LAPORAN PRAKTIKUM
INSTRUMENTASI SUMBER DAYA IKAN 2024
Disusun Oleh :
Kelas : M01 Kelompok : 5
Asisten : Firyal Taufik Dhafiri
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2024
KARTU ASISTENSI
PRAKTIKUM INSTRUMENTASI SUMBER DAYA IKAN 2024
Kelas : M01
Asisten : Firyal Taufik Dhafiri
No. Tanggal Keterangan TTD
1
2
3
Malang, ……Mei 2024 Koordinator Asisten
Firyal Taufik Dhafiri NIM.205080107111008
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis persembahkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa karena berkat rahmat-Nya akhirnya laporan praktikum ini dapat terselesaikan sehingga bisa menjadi tulisan guna memahami dan menganalisis tentang analisis fenetik dan filogenetik pada spesies ikan.
Tidak lupa ucapan terimakasih kepada tim asisten praktikum karena telah membantu dan membimbing kami dalam menyusun laporan praktikum ini. Melalui laporan praktikum ini, penulis berharap dapat memberikan wawasan yang mendalam tentang proses analisis fenetik dan filogenetik pada spesies ikan.
Akhir kata, penulis memohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam laporan praktikum ini. Terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan laporan praktikum ini, serta kepada pembaca yang telah meluangkan waktu untuk membaca dan memahami isi dari laporan praktikum ini. Semoga laporan praktikum ini dapat memberikan informasi dan pemahaman yang lebih dalam analisis fenetik dan filogenetik pada organisme.
Malang, 13 Mei 2024
Kelompok 5
iv
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Tujuan ... 4
1.4 Waktu dan Tempat ... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Ikan yang Dipakai ... 6
2.1.1 Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ... 6
2.1.2 Ikan Mas (Cyprinus carpio) ... 8
2.2 Hubungan Kekerabatan antar organisme ... 10
2.2.1 Metode Fenetik ... 10
2.2.2 Metode Filogenetik ... 12
BAB III. METODOLOGI ... 16
3.1 Alat dan Bahan ... 16
3.2 Analisa prosedur ... 17
3.2.1 Analisis Fenetik Menggunakan Software ... 17
3.2.2 Analisis Filogenetik Menggunakan Software ... 18
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22
4.1 Hasil Pengamatan Kekerabatan Secara Fenetik ... 22
4.2 Pengamatan Kekerabatan Secara Filogenetik ... 25
4.2.1 Analisis Filogram ... 27
4.2.2 Komposisi Basa Nukleutida dan Jarak Genetik ... 30
4.3 Hasil Analisis Haplotype Network ... 34
BAB V. PENUTUP ... 37
v
5.1 Kesimpulan ... 37 5.2 Saran ... 38 LAMPIRAN ... 42
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jarak genetik Ikan Mas ... 30 Tabel 2. Komposisi basa nukleotida pada sekuen sampel Ikan Mas ... 31
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Oreochromis niloticus (WORMS, 2024) ... 6
Gambar 2. Cyprinus carpio (WORMS, 2024) ... 8
Gambar 3. Analisis fenetik menggunakan software ... 17
Gambar 4. Analisis filogenetik menggunakan software ... 19
Gambar 5. Analisis Haplotype Network menggunakn software ... 21
Gambar 6. Hasil Pengamatan secara Fenetik ... 22
Gambar 7. Pohon filogenetik ... 27
Gambar 8. Haplotype Network Cyprinus carpio ... 34
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Pengukuran Ikan ... 42
Lampiran 2. Data Hasil Pengukuran Morfometrik ... 47
Lampiran 3. Komputasi Fenogram ... 47
Lampiran 4. Pencarian sekuen di konsorsium bank DNA ... 47
Lampiran 5. Data sekuens yang dipakai (txt) ... 48
Lampiran 6. Hasil Pensejajaran pada software mega (Screenshot) ... 48
Lampiran 7. Hasil Pohon Filogenetik ... 55
Lampiran 8. Komposisi basa nukleotida dan jarak genetik... 56
Lampiran 9. Analisis Haplotype Network pada software popart ... 57
Lampiran 10. Lembar Kontribusi ... 57
1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bioinformatika merupakan cabang baru ilmu yang menggabungkan biologi, komputer, sistem informasi, matematika, kedokteran, fisika, kimia dan statistik, dimana umumnya digunakan untuk memahami dan menganalisis data biologis.
Bioinformatika secara umum berarti suatu ilmu yang menggambarkan penggunaan metode komputasi untuk meneliti data biologis. Bioinformatika memegang peranan penting dalam memahami struktur, fungsi, dan evolusi makhluk hidup (Maisa, 2019). Peran bioinformatika bagi ilmuan yakni dapat digunakan untuk mengidentifikasi gen, memahami peran protein, dan mengurai kompleksitas sistem biologis. Terdapat banyak sekali penelitian yang menerapkan bioinformatika di berbagai bidang seperti di bidang pertanian, kesehatan, dan konservasi.
Bioinformatika di era modern, juga memainkan peran yang cukup penting dalam mengembangkan dan meningkatkan industri perikanan. Bioinformatika memungkinkan pemahaman yang lebih dalam mengenai genetika dan biologi ikan yang dapat berdampak pada produksi akuakultur yang lebih efisien dan berkelanjutan.
Bioinformatika dapat digunakan untuk memelihara lingkungan dengan menyimpan informasi genetik dari berbagai jenis organisme dan memungkinkan pelestarian keanekaragaman hayati. Pemusatkan suatu data genetik makhluk hidup, pencurian sumber daya hayati dapat dihindari dengan adanya bioinformatika. Penggunaan bioinformatika dalam konservasi mencakup metode eks-situ yang ikut serta membantu upaya pelestarian in-situ yang masih banyak menggunakan pendekatan konvensional. Pusat penyimpanan data genetik saat ini
2
yang bersumber dari seluruh dunia dapat ditemukan di International Nucleotide Sequence Database GenBank (USA), DNA Data Bank of Japan, European Molecular Biology Lab (German), Barcode of Life Database dan BOLD.
Bioinformatika juga memberikan platform yang menantang untuk mengembangkan dan menerapkan algoritma komputer serta perangkat lunak baru dalam memahami proses-proses biologis terutama dalam konteks pertanian dan sektor terkait, termasuk manusia. Penerapan yang efektif dari elemen-elemen bioinformatika mencakup evaluasi data dan interpretasi hasil yang relevan secara biologis, seperti data dari teknik sekuensing DNA generasi berikutnya, sekuensing protein, sekuensing RNA, profil ekspresi gen, jalur metabolisme, dan penanda molekuler.
Perangkat lunak dan teknologi sekuensing dalam bioinformatika telah mengubah paradigma penelitian dalam sektor akuakultur dan perikanan, memungkinkan penanganan masalah-masalah khusus yang terkait dengan bidang tersebut.
Teknik bioinformatika juga menjadi salah satu bidang yang sering digunakan dalam akuakultur untuk menganalisis penemuan penting dalam bidang perikanan terutama dalam menganalisis dan sekuensing urutan basa pada DNA, memprediksi struktur protein mulai dari struktur yang paling sederhana hingga yang paling kompleks, mampu membuat pohon filogeni (phylogenetic trees), mempelajari jalur metabolisme, regulasi dan ekspresi gen, dan lain beberapa fungsi lainnya (Dewi et al., 2021).
Software yang digunakan dalam bioinformatika dirancang untuk mengumpulkan dan menganalisis data multiomik (genomik, proteomik, transkriptomik, metabolomik) dalam jumlah besar dari teknologi terkini dalam menghasilkan suatu data pada kerangka kerja besar. Hal ini membantu dalam menghubungkan proses biologis kompleks dan memperoleh manfaat bagi peneliti dan mahasiswa dengan menginterpretasikan hasil dan hubungan antara sistem in-
3
vitro dan in-vivo. Kehadiran software yang ramah pengguna dan tersedia secara global penting bagi komunitas peneliti dan mahasiswa. Alat bioinformatika pada era modern ini terbagi menjadi beberapa kategori, termasuk analisis homologi dan kesamaan (dengan mengidentifikasi kemiripan urutan sekuens dan perbandingan fungsi database sekuens), analisis fungsi protein (dengan membandingkan urutan sekuens protein dengan database protein sekunder), analisis struktural (dengan membandingkan antara struktur utama dengan struktur database), dan analisis sekuens (dengan menganalisis keseluruhan bagian seperti analisis evolusi, identifikasi mutasi, dan daerah hydropath). Beberapa alat yang umum digunakan dalam bioinformatika perikanan dan akuakultur meliputi BLAST dan FASTA.
BLAST digunakan untuk membandingkan gen dan sekuens protein, sementara FASTA digunakan untuk membandingkan sekuens nukleotida atau peptida.
EMBOSS (The European Molecular Biology Open Software Suite) menjadi salah satu software yang dapat melakukan penyelarasan sekuens dan pencarian database dengan pola urutan yang sejalan dengan identifikasi protein dan analisis domain, analisis pola sekuens nukleotida dan analisis penggunaan kodon untuk genome kecil (Rana et al., 2020).
Bioinformatika merupakan sebuah disiplin yang memadukan berbagai bidang ilmu seperti biologi, komputer, matematika, dan kedokteran yang bertujuan untuk memahami dan menganalisis data biologis yang kompleks. Peranan dari bioinformatika sangat penting dalam mengungkap struktur, fungsi, dan evolusi makhluk hidup serta dalam mengidentifikasi gen dan memahami peran protein.
Penggunaan bioinformatika juga sering kali digunakan di berbagai bidang seperti pertanian, kesehatan, dan konservasi, serta memiliki dampak besar dalam industri perikanan. Proses penyimpanan informasi genetik dari berbagai organisme ini menjadikan bioinformatika memungkinkan pelestarian keanekaragaman hayati
4
dan membantu menghindari pencurian sumber daya hayati. Pengembangan algoritma dan perangkat lunak baru dalam bioinformatika mendukung pemahaman yang lebih baik tentang proses biologis, terutama dalam konteks pertanian dan sektor terkait. Melalui teknik bioinformatika, penelitian dalam akuakultur dapat semakin meningkat dengan kemampuan untuk menganalisis dan memprediksi struktur protein, membuat pohon filogeni, dan mempelajari regulasi gen. Software dan alat bioinformatika seperti BLAST, FASTA, dan EMBOSS menjadi sarana penting dalam pengumpulan, analisis, dan interpretasi data biologis secara efektif.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dalam Praktikum Instrumentasi Sumber Daya Ikan sebagai berikut:
1. Mengetahui analisis similaritas ikan menggunakan metode fenetik.
2. Mengetahui analisis similaritas organisme perairan menggunakan metode fiogenetik.
3. Mengetahui analisis haplotype network.
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari dilaksanakannya praktikum Instrumentasi Sumber Daya Ikan sebagai berikut.
1. Mahasiswa dapat memahami dan menginterpretasikan hubungan kekerabatan antara spesies yang satu dengan yang lain melalui kesamaan karakter fisik (morfologi) atau fenotipik antara entitas tanpa mempertimbangkan hubungan evolusioner sebenarnya.
2. Mahasiswa dapat memahami dan menginterpretasikan hubungan hubungan evolusi dan jarak genetik melalui metode komparasi
5
menggunakan materi genetik yaitu DNA, RNA, plasmid dan bagian kecil dari itu melalui pohon filogenetik yang mencerminkan hubungan evolusioner antara entitas.
3. Mahasiswa dapat memahami dan menginterpretasikan gambaran mengenai keragaman genetik dalam populasi, sejarah evolusi haplotype, dan migrasi atau persebaran populasi suatu organisme.
1.4 Waktu dan Tempat
Praktikum mata kuliah Instrumentasi Sumber Daya Ikan dilakukan secara luring dengan beberapa rangkaian acara. Acara 1 dilaksanakan di Laboratorium Hidrobiologi Divisi Sumberdaya Ikan yang bertempat di Gedung F Lantai 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya. Acara 2 dan 3 dilaksanakan di ruang kelas Gedung A Lantai 2.
6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan yang Dipakai
2.1.1 Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Gambar 1. Oreochromis niloticus (WORMS, 2024)
Menurut WORMS (2024), berikut adalah klasifikasi dari Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yaitu:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub-filum : Vertebrata
Kelas : Teleostei
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticu
Spesies ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah spesies air tawar yang masuk ke kelompok ikan cichlid yang hidup di Afrika, dibiakan untuk budidaya di daerah tropis dan sub-tropis dengan garis-garis berwarna cerah pada sirip ekornya (Vajargah, 2021). Ikan Nila menjadi salah satu komoditas perikanan yang
7
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia untuk memenuhi kebutuhan protein hewani karena memiliki daging yang tebal dan rasa yang enak sehingga sangat digemari masyarakat. Menurut Saputry dan Latuconsina (2022), ikan nila tergolong ikan omnivora (memakan beragam jenis makanan) dengan makanan utamanya adalah fitoplankton (planktivora). Ikan Nila memiliki tubuh yang memanjang dengan kepala yang relatif besar dan mulut terminal sehingga memungkinkan mereka untuk memakan berbagai jenis makanan termasuk plankton, krustasea dan serangga kecil. Jenis ikan ini juga memiliki warna yang bervariasi, dimulai dari abu- abu hingga biru kehijauan dengan corak dan belang yang menarik tergantung sub- spesies dan lingkungan hidupnya. Habitat hidup dari ikan ini biasanya di perairan tawar yang tenang seperti danau, kolam, sungai dan rawa-rawa.
Jenis ikan nila juga sangat berpotensi untuk dibudidayakan karena mudah beradaptasi pada kondisi lingkungan dengan kisaran salinitas yang luas.
Kemampuan adaptasi ikan nila terhadap berbagai kondisi lingkungan, telah membuat ikan ini menjadi ikan yang populer di dunia akuakultur. Di Indonesia sendiri, ikan nila sangat banyak dikonsumsi oleh masyarkat dan memiliki tingkat efisiensi pakan cukup tinggi yakni sebesar 74, 24 % dan tingkat kelangsungan hidup sebesar 94,93% (Paradhiba et al., 2023). Budidaya secara luas ikan nila ini bahkan umum ditemukan di lebih dari 100 negara. Keberhasilan budidaya ikan nila ini tidak hanya disebabkan oleh kemampuan adaptasi saja, tetapi juga karena pertumbuhannya yang cepat, nilai nutrisnya yang tinggi serta daya tahan terhadap penyakit. Menurut Haygood dan Jha (2018), ikan ini menjadi sangat luas dibudidakan permintaan ikan yang terus meningkat karena populasi manusia yang terus meningkat.
Ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah spesies air tawar yang populer di dunia akuakultur karena kemampuannya beradaptasi dengan luasnya kisaran
8
salinitas dan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi. Memiliki tubuh memanjang, kepala besar, dan mulut terminal, mereka memakan berbagai jenis makanan, termasuk fitoplankton, krustasea, dan serangga kecil. Variasi warna tubuhnya, dari abu-abu hingga biru kehijauan, menarik dan sesuai dengan lingkungan hidupnya di perairan tawar yang tenang. Di Indonesia, konsumsi ikan nila tinggi karena efisiensi pakan mencapai 74,24%. Budidaya ikan nila umum di lebih dari 100 negara sebagai solusi untuk memenuhi permintaan protein hewani yang terus meningkat seiring pertumbuhan populasi manusia.
2.1.2 Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Gambar 2. Cyprinus carpio (WORMS, 2024)
Menurut WORMS (2024), berikut adalah klasifikasi dari Ikan Mas (Cyprinus carpio) yaitu:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub-filum : Vertebrata
Kelas : Teleostei
Genus : Cyprinus
9 Spesies : Cyprinus carpio
Ikan Mas (Cyprinus carpio) adalah salah satu jenis ikan yang populer di kalangan masyarakat. Jenis ikan ini berasal dari Asia Timur dan Tenggara tetapi hingga saat ini tersebar di seluruh dunia. Ikan mas memiliki tubuh yang panjang silindris dan sirip punggung serta umumnya memiliki warna yang bervariasi seperti kuning keemasan atau oranye, putih, merah hingga hitam. Beberapa keunggulan dari ikan mas ini diantaranya adalah harga yang terjangkau, kemudahan dalam budidaya, pertumbuhan yang cepat, kandungan protein yang tinggi, kekebalan terhadap penyakit hingga toleransi yang baik terhadap perubahan suhu lingkungan (Hamsir dan Lamadi, 2024). Menurut Subekti et al., (2016), pengembangan usaha pembenihan ikan mas (Cyprinus carpio) di tambak layak secara ekonomi bahkan mampu memberikan keuntungan finansial bagi pembudidaya di masa depan. Ikan mas umumnya hidup sebagai omnivora yang memakan plankton, larva serangga, tanaman air dan detritus. Selain digunakan sebagai konsumsi, jenis ikan mas ini juga sangat populer untuk ikan hias.
Ikan Mas (Cyprinus carpio) merupakan spesies tetraploid dalam famili Cyprinidaer dengan jumlah kromosom diploid sekitar 104 dan 50-52% dari mamalia berplasenta. Kegiatan budidaya ikan mas ini menjadi sangat menjanjikan sehingga mampu menyebabkan ikan mas menjadi komuditas perikanan Indonesia yang banyak cukup menjanjikan untuk dibudidayakan dengan adanya variasi jumlah nukleous per sel sehingga mampu menghasilkan ukuran tubuh serta inti dan isi sel yang lebih besar (Svitri et al., 2022). Selain itu, kemampuan adaptasi yang tinggi dan pertumbuhan yang cepat yang dimiliki ikan ini, menjadikan ikan mas sebagai pilihan utama dalam budidaya perikanan di berbagai wilayah.
Menurut Wulansari et al., (2018), ikan mas Cyprinus carpio banyak dibudidayakan karenan ketahanannya terhadap serangan ektoparasit yang menyebabkan
10
kerugian finansial bagi Sebagian petani atau pembudidaya. Keunggulan ini ditambah juga dengan adanya teknik budidaya yang semakin canggih sehingga mampu meningkatkan produktivitas dan kualitas ikan mas secara signifikan dan menjadi sumber protein yang penting bagi masyarakat.
Ikan Mas (Cyprinus carpio) merupakan salah satu jenis ikan yang sangat diminati secara ekonomi dengan budidaya ikan mas menjadi sumber pendapatan yang signifikan bagi banyak pembudidaya. Keuntungan finansial yang dihasilkan dari usaha budidaya ini telah meningkatkan minat pembudidaya untuk terlibat dalam industri perikanan. Budidaya ikan mas dapat dianalisis bahwa terdapat variasi genetik yang menyebabkan variasi dalam ukuran tubuh dan inti sel, menambah keragaman dalam produk budidaya tersebut. Keunggulan adaptasi dan pertumbuhan yang cepat dari ikan mas menjadikannya pilihan yang menarik bagi pembudida karena dapat tumbuh dengan baik dalam berbagai kondisi lingkungan. Selain itu, kemampuan ikan mas dalam melindungi diri dari serangan ektoparasit membantu mengurangi potensi kerugian finansial yang dapat ditimbulkan oleh penyakit dan parasit. Kemampuan perlindungan ini menjadikan pembudidaya dapat menjaga kesehatan populasi ikan mereka dengan lebih baik.
Teknologi budidaya yang semakin canggih juga telah berkontribusi dalam meningkatkan produktivitas dan kualitas ikan mas secara keseluruhan, membantu memastikan bahwa ikan mas tetap menjadi sumber protein yang penting bagi masyarakat.
2.2 Hubungan Kekerabatan antar organisme 2.2.1 Metode Fenetik
Metode fenetik merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui perbedaan, persamaan dan kekerabatan suatu organisme atau spesies. Metode fenetik dapat disebut juga dengan taksonomi numerik dan
11
morfometrik. Metode fenetik dapat dibangun dengan analisis cluster dari konsensus atau konfigurasi rata-rata landmark masing-masing spesies yang sedang dikaji (Ibanez dan Jawad, 2018). Metode fenetik ditentukan dengan cara membandingkan persamaan dan perbedaan ciri, baik morfologi maupun anatomi yang dimiliki oleh masing-masing takson (Halimah dan Nursia, 2023). Metode fenetik tergolong metode yang cukup mudah dibandingkan dengan metode filogenetik. Hal tersebut dikarenakan pada metode fenetik data yang diperlukan cukup menggunakan data yang mudah diperoleh dengan instrumen sederhana.
Tujuan dari metode fenetik adalah membuat kelompok berdasarkan kesamaan secara keseluruhan sebanyak mungkin karakter.
Hubungan kekerabatan dianalisis untuk menentukan sejauh mana ketidakmiripan dari organisme/spesies dengan menghitung koefisien korelasi, indeks kemiripan, jarak taksonomi atau dengan analisis kelompok. Penentuan hubungan kekerabatan dengan metode fenetik ini didasarkan pada keadaan dimana banyaknya atau besarnya derajat persamaan yang ada antar organisme atau spesies (Laimeheriwa, 2017). Semakin banyak persamaan karakter yang dimiliki oleh keduanya menunjukkan hubungan kekerabatan yang dekat.
Sebaliknya, semakin sedikit persamaan yang dimiliki menunjukkan hubungan kekerabatan yang jauh. Hasil dari analisis fenetik tersebut ditunjukkan dengan dendogram atau disebut dengan fenogram. Informasi yang diperoleh dari hasil analisis fenetik tersebut dapat digunakan untuk mengetahui kondisi dan perubahan suatu spesies yang disebabkan oleh faktor lingkungan (Damayanti et al., 2022).
Metode fenetik merupakan metode yang digunakan untuk menganalisis hubungan kekerabatan suatu organisme/spesies dengan membandingkan persamaan dan perbedaan ciri morfologi maupun anatomi yang dimiliki. Metode analisis fenetik dinilai memiliki tingkat kesulitan yang lebih sedikit dibandingkan
12
dengan metode filogenetik. Guna menentukan hubungan kekerabatan dengan metode fenetik dasar utama yang digunakan adalah banyaknya tingkat persamaan antar organisme. Semakin banyak persamaan karakter yang dimiliki oleh spesies yang diamati menunjukkan kedua spesies memiliki hubungan kekerabatan yang dekat, dan begitupun sebaliknya. Hasil dari metode fenetik akan ditunjukkan dengan sebuah dendogram atau disebut fenogram.
2.2.2 Metode Filogenetik
Metode filogenetik merupakan metode komparasi menggunakan materi genetik, yaitu DNA, RNA, plasmid, dan bagian kecil dari itu. Selain untuk tujuan identifikasi, metode filogenetik dapat pula digunakan untuk mengetahui hubungan evolusi dan jarak genetik. Hal ini sangat penting dalam kajian filogeografi dan filogenomik. Berbagai jenis penelitian biologi molekuler sekarang mencakup filogenetik molekuler, biologi evolusioner, perkembangan biologi, dan populasi genetik (Tindi et al., 2017). Hampir semua model dalam filogenetik berasumsi bahwa situs atau kolom berbeda dalam penyelarasan adalah independen, kemungkinan ini adalah hasil dari kemungkinan pengamatan data di lokasi yang berbeda (Kapli et al., 2020).
Salah satu pendekatan yang paling sering digunakan dalam sistematika untuk memahami keanekaragaman makhluk hidup adalah filogenetika, yang merekonstruksi hubungan kekerabatan. Secara sistematika berusaha untuk memahami dan mendeskripsikan keanekaragaman organisme tertentu dan merekonstruksi hubungan mereka satu sama lain. Organisme yang akan hibridisasi harus memiliki hubungan evolusi atau kekerabatan yang kuat dalam filogenetika. Konteks ini menurut filogenetika, organisme harus memiliki hubungan monofiletik, yang berarti bahwa mereka berasal dari nenek moyang yang sama.
13
Sebaliknya, jika hubungan kekerabatan organisme yang akan hibridisasi tidak monofiletik, maka akan ada reaksi penolakan karena tidak ada kecocokan genetik, yang merupakan masalah umum dalam hibridisasi (Hidayat dan Pancoro, 2016).
Kekerabatan dalam pohon filogenetik yang dihasilkan dapat membantu mengenali kelompok spesies alami, mengeksplorasi pola evolusi karakter, dan merekonstruksi perluasan ekogeografis genus (Carrizo et al., 2016).
Analisis filogenetik merupakan salah satu metode yang paling sering digunakan dalam sistematika untuk memahami keanekaragaman organisme melalui rekonstruksi hubungan kekerabatan (phylogenetic relationship). Metode filogenetik, sekelompok organisme yang anggota nya memiliki banyak kesamaan karakteristik atau ciri dianggap memiliki hubungan yang sangat dekat dan diperkirakan diturunkan dari leluhur dan semua keturunannya akan membentuk sebuah kelompok monofiletik. Merekonstruksi hubungan evolusi dari kelompok- kelompok organisme biologi adalah salah satu tugas penting dari sistematika.
Hubungan evolusi yang dikonstruksi dengan baik dapat digunakan sebagai landasan untuk penelitian komparatif (comparative investigations), seperti dalam ekologi dan biogeografi. Tujuan sistematika adalah untuk menyimpan catatan tentang perubahan yang terjadi selama evolusi dan membuat sistem klasifikasi yang menggambarkan evolusi.
2.3 Analisis Haplotype Network
Haplotype network merupakan suatu metode representasi visual dari hubungan evolusi ataupun sejarah genetik antara berbagai haplotype (variasi urutan genetik) dalam satu atau beberapa spesies, dimana metode ini akan memvisualisasikan distribusi genetik dan geografis dari berbagai linie haplospecies, yang membantu dalam penelitian taksonomi dan biodiversitas suatu
14
spesies (Valkiunas et al., 2021). Pembuatan haplotype network melibatkan analisis data genetik untuk proses mengidentifikasi perbedaan urutan DNA antara individu atau populasi. Setiap simpul atau node dalam metode ini mewakili satu haplotype, sementara panjang dan pola garis antara simpul-simpul yang tervisualisasikan merepresentasikan jarak evolusi, berdasarkan jumlah mutasi atau perbedaan genetik yang terjadi. Haplotype network memungkinkan para peneliti untuk menggambarkan sejarah evolusi genetik dan hubungan antar individu atau populasi dengan cara yang visual dan intuitif. Haplotype network menjadi salah satu bentuk kemajuan di bidang genetika molekuler dalam wawasan mengenai sejarah evolusi genetik. Metode ini memberikan petunjuk mengenai sejarah populasi, migrasi, dan pola reproduksi yang mempengaruhi variasi genetik dalam spesies. Hasil interpretasi haplotype network dapat memberi wawasan mengenai keanekaragaman dan dinamika genetik dari suatu populasi berbagai spesies yang menjadi salah satu metode penting dalam penelitian di bidang genetika populasi dan memberi gambaran mengenai peradaban suatu evolusi.
Haplotype mengacu pada pola sekuens genetik yang terdapat pada satu kromosom berasal dari pasangan kromosom homolog. Haplotype menggambarkan suatu pola urutan khusus alel di sepanjang satu kromosom. Pola tersebut mencakup beberapa lokus atau gen pada suatu kromosom yang diwariskan bersama sebagai blok genetik. Keragaman haplotype mencerminkan sejarah evolusi dan warisan genetik suatu populasi. Haplotype yang berbeda dapat mengungkapkan informasi tentang asal usul dan migrasi manusia serta interaksi antara populasi yang berbeda. Menurut Wirdateti et al. (2015), fluktuasi tinggi rendahnya keragaman genetik dapat di analisa dan diindikasi melalui jumlah ataupun tingkat keragaman haplotype dan nukleotida. Keragaman haplotype hal yang alami dan penting dalam rentetan evolusi dan pewarisan genetik yang
15
memungkinkan adaptasi dan bertindak sebagai sumber informasi berharga berbagai bidang ilmu kehidupan.
Haplotype network merupakan metode visualisasi hubungan evolusi atau sejarah genetik antara haplotype pada satu spesies atau lebih dapat membantu dalam penelitian taksonomi dan keanekaragaman hayati suatu spesies.
Pembuatan haplotype network melibatkan analisis data genetik untuk mengidentifikasi perbedaan sekuens DNA antara individu atau populasi. Setiap simpul merepresentasikan haplotype, sedangkan panjang dan pola garis di antara simpul merepresentasikan jarak evolusi antar haplotype. Haplotype network memungkinkan para peneliti menggambarkan sejarah evolusi genetik dan hubungan antara individu atau populasi secara visual dan intuitif. Metode ini memberikan petunjuk tentang sejarah populasi, migrasi, dan pola reproduksi yang mempengaruhi variasi genetik dalam spesies. Hasil interpretasi haplotype network dapat memberikan wawasan tentang keragaman genetik dan dinamika suatu populasi dari berbagai spesies, serta memberikan gambaran tentang sejarah evolusi spesies. Haplotype network menunjukkan bahwa metode ini penting dalam penelitian di bidang genetika populasi dan genetika molekuler.
16
BAB III. METODOLOGI
3
.
1 Alat dan Bahan 3.1.1 AlatAdapun alat yang digunakan pada praktikum Instrumentasi Sumber Daya Ikan tahun 2024 pada acara 1, acara 2 dan acara 3 beserta fungsinya adalah sebagai berikut:
Penggaris / jangka sorong : Untuk mengukur morfologi ikan nila Bolpoin : Untuk mencatat hasil pengukuran
Kertas : Untuk mencatat hasil pengukuran
Laptop : Untuk pencatatan hasil pengukuran morfometrik dan analisa sekuens Past 4.16 : Untuk analisis data morfometrik guna
menemukan analisa fenetik Mega 11 : Untuk analisis data sekuens
DNAsp : Untuk analisis polimorfisme DNA
Popart : Untuk analisis haplotype
3.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum Instumentasi Sumber Daya Ikan tahun 2024 pada acara 1, acara 2 dan acara 3 beserta fungsinya adalah sebagai berikut:
17
Ikan : Sebagai objek penelitian untuk pengukuran mofometrik
Data sekuens : Sebagai objek penelitian untuk memahami struktur genetiknya
3.2 Analisa prosedur
3.2.1 Analisis Fenetik Menggunakan Software
Berikut dibawah ini merupakan skema kerja (flowchart) dari analisis fenetik menggunakan software:
Gambar 3. Analisis fenetik menggunakan software
Melakukan pengukuran morfometrik dan hasilnya dikompilasikan dalam satu tabel serta dibandingkan.
Membuka program PAST 4.03
Memilih row attributes dan column attributes degan cara diceklis
Paste tabel di bawah kolom nama lalu select all
Lakukan Block data dan pilih menu Multivariate, clustering, lalu classical clustering
Mengubah bootstrap menjadi 1000 pada Boot N, lalu compute
18
Berdasarkan skema tersebut, langkah awal proses analisis fenetik pada praktikum ini dilakukan dengan menggunakan suatu software yang bernama PAST 4.03. Analisis fenetik yang dilakukan ini dimulai dengan melakukan proses morfometrik pada ikan. Setelah itu, data dari pengukuran morfometrik yang sudah dikompilasikan ke dalam excel kemudian di copy terlebih dahulu. Proses selanjutnya yaitu memasukkan data pengukuran yang telah di copy ke dalam software yang dipakai dalam praktikum ini, yaitu PAST 4.03. Memilih kolom row attributes dan column attributes dengan cara di ceklis. Kemudian paste tabel di bawah kolom nama dan memilih pilihan select all. Tahap selanjutnya adalah memilih menu multivariate, lalu pilih pilihan clustering, dan classical clustering.
Setelah itu, proses terakhir yang dilakukan adalah mengubah bootstrap menjadi 1000, lalu compute.
3.2.2 Analisis Filogenetik Menggunakan Software
Berikut dibawah ini merupakan skema kerja (flowchart) dari analisis filogenetik menggunakan software:
Mencari 10 data sekuens di website NCBI
Buka aplikasi MEGA
Klik File -> Edit a Text File -> Copy sekuens -> Utilities -> Format Slected Sequens -> Remove spaces/digits -> Utilities -> Format Slected Sequens ->
Merge Multiple Lines -> Copy data yang muncul
Klik menu ALIGN -> Edit/Build Alignment -> Create a new alignment -> oke ->
DNA
Masukkan hasil copy data tahap sebelumnya -> Ubah nama sekuens -> Klik tanda + untuk menambahkan sekuens dan ulangi dari tahap ketiga
19
Gambar 4. Analisis filogenetik menggunakan software
Berdasarkan skema tersebut langkah awal yang harus dilakukan dalam proses analisis filogenetik menggunakan software adalah mencari 10 data sekuens dari website NCBI dan mendownload aplikasi MEGA. Tahap selanjutnya yaitu memasukkan data sekuens yang telah diperoleh ke aplikasi MEGA untuk diolah dengan tahapan seperti pada skema tersebut. Ketika semua data sekuens telah dimasukkan dan diolah, saat menuju tahap pembuatan pohon filogenetik ubah test phylogeny menjadi bootstrap 1000. Pada tahap akhir simpan file hasil alignment tersebut dalam bentuk format MEGA.
Klik ALIGNMENT -> Align by CrustalW -. Oke
Klik DATA -> Phylogenetic Analysis -> Yes
Klik menu PHYLOGENY -> Construct/Test Neighbor-Joining Tree -> Oke
Klik menu DISTANCE -> Compute Pairwise Distances -> Oke
Klik tanda TA -> Klik Statistics -> Nucleotide Composition -> Oke
File hasil alignment dapat disimpan dalam format MEGA atau klik DATA ->
EXPORT ALIGNMENT -> MEGA FORMAT
20
3.2.3 Analisis Haplotype Network Menggunakan Software
Berikut dibawah ini merupakan skema kerja dari proses analisis haplotype network menggunakan software:
Open Software DNA Sequence Polymorphism v6.12.03
Klik File -> Open Data File
Input Aligment Praktikum format MEGA
Klik File -> Save -> Export Data as Nexus File Format -> Rename “Aligment Nexus” -> Save
Klik Kanan Aligment Nexus File -> Open with Notepad
Analisis Sekuens TAXLABELS -> Copy Sekuens -> Paste diantara END; dan BEGIN CODONS;
Klik Enter disetelah END;
Open Tutorial POP ART dan Copy Paragraf BEGIN Traits
Paste di Notepad diantara END; dan Sekuens
Mengubah Dimensions NTRAITS dan Trait Labels sesuai Data Sekuens yang di Analisis
Open Software POP ART -> Klik File -> Klik Open Data -> Input Data Nexus -> Klik Open
21
Gambar 5. Analisis Haplotype Network menggunakn software
Skema kerja analisis haplotype network merupakan skema kerja dari proses analisis haplotype network menggunakan pertama dari DNA sp. Proses analisis haplotype network menggunakan software pertama DNA sp yang dimulai dari mengimpor data dari hasil alignment praktikum format MEGA pada bagian informasi data ke dalam format Nexus lalu di export dan mengubah nama file menjadi “aligment nexus” dan terakhir klik save. Tahap selanjutnya yaitu, buka aplikasi notepad untuk melakukan pembuatan traits blok untuk klasifikasi sesuai asal sekuensnya pada bagian TAX LABELS yang akan dianalisis lalu copy sekuens dan paste diantara END; dan BEGIN CODONS; dan klik enter di setelah END;. Tahap selanjutnya yaitu membuka aplikasi pop-art untuk menginput data Nexus ke dalam pop-art dengan copy paragraf BEGIN TRAITS dalam bentuk pdf dan tahap terakhir selanjutnya yaitu, melakukan analisis haplotype network dengan melakukan pilih file serta memilih export graphics dan terakhir save as type format PDF.
Klik Network -> Klik Minimum Spanning Network
Klik File -> Klik Export Graphics -> Save as Type Format PDF/PNG
22
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan Kekerabatan Secara Fenetik
Gambar 6. Hasil Pengamatan secara Fenetik
Hasil pengukuran morfometrik pada Ikan Nila 1 dan 2 menunjukkan tingkat perbedaan dengan fluktuasi indeks analisa ukuran yang beragam, tetapi tidak terlalu signifikan. Panjang dasar sirip anal (ABL) nila 1 yaitu 2,5 cm nila 2 yaitu 3,075 cm. Lebar badan (BW) nila 1 yaitu 2,2 cm nila 2 yaitu 2,53 cm. Panjang pangkal ekor (CPL) nila 1 yaitu 1,935 cm nila 2 yaitu 1,875 cm. Tinggi sirip dorsal (DFH) nila 1 yaitu 1,51 cm nila 2 yaitu 0,81 cm. Tinggi kepala (HD) nila 1 yaitu 4,615 cm nila 2 yaitu 4,825 cm. Lebar kepala (HW) nila 1 yaitu 2,615 cm nila 2 yaitu 2,7 cm. Panjang sirip ekor bagian bawah (LCLL) nila 1 yaitu 3,115 cm nila 2 yaitu 3,21 cm. Panjang sirip ekor ekor bagian atas (LUCL) nila 1 yaitu 3,2 cm nila 2 yaitu 3,4 cm. Panjang sebelum sirip anal (PAL) nila 1 yaitu 10,35 cm nila 2 yaitu 11,55 cm. Panjang sebelum sirip dorsal (PDL) nila 1 yaitu 5,325 cm nila 2 yaitu 5,435 cm. Panjang sirip perut (PVL) nila 1 yaitu 1,55 cm nila 2 yaitu 1,85 cm.
Panjang sungut moncong (SNBL) nila 1 yaitu 2,13 cm nila 2 yaitu 2,325 cm.
23
Panjang total (TL) nila 1 yaitu 19,2 cm nila 2 yaitu 19,6 cm. Tinggi badan (BD) nila 1 yaitu 6,045 cm nila 2 yaitu 6,7 cm. Tinggi pangkal ekor (CPD) nila 1 yaitu 2,02 cm nila 2 yaitu 2,13 cm. Panjang dasar sirip dorsal (DBL) nila 1 yaitu 8,64 cm nila 2 yaitu 9,07 cm. Diameter mata (ED) nila 1 yaitu 1 cm nila 2 yaitu 1,05 cm. Panjang kepala (HL) nila 1 yaitu 4,75 cm nila 2 yaitu 5,18 cm. Jarak antar mata (IW) nila 1 yaitu 2,265 cm nila 2 yaitu 2,31 cm. Panjang sirip ekor bagian tengah (LMCL) nila 1 yaitu 2,63 cm nila 2 yaitu 3,02 cm. Panjang sungut rahang atas (MXBL) pada ikan nila tidak ditentukan sebab ikan tersebut tidak memiliki sungut rahang atas, karena kebutuhan ekologis dan evolusi yang tidak mengharuskan adanya struktur tersebut. Panjang sirip dada (PCL) nila 1 yaitu 4,42 cm nila 2 yaitu 4,85 cm.
Panjang sebelum sirip perut (PPL) nila 1 yaitu 6,31 cm nila 2 yaitu 6,375 cm.
Panjang standar (SL) nila 1 yaitu 1,57 cm nila 2 yaitu 1,63 cm. Panjang moncong (SNL) nila 1 yaitu 1,115 cm nila 2 yaitu 1,435 cm.
Fenogram pada ikan yang digunakan saat praktikum instrumentasi sumber daya ikan menunjukkan adanya penggolongan menjadi kelompok ikan payau, laut, dan ikan air tawar. Hasil praktikum pengamatan kekerabatan ikan secara fenetik menunjukkan bahwa ikan nila 1 dan ikan nila 2 memiliki tingkat kekerabatan yang cukup dekat karena berada dalam satu nodus. Kekerabatan dekat juga ditunjukkan pada ikan nila 3 dan ikan nila 4 karena berada dalam satu cluster. Bootstrap pada setiap nodus internalnya menunjukkan nilai dukungan kuat dan keandalan tinggi bahwa cabang tersebut benar-benar mewakili hubungan evolusi yang sah.
Berdasar pada morfometriknya, ikan bandeng 1 2 dan 3 4 memiliki nodus yang sama tetapi dalam sister taxa yang berbeda, jadi ikan tersebut dalam spesies yang sama bandeng 1 dan bandeng 2 memiliki keterkaitan yang lebih erat dibanding dengan bandeng 3 dan bandeng 4. Kasus tersebut dapat disebabkan karena
24
adanya perbedaan ukuran ikan pada pengukuran ataupun human error, sehingga pada fenogram berada di sister taxa yang cukup jauh.
Similaritas pada setiap sempel yang dianalisa melalui hasil fenogram spesies ikan di atas menunjukkan adanya 2 kelompok besar. Konsep similaritas Sorgenfrei merupakan suatu metode yang diaplikasikan dalam menghitung seberapa miripnya dua distribusi probabilitas (Setiawan dan Wibisono, 2018).
Kelompok 1 diwakilkan ikan bandeng dan ikan tongkol yang berhabitat di air payau, dan ikan tongkol berhabitat di air laut, serta kelompok 2 diwakilkan ikan nila dan ikan lele yang berhabitat di air tawar. Nilai bootstrap yang ditunjukkan dari garis dendrogram ikan bandeng dan ikan tongkol rendah dapat disebabkan karena bentuk morfologi yang berbeda meskipun dengan kekerabatan yang dekat. Ikan tongkol memiliki bentuk morfologi yang berbeda akan tetapi satu garis terhadap ikan bandeng dan ikan bandeng. Ikan nila tidak memiliki garis keturunan terdekat dengan ikan lele karena memiliki nenek moyang yang sangat berbeda, yang menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki hubungan kekerabatan dekat dalam skala evolusi. Beberapa kesamaan adaptif dan habitat ikan nila dan lele berasal dari ordo yang sangat berbeda dan telah berevolusi secara independen selama jutaan tahun. Ikan bandeng memiliki nilai bootstrap 100 dan terhubung dengan semua jenis ikan lainnya. Bootstrap merupakan suatu bentuk pengulangan yang menghasilkan tingkat keseimbangan kekerabatan dalam suatu spesies yang dianalisis (Schwamborn et al., 2019). Pengulangan pada ikan bandeng terhadap pengujian yang dilakukan sebanyak 100 ulangan menghasilkan bootstrap 100%
dengan persamaan terhadap sesama jenis ikan antara ikan nila, lele, dan tongkol.
Analisa menunjukkan apabila jarak dekat dua garis horizontal, semakin dekat hubungan kekerabatan antara dua sampel tersebut.
25
4.2 Pengamatan Kekerabatan Secara Filogenetik
Penelitian guna menganalisa kekerabatan secara filogenetik ini menggunakan sekuens DNA dari berbagai sampel Cyprinus carpio yang berasal dari berbagai lokasi geografis. Data sekuens ini diambil dari bank data pada website NCBI dengan beberapa syarat yang harus dipatuhi. Sampel yang digunakan termasuk Cyprinus carpio voucher NF695 dari India dengan nomor akses JX983283, Cyprinus carpio voucher PHK7 juga dari India dengan nomor akses OR148071, dan Cyprinus carpio voucher PUL-HMA-Fish-716 dari Pakistan dengan nomor akses OP575589. Selain itu, pada penelitian juga memanfaatkan sekuens dari sampel Cyprinus carpio isolate SN_008 dan Cyprinus carpio isolate YY_005, keduanya berasal dari China dengan nomor akses MZ870717 dan MZ870714 secara berturut-turut. Selanjutnya, menggunakan sekuens dari Cyprinus carpio voucher Cy.ca0006 dan Cyprinus carpio voucher Cy.ca0001 cytochrome oxidase subunit 1 yang berasal dari Israel dengan nomor akses OQ992031 dan OQ992033. Data sekuens lainnya yakni menggunakan sekuens dari Cyprinus carpio isolate HAM22B-CARP-26D-COI cytochrome c oxidase subunit I dan Cyprinus carpio isolate HAM22B-CARP-26C-COI cytochrome c oxidase subunit I, keduanya berasal dari Canada dengan nomor akses OR081641 dan OR081640. Data sekuens terakhir yakni menggunakan sekuens dari Cyprinus carpio isolate YY_001 cytochrome oxidase subunit 1 yang berasal dari China dengan nomor akses MZ870710. Sekuens dari berbagai sampel yang berasal dari lokasi geografis yang berbeda bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang variasi genetik dalam populasi Cyprinus carpio.
Sekuens DNA yang diberikan mampu mewakili fragmen gen cytochrome c oxidase subunit 1 (COI) dari spesies ikan Cyprinus carpio yang sedang diteliti.
Menurut Bashir et al., (2015), wilayah gen COI (620 bp) cocok untuk karakterisasi
26
molekuler Cyprinus carpio, yang dapat melengkapi karakterisasi morfologi dan digunakan sebagai referensi dalam penelitian selanjutnya seperti genetika populasi dan analisis struktur stok. Setiap sekuens memiliki panjang sekitar 601 hingga 661 pasangan basa (BP). Salah satu contoh DNA sekuens yakni sebuah voucher dengan kode NF695 berasal dari India, sedangkan contoh lainnya, seperti PHK7, PUL-HMA-Fish-716, dan YY_001 masing-masing juga berasal dari India, Pakistan, dan China. Spesimen lainnya seperti SN_008, YY_005, Cy.ca0006, Cy.ca0001, HAM22B-CARP-26D-COI, dan HAM22B-CARP-26C-COI berasal dari China, Israel, dan Kanada. Sekuens COI ini memiliki makna molekuler yang signifikan dalam taksonomi ikan, memungkinkan identifikasi spesies dan analisis filogenetik. Proses pengumpulkan sekuens COI dari berbagai populasi dan lokasi geografis, penelitian dapat mendapatkan wawasan yang lebih dalam tentang keragaman genetik dalam spesies ini serta hubungan evolusioner antara populasi yang berbeda.
27 4.2.1 Analisis Filogram
Gambar 7. Pohon filogenetik
Praktikum pada acara 3 adalah proses visualisasi filogram dimana teknik ini berguna untuk menggambarkan hubungan evolusioner antara spesies atau sampel genetik dalam bentuk diagram berhimpun. Pada proses analisis filogenetik menggunakan algoritma Kimura 2-parameter, proses ini memperhitungkan laju substitusi antara translasi, yang terjadi antara purin ke purin (misalnya A ke G, atau C ke T), dan transveksi, yang terjadi antara purin dan pirimidin (misalnya A ke C, atau G ke T). Algoritma ini juga mempertimbangkan insersi dan delesi dalam urutan. Selain itu, algoritma Maximum Likelihood digunakan untuk memodelkan evolusi DNA dengan memperhitungkan jumlah perubahan basa yang terjadi dalam data sekuens. Analisis kekerabatan berdasarkan tipe perubahan atau perbedaan basa diimplementasikan dengan memperhitungkan keprimitifan basa di mana tujuannya adalah untuk memahami hubungan evolusioner antara sampel. Metode
28
bootstrap dengan 1000 replicates digunakan untuk menguji keandalan filogram.
Data sekuens yang digunakan dalam analisis ini adalah sekuens dari berbagai sampel Cyprinus carpio, dengan jumlah perubahan basa yang diperoleh sebanyak 100, dengan laju substitusi sebesar 0.0020. Proses ini akan memberikan wawasan yang mendalam tentang evolusi dan kekerabatan antara sampel-sampel tersebut berdasarkan perbedaan-perbedaan dalam urutan DNA mereka.
Analisis similaritas menggunakan algoritma Maximum Likelihood dan perubahan basa 100, serta analisis filogenetik dengan algoritma Kimura 2- parameter telah dilakukan terhadap sampel Cyprinus carpio dari berbagai lokasi yakni India, Pakistan, China, dan Israel, serta isolat dari Kanada. Hasilnya menunjukkan tingkat kesamaan yang tinggi antara sebagian besar sampel, terutama dalam sekuen gen cytochrome c oxidase subunit I (COI). Sekuen dari voucher NF695 (India), voucher PHK7 (India), dan voucher PUL-HMA-Fish-716 (Pakistan) menunjukkan identitas sekuen yang hampir sempurna, menandakan adanya hubungan dekat antara populasi ikan Cyprinus carpio dari India dan Pakistan. Sekuen dari isolat SN_008 (China) dan isolat YY_005 (China) juga menunjukkan tingkat kesamaan yang tinggi, menunjukkan kemiripan genetik antara populasi ikan Cyprinus carpio dari China. Menurut Putra et al., (2021), hubungan antara Cyprinus carpio di China sangat erat, dengan kekuatan percabangan 100% pada genom mitokondria. Isolat dari Israel (voucher Cy.ca0006 dan voucher Cy.ca0001) menunjukkan hubungan yang cukup dekat, menandakan adanya populasi yang serumpun di wilayah tersebut. Sementara itu, isolat dari Kanada (HAM22B-CARP-26D-COI dan HAM22B-CARP-26C-COI) menunjukkan keragaman genetik yang cukup signifikan dibandingkan dengan sampel lainnya, hal ini mungkin menandakan perbedaan genetik antara populasi ikan Cyprinus carpio di wilayah Kanada dengan yang di lokasi lain tempat
29
diperolehnya data sekuens. Menurut Xu et al., (2019), pola geografis yang berbeda pada populasi ikan mas di Eropa dan Asia memang telah diidentifikasi, bersama dengan varian gen yang terkait dengan adaptasi lingkungan yang dilakukan oleh spesies tersebut. Analisis filogenetik ini mengkonfirmasi hubungan yang ditemukan dalam analisis similaritas, menghasilkan pohon filogenetik yang mencerminkan sejarah evolusi dan hubungan antara sampel yang sedang dianalisis. Menurut Naz (2021), faktor-faktor yang mempengaruhi keragaman genetik pada populasi Cyprinus carpio meliputi tingkat keragaman genetik yang rendah hingga sedang, aliran gen yang maksimal, diferensiasi populasi yang lebih rendah, dan hambatan yang terjadi saat ini. Tetraonchus monenteron ITS1 (partial) and 18S rRNA (partial) menjadi spesies tertua atau purba sebab letaknya yang berada di urutan terbawah pohon filogenetik.
Analisis filogenetik dan similaritas genom Cyprinus carpio dari berbagai lokasi menunjukkan pola hubungan genetik yang menarik. Penggunaan algoritma Kimura 2-parameter dan Maximum Likelihood dalam analisis ini memungkinkan pemodelan evolusi DNA dengan memperhitungkan perubahan basa dan laju substitusi secara akurat. Hasil analisis mengungkapkan bahwa, meskipun populasi ikan Cyprinus carpio dari India, Pakistan, dan China menunjukkan tingkat kesamaan yang tinggi, terdapat perbedaan genetik yang mencerminkan sejarah evolusi dan adaptasi lokal. Selain itu, penggunaan metode bootstrap dengan 1000 replicates meningkatkan keandalan filogram dalam menggambarkan hubungan evolusioner antara sampel-sampel tersebut. Analisis filogenetik ini memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang sejarah evolusi dan kekerabatan antara sampel-sampel tersebut. Hal ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya tentang pola geografis dan faktor-faktor yang mempengaruhi keragaman genetik pada populasi ikan Cyprinus carpio.
30
4.2.2 Komposisi Basa Nukleutida dan Jarak Genetik
Tabel 1. Jarak genetik Ikan Mas
Pada tabel diatas dapat dilihat terdapat jarak genetik antara sampel dengan kerabat dekatnya yang dihitung menggunakan model perhitungan p-distance.
Jarak genetik ini kemudian dianalisis menggunakan model substitusi pairwise distance pada perangkat lunak yang bernama MEGA. Jarak genetik ini dapat menunjukkan kedekatan antara suatu individu spesies secara genetik. Hasil analisis jarak genetik dapat dilihat pada Tabel X, dimana sampel Cyprinus carpio jarak genetiknya dibandingkan dengan berbagai spesies Cyprinus carpio lainnya dari NCBI. Terdapat 10 sampel sekuens dengan DNA COI dari beberapa negara yang berbeda dan ditemukannya hasil bahwa semua sekuens tersebut memiliki jarak genetik yang sangat dekat. Nilai jarak genetik sampel Cyprinus carpio voucher NF695 dan Cyprinus carpio voucher PHK7 adalah 0.00, nilai jarak genetik kedua sampel tersebut juga sama dengan sampel Cyprinus carpio voucher PUL HMA Fish 716 yakni dengan nilai 0.00. Berdasarkan hasil analisis jarak genetik dapat diketahui bahwa jarak genetik terdekat adalah pada spesies Cyprinus carpio voucher Cy.ca0001 dengan spesies Cyprinus carpio voucher isolate HAM22B CARP 26D COI. Nilai jarak genetik kedua spesies tersebut yakni berada pada nilai 0.0057546354 (0,575%), dimana hal ini menunjukkan bahwa kekerabatan kedua spesies tersebut sangat dekat. Sampel Cyprinus carpio isolate HAM22B CARP
31
26C COI juga memiliki kekerabatan spesies yang hampir sama antar kedua spesies tersebut. Sedangkan, jarak genetik genetik terjauh terdapat pada masing- masing species Cyprinus carpio yakni spesies Cyprinus carpio isolate SN 008, Cyprinus carpio isolate YY 005, dan Cyprinus carpio isolate YY 001. Nilai jarak genetik pada ketiga spesies tersebut yakni 0.0196400334 (1,964%). Berdasarkan rata-rata hasil jarak genetik yang didapatkan dari keseluruhan sampel spesies Cyprinus carpio tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil jarak genetik antar semua spesies dalam satu grup tersebut menunjukkan klaster dari spesies yang sama atau satu jenis.
Tabel 2. Komposisi basa nukleotida pada sekuen sampel Ikan Mas
Hasil sekuen ekstraksi DNA sampel ditunjukkan dengan urutan basa nukleotida pada fragmen COI Ikan Mas atau Cyprinus carpio tersebut.
Berdasarkan hasil komposisi basa nukleotida pada posisi pertama, frekuensi yang paling banyak ditemukan adalah nukleotida Sitosin dengan persentase hasil berkisar antara 28 – 28.5 dengan nilai rata-rata sebesar (28.35%), sedangkan nukleotida Guanin memiliki frekuensi yang paling sedikit yaitu berkisar antara 16.1 - 17 dengan persentase nilai rata-rata sebesar (16.65%). Nilai komposisi basa nukleotida Timin berkisar antara 27.9 - 29 dengan nilai persentase rata-rata sebesar (28.25%). Hal ini menunjukkan bahwa basa nukleotida Timin memiliki nilai yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan komposisi basa nukleotida guanin.
32
Secara umum basa nukleotida Timin lebih umum digunakan untuk menganalisis genetik suatu spesies dibandingkan basa nukleotida Guanin. Selanjutnya, hasil komposisi basa nukleotida Adenin memiliki frekuensi nilai yang berkisar antara 26.6 - 26.9 dengan hasil persentase rata-rata sebesar (26.75%). Ditemukan juga hasil komposisi basa nukleotida A+T berkisar antara 54.5 - 55.9 dengan nilai persentase rata-rata (54.72%), sedangkan hasil komposisi basa nukleotida G+C berkisar antara 44.1 - 45.5 dengan persentase nilai rata-rata sebesar (45%).
Berdasarkan nilai persentase hasil menunjukkan bahwa komposisi basa nukleotida A+T lebih besar dibandingkan dengan komposisi basa G+C.
Berdasarkan nilai persentase komposisi basa nukleotida tersebut dapat diketahui bahwa dari 10 sampel sekuen gen COI dari setiap spesies Cyprinus carpio menunjukkan komposisi basa yang tidak beda jauh, hal tersebut menunjukkan bahwa setiap antar sekuens yang dianalisis memiliki komposisi basa nukleotidanya dalam beberapa negara yang berbeda.
Praktikum analisis filogenetik menggunakan perangkat lunak MEGA menunjukkan bahwa ikan mas dari 10 sampel sekuens dengan 10 negara yang berbeda memiliki hubungan kekerabatan yang dekat. Tidak ada perbedaan genetik yang signifikan antara sampel sekuens dari beberapa negara tersebut. Perbedaan jarak genetik yang dianalisis pada ikan mas dipengaruhi oleh faktor lingkungan sehingga mempengaruhi fenotipe pada ikan mas (Aryanto et al., 2018). Faktor lingkungan tersebut dapat diketahui seperti cuaca, musim, pakan, dan lain sebagainya, dimana pada setiap negara memiliki lingkungan yang berbeda-beda dan hal inilah yang menyebabkan perbedaan fenotipe pada suatu organisme walaupun spesiesnya sama. Pada proses analisis filogenetik, semakin besar nilai jarak genetik antar spesies maka semakin jauh kekerabatan spesies tersebut, begitu pula sebaliknya apabila nilai jarak genetik antar spesies semakin kecil maka
33
semakin dekat kekerabatan spesies tersebut (Fietri et al., 2021). Hal ini menunjukkan bahwa mereka memiliki lebih banyak perbedaan genetik dan kemungkinan berasal dari garis keturunan yang lebih berbeda atau telah berpisah dari nenek moyang yang sama lebih lama. Hasil analisis juga menunjukkan kesamaan dalam distribusi basa nukleotida di tiap negara. Persentase komposisi basa nukleotida pada daerah COI Cyprinus carpio menunjukkan dominasi sitosin, kemudian disusul oleh timin, adenin, dan guanin. Terdapat variasi yang berbeda dalam kandungan basa antar sekuens, namun perbedaan tersebut tidak terlalu signifikan. Perbedaan variasi tersebut dapat ditunjukkan pada bentuk fisik atau sifat organisme yang beragam, biasanya ditunjukkan dengan bentuk ukuran yang berbeda di wilayah yang berbeda walaupun spesiesnya sama (Lamichhaney et al., 2015). Variasi dalam basa nukleotida pada suatu organisme mempengaruhi bentuk fisik dan sifat-sifatnya karena variasi ini dapat mengubah urutan kode genetik yang menentukan asam amino dalam protein. Perubahan dalam urutan protein dapat mempengaruhi struktur dan fungsi protein, yang pada gilirannya mempengaruhi berbagai sifat biologis dan fisik suatu organisme.
34 4.3 Hasil Analisis Haplotype Network
Gambar 8. Haplotype Network Cyprinus carpio
Dari 10 anggota setiap haplotype pada sekuens yang dilakukan analisis terbentuk menghasilkan 4 haplotype baru dengan haplotype 3 terdapat bakteri pada Cyprinus yang sama saat dianalisis memiliki kekerabatan yang sama. Ukuran lingkaran yang mewakili frekuensi setiap haplotype terjadi karena semakin besar ukuran lingkaran, artinya dalam satu haplotype terdapat banyak sekuens bakteri.
Angka yang bernilai 0 diartikan sebagai tidak terdapat sekuens di haplotype tersebut dari negara. Hubungan dari analisis jumlah 4 haplotype memiliki hubungan yang selinear saat dianalisis kekerabtan nya sangat dekat. Contoh nya seperti 3 sekuens dari negara India, Pakistan, dan Israel yang memiliki lingkaran besar, 2 sekuens yang memiliki lingkaran sedang berasal dari China dan Canada, 1 sekuens yang memiliki 2 lingkaran kecil berasal dari negara India. Garis-garis penghubung menunjukkan jumlah mutasi antara haplotype nya. Perbedaan basa setiap haplotype memiliki sekuens komposisi basa nukleutida dimana Cyprinus carpio sp memiliki nukelutida A (Adenin), G (Guanin), dan T (Timin) yang
35
menhalami subtitusi diduga dapat digunakan sebagai penanda untuk membedakan spesies. Haplotype network dari 10 sekuens menjadi 4 haplotype berdasarkan sekuens gen COI. Haplotype ditunjukkan dengan bentuk lingkaran yang berbeda yaitu besar = 2 individu, kecil 1 individu). Percabangan antar haplotype ditunjukkan dengan subtitusi berdasarkan posisi aligment sekuens gen COI. Distribusi populasi pada persebara sekuens dapat dilihat dari warna lingkaran besar dan kecil yang memiliki perbedaan, yaitu menunjukkan lokasi asal bakteri mengikuti legenda pada gambar untuk menunjukkan perbedaan jumlah populasi spesies tersebut.
Analisis haplotype network merupakan metode yang populer untuk menganalisis hubungan antara urutan DNA dalam populasi atau spesies.
Haplotype organisme terdiri dari sekelompok alel yang ditransfer dari induk ke keturunannya (Akbar et al., 2020). Pemisah yang terlihat pada haplotype dipengaruhi oleh jarak genetik antara satu haplotype dengan haplotype yang lainnya (Nugroho et al., 2017). Banyak orang menggunakan struktur haplotype network untuk menganalisis dan memvisualisasikan hubungan antara rangkaian DNA dalam populasi atau spesies. Metode ini menghadapi beberapa kendala, seperti cara menghitung tautan alternatif di antara sekuens atau bagaimana memplot jaringan secara efektif sehingga mudah dibandingkan (Paradise, 2018).
Analisis haplotype network dapat digunakan untuk melihat konduktivitas genetik, dan isolasi populasi, serta hubungan sekuens dalam konteks evolusi. Gen sitokrom b Kartavtsev merupakan salah satu gen yang digunakan untuk mengetahui haplotype suatu spesies. Gen sitokrom b juga merupakan salah satu gen mitokondria yang memiliki variasi tinggi yang dapat digunakan untuk mempelajari masalah sistematik dari tingkat famili hingga spesies. Gen sitokrom b juga memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi asal-usul aliran gen yang terjadi
36
di antara populasi. Untuk menemukan hubungan atau konektivitas genetik dalam organisme, analisis keragaman genetik menggunakan rekonstruksi haplotype network untuk menunjukkan hubungan antara setiap haplotype.
37
BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada tujuan praktikum instrumentasi sumber daya ikan 2024 dapat ditariik beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. Metode fenetik termasuk dalam metode analisa yang digunakan untuk mengetahui hubungan kekerabatan yang mengacu pada persamaan maupun perbedaan karakteristik mofometrik yang tampak. Hubungan ini akan menggambarkan suatu klasifikasi fenetik yang ada dari tingkat similaritas (kemiripan) dari suatu individu dengan mempertimbangkan karakter fenotipnya. Pengukuran fenetik dilakukan dengan mengamati dan mengukur morfologi tubuhnya, seperti pada praktikum ini hasil pengukuran morfometrik menunjukkan adanya variasi antara ikan nila 1 dan ikan nila 2 pada berbagai parameter tubuh, meskipun perbedaannya tidak signifikan.
2. Metode filogenetik merupakan proses analisa kekerabatan dengan pendekatan ilmiah untuk membangun hubungan evolusioner antara organisme berdasarkan kesamaan dan perbedaan genetik mereka. Analisa ini bertujuan untuk menyusun hubungan filogenetik yang pada umumnya digambarkan dalam suatu garis yang bercabang yang disebut pohon filogenetik yang dalam praktikum ini diketahui menggunakan aplikasi MEGA. Analisis jarak genetik populasi Cyprinus carpio dari berbagai lokasi geografis menunjukkan kedekatan genetik yang tinggi. Meskipun terdapat beberapa variasi geografis, spesies Cyprinus carpio tetap memiliki kesamaan genetik yang signifikan di seluruh wilayah penyebarannya.
38
3. Haplotype network adalah proses analisa dari sekelompok alel dalam suatu organisme yang diwariskan dari induk atau nenek moyang terdahulu kepada keturunannya, dengan menganalisis dan memvisualisasikan hubungan antara urutan sekuen DNA di dalam suatu spesies atau populasi.
Analisis menggunakan 3 software MEGA, DNA SP, dan popART dimana didapati hasil perbedaan basa nukleotida dalam setiap haplotype. Analisis menunjukkan bahwa 4 haplotype memiliki hubungan yang selinear, dengan percabangan antar haplotype menunjukkan jumlah mutasi antara mereka.
5.2 Saran
Pada praktikum Instrumentasi Sumber Daya Ikan 2024 ini informasi yang disampaikan kurang begitu jelas dan untuk informasi asistensi juga sempat mendadak. Akibatnya para praktikan belum siap dan asistensi yang dilakukan kurang efektif. Saran untuk kedepannya informasi yang diberikan tidak mendadak dan informasi yang penting sebaiknya disampaikan langsung kepada seluruh praktikan karena terkadang informasi hanya diberikan kepada co kelompok, sehingga terkadang anggota kelompok masih bingung dengan informasi yang disampaikan.
39
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, N. N., Pertiwi, D., Zamani, N. P., Subhan, B., & Madduppa, H. H. (2020).
Studi pendahuluan genetika populasi ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) dari dua populasi di laut Kepulauan Maluku, Indonesia. Depik, 9(1), 95-106.
Ariyanto, D., Carman, O., Soelistyowati, D. T., Zairin Jr, M., & Syukur, M. (2018).
Karakteristik fenotipe dan genotipe lima strain ikan mas di Jawa Barat dan Banten. Jurnal Riset Akuakultur, 13(2), 93-103.
Bashir, A., Kumar, R., Bisht, B., Patiyal, R., Mir, J., & Singh, A. (2015). Molecular characterization of Cyprinus carpio var. communis and Carassius carassius from kashmir. SKUAST Journal of Research, 17, 1-7.
Carrizo García, C., Barfuss, M. H., Sehr, E. M., Barboza, G. E., Samuel, R., Moscone, E. A., & Ehrendorfer, F. (2016). Phylogenetic relationships, diversification and expansion of chili peppers (Capsicum, Solanaceae).
Annals of botany, 118(1), 35-51.
Damayanti, P., Bhagawati, D., & Setyaningrum, N. (2022). Identifikasi dan kekerabatan fenotipe ikan familia Cyprinidae asal Waduk Sempor, Jawa Tengah. EKOTONIA: Jurnal Penelitian Biologi, Botani, Zoologi dan Mikrobiologi, 7(1), 1-14.
Dewi, E. R. S., Widyastuti, D. A., & Nurwahyunani, A. (2021). Buku ajar bioteknologi. Universitas PGRI Semarang Press
Fietri, W. A., Rasak, A., & Ahda, Y. (2021). Analisis filogenetik Ikan Tuna (Thunnus spp) di Perairan Maluku Utara cenggunakan COI (Cytocrome Oxydase I).
BIOMA: Jurnal Biologi Makassar, 6(2), 31-39.
Halimah, P., & Nursia, N. (2023). Studi morfologi dan fenetik ikan sidat (Anguilla sp.) di Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara. Borneo Journal of Biology Education (BJBE), 5(1), 60-70.
Hamsir, W., & Lamadi, A. (2024). Pengaruh penambahan ekstrak buah pepaya muda terhadap tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan mas (Cyprinus carpio). Research Review: Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 3(1), 12- 19.
Haygood, A., & Jha, R. (2018). Strategies to modulate the intestinal microbiota of Tilapia (Oreochromis sp.) in aquaculture: a review. Reviews in Aquaculture, 10, 320-333. https://doi.org/10.1111/RAQ.12162.
Hidayat, T., & Pancoro, A. (2016). Ulasan kajian filogenetika molekuler dan peranannya dalam menyediakan informasi dasar untuk meningkatkan kualitas sumber genetik anggrek. Jurnal AgroBiogen, 4(1), 35-40.
40
Ibáñez, A. L., & Jawad, L. A. (2018). Morphometric variation of fish scales among some species of rattail fish from New Zealand waters. Journal of the Marine Biological Association of the United Kingdom, 98(8), 1991-1998.
Kapli, P., Yang, Z., & Telford, M. J. (2020). Phylogenetic tree building in the genomic age. Nature Reviews Genetics, 21(7), 428-444.
K., Wulansari, P., & Dewi, N. (2018). The host preference and impact of Argulus japonicus ectoparasite on cyprinids in Central Java, Indonesia. IOP Conference Series: Earth and Environmental
Laimeheriwa, B. M. (2017). Phenetic relationship study of gold ring cowry, Cypraea annulus (gastropods: cypraeidae) in Mollucas Islands based on shell morphological. Fisheries and Aquaculture Journal, 8(3), 1000215.
Lamichhaney, S., Berglund, J., Almén, M. S., Maqbool, K., Grabherr, M., Martinez- Barrio, A., ... & Andersson, L. (2015). Evolution of Darwin’s finches and their beaks revealed by genome sequencing. Nature, 518(7539), 371-375.
Maisa, B. A. (2019). Penggunaan workflows dalam aplikasi bioinformatika geneious untuk menganalisis data genomik. Jurnal Kesehatan Andalas, 8(1S), 47-50.
Naz, S. (2021). Molecular analysis revealed genetic decline in hatchery-produced Cyprinus carpio. Pakistan Journal of Agricultural Sciences.
Nugroho, E., Widiyati, A., Imron, I., & Kadarini, T. (2017). Keragaman genetik ikan nila GIFT berdasarkan polimorfisme mitokondria DNA d-loop. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 8(3), 1-6.
Paradhiba, A., Suhermansyah, S., & Mukti, R. (2023). Enlargement of tilapia (Oreochromis niloticus) in swift water ponds at the Bedegung Fish Seed Center, Muara Enim, South Sumatera. Acta Aquatica: Aquatic Sciences Journal.
Paradis, E. (2018). Analysis of haplotype networks: the randomized minimum spanning tree method. Methods in Ecology and Evolution, 9(5), 1308-1317.
Putra, E., Razak, A., & Sumarmin, R. (2021). Analisis Filogenetik Cyprinus carpio ruang lingkup Asia Timur dan Eropa berdasarkan genom mitokondria., 8, 166.
Rana, K. M. S., Ahammad, K., & Salam, M. A. (2020). Bioinformatics: scope and challenges in aquaculture research of Bangladesh-a review. International Journal of Agricultural Research, Innovation and Technology (IJARIT), 10(2), 137-145.
Saputry, A. M., & Latuconsina, H. (2022). Evaluasi pembenihan ikan nila (Oreochromis niloticus) di Instalasi Perikanan Budidaya, Kepanjen- Kabupaten Malang. JUSTE (Journal of Science and Technology), 3(1), 80- 89.