/2024

(2)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Rasa syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan laporan pendahuluan askep ini dengan baik dan selesai secara tepat waktu. Laporan pendahuluan ini juga bertujuan untuk memberikan tambahan wawasan bagi saya sebagai penulis dan bagi para pembaca tentang asuhan keperawatan pada lansia dengan stroke.

Penyusunan laporan pendahuluan ini tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak.

Saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesikan laporan pendahuluan ini.

Terakhir, saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini masih belum sepenuhnya sempurna. Maka dari itu saya terbuka terhadap kritik dan saran yang bisa membangun kemampuan saya, agar pada tugas berikutnya bisa menyusun tugas lebih baik lagi. Semoga laporan pendahuluan ini bermanfaat bagi saya dan para pembaca.

Batu Sangkar, 30 Oktober 2023

Penulis

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...

i

DAFTAR ISI...

ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

...

1

1.2. Rumusan Masalah

...

2 1.3. Tujuan

...

2

BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Konsep Dasar Lansia

...

4

2.1.1. Definisi

...

4

2.1.2. Batasan Karakteristik Lansia

...

3

(4)

2.1.3. Tipe Lansia

...

4

2.1.4. Proses Penuaan Lansia

...

4

2.1.5. Tugas Perkembangan Lansia

...

5

2.1.6. Perubahan Pada Lansia

...

5

2.1.7. Perubahan Fisik Pada lansia

...

5

2.2. Konsep Penyakit Stroke

...

7

2.2.1. Definisi

...

7 2.2.2. Etiologi

...

7

2.2.3. Patofisiologi

...

8

2.2.4. Patoflowdiagram / WOC

...

9

2.2.5. Manifestasi Klinik

...

10

(5)

2.2.6. Klasifikasi

...

10

2.2.7. Komplikasi

...

11

2.2.8. Pemeriksaan Diagnostik

...

12

2.2.9. Penatalaksanaan Medis

...

13

2.3. Konsep Asuhan Keperawatan Gerontik

...

13

2.3.1. Pengkajian Keperawatan Gerontik

...

13

2.3.2. Diagnosa Keperawatan Gerontik

...

17

2.3.3. Intervensi Keperawatan Gerontik

...

18

2.3.4. Implementasi Keperawatan Gerontik

...

19

2.3.5. Evaluasi Keperawatan Gerontik

...

20

2.4. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis Pada Lansia Stroke

...

21

2.4.1. Pengkajian

(6)

...

21

2.4.2. Diagnosa Keperawatan

...

26

2.4.3. Intervensi Keperawatan

...

27 DAFTAR PUSTAKA

(7)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Penduduk lansia pada umumnya banyak mengalamipenurunanakibat proses alamiah yaitu proses menuad engan adanya penurunan kondisi fisik, psikologis, maupun sosial yang saling berinteraksi memperlihatkan dari beberapa masalah kesehatan yang secara simbolis berhubungan dengan penuaan yaitu Artritis Reumatoid (Indriana, 2012dalam Tria, 2017).

Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut (Susan Martin Tucker, 2011). Menurut SekretariatJendral Departemen Kesehatan (Depkes,2012) bahwa hasil studi tentang kondisi kesehatan lansia, diketahui bahwa penyakit terbanyak yang diderita lansia adalah penyakit sendi (52,3%) yakni rematik.

Rematik adalah penyakit yang menyerang sendi dan struktur atau jaringan penunjang disekitar sendi. Menurut WHO (2012 dalam SDKI, 2017), menjelaskan bahwa sekitar 335juta orang di dunia mengidap penyakit rematik, itu berarti enam orang di dunia ini satudi antaranya adalah penyandang rematik dan sekitar 25%

penderita rematik akan mengalami kecacatan akibat kerusakan pada tulang dan gangguan pada persendian. Depkes (2013),Sekali pun belum ada angka pasti tentang jumlah penderita rematik di Indonesia,diperkirakan hamper 80% penduduky angberusia 40 tahun atau lebih menderita gangguan otot dan tulang.

1.2. Rumusan Masalah

a. Apa saja konsep lansia?

b. Apa saja konsep medik stroke?

c. Bagaimana asuhan keperawatan gerontik?

(8)

1.3. Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui konsep pada lansia

b. Untuk mengetahui konsep medik pada penyakit stroke c. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada gerontik

(9)

BAB 11

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Konsep Lansia

2.1.1 Definisi Lansia

Lanjut Usia adalah kelompok manusia yang berusia 60 tahun ke atas (Harywinoto & Setiabudhi 1999 Dalam Buku Sunaryo et al 2016). Lanjut usia adalah sebagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan hingga akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Lanjut usia merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh tuhan yang maha esa. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Dimasa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap.

(Azizah, 2012).

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2004, lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas.

2.1.2 Batasan Karakteristik

Menurut WHO, usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut : a. Usia pertengahan (Middle Age) usia 45-59 tahun

b. Lanjut usia (Eldrly) usia 60-74 tahun c. Lanjut usia tua (Old) usia 75-90 tahun

d. Usia sangat tua (Very Old) usia diatas 90 tahun 2.1.3 Karakteristik Lansia

Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut : berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat 2 UU No. 13 tentang kesehatan), kebutuhan dan

(10)

masalah yang bervariasi dari rentang sahat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondis mal adaptif, lingkungan tempat tinggal bervariasi (Maryam dkk 2008 dalam Sunaryo et al 2016).

2.1.4 Tipe Lansia

Menurut Nugroho (2008) dalam Sunaryo et al (2016), tipe lansia yaitu : a. Tipe arif bijaksana, lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman,

menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.

b. Tipe Mandiri, lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta memenuhi undangan.

c. Tipe tidak puas, lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmani, kehilanan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani, dan pengkritik.

d. Tipe pasrah, lanjut usia yang selalu menerima dan menungu nasib baik, mempunyai konsep habis (habis gelap datang terang), mengikuti kegiatan beribadah, ringan kaki, pekerjaan apapun dilakukan.

e. Tipe bingung, lanjut usia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh.

2.1.5 Perubahan Fisik Pada Lansia a. Sistem Indra

Sistem pendengaran: prebiakusis (gangguan pada pendengaran) karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas , sulit

(11)

dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.

b. Sistem Integument

Pada lansia kulit mengalami atrofi, kendur, tidak elastis kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbecak.kekringan kulit ini disebabkan atropi grandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver c. Sistem Musculoskeletal

Perubahan system musculoskeletal pada lansia: jaringan penghubung (kolagendan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi. Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur.

d. Sistem Kardiovaskuler

Masa jantung bertambah, vertikel kiri mengalami hipertropi dan kemampuan peregangan jantung berkurang karena perubahan pada jaringan ikat dan penumpukan lipofusin dan klasifikasi Sa Nude dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat sistem respirasi.

e. Sistem Respirasi

Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan peregangan toraks berkurang.

f. Pencernaan dan Metabolism

Perubahan yang terjadi pada system pencernaan, seperti penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin mengecil dan menurunya tempat penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.

g. Sistem Perkemihan

Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, eksresi, dan reabsorpsi oleh ginjal.

(12)

h. Sistem Saraf

Susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

i. Sistem Reproduksi

Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai denagn menciutnya ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.

2.2Konsep Penyakit Stroke

2.2.1 Definisi StrokeGout Arthritis (artritis gout) merupakan salah satu penyakit inflamasi sendi yang paling sering ditemukan yang ditandai dengan penumpukan Kristal Monosodium Urat di dalam ataupun di sekitar persendian. Monosodium Urat ini berasal dari metabolisme Purin. Hal penting yang mempengaruhi penumpukan Kristal urat adalah Hiperurisemia dan supersaturasi jaringan tubuh terhadap Asam Urat.

Apabila kadar Asam Urat di dalam darah terus meningkat dan melebihi batas ambang saturasi jaringan tubuh, penyakit Gout Arthritis ini akan memiliki manifestasi berupa penumpukan Kristal Monosodium Urat secara Mikroskopis maupun Makroskopis berupa Tofi (Zahara, 2013).

3 Gout Arthritis adalah penyakit sendi yang diakibatkan oleh tingginya kadar Asam Urat dalam darah. Kadar Asam Urat yang tinggi dalam darah melebihi batas normal yang menyebabkan penumpukan Asam Urat di dalam persendian dan organ lainnya (Susanto, 2013).

4 Jadi, dari definisi di atas maka Gout Arthritis merupakan penyakit inflamasi sendi yang diakibatkan oleh tingginya kadar Asam Urat dalam darah, yang ditandai dengan penumpukan Kristal Monosodium Urat di dalam ataupun di sekitar persendian berupa Tofi.

(13)

4.1.1 Etiologi Stroke

Stroke di bagi menjadi dua jenis yaitu Stroke iskemik dan Stroke hemorogik.

a. Stroke iskemik atau Non hemoragik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau seluruhan terhenti.

80% adalah Stroke iskemik.

1. Stroketrombotik : proses terbentuknya trombus yang menyebabkan penggumpalan.

2. Strokeembolik : tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.

3. Hipoperfusion embolik : berkurangnya aliran darah keselurh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.

b. Stroke yang di sebebkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus Stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik terbagi menjadi 2 jenis yaitu :

1. Hemoragik intra serebral : perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak.

2. Hemoragik subaraknoid : perdarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan selaput yang menutupi otak)

4.1.2 Patofisiologi

Faktor pencetus dari Stroke seperti hipertensi,diabetes melitus, penyakit jantung dan beberapa faktor lain seperti merokok, stress, gaya hidup yang tidak baik dan beberapa faktor seperti obesitas dan kolestrol yang meningkat dalam darah dapat menyebabkan penimbunan lemak atau kolestrol yang meningkat dalam darah dikarenakan ada penimbunan tersebut, pembuluh darah menjadi infark dan iskemik. Dimana infark adalah kematian jaringan dan iskemik adalah kekurangan suplai O2.

Hal tersebut dapat menyebabkan arterosklerosis dan pembuluh darah menjadi kaku.Arterosklerosis adalah penyempitan pembuluh darah yang mengakibatkan pembekuan darah di cerebral dan terjadi lah Stroke non

(14)

hemoragik.Pembuluh darah menjadi kaku, menyebabkan pembuluh darah mudah pecah dan mengakibatkan Stroke.

Dampak dari Stroke yaitu suplai darah kejaringan cerebral non adekuat dan dampak dari Stroke terdapat peningkatan tekanan sistemik.Kedua dampak ini menyebabkan perfusi jaringan cerebral tidak adekuat.Pasokan Oksigen yang kurang membuat terjadinya vasospasme arteri serebral dan aneurisma.

Vasospasme arteri serebral adalah penyempitan pembuluh darah arteri cerebral yang kemungkinan akan terjadi gangguan hemisfer kanan dan kiri dan terjadi pula infark / iskemik di arteri tersebut yang menimbulkan masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik.

Aneurisma adalah pelebaran pembuluh darah yang disebabkan oleh otot dinding di pembuluh darah yang melemah hal ini membuat di arachnoid (ruang antara permukaan otak dan lapisan yang menutupi otak) dan terjadi penumpukan darah di otak atau disebut hematoma kranial karena penumpukan otak terlalu banyak, dan tekanan intra kranial menyebabkan jaringan otak berpindah/ bergeser yang dinamakan herniasi serebral. Pergeseran itu mengakibatkan pasokan oksigen berkurang sehingga terjadi penurunan kesadaran dan resiko jatuh. Pergeseran itu juga menyebabkan kerusakan otak yang dapat membuat pola pernapasan tak normal (pernapasan cheynes stokes) karena pusat pernapasan berespon erlebhan terhadap CO2 yang mengakibatkan pola napas tidak efektif dan resiko aspirasi (Amin, 2015).

4.1.3 WOC

(15)

4.1.4 Manifestasi Klinik

Manifestasi Klinis menurut Rendy dan Margareth (2012) adalah :

a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis yang timbul mendadak).

b. Gangguan sensabilitas pada atau lebih anggota badan (gangguan hemiparesik).

c. Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau

(16)

koma).

d. Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan, atau kesulitan memahami ucapan).

e. Disartria (bicara pelo atau cadel).

f. Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler, atau diplopia).

g. Atasia (trunkal atau anggota badan).

h. Vertigo, mual, dan muntah, atau nyeri kepala.

4.1.5 Klasifikasi Stroke

Menurut Nabyl R.A 2012, stroke dibedakan menjadi : a. Stroke hemoragik

Stroke hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke daerah otak dan merusaknya.

Menurut letaknya, stroke hemoragik terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

Hemoragik intraserebral, yakni

perdarahan terjadi didalam jaringan otak. Yang disebabkan oleh trauma (cidera otak) atau kelainan pembuluh darah (aneurisma atau angioma). Jika tidak disebabkan oleh salah satu kondisi tersebut, paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi kronis. Perdarahan intraserebral menyumbang sekitar 10% dari semua stroke, tetapi memiliki presentase tertinggi penyebab kematian akibat stroke. Hemoragik subaraknoid, yakni perdarahan yang terjadi diruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak). Penyebab paling umum adalah pecahnya tonjolan (aneurisma) dalam arteri.

b. Stroke iskemik

Stroke iskemik penyumbatan bisa terjadi disepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Akibatnya sel-sel otak yang mengalami kekurangan oksigen dan nutrisi karena penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah (arteriosclerosis). Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% pasien stroke mengalami stroke iskemik. Stroke iskemik menyebabkan

(17)

aliran darah ke sebagian atau keseluruhan otak menjadi terhenti jenisjenis stroke iskemik berdasarkan mekanisme penyebabnya. Stroke trombotik merupakan jenis stroke yang disebabkan terbentuknya thrombus yang membuat gumpulan. Stroke embolik merupakan jenis stroke yang disebabkan tertutupmya pembuluh arteri oleh bekuan darah. Hipoperfusion sistemik merupakan jenis stroke yang disebabkan berkurangnya aliran darah ke otak karena adanya gangguan denyut jantung.

4.1.6 Komplikasi Stroke

Komplikasi stroke menurut Sudoyo (2017) meliputi : a. Hipoksia serebra

Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan kejaringan.Hipoksia serebral diminimalkan dengan pemberian oksigenasi yang ade kuat ke otak. Pemberian oksigen berguna untuk mempertahankan hemoglobin serta hematokrit yang akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.

b. Penurunan aliran darah serebral

Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integrasi pembuluh darah serebral.Hidrasi adekuat cairan intravena, memperbaiki aliran darah dan menurunkan viscositas darah.Hipertensi atau hipotensi perlu di hindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cidera.

c. Distrimia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian thrombus lokal.

4.1.7 Pemeriksaan Diagnostik

Beberapa pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan untuk memastikan penyebab stroke antara lain (Purwani, 2017):

a. Angiografi Serebral

Membantu menentukan penyebab Stroke secara spesifik misalnya

(18)

pertahanan atau sumbatan arteri.

b. Scan Tomografi Komputer (CT-Scan)

Mengetahui adanya tekanan normal dan adanya thrombosis, emboli serebral, dan tekanan normal dan adanya thrombosis, emboli serebral, dan tekanan intracranial (TIK).Peningkatan TIK dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan subarakhnoid dan perdarahan intracranial. Kadar protein total meningkat, beberapa kasus thrombosis disertai proses inflamasi.

c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Menunjukan daerah infark, perdarahan, malformasi arteriovena (MAV).

d. Ultrasonografi Doppler (USG doppler)

Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis atau aliran darah timbulnya plak dan arteriosklerosis).

e. Elektroensefalogram (EEG)

Mengidentifikasi masalah pada gelombang otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.

f. Sinar tengkorak

Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral; klasifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid.

g. Pemeriksaan laboratorium rutin

Berupa cek darah, Gula darah, Urine, Cairan serebrospinal, AGD, Biokimia dara dan elektrolit.

4.1.8 Penatalaksanaan Medik

Stroke dapat dilakukan pengobatan dengan cara (Padila, 2015) : a. Konservatif

1. Pemenuhan cairan dan elektrolit denganpemasangan infus

(19)

2. Mencegah peningkatan TIK dengan obat antihipertensi, deuritika, vasodiator perifer, antikoagulan, diazepam bila kejang, anti tukak misal cimetidine, kortikosteroid (pada kasus ini tidak ada manfaatnya karena pasien akan mudah terkena infeksi, hiperglikemi dan stress ulcer/perdarahan lambung), dan manitol luntuk mengurangi edema otak.

b. Operatif

Apabila upaya menurunkan TIK tidak berhasil maka perlu dipertimbangkan evakuasi hematom karena hipertensi intracranial yang menetap akan membahayakan kehidupan pasien.

c. Pada fase sub akut/pemulihan (>10 hari) perlu :Terapi wicara, terapi fisik dan stoking anti embolisme

4.2Konsep Asuhan Keperawatan Gerontik

4.2.1 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan pada lansia adalah suatu tindakan peninjauan situasi lansia untuk memperoleh data dengan maksud menegaskan situasi penyakit, diagnosis masalah, penetapan kekuatan dan kebutuhan promosi kesehatan lansia. Data yang dikumpulkan mencakup data subyektif dan data obyektif meliputi data bio, psiko, sosial, dan spiritual, data yang berhubungan dengan masalah lansia serta data tentang faktor-faktor yang mempengaruhi atau yang berhubungan dengan masalah kesehatan lansia seperti data tentang keluarga dan lingkungan yang ada.

a. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengkajian Pada Lansia

1. Interelasi (saling keterkaitan) antara aspek fisik dan psikososial:

terjadi penurunan kemampuan mekanisme terhadap stres, masalah psikis meningkat dan terjadi perubahan pada fisik lansia.

2. Adanya penyakit dan ketidakmampuan status fungsional.

3. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat pengkajian, yaitu: ruang yang

(20)

adekuat, kebisingan minimal, suhu cukup hangat, hindari cahaya langsung, posisi duduk yang nyaman, dekat dengan kamar mandi, privasi yang mutlak, bersikap sabar, relaks, tidak tergesa- gesa, beri kesempatan pada lansia untuk berpikir, waspada tanda-tanda keletihan.

Pengkajian khusus pada lansia (pengkajian status fungsional dan pengkajian status kognitif) :

b. Pengkajian Status Fungsional dengan pemeriksaan Index Katz

Skor Kriteria

A Kemandirian dalam hal makan, minum, berpindah, ke kamar kecil, berpakaian dan mandi

B Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali satu dari fungsi tersebut

C Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi dan satu fungsi tambahan

D Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan

E Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan

F Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali berpakaian, ke kamar kecil,

dan satu fungsi tambahan

G Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi dan satu fungsi tambahan

Lain-lain Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F

c. Pengkajian status kognitif

1. SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionaire) adalah penilaian fungsi intelektual lansia.

Benar Salah No Pertanyaan

01 Tanggal berapa hari ini ? 02 Hari apa sekarang ? 03 Apa nama tempat ini?

(21)

04 Dimana alamat anda?

05 Berapa umur anda ?

06 Kapan anda lahir ? (Minimal tahun) 07 Siapa presiden Indonesia sekarang ? 08 Siapa presiden Indonesia sebelumnya ? 09 Siapa nama Ibu anda?

10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap angka baru, semua secara menurun.

TOTAL NILAI

2. MMSE (Mini Mental State Exam): menguji aspek kognitif dari fungsi mental, orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa

Nilai Maksimum Pasien Pertanyaan

Orientasi

5 Tahun, musim, tgl, hari, bulan, apa sekarang?

Dimana kita (negara bagian, wilayah, kota ) di RS mana ? ruang

Apa 5

Registrasi

3 Nama 3 obyek (1 detik untuk mengatakan masing-

masing) tanyakan pada lansia ke 3 obyek setelah Anda katakan. Beri point untuk jawaban benar, ulangi sampai lansia

mempelajari ke 3 nya dan jumlahkan skor yang telah dicapai

Perhatian dan Kakulasi

5 Pilihlah kata dengan 7 huruf, misal kata

“panduan”, berhenti setelah 5 huruf, beri 1 point tiap jawaban benar, kemudian

(22)

dilanjutkan, apakah lansia masih ingat huruf lanjutannya)

Mengingat

3 Minta untuk mengulangi ke 3 obyek di atas, beri 1 point

untuk tiap jawaban benar Bahasa

9 Nama pensil dan melihat (2 point)

30

4.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah “ Clinical Judgment ” yang berfokus pada respon manusia terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupan atau kerentanan (vulnerability) baik pada individu, keluarga, kelompok atau komunitas.

Berdasarkan pengertian tersebut, pengertian dari diagnosis keperawatan gerontik adalah keputusan klinis yang berfokus pada respon lansia terhadap kondisi kesehatan atau kerentanan tubuhnya baik lansia sebagai individu, lansia di keluarga maupun lansia dalam kelompoknya.

Ada beberapa tipe diagnosis keperawatan, diantaranya : a. Diagnosis keperawatan actual

Diagnosis berfokus pada masalah (diagnosis aktual) adalah clinical judgment yang menggambarkan respon yang tidak diinginkan klien terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupan baik pada individu, keluarga, kelompok dan komunitas.

b. Diagnosis keperawatan risiko atau risiko tinggi

Adalah clinical judgment yang menggambarkan kerentanan lansia sebagai individu, keluarga, kelompok dan komunitas yang memungkinkan

(23)

berkembangnya suatu respon yang tidak diinginkan klien terhadap kondisi kesehatan/proses kehidupannya.

c. Diagnosis keperawatan promosi kesehatan

Adalah Clinical judgement yang menggambarkan motivasi dan keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan dan untuk mengaktualisasikan potensi kesehatan pada individu, keluarga, kelompok atau komunitas.

Respon dinyatakan dengan kesiapan meningkatkan perilaku kesehatan yang spesifik dan dapat digunakan pada seluruh status kesehatan.

d. Diagnosis keperawatan sindrom

Adalah clinical judgement yang menggambarkan suatu kelompok diagnosis keperawatan yang terjadi bersama, mengatasi masalah secara bersama dan melalui intervensi yang sama. Sebagai contoh adalah sindrom nyeri kronik menggambarkan sindrom diagnosis nyeri kronik yang berdampak keluhan lainnya pada respon klien, keluhan tersebut biasanya diagnosis gangguan pola tidur, isolasi sosial, kelelahan, atau gangguan mobilitas fisik.

4.2.3 Intervensi Keperawatan

Perencanaan keperawatan gerontik adalah suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang berguna untuk untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah-masalah lansia.

Penentuan prioritas diagnosis ini dilakukan pada tahap perencanaan setelah tahap diagnosis keperawatan. Dengan menentukan diagnosis keperawatan, maka perawat dapat mengetahui diagnosis mana yang akan dilakukan atau diatasi pertama kali atau yang segera dilakukan. Terdapat beberapa pendapat untuk menentukan urutan prioritas, yaitu:

a. Berdasarkan tingkat kegawatan (mengancam jiwa)

Penentuan prioritas berdasarkan tingkat kegawatan (mengancam jiwa) yang dilatarbelakangi oleh prinsip pertolongan pertama, dengan membagi beberapa prioritas yaitu prioritas tinggi, prioritas sedang dan prioritas

(24)

rendah.

1. Prioritas tinggi : Prioritas tinggi mencerminkan situasi yang mengancam kehidupan (nyawa seseorang) sehingga perlu dilakukan terlebih dahulu seperti masalah bersihan jalan napas (jalan napas yang tidak effektif).

2. Prioritas sedang : Prioritas ini menggambarkan situasi yang tidak gawat dan tidak mengancam hidup klien seperti masalah higiene perseorangan.

3. Prioritas rendah : Prioritas ini menggambarkan situasi yang tidak berhubungan langsung dengan prognosis dari suatu penyakit yang secara spesifik, seperti masalah keuangan atau lainnya.

b. Berdasarkan kebutuhan Maslow

Maslow menentukan prioritas diagnosis yang akan direncanakan berdasarkan kebutuhan, diantaranya kebutuhan fisiologis keselamatan dan keamanan, mencintai dan memiliki, harga diri dan aktualisasi diri. Untuk prioritas diagnosis yang akan direncanakan, Maslow membagi urutan tersebut berdasarkan kebutuhan dasar manusia, diantaranya:

1. Kebutuhan fisiologis

Meliputi masalah respirasi, sirkulasi, suhu, nutrisi, nyeri, cairan, perawatan kulit, mobilitas, dan eliminasi.

2. Kebutuhan keamanan dan keselamatan

Meliputi masalah lingkungan, kondisi tempat tinggal, perlindungan, pakaian, bebas dari infeksi dan rasa takut.

3. Kebutuhan mencintai dan dicintai

Meliputi masalah kasih sayang, seksualitas, afiliasi dalam kelompok antar manusia.

4. Kebutuhan harga diri

Meliputi masalah respect dari keluarga, perasaaan menghargi diri sendiri.

5. Kebutuhan aktualisasi diri

(25)

Meliputi masalah kepuasan terhadap lingkungan.

4.2.4 Implementasi Keperawatan

Tindakan keperawatan gerontik adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi mempertahankan kebutuhan aktifitas pada lansia meliputi :

a.

Exercise/olahraga bagi lansia sebagai individu/ kelompok

Aktifitas fisik adalah gerakan tubuh yang membutuhkan energi;

seperti berjalan, mencuci, menyapu dan sebagainya. Olah raga adalah aktifitas fisik yang terencana dan terstruktur, melibatkan gerakan tubuh berulang yang bertujuan untuk meningkatkan kebugaran jasmani.

b.

Terapi Aktifitas Kelompok

Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan terapi yang dilakukan atas kelompok penderita bersama-sama dengan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seseorang terapis. Jenis TAK pada lansia antara lain stimulasi sensori (terapi musik), stimulasi persepsi, orientasi realitas, dan sosialisasi.

c. Latihan Kognitif

Seperti latihan kemampuan sosial meliputi; melontarkan pertanyaan, memberikan salam, berbicara dengan suara jelas, menghindari kiritik diri atau orang lain.

4.2.5 Evaluasi Keperawatan

Hasil evaluasi yang menentukan apakah masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi, adalah dengan cara membandingkan antara SOAP (Subjektive- Objektive-Assesment-Planning) dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.

a. S (Subjective) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari lansia setelah tindakan diberikan.

b. O (Objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat

(26)

setelah tindakan dilakukan.

c. A (Assessment) adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi.

d. P (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisis.

4.3Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis Pada Lansia Stroke

4.3.1 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan tahapan awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses sistematis yang dilakukan dalam pengumpulan data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi maupun mengidentifikasi apa yang dihadapi pasien baik fisik, sosial, mental maupun spiritual dapat ditentukan untuk mengetahui status pasien. Dalam hal ini terdapat 3 tahap kegiatan yaitu:

pengumpulan data, menganalisis data dan penentuan masalah kesehatan serta keperawatan (Hidayat, 2010).

a. Identitas umum

Identitas umum meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin (pada umumnya stroke lebih banyak menyerang pada laki-laki dibandingkan pada wanita, risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi dibandingkan wanita, hal ini tidak lepas karena laki-laki memiliki pola gaya hidup yang tidak sehat. Pola makan yang salah, merokok, meminum, alkohol, dan kurang berolahraga menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan timbulnya stroke), pendidikan, alamat, pekerjaan (menurut Xu dari southern Medical university di Guangzhou Cina mengatakan bahwa pekerjaan yang memiliki tekanan, dapat memicu stress dan menjadikan seseorang rentan terkena stroke), agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomer register, diagnosa medis (Widoyono, 2011).

(27)

b. Keluhan utama

Keluhan utama adalah keluhan pernyataan yang mengenai masalah atau penyakit yang mendorong penderita melakukan pemeriksaan diri. Pada umum keluhan pasien stroke terjadi dalam dua hal yaitu stroke hemoragik dan non hemoragik. Stroke Non hemoragik biasanya mengalami perubahan tingkat kesadaran, mual muntah, kelemahan reflek, afasia (gangguan komunikasi), difasia (memahami kata), kesemutan, nyeri kepala, kejang sampai tidak sadar. Kemudian pada stroke hemoragik biasanya memiliki keluhan perubahan tingkat kesadaran, sakit kepala berat, mual muntah, menggigil/berkeringat, peningkatan intrakranial, afasia, hipertensi hebat, distress pernafasan dan koma (Rosjidi, H.C dan Nurhidayat S, 2014).

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat Penyakit Sekarang adalah perjalanan penyakit yang dialami pasien saat ini seperti onset atau sejak kapan, lokasi, kronologis, kualitas (rasa sakit yang dirasakan), kuantitas (seberapa sering dirasakan), gejala penyerta dan faktor pencetus. Keluhan yang dirasakan pada pasien stroke saat ini seperti anggota badan yang lemas sampai-sampai tidak dapat digerakan sama sekali, penampilan tidak rapi dan bicara pelo sampai tidak bisa bicara sama sekali (Mutaqin Arif, 2008).

d. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit dahulu adalah keluhan seputar apakah dulu pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya, dan apakah pernah dioperasi sebelumnya, hal ini berguna untuk mengetahui hubungan penyakit yang diderita saat ini. Pengkajian yang mendukung dalam hal ini adalah apakah sebelumnya pasien pernah menderita stroke, adanya riwayat berupa hipertensi, riwayat penyakit jantung sebelumnya, diabetes mellitus, penggunaan oral kontrasepsi, alkohol, dan hiperkolesterolemia atau kolesterol tinggi (Kandou Manado, 2013).

e. Riwayat Kesehatan Keluarga

(28)

Riwayat Kesehatan keluarga adalah suatu penyakit yang dtimbulkan karena keadaan keluarga yang tidak sehat ataupun kondisi lingkungan yang terkait. Adanya generasi dari keluarga yang memiliki keluhan yang sama dirasakan pada pasien. Dalam hal ini kaji penyakit penyerta yang pernah diderita keluarga pasien seperti diabetes mellitus dan obesitas, adakah keluarga pasien yang menderita penyakit stroke sebelumnya seperti penyakit keturunan yang diperoleh dari beberapa mekanisme yaitu faktor genetik, faktor kepekaan genetik, faktor lingkungan, dan gaya hidup (AHA, 2006 dalam Jurnal Tumewah dkk, 2015).

f. Riwayat psikosoial-spiritual

Adalah masalah-masalah psikologis yang dialami pasien yang berhubungan dengan keluarga maupun masyarakat. Seperti penyakit stroke yang merupakan suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya tersebut dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga. Perubahan hubungan dan peran terjadi karena pasien sulit melakukan aktivitas dan komunikasi. Rasa cemas dan takut dalam menghadapi gangguan citra tubuh. Rasa cemas pada klien mengakibatkan kegelisahan, kegelisahan tersebut mengakibatkan gangguan dalam melakukan pelaksanaan tindakan dalam pemenuhan kebutuhan defisit perawatan diri pasien. Dalam hal tersebut perawat harus mengantisipasi ketidakpatuhan pasien dalam pemenuhan kebutuhan defisit perawatan diri mandi pasien. Perawat harus memberikan penjelasan dan tindakan dalam meningkatkan kepatuhan dalam pemenuhan defisit perawatan diri: mandi pasien (Hidayat, 2010).

g. Pola Fungsi Kesehatan

1. Pola nutrisi cairan/metabolism

Nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut, kehilangan sensasi (rasa kecap, cabai, garam, cuka) pada lidah, tenggorokan, pipi, disfagia ditandai dengan kien kesulitan dalam menelan.

(29)

2. Pola eliminasi

Pengkajian eliminasi pada pasien stroke difokuskan pada pengkajian eliminasi urine dan eleminasi feses. Pada eliminasi alvi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Sedangkan pada eliminasi urine terjadi infeksi perkemihan, retensi urine, batu ginjal (Roy &

Andrew 1999 dalam jurnal Irawaty, 2012).

3. Pola tidur dan istirahat

Pada pola ini dilakukan pengkajian yang meliputi pola tidur, kebiasaan sebelum tidur dan masalah dalam tidur seperti terdapat nyeri, sering terbangun karena mimpi buruk, sulit tidur, tidak merasa segar setelah bangun.

4. Pola aktivitas dan personal hygiene

Dalam beraktivitas klien mengalami kesulitan melakukan gerakan karena pada pasien hemiplegia akan mengalami kelumpuhan pada salah satu anggota gerak sedangkan pada pasien hemiparesis rentang dalam bergerak karena salah satu tangan, kaki atau wajah mengalami kelumpuhan (Hello sehat, 2018).

5. Pola seksualitas/ reproduksi

Pengkajian ini dilakukan untuk mengetahui siklus haid, usia menarche, haid terakhir, masalah dalam menstruasi, penggunaan kontrasepsi sebelumnya, pemeriksaan payudara mandiri dan masalah seksual klien yang berhubungan dengan penyakit.

h. Pemeriksaan Fisik 1. Kesadaran

Pada pasien stroke biasanya mengalami tingkat kesadaran somnolen dengan GCS 10-12 pada awal terserang stroke (Tarwoto, 2013).

2. Tanda-Tanda Vital 3. Rambut

Biasanya kepala kotor, berketombe, penyebaran rambut tidak merata.

4. Wajah

(30)

Biasanya wajah nyeri pada satu sisi, wajah terlihat miring, dan wajah pucat. saat pasien stroke menggembungkan pipi makan terlihat tidak simetris kiri dan kanan tergantung lokasi kelemahan dan saat diminta mengunyah pasien akan mengalami kesulitan dalam mengunyah.

5. Mata

Biasanya pada pasien stroke konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, kelopak mata tidak terdapat edema.

6. Hidung

Pada pasien stroke biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, dan tidak ada pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksaan nervus I (olfaktorius): terkadang pasien tidak bisa menyebutkan bau yang diberikan perawat namun juga ada yang bisa, dan biasanya ketajaman penciuman pasien antara kiri dan kanan berbeda.

7. Mulut dan gigi

Biasanya pada pasien stroke akan mengalami masalah pada bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering, peradangan pada gusi. Pada pemeriksaan nervus VII (facialis): biasanya lidah dapat mendorong pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis dan asin. Pada nervus IX (glossofaringeal): biasanya ovula yang terangkat simetris, mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat merasakan rasa pahit dan asam. Pada nervus XII (hipoglasus): pada pasien stroke biasanya dapat menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat bicara.

8. Telinga

Biasanya daun telinga kiri dan kanan sejajar. Pada pemeriksaan nervus VIII (Auditori): biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari dari perawat hal tersebut tergantung dengan lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat mendengarkan jika suara keras dan dengan artikulasi yang jelas.

9. Leher

(31)

Pada pemeriksaan nervus X (vagus): biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan menelan. Pada pemeriksaan kaku kuduk biasanya positif dan bludzensky 1 positif.

10. Thorak a. Paru-paru

Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan

Palpasi : biasanya vocal fremitus sama antara kiri dan kiri Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)

Auskultasi : biasanya suara normal (vesikuler) b. Jantung

Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat Palpasi : biasanya ictus cordis teraba Perkusi : biasanya batas jantung normal Auskultasi : biasanya suara vesikuler 11. Abdomen

Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites

Auskultasi : biasanya bising usung pasien tidak terdengar.

Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar Perkusi : biasanya terdapat suara tympani 12. Ekstremitas

a. Atas

Pada pasien stroke terpasang infus bagian dextra/sinistra. CRT (Cathode Ray Tube) pada pasien biasanya normal yaitu < 3 detik.

b. Bawah

Saat pemeriksaan reflek pada penderita stroke, biasanya saat pemeriksaan bluedzensky I kaki kiri pasien fleksi (bluedzensky positif). Saat pemeriksaan telapak kaki digores biasanya jari tidak mengembang (reflek babinsky positif). Dan pada saat dilakukan reflek patella biasanya fremur tidak bereaksi saat di ketukan (reflek patella positif). Sedangkan pada pasien stroke hemiparesis

(32)

didapatkan salah satunya kaki menjadi lemah tetapi tidak sepenuhnya.

4.3.2 Diagnosa Keperawatan

a. Resiko perfusi serebral tidak efektif dd embolisme b. Gangguan mobilitas fisik bd Penurunan kekuatan otot c. Resiko jatuh dd kekuatan otot menurun

4.3.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Kriteria dan hasil Intervensi

1. Resiko perfusi serebral tidak efektif dd embolisme

Setelah dilakukan tindakan Keperawatan 3x 24 jam diharapkan perfusi jaringan serebral pasien menjadi efektif dengan kriteria hasil :

a. Tingkat kesadaran kognitif meningkat b. Gelisah menurun c. Tekanan intrakranial

menurun

d. Kesadaran membaik

Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial Observasi

a. Identikasi penyebab peningkatan TIK

b.Monitor tanda/gejala peningkatan TIK

c. Monitor MAP, CVP, PAWP, PAP, ICP, dan CPP, jika perlu d.Monitor gelombang ICP e. Monitor status pernapasan f. Monitor intake dan output cairan g.Monitor cairan serebro- spinal

Terapeutik

a. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang

b. Berikan posisi semi fowler c. Hindari manuver Valsava d. Cegah terjadinya kejang

(33)

e. Hindari penggunaan PEEP f. Atur ventilator agar PaCO2

optimal

g. Pertahankan suhu tubuh normal

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu b. Kolaborasi pemberian diuretik

osmosis

2 Gangguan

mobilitas fisik bd Penurunan

kekuatan otot

Setelah dilakukan tindakan Keperawatan 3x 24 jam diharapkan mobilitas fisik meningkat dengan kriteria hasil :

a. Pergerakan ekstremitas meningkat

b. Kekuatan otot meningkat c. Gerakan terbatas

menurun

Dukungan mobilisasi Observasi

a. Identifikasi adanyanyeri atau keluhan fisik lainnya

b. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan

c. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum

memulai mobilisasi

d. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi

Terapeutik

a. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu

b. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu c. Libatkan keluarga untuk

membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan

(34)

Edukasi

a. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi

b. Anjurkan melakukan mobilisasi dini

c. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis.

Duduk di tempat tidur) 3. Resiko jatuh dd

kekuatan otot menurun

Setelah dilakukan tindakan Keperawatan 3x 24 jam diharapkan resiko jatuh tidak ada dengan kriteria hasil :

a. Kejadian cedera menurun

Pencegahan Cidera Observasi

a. Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cidera

b. Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastis pada ekstremitas bawah

Terapeutik

a. Sediakan pencahayaan yang memadai

b. Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan rawat inap

c. Sediakan alas kaki antislip d. Sediakan urinal atau urinal

untk eliminasi di dekat tempat tidur, Jika perlu

e. Pastikan barang-barang pribadi mudah dijangkau f. Tingkatkan frekuensi

(35)

observasi dan pengawasan pasien, sesuai kebutuhan

Edukasi

a. Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan keluarga

b. Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk beberapa menit sebelum berdiri

Edukasi Keselamatan Lingkungan

Observasi

a. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

b. Identifikasi kebutuhan keselamatan berdasarkan tingkat fungsi fisik, kognitif dan kebiasaan identifikasi bahaya keamanan di lingkungan (mis, fisik, biologi, dan kimia)

Terapeutik

a. sediakan materi dan media pendidikan kesehatan b. Jadwalkan pendidikan

(36)

kesehatan sesuai kesepakatan c. Berikan kesempatan untuk

bertanya

Edukasi

a. Anjurkan menghilangkan bahaya lingkungan

b. Anjurkan menyediakan alat bantu (mis. pegangan tangan, keset anti slip)

c. Anjurkan menggunakan alat pelindung (mis. restrain, rel samping, penutup pintu, pagar, pintu gerbang)

d. Informasikan nomor telepon darurat

e. Anjurkan melakukan program skrining lingkungan (mis, timah, radon)

f. Ajarkan Individu dan kelompok berisiko tinggi tentang bahaya lingkungan

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Florincen, P. (2021). Asuhan keperawatan lansia pada klien dengan stroke non hemoragik di wilayah kerja puskesmas karya wanita pekanbaru (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Riau).

Putri, P. R., & Hanisa, S. N. (2022). Asuhan Keperawatan Gerontik Gangguan Mobilitas Fisik Pada Ny. E Dengan Diagnosa Stroke Non Haemoragic di Desa Pasirgombong Cikarang Utara Tahun 2021.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta Selatanj: DPP PPNI.

Referensi

Dokumen terkait

Definisi Stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan tanda dan

Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum. Sebagian besar perdarahan

Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak

#emoragik serebral (pecahnya pembuluh darah serebral sehingga terjadi perdarahan ke dalam jaringan otak atau area sekitar!, hemoragik dapat terjadi di epidural, subdural, dan

11 Stroke Hemoragik dan Stroke Iskemik Stroke heamoragik terjadi pendarahan spontan di dalam otak atau kurangnya pasokan darah yang memadai ke otak, stroke iskemik akibat 7 dari

Pada seseorang yang mengalami stroke hemoragik, perdarahan intrakranial mengakibatkan darah yang mengalir dalam arteri intrakranial dipaksa masuk ke dalam jaringan otak, merusak neuron

Makalah askep tentang penyakit stroke hemoragik pada usia

Dokumen ini membahas asuhan keperawatan pada pasien stroke hemoragik dengan risiko perfusi serebral tidak efektif di ruang ICU RSUD Dr. Soedirman