• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Ketertarikan Interpersonal Kelompok 5

N/A
N/A
Michelle Moudysherly Mahardddhika

Academic year: 2025

Membagikan "Makalah Ketertarikan Interpersonal Kelompok 5"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH PSIKOLOGI SOSIAL (PX 400 B)

“Chapter 11 : Attraction and Intimacy: Liking and Loving Others”

Dosen Pengampu:

Jusuf Tjahjo Purnomo, MA., Psikolog

Anggota Kelompok 5:

Antonia Sandra Putri Nastiti (802023246) Gloria Enggelina Gusti P (802023247) Michelle. M. T. Tumengkol (802023261) Michelle Moudysherly M (802023265) Damai Yuanita Utami (802023269)

FAKULTAS PSIKOLOGI PROGRAM STUDI PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA 2024

(2)

I. Apa yang Menimbulkan Persahabatan dan Ketertarikan?

1. Apa yang Mengarah pada Persahabatan dan Ketertarikan a. Kedekatan

Kedekatan salah satu prediktor kuat apakah dua orang berteman adalah kedekatan semata. Tetapi kedekatan juga dapat menimbulkan permusuhan; sebagian besar penyerangan dan pembunuhan melibatkan orang-orang yang tinggal berdekatan. Namun lebih sering, kedekatan menyulut rasa suka.

Mitja Back dan rekan-rekannya di Universitas Leipzig (2008) menegaskan hal ini dengan secara acak menugaskan siswa untuk duduk di pertemuan kelas pertama mereka, dan kemudian meminta masing-masing siswa melakukan perkenalan diri secara singkat kepada seluruh kelas. Satu tahun setelah penetapan tempat duduk satu kali ini, para siswa melaporkan persahabatan yang lebih besar dengan orang-orang yang baru saja terjadi, selama pertemuan kelas pertama itu, duduk di sebelah atau dekat mereka.

b. Interaksi

Interaksi memungkinkan orang untuk mengeksplorasi kesamaan mereka, merasakan kesukaan satu sama lain, dan menganggap diri mereka sebagai bagian dari unit sosial (Arkin &

Burger, 1980). Merasa dekat dengan orang yang dekat dengan orang sering menjadi melekat dan terkadang jatuh cinta dengan rekan rekan kerja.

Mengapa kedekatan melahirkan rasa suka? Salah satu faktornya adalah ketersediaan; jelas peluang untuk mengenal seseorang yang bersekolah di sekolah lain atau tinggal di kota lain lebih kecil. Tapi ada lebih dari itu. Kebanyakan orang lebih menyukai teman sekamarnya, atau yang berjarak satu pintu, daripada yang dua pintu jauhnya.

c. Antisipasi Interaksi

Kedekatan memungkinkan orang menemukan kesamaan dan bertukar imbalan. Namun sekadar mengantisipasi interaksi juga meningkatkan rasa suka. John Darley dan Ellen Berscheid (1967) menemukan hal ini ketika mereka memberikan informasi yang ambigu kepada para wanita di University of Minnesota tentang dua wanita lain, yang salah satunya mereka harapkan dapat diajak bicara secara intim.

Ketika ditanya seberapa besar mereka menyukai masing-masing orang,

(3)

para wanita tersebut lebih memilih orang yang ingin mereka temui.

Berharap untuk berkencan dengan seseorang juga meningkatkan rasa suka (Berscheid & lainnya, 1976).

Fenomena tersebut bersifat adaptif. Kesukaan antisipatif mengharapkan seseorang akan menyenangkan dan cocok meningkatkan peluang terbentuknya hubungan baru (Klein & Kunda, 1992; Knight & Vallacher, 1981; Miller & Mark, 1982). Adalah hal yang baik jika kita bias menyukai orang-orang yang sering kita temui, karena kehidupan kita dipenuhi dengan hubungan dengan orang-orang yang mungkin tidak kita pilih namun dengan siapa kita perlu terus berinteraksi. Menyukai orang-orang seperti itu tentu saja kondusif untuk hubungan yang lebih baik dengan mereka, dan pada gilirannya menghasilkan kehidupan yang lebih bahagia dan produktif.

d. Sekadar Memaparkan

Sekadar memaparkan merupakan suatu efek kecenderungan di mana suatu stimuli yang baru akan lebih disukai atau diberi nilai yang lebih positif setelah penilai secara berulang kali dihadapkan pada stimuli tersebut. Contohnya, Manusia cenderung menyukai lagu yang sedang trending oleh karena itu sering diputar.

Efek sekadar memaparkan memberikan warna terhadap penilaian kita kepada orang lain. Kita menyukai orang orang yang kita kenal (Swao, 1977). Kita menyukai orang asing yang tersenyum dibandingkan orang asing yang tidak tersenyum. Efek ini juga dapat menimbulkan sisi negatif, yaitu kecemasan terhadap hal-hal yang tidak dikenal. Contohnya, Ketika kita bertemu dengan orang baru yang wajahnya tidak bersahabat, kita akan cenderung merasa takut dan berprasangka buruk terhadap orang tersebut.

2. Daya Tarik Fisik

Fisik atau penampilan yang menarik dapat membuat orang lain memiliki persepsi yang baik juga dengan kita. Namun seperti pepatah “Don’t judge the book by its cover” menunjukkan bahwa fisik dan penampilan tentu menampilkan kualitas yang ada di dalam dirinya.

a. Ketertarikan dan Berkencan

Perempuan lebih memilih pasangan yang ramah dan hangat daripada pasangan yang menarik dan dingin dibandingkan laki-laki (Fletcher & lain-lain, 2004). Berdasarkan survei BBC Internet di

(4)

seluruh dunia terhadap hampir 220.000 orang, laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan yang menilai daya tarik sebagai hal yang penting dalam diri pasangan, sementara perempuan lebih mementingkan kejujuran, humor, kebaikan, dan ketergantungan (Lippa, 2007). “Secara keseluruhan wanita cenderung menyukai pria karena karakternya sedangkan pria cenderung menyukai wanita karena penampilannya”

b. Fenomena Pencocokan

Penelitian yang dilakukan oleh Bernard Murstein, mereka memasangkan seseorang dengan orang lain yang sama menariknya, dan hasilnya adalah terciptanya hubungan yang kuat. Ketika memilih teman dan khususnya memilih pasangan untuk menikah, orang cenderung memilih pasangan yang memiliki kecocokan yang baik.

c. Stereotip Daya Tarik Fisik

Stereotip daya tarik fisik yang dimaksud adalah mengansumsikan bahwa orang-orang yang cantik mempuyai sifat-sifat yang menarik. Berdasarkan penelitian Vicky Houston dan Ray Bull, saat berada di bus, baik wanita maupun pria menghindari duduk di samping orang yang penampilannya tidak baik. Hal ini masih melibatkan tentang stereotip daya tarik fisik.

Kesan pertama mengatakan bahwa daya tarik itu penting, jika semua hal dianggap sama, bukan berarti penampilan fisik selalu mengungguli kualitas lainnya. Beberapa orang menilai orang lebih dari yang lain berdasarkan penampilan mereka (Livingston, 2001). Apalagi daya tarik paling mempengaruhi kesan pertama. Tapi kesan pertama itu

(5)

penting dan hal ini semakin meningkat seiring dengan semakin banyaknya mobilitas masyarakat dan urbanisasi serta semakin cepatnya kontak dengan masyarakat (Berscheid, 1981). Orang yang berpenampilan menarik dihargai dan disukai, sehingga banyak orang yang lebih percaya diri dalam bersosialisasi. Berdasarkan analisis tersebut, yang penting bagi keterampilan sosial Anda bukanlah penampilan Anda, melainkan cara orang memperlakukan Anda dan perasaan Anda terhadap diri sendiri apakah Anda menerima diri sendiri, menyukai diri sendiri, dan merasa nyaman dengan diri sendiri.

d. Siapa Yang Menarik

Dalam budaya yang berbeda-berbeda, terdapat berbagai variasi mengenai orang seperti apa yang menarik. Namun, walaupun terdapat berbagai macam variasi, masih terdapat kesepakatan yang kuat antara dua hal mengenai siapa yang menarik dan siapa yang tidak menarik.

Penelitian juga menemukan bahwa, wajah yang menarik cenderung lebih disukai daripada wajah yang tidak menarik.

1) Evolusi dan Daya Tarik

Para psikolog dari perspektif evolusioner menjelaskan bahwa manusia memilih pasangan yang menarik berdasarkan istilah strategi reproduksi. Para psikolog memperkirakan bahwa tanda kecantikan secara biologis adalah informasi penting terkait kesehatan dan kesuburan

Para psikolog evolusioner berasumsi bahwa, evolusi membuat perempuan cenderung menyukai sifat-sifat pria yang menunjukkan kemampuan untuk menyediakan dan menjaga sumber daya. Ketika menilai pria sebagai calon pasangan, wanita lebih memilih pria yang terlihat sehat dan kuat. Hal ini masuk akal secara evolusioner, menurut Jared Diamond (1996): Pria gagah lebih disukai daripada pria kurus, karena dianggap lebih mungkin untuk mencari makan, membangun rumah, dan mengalahkan saingan. Namun, saat ini wanita lebih memilih pria dengan pendapatan tinggi (Singh, 1995).

2) Perbandingan Sosial

Daya tarik tidak semuanya berkaitan dengan biologis saja, daya tarik juga terkadang bergantung pada perbandingan standar kita.

(6)

Persepsi diri seseorang dapat dipengaruhi oleh perbandingan sosial terhadap orang lain, terutama dalam hal penilaian tubuh dan kecantikan. Setelah melihat seseorang yang sangat menarik dengan jenis kelamin sama, orang cenderung menilai dirinya sendiri kurang menarik dibandingkan setelah melihat orang biasa atau kurang menarik (Brown dkk., 1992; Thornton & Maurice, 1997). Perbandingan sosial lebih sering terjadi pada wanita, saat melihat wanita lain yang lebih menarik, mereka cenderung merasa kurang puas dengan tubuh mereka sendiri, hal ini membuat mereka merasa rendah diri dan tidak percaya diri. Perbandingan sosial juga membuat orang merasa kurang puas dengan penampilan mereka jika dibandingkan dengan orang lain yang lebih sempurna.

3) Daya Tarik Apa yang Kita Cintai

Kita tidak hanya merasa orang yang menarik lebih disukai, tetapi kita juga merasa orang yang kita sukai, menarik. Terkadang, ketika kita mulai menyukai seseorang, kekurangan fisiknya tidak lagi terlihat oleh kita. Kesamaan kita dengan seseorang juga membuat orang tersebut terlihat lebih menarik.

Cinta melihat keindahan. Semakin jatuh cinta seorang, semakin menarik secara fisik dia melihat orang tersebut (Price & lainnya, 1974). Semakin seseorang jatuh cinta kepada pasangannya, semakin tidak menarik orang lain baginya (Johnson & Rusbult, 1989; Simpson

& lainnya, 1990). Menurut Rowland Miller dan Jeffry Simpson (1990)

“Rumput tetangga lebih hijau, tetapi tukang kebun yang bahagia akan kurang mempedulikannya” Keindahan ada di mata orang yang melihatnya.

3. Kemiripan versus Saling Melengkapi a. Kesamaan Menghasilkan Hubungan

Eksperimen yang dilakukan oleh Donn Byrne dan rekan-rekannya (1971) menunjukkan bahwa semakin mirip sikap seseorang dengan sikap kita, semakin kita menyukai orang tersebut.

Pengaruh kesamaan terhadap rasa suka dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari.

(7)

● Penelitian yang dilakukan oleh Royce Lee dan Michael Bond di dua universitas di Hong Kong menemukan bahwa persahabatan teman sekamar berkembang cepat ketika mereka memiliki kesamaan nilai dan kepribadian, dan terlebih lagi ketika mereka menganggap teman sekamar mereka memiliki kesamaan.

● Ketika Peter Buston dan Stephen Emlen (2003) mensurvei hampir 1.000 mahasiswa, mereka menemukan bahwa keinginan untuk mendapatkan pasangan yang memiliki kesamaan jauh lebih besar daripada keinginan untuk memiliki pasangan yang tampan/cantik. Orang yang berorientasi pada keluarga menginginkan pasangan yang berorientasi pada keluarga juga.

● Studi tentang pengantin baru mengungkapkan bahwa sikap, sifat, dan nilai yang sama membantu menyatukan pasangan dan memprediksi kepuasan mereka (Gaunt, 2006; Gonzaga &

lainnya, 2007; Luo & Klohnen, 2005).

b. Perbedaan Menghasilkan Ketidaksukaan

Di dalam suatu kelompok, ketika mereka mengharapkan kesamaan, akan sulit bagi mereka menyukai seseorang dengan pandangan yang berbeda (Chen & Kenrick, 2002). Kemungkinan hal itu menjelaskan mengapa pasangan kencan dan teman sekamar menjadi lebih mirip dari waktu ke waktu dalam respon mereka terhadap peristiwa dan dalam sikap mereka (Anderson & lainnya, 2003; Davis & Rusbult, 2001). “Penyelarasan sikap” membantu meningkatkan dan mempertahankan hubungan yang erat, sebuah fenomena yang dapat membuat pasangan melebih-lebihkan kesamaan sikap mereka (Kenny & Acitelli, 2001; Murray & Acitelli, 2001).

Apakah persepsi orang terhadap orang dari ras yang berbeda mempengaruhi sikap rasial mereka? Apabila dalam suatu kelompok orang memandang “orang lain”, orang yang berbicara dengan cara berbeda, hidup dengan cara berbeda, berpikiran dengan cara berbeda, berpotensi terjadinya konflik. Kecuali, pada hubungan yang lebih intim, persepsi pada kesamaan pikiran terlihat lebih penting dibandingkan warna kulit. Orang putih cenderung lebih suka bekerja dengan orang kulit hitam yang memiliki pemikiran serupa daripada

(8)

orang kulit putih yang berbeda pikiran. Jika orang kulit putih melihat orang kulit hitam mendukung nilai-nilai mereka, sikap rasial mereka menjadi lebih positif.

c. Apakah Hal yang Berlawanan Menarik?

Apakah kita tidak tertarik pada orang yang kebutuhan dan kepribadiannya sesuai dengan kebutuhan dan kepribadian kita? Bahkan Reader's Digest mengatakan bahwa “hal yang berlawanan itu menarik”

(Jacoby, 1986). Kebanyakan dari kita dapat berpikir bahwa para pasangan memandang perbedaan mereka sebagai suatu keadaan yang saling melengkapi.

Saling melengkapi (complementarity) dalam suatu hubungan antara dua orang dianggap sebagai kecenderungan untuk saling melengkapi apa yang hilang dari yang lain. Studi menunjukkan bahwa orang cenderung menyukai dan menikahi orang yang memiliki kebutuhan dan kepribadian yang mirip. Dan kita cenderung tidak merasa tertarik pada orang yang menunjukkan sifat buruk kita. Peneliti David Buss meragukan bahwa saling melengkapi benar-benar ada, kecuali dalam hal jenis kelamin.

4. Menyukai Siapa yang Menyukai Kita

Rasa suka biasanya bersifat timbal balik. Kedekatan dan daya tarik mempengaruhi ketertarikan awal kita pada seseorang, kesamaan juga mempengaruhi ketertarikan dalam jangka panjang. Jika kita memiliki kebutuhan mendalam untuk disukai dan diterima, maka ada kecenderungan bahwa kita akan menyukai mereka yang menyukai kita. Eksperimen membenarkan ini, mereka yang diberitahu bahwa orang lain menyukai atau mengagumi mereka biasanya merasakan afeksi yang timbal balik (Berscheid

& Walster, 1978).

Penelitian oleh Ellen Berscheid dan rekannya (1969) menunjukkan para mahasiswa menyukai mahasiswa lain yang mengatakan delapan hal positif tentang mereka dibandingkan dengan mahasiswa yang mengatakan tujuh hal positif dan satu hal negatif. Kita cenderung lebih sensitif terhadap kritik daripada pujian. Menurut Larry L. King, ulasan negatif dapat berdampak lebih besar terhadap kita daripada ulasan positif.

(9)

Bahkan dalam menilai diri sendiri atau orang lain, informasi negatif memiliki bobot yang lebih besar. Hal ini karena informasi negatif lebih menarik perhatian. Baumeister dan rekannya menyimpulkan bahwa keburukan memiliki kekuatan yang lebih besar daripada kebaikan.

a. Atribusi

Ingratiation, yaitu penggunaan strategi, seperti pujian, yang digunakan orang untuk disukai orang lain. Tidak semua pujian memiliki efek yang sama. Jika pujian tidak sesuai dengan fakta, seperti saat seseorang berkata rambut kita terlihat bagus padahal sebenarnya sudah lama tidak dicuci, kita mungkin kehilangan rasa hormat pada yang memberi pujian dan meragukan motifnya. Eksperimen laboratorium juga membuktikan bahwa reaksi kita terhadap pujian bergantung pada atribusi kita, apakah kita mengatribusikan pujian untuk ingratiation dan karena ada motif tersembunyi? Jika demikian, maka pujian tersebut tidak akan memiliki daya tarik. Namun, jika tidak ada motif tersembunyi yang jelas, maka kita akan menerima pujian dengan baik dan merasa berbahagia.

b. Harga Diri dan Ketertarikan

Penelitian Elaine Hatfield (1965) meneliti apakah pengakuan orang lain penting bagi diri kita setelah kita tidak mendapatkannya.

Hatfield memberikan evaluasi positif atau negatif kepada beberapa wanita dari Universitas Stanford dan meminta mereka untuk menilai beberapa orang termasuk pria yang sebelumnya diperintahkan experimenter untuk mengajak para wanita mengobrol dan kencan (Tidak ada satupun yang menolaknya). Namun, setelah Hatfield menjelaskan eksperimennya kepada wanita-wanita tersebut, hasil menunjukkan tidak ada yang merasa terganggu oleh penurunan harga diri sementara atau kencan yang gagal.

Hal ini membantu menjelaskan mengapa orang terkadang jatuh cinta dengan penuh gairah setelah penolakan yang melukai ego.

Sayangnya, orang yang memiliki harga diri yang rendah cenderung meremehkan penghargaan yang diberikan oleh pasangan mereka.

Mereka juga memiliki pandangan negatif terhadap pasangannya dan karena itu merasa kurang bahagia dengan hubungan mereka (Murray &

(10)

lainnya, 2000). Oleh karena itu, penting untuk merasa nyaman dengan diri sendiri dan memiliki kepercayaan diri dalam hubungan, karena hal ini akan membuat kita lebih yakin dengan pasangan kita.

c. Memperoleh Penghargaan Orang Lain

Sebuah eksperimen dilakukan oleh Elliot Aronson dan Darwyn Linder (1965) menunjukkan bahwa orang cenderung menyukai orang lain lebih baik jika mereka awalnya tidak disukai dan kemudian disukai. Dalam eksperimen ini, 80 wanita Universitas Minnesota diperdengarkan serangkaian evaluasi tentang diri mereka sendiri yang diberikan oleh wanita lain. Beberapa wanita mendengar hal-hal positif tentang diri mereka, beberapa negatif, dan yang lainnya mendengar evaluasi yang berubah dari negatif ke positif dan sebaliknya. Hasil menunjukkan bahwa orang yang menjadi target evaluasi yang semula negatif dan berubah menjadi positif menjadi lebih disukai daripada mereka yang mendengar evaluasi yang konsisten positif atau negatif.

Dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa orang cenderung menghargai peningkatan pandangan positif dari orang lain terhadap diri mereka sendiri dan meningkatkan kecenderungan mereka untuk menyukai orang yang awalnya tidak menyukai mereka.

Aronson mengemukakan bahwa pengakuan yang berulang-ulang bisa menghilangkan maknanya. Dia menunjukkan bahwa ketika seseorang terus-menerus mengucapkan kata-kata pujian kepada pasangannya, hal itu memiliki dampak yang lebih kecil dibandingkan jika mereka mengatakan sesuatu yang negatif. Oleh karena itu, hubungan yang terbuka dan jujur di mana saling menghargai dan menerima satu sama lain namun tetap jujur lebih mungkin memberikan kepuasan jangka panjang daripada hubungan yang hanya menekankan emosi yang tidak menyenangkan. Dale Carnegie menyarankan untuk "mencurahkan pujian". Ketika hubungan semakin intim, kejujuran semakin penting. Orang-orang yang benar-benar menyukai satu sama lain akan memiliki hubungan yang lebih memuaskan dan menarik dalam jangka waktu yang lebih lama jika mereka mampu mengungkapkan perasaan positif dan negatif daripada hanya menjadi "positif" satu sama lain setiap saat.

(11)

Seseorang yang benar-benar mencintai kita akan jujur kepada kita, namun juga cenderung melihat kita melalui kacamata berwarna merah (rose-colored glasses). Sanda Murray dan rekannya (1996a, 1996b, 1997) menemukan bahwa pasangan yang paling bahagia adalah mereka yang mengidealkan satu sama lain dan melihat pasangan mereka lebih positif daripada pasangannya melihat diri mereka sendiri.

Pasangan suami istri yang puas mengidealkan satu sama lain dan mengatasi masalah tanpa mengkritik pasangan mereka. Kejujuran penting dalam hubungan yang baik, tetapi anggapan akan kebaikan dasar pasangan juga penting.

5. Imbalan dalam Hubungan

Teori imbalan terhadap ketertarikan (reward theory of attraction) menyatakan bahwa kita cenderung menyukai orang yang memberi kita keuntungan atau orang yang kita hubungkan dengan kegiatan yang menguntungkan. Ketertarikan timbal balik berkembang ketika kita memenuhi kebutuhan satu sama lain yang sebelumnya belum terpenuhi. Jika suatu hubungan memberi lebih banyak keuntungan daripada kerugian, kita akan menyukainya dan ingin hubungan itu bertahan. Seorang filsuf La Rochefoucauld (1665) menduga bahwa “Persahabatan adalah sebuah skema saling bertukar keuntungan dimana harga diri kita dapat meningkat”.

Para peneliti menemukan bahwa kita tidak hanya menyukai orang yang menyenangkan, tetapi juga cenderung menyukai orang-orang yang terkait dengan perasaan yang baik. Ini disebabkan oleh prinsip penghargaan, di mana penguatan menciptakan perasaan positif terhadap hal-hal dan orang-orang yang terkait dengan peristiwa-peristiwa yang menyenangkan. Pawel Lewicki

(12)

(1985) menguji prinsip ini dalam eksperimen. Para mahasiswa diminta memiliki wanita mana yang terlihat lebih ramah (Gambar 11.6). Namun, sebelumnya mahasiswa berinteraksi dengan eksperimenter (A) yang bersikap ramah dan mirip dengan wanita A. Hasil menunjukkan para mahasiswa memilih wanita A sebagai wanita yang terlihat ramah. Penelitian lanjut saat eksperimenter bersikap tidak bersahabat, menunjukkan para mahasiswa menghindari orang yang mirip dengan si eksperimenter.

Teori penghargaan berguna untuk menjelaskan beberapa pengaruh pada ketertarikan antara individu:

● Kedekatan (proximity) itu menguntungkan. Lebih sedikit waktu dan usaha yang dibutuhkan untuk mendapatkan manfaat pertemanan dengan seseorang yang tinggal atau bekerja di dekat kita.

● Kita menyukai orang yang menarik karena kita merasa bahwa mereka memberikan apa yang kita inginkan dan kita mendapat manfaat dengan bergaul dengan mereka.

● Jika orang lain memiliki pendapat yang sama dengan kita, kita merasa dihargai dan meyakini bahwa mereka juga menyukai kita. Hal ini juga membantu memvalidasi pandangan kita sendiri.

● Kita senang disukai dan dicintai. Dengan demikian, rasa suka biasanya bersifat timbal balik. Kita menyukai mereka yang menyukai kita.

II. Apa itu cinta?

Mencintai lebih kompleks daripada menyukai karena lebih sulit untuk dipelajari. Orang mendambakannya, hidup demi itu, mati demi itu. Namun hanya dalam beberapa dekade terakhir, cinta telah menjadi topik serius dalam psikologi sosial. Peneliti mempelajari apa yang paling mudah dipelajari respon selama pertemuan singkat dengan orang asing.

Oleh karena itu, kesan yang cepat terbentuk dari pasangan yang berpacaran memberikan petunjuk tentang jenjang masa depan. (Berg, 1984;

Berg & McQuinn, 1986). Meskipun cinta jangka panjang bukan sekadar intensifikasi rasa suka pada awalnya. Oleh karena itu, para psikolog sosial

(13)

telah mengalihkan perhatian mereka pada studi tentang hubungan dekat dan abadi

● Cinta yang Penuh Gairah

Cinta yang penuh gairah itu emosional, mengasyikkan, intens.

Elaine Hatfield (1988) mendefinisikannya sebagai “keadaan kerinduan yang kuat untuk bersatu dengan orang lain”. Jika seseorang akan merasa puas dan gembira, jika tidak, seseorang merasa hampa atau putus asa. Seperti bentuk lainnya cinta yang penuh gairah melibatkan roller coaster kegembiraan dan kesuraman.

“Kita tidak pernah begitu berdaya melawan penderitaan seperti ketika kita mencintai,” kata Freud. Cinta yang penuh gairah adalah rasa ketika tidak hanya mencintai seseorang tetapi juga “jatuh cinta” Sarah Mey-ers dan Ellen Berscheid (1997).

A. TEORI GAIRAH

Untuk menjelaskan cinta yang penuh gairah, Hatfield mencatat bahwa keadaan gairah tertentu dapat diarahkan ke salah satu dari beberapa emosi, bergantung pada bagaimana kita mengaitkan gairah tersebut. Bayangkan kita dengan jantung berdebar-debar dan tangan gemetar, Apakah kita mengalami rasa takut, cemas, gembira? Secara fisiologis, satu emosi sangat mirip dengan emosi lainnya. Dalam pandangan ini, cinta yang penuh gairah adalah pengalaman psikologis yang terangsang secara biologis oleh seseorang yang kita anggap menarik.

Jika gairah memang merupakan keadaan yang meningkat dan diberi

“label cinta”, maka apapun yang meningkatkannya harus memperkuat perasaan cinta. Para pendukung teori emosi dua faktor, yang dikembangkan oleh Stanley Schachter dan Jerome Singer (1962), berargumentasi bahwa ketika pria yang berbadan besar merespons seorang wanita, mereka dengan mudah salah mengartikan sebagian dari gairah mereka kepada wanita tersebut.

Menurut teori ini, terangsang oleh sumber apapun seharusnya mengintensifkan perasaan bergairah asalkan pikiran bebas mengaitkan sebagian gairah tersebut dengan rangsangan romantis. Film menakutkan, wahana roller-coaster, dan latihan fisik memiliki efek yang sama, terutama pada hal-hal yang kita anggap menarik . Mereka yang melakukan aktivitas

(14)

menarik bersama-sama melaporkan hubungan terbaik. Garis adrenal membuat hati semakin dekat.

Ahli fisika Arthur Aron dan rekan-rekannya (2005) menunjukkan bahwa cinta yang penuh gairah melibatkan area otak kaya dopamin yang terkait dengan penghargaan (Gambar 11.8).

B. VARIASI CINTA: BUDAYA DAN GENDER

Selalu ada godaan untuk berasumsi bahwa sebagian besar orang lain memiliki perasaan dan gagasan yang sama dengan kita. 89 persen dalam sebuah analisis terhadap 166 budaya memiliki konsep cinta romantis, sebagaimana tercermin dalam godaan atau pasangan yang kabur bersama (Jankowiak & Fischer, 1992). Namun dalam beberapa budaya, terutama mereka yang melakukan perjodohan, cinta cenderung terjadi setelah pernikahan, bukan mendahuluinya.

PT akan diyakinkan dengan temuan berulang kali bahwa sebenarnya laki-laki cenderung lebih mudah jatuh cinta (Dion & Dion, 1985; Peplau &

Gordon, 1985) . Namun, begitu jatuh cinta, wanita biasanya terlibat secara emosional seperti pasangannya, atau lebih dari itu. Dibandingkan laki-laki, perempuan juga lebih cenderung fokus pada keintiman persahabatan dan perhatian terhadap pasangannya (Hendrick & Hendrick, 1995).

● Cinta Persahabatan

Meskipun cinta yang menggebu-gebu membara, pada akhirnya cinta itu akan membara. Semakin lama suatu hubungan bertahan, semakin sedikit naik turunnya emosi (Berscheid & lain-lain, 1989). Jika hubungan dekat ingin

(15)

bertahan lama, hubungan itu akan berakhir dengan perasaan senang sesudahnya yang lebih mantap namun tetap hangat yang disebut Hatfield sebagai cinta persahabatan. Berbeda dengan emosi liar dari cinta yang penuh gairah, cinta pendamping tidak terlalu penting; itu adalah keterikatan yang dalam dan penuh kasih sayang. Dan itu sama nyatanya.

Mendinginnya gairah cinta dari waktu ke waktu dan semakin pentingnya faktor-faktor lain, seperti nilai-nilai bersama, dapat dilihat dalam perasaan mereka yang memasuki pernikahan perjodohan versus pernikahan berdasarkan cinta di India. Mendinginnya cinta romantis yang intens seringkali memicu periode kekecewaan, terutama di antara mereka yang percaya bahwa cinta romantis itu penting baik untuk sebuah pernikahan maupun kelanjutannya. kehidupan masyarakat, pengalaman yang mungkin sulit dipertahankan seiring berjalannya waktu. Dengan demikian, mereka tidak terlalu rentan terhadap kekecewaan.

Menurunnya rasa ketertarikan satu sama lain mungkin bersifat alami dan adaptif bagi kelangsungan hidup spesies.

Namun demikian, bagi mereka yang telah menikah lebih dari 20 tahun, sebagian dari perasaan romantis yang hilang sering kali muncul kembali seiring dengan semakin kosongnya rumah tangga dan orang tua untuk memusatkan perhatian mereka satu sama lain . Jika hubungan tersebut intim, saling menguntungkan, dan berakar pada riwayat hidup bersama, cinta persahabatan akan semakin dalam.

III. Apa yang Memungkinkan Hubungan Dekat?

1. Kemelekatan Cinta

Kemelekatan cinta merupakan keharusan biologis. Kita sebagai makhluk sosial, ditakdirkan untuk terikat dengan orang lain. Ketergantungan kita pada masa bayi memperkuat ikatan antarmanusia. Setelah kita lahir ke dunia, kita menunjukkan berbagai respons sosial-cinta, ketakutan dan kemarahan. Tetapi yang pertama dan terbesar adalah cinta. Saat masih bayi, kita langsung lebih

(16)

menyukai wajah dan suara yang kita kenal. Kita bergembira dan tersenyum ketika orang tua kita memberikan perhatian kepada kita. Sekitar usia 8 bulan, kita merangkak ke arah ibu atau ayah dan biasanya meraung ketika terpisah dari mereka.

Kehilangan keterikatan yang akrab, kadang-kadang dalam kondisi sangat terabaikan, anak-anak mungkin menjadi menarik diri, takut dan diam. Menurut psikiater John Bowlby (1980), menyatakan “Keterikatan intim dengan manusia lain adalah pusat kehidupan seseorang, dari ikatan intin inilah orang mendapatkan kekuatan dan kenikmatan hidup”. Para peneliti telah membandingkan sifat keterikatan dan cinta dalam berbagai hubungan dekat antara orang tua dan anak, dan antara pasangan atau kekasih (Davis, 1985; Maxwell, 1985; Sternberg &

Grajek, 1984).

Beberapa elemen umum dalam semua keterikatan cinta seperti saling pengertian, memberi dan menerima dukungan, menghargai dan menikmati kebersamaan dengan orang yang dicintai. Namun, cinta yang penuh gairah dibumbui dengan beberapa ciri tambahan yaitu kasih sayang fisik, harapan akan keeksklusifan, dan keterikatan yang kuat terhadap orang yang dicintai. Tetapi cinta yang penuh gairah bukan hanya untuk kekasih. Menurut Philip Shaver dan rekan kerjanya (1988) mencatat bahwa bayi berusia satu tahun, seperti kekasih dewasa muda, menerima kasih sayang fisik, merasa tertekan ketika berpisah, mengungkapkan kasih sayang yang intens ketika bersatu kembali, dan sangat senang dengan perhatian dan persetujuan orang terdekatnya

a. Gaya keterikatan

Keterikatan yang aman adalah keterikatan yang berakar pada kepercayaan dan ditandai oleh keintiman. Sekitar 7 dari 10 bayi, dan hampir sebanyak orang dewasa menunjukkan keterikatan yang aman.

Saat masih balita, ketika ditempatkan dalam situasi yang aneh (biasanya ruang bermain di laboratorium). mereka bermain dengan nyaman dihadapan ibunya. dengan gembira menjelajahi lingkungan yang aneh ini. Jika dia pergi, mereka menjadi tertekan; ketika dia kembali, mereka berlari ke arahnya, memeluknya, lalu bersantai dan kembali menjelajah dan bermain.

Menurut (Miller & Rempel, 2004) Gaya keterikatan yang saling percaya ini, diyakini oleh banyak peneliti, membentuk model

(17)

keintiman yang berfungsi sebagai sebuah cetak biru hubungan intim orang dewasa, di mana kepercayaan yang mendasari menopang hubungan melalui masa masa konflik. Orang dewasa yang percaya diri merasa mudah untuk dekat dengan orang lain dan tidak khawatir menjadi terlalu bergantung atau ditinggalkan.

● Keterikatan yang sibuk

Keterikatan yang sibuk merupakan keterikatan yang ditandai oleh perasaan tidak berharga dan cemas, ambivalensi, dan posesif pada diri sendiri. Orang dengan gaya keterikatan yang sibuk disebut dengan cemas-ambivalen yang mempunyai sifat yang positif. Dalam situasi ini, bayi yang cemas dan ambivalen lebih cenderung melekat erat pada ibunya. Jika dia pergi, mereka menangis; ketika dia kembali, mereka mungkin bersikap acuh tak acuh atau bermusuhan. Saat dewasa, individu yang cemas dan ambivalen kurang percaya, sehingga lebih posesif dan cemburu. Mereka mungkin putus berulang kali dengan orang yang sama. Ketika mendiskusikan konflik, mereka menjadi emosional dan sering marah.

Keterikatan meremehkan/menakutkan

Keterikatan meremehkan merupakan gaya hubungan menghindar yang ditandai dengan ketidakpercayaan terhadap orang lain. Orang-orang dengan pandangan negatif terhadap orang lain menunjukkan gaya keterikatan yang meremehkan atau menakutkan. Kedua keterikatan tersebut memiliki karakteristik penghindaran yang sama. Meskipun terangsang secara internal, bayi yang menghindar menunjukkan sedikit tekanan selama perpisahan atau kemelekatan saat bersatu kembali. Saat dewasa, orang yang menghindar cenderung kurang berinvestasi dalam suau hubungan dan lebih cenderung meninggalkannya. Mereka juga lebih cenderung melakukan hubangan seks satu malam tanpa cinta. Contoh dari dua gaya tersebut adalah ‘saya ingin tetap membuka pilihan saya’

(menolak) dan ‘ saya tidak nyaman dekat dengan orang lain’

(takut).

(18)

2. Keadilan

Keadilan adalah suatu kondisi di mana hasil yang diterima seseorang dari satu hubungan sebanding dengan kontribusi mereka terhadap hubungan tersebut. Jika masing masing pasangan mau tidak mau mengejar keinginan pribadinya, hubungan akan mati. Suatu hubungan dalam pasangan harus sebanding dengan apa yang masing masing dapatkan satu sama lain. Jika dua orang menerima hasil yang sama, mereka seharusnya menerima hasil yang sama berkontribusi secara merata; jika tidak, salah satu pihak akan merasa hal ini tidak adil. Jika keduanya merasa hasil mereka sesuai dengan aset dan upaya yang dikontribusikan masing masing, maka keduanya merasakan keadilan.

Orang asing dan kenalan biasa menjaga kesetaraan dengan bertukar manfaat.

Seperti Anda meminjamkan saya catatan kelas Anda; nanti aku akan meminjamkan milikku padamu. Saya mengundang Anda ke pesta saya; kamu mengundangku ke rumahmu. Mereka merasa lebih bebas untuk menjaga ekuitas dengan menukarkan berbagai manfaat dan pada akhirnya berhenti dengan mencatat siapa yang berhutang kepada siapa.

a. Kesetaraan jangka panjang

Menurut Margaret Clark dan Judson Mills (1979, 1993; Clark, 1984, 1986) bahwa orang-orang bahkan bersusah payah untuk menghindarinya. Saat kita membantu teman baik, kita tidak ingin imbalannya instan. Kalau ada yang mengundang kita makan malam, kita tunggu dulu sebelum membalasnya, jangan sampai orang tersebut mengaitkan motif undangan kita kembali hanya untuk melunasi utang sosial. Teman sejati menyesuaikan kebutuhan satu sama lain bahkan ketika timbal balik tidak mungkin dilakukan. sendiri.

Prinsip kesetaraan yang berlaku dalam fenomena pencocokan;

orang biasanya membawa aset yang setara ke dalam hubungan romantis. Seringkali mereka dicocokkan karena daya tariknya, statusnya, dan lain sebagainya. Jika hal tersebut tidak cocok dalam satu bidang, misalnya pada daya tarik, maka cenderung tidak cocok dalam bidang lain. Namun khususnya dalam hubungan yang bertahan lama, kesetaraan adalah aturannya

(19)

b. Ekuitas dan kepuasan yang dirasakan

Dalam sebuah survei Pew Research Center (2007b) “berbagai pekerjaan rumah tangga” menduduki peringkat ketiga setelah

“kesetiaan” dan hubungan seksual yang bahagia. Robert Schafer dan Patricia Keith (1980) mensurvei beberapa ratus pasangan menikah dari segala usia, mencatat mereka yang merasa pernikahan mereka agak tidak adil karena salah satu pasangan berkontribusi terlalu sedikit dalam hal memasak, mengurus rumah dan mengasuh anak.

Mereka yang merasakan ketidakadilan juga merasa lebih tertekan. Selama masa membesarkan anak, ketika ada istri sering merasa kurang mendapatkan manfaat dan suami terlalu mendapat manfaat, kepuasan perkawinan cenderung menurun. Ketimpangan yang dirasakan memicu tekanan dalam perkawinan. Menurut pendapat Nancy Grote dan Margaret Clark (2001) dari pelacakan psangan menikah dari waktu ke waktu. Namun mereka melaporkan bahwa hubungan antara ketidakadilan dan kesusahan terjadi dalam dua arah. Tekanan dalam perkawinan memperburuk persepsi ketidakadilan.

3. Pengungkapan diri

Sebuah hubungan di mana kepercayaan menggantikan kecemasan dan di mana kita bebas membuka diri tanpa takut kehilangan kasih sayang orang lain.

Hubungan ini disebut sebagai keterbukaan diri. Keterbukaan diri adalah mengungkapkan aspek intim diri sendiri kepada orang lain. Seiring bertumbuhnya suatu hubungan, pasangan yang mengungkapkan diri semakin banyak mengungkapkan diri mereka satu sama lain; pengetahuan mereka satu sama lain menembus ke tingkat yang lebih dalam. Dalam hubungan yang berkembang, sebagian besar keterbukaan diri ini menunjukkan keberhasilan dan kemenangan, serta rasa saling senang atas kejadian baik. Studi penelitian menemukan bahwa kebanyakan dari kita menikmati keintiman ini. Kita merasa senang ketika ada orang yang biasanya pendiam mengatakan bahwa sesuatu tentang kita “membuat saya merasa ingin terbuka” dan memberikan informasi rahasia.

Pengungkapan timbal balik adalah kecenderungan keintiman keterbukaan diri seseorang sama dengan keintiman lawan bicaranya. Kami mengungkapkan lebih banyak kepada mereka yang telah terbuka dengan kami, Namun

(20)

pengungkapan secara intim jarang terjadi secara instan. Jika ya, orang tersebut mungkin tampak tidak bijaksana dan tidak stabil. Beberapa orang kebanyakan perempuan adalah ‘pembuka’ yang terampil. Mereka mudah mendapatkan pengungkapan intim dari orang lain, bahkan dari mereka yang biasanya tidak mengungkapkan banyak hal tentang diri mereka sendiri. Orang-orang seperti ini cenderung menjadi pendengar yang baik. Selama percakapan mereka mempertahankan ekspresi wajah yang penuh perhatian dan tampak menikmati diri mereka sendiri dengan nyaman. Mereka mungkin juga mengungkapkan ketertarikannya dengan mengungkapkan frasa yang mendukung saat lawan bicaranya berbicara.

Psikolog humanistik Sidney Jourard (1964) berpendapat bahwa dampak dari keterbukaan diri adalah seperti melepaskan topeng kita, membiarkan diri kita dikenal apa adanya, akan memupuk cinta. Dia berasumsi bahwa membuka diri terhadap orang lain dan kemudian menerima kepercayaan yang disiratkan oleh orang lain adalah hal yang menyenangkan jika kita bersikap terbuka. Memiliki teman dekat yang bisa kita ajak berdiskusi tentang ancaman terhadap citra diri kita tampaknya membantu kita bertahan dari stres. Persahabatan sejati adalah hubungan istimewa yang membantu kita mengatasi hubungan kita yang lain. Pengungkapan diri secara intim juga merupakan salah satu kesenangan dalam cinta persahabatan.

Pasangan yang berkencan dan menikah yang paling terbuka cenderung menikmti hubungan yang paling memuaskan dan bertahan lama. Misalnya, pasangan pengantin baru yang sama sama jatuh cinta, mereka menikmati cinta abadi.

IV. Bagaimana Hubungan Berakhir?

1. Perceraian

Tingkat perceraian sangat bervariasi di setiap negara, mulai dari 0,01%

populasi tahunan di Bolivia, Filipina, dan Spanyol hingga 0,54% di Amerika Serikat, negara dengan tingkat perceraian tertinggi di dunia. Untuk memprediksi tingkat perceraian suatu budaya, ada gunanya mengetahui nilai-nilainya (Triandis, 1994). Perceraian lebih mungkin terjadi dalam budaya individualistis (di mana cinta adalah sebuah emosi dan orang-orang bertanya,

`Apa yang akan dikatakan orang lain?'') dibandingkan dalam budaya komunal (di mana cinta membutuhkan komitmen dan orang-orang bertanya, ``Apa

(21)

yang akan dikatakan orang lain?'') Apa yang kamu katakan?' Kaum individualis menikah "selama kita saling mencintai", sedangkan kaum kolektivis sering kali menikah seumur hidup. Kaum individualis mengharapkan lebih banyak gairah dan kepuasan pribadi dalam pernikahan, yang memberikan tekanan lebih besar pada hubungan (Dion & Dion, 1993).

“Menjaga romansa tetap hidup” dinilai penting untuk pernikahan yang baik oleh 78 persen wanita Amerika yang disurvei dan 29 persen wanita Jepang ( American Enterprise, 1992).

Bahkan di masyarakat Barat, orang-orang yang menjalin hubungan dengan fokus jangka panjang dan niat yang sabar akan mengalami hubungan yang lebih sehat, tidak penuh gejolak, dan bertahan lebih lama (Arriaga, 2001; Arriaga & Agnew, 2001). Hubungan yang langgeng tidak hanya didasarkan pada perasaan cinta dan kepuasan yang bertahan lama, namun juga pada rasa takut akan akibat dari pemutusan hubungan kerja, rasa kewajiban moral, dan ketidakpedulian terhadap calon pasangan pengganti (Adams &

Jones, 1997; Maner & Lainnya), 2009 ; Miller, 1997). Ketika komitmen seseorang terhadap serikat pekerja tumbuh melampaui keinginan yang menciptakannya, seseorang akan mengalami masa-masa konflik dan ketidakbahagiaan. Sebuah survei nasional menemukan bahwa 86% orang yang tetap menikah meskipun pernikahan mereka tidak bahagia, kini “sangat” atau

“cukup” puas dengan pernikahan mereka ketika disurvei lagi lima tahun kemudian (Popenoe, 2002). Sebaliknya, “orang narsisis”, orang yang fokus pada keinginan dan citra diri mereka sendiri, menjalin hubungan dengan komitmen yang lebih rendah dan kecil kemungkinannya untuk memiliki hubungan jangka panjang yang sukses (Campbell & Foster, 2002).

Risiko perceraian juga bergantung pada siapa yang menikah dengan siapa (Fergusson & Other, 1984; Myers, 2000a; Tzeng, 1992). Orang biasanya tetap menikah dan bertahan jika mereka :

● menikah setelah usia 20 tahun.

● keduanya tumbuh di rumah yang stabil dan memiliki dua orang tua.

● berpacaran cukup lama sebelum menikah

● berpendidikan baik dan serupa.

● menikmati penghasilan yang stabil dari pekerjaan yang baik.

(22)

● tinggal di kota kecil atau di peternakan.

● tidak hidup bersama atau hamil sebelum menikah.

● berkomitmen secara agama.

● memiliki usia, keyakinan, dan pendidikan yang sama.

Tak satupun dari prediksi ini relevan dengan pernikahan yang stabil.

Meski begitu, hal-hal tersebut berkaitan dengan lamanya pernikahan, belum tentu penyebabnya. Namun, jika hal di atas tidak terjadi pada seseorang, besar kemungkinan pernikahan tersebut akan berantakan. Jika semuanya benar, mereka mungkin akan bersama sampai mati. Berabad-abad yang lalu, orang Inggris mungkin benar jika berpikir bahwa ramuan cinta sementara adalah dasar yang bodoh untuk membuat keputusan pernikahan permanen.

Mereka merasa aman dalam memiliki hubungan persahabatan yang stabil dan memilih pasangan berdasarkan latar belakang, minat, kebiasaan, dan nilai-nilai yang sesuai (Stone, 1977).

2. Proses Pelepasan Ikatan

Putusnya ikatan dapat menyebabkan rasa cemas terhadap mantan pasangan, diikuti dengan kesedihan yang mendalam, dan akhirnya menjauhkan emosi, kembali ke kehidupan normal, dan perasaan diri yang baru (Hazan & Shaver, 1994; Lewandowski & Bizzoco, 2007 ). Bahkan pasangan yang baru saja berpisah dan sudah lama tidak merasakan cinta pun kerap dikejutkan dengan keinginannya untuk bersama mantan pasangannya. Ikatan yang dalam dan bertahan lama jarang sekali mudah putus. Perpisahan adalah sebuah proses, bukan sebuah peristiwa.

Ketika berkencan dengan pasangan, semakin intim dan lama hubungan tersebut, dan semakin sedikit pilihan yang tersedia, semakin besar rasa sakit akibat putus cinta (Simpson, 1987). Roy Baumeister dan Sarah Wotman (1992) menemukan bahwa berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun kemudian, orang-orang lebih mengingat rasa sakit karena menolak cinta orang lain daripada mengingat bahwa mereka ditolak. Kesedihan mereka berasal dari rasa bersalah karena telah menyakiti seseorang, frustasi karena omelan kekasih yang hilang, atau karena tidak tahu bagaimana harus merespons. Perpisahan

(23)

mempunyai konsekuensi tambahan bagi pasangan. Mereka mungkin terkejut dengan orang tua dan teman-temannya, merasa bersalah karena ingkar janji, merasa sedih karena menurunnya pendapatan rumah tangga, dan hak-hak orang tua mereka dibatasi. Namun jutaan pasangan setiap tahunnya bersedia membayar harga tersebut untuk menghindari mahalnya harga dari hubungan yang menyakitkan dan sia-sia.

Ketika suatu hubungan memburuk, mereka yang merasa tidak mempunyai alternatif yang lebih baik atau berinvestasi dalam hubungan tersebut (melalui waktu, energi, teman bersama, harta benda, dan mungkin anak-anak) tidak punya pilihan selain pergi. Caryl Rusbult dan rekannya (1986, 1987, 1998) meneliti tiga cara untuk mengatasi kegagalan hubungan.

Masalahnya terlalu menyakitkan dan risiko perpisahan terlalu besar, sehingga pasangan yang setia tetap tinggal di sana, berharap masa lalu yang indah akan kembali.,yang lain (terutama laki-laki) menunjukkan sikap acuh tak acuh.

Mereka mengabaikan pasangannya dan memperburuk hubungan, mengabaikan keluhan yang menyakitkan, menciptakan jarak emosional yang berbahaya karena pasangan lebih sedikit berbicara dan mulai mendefinisikan kembali kehidupan mereka tanpa satu sama lain, yang lain lagi mengambil langkah aktif untuk meningkatkan hubungan dengan menyuarakan keprihatinan, mendiskusikan masalah, mencari nasihat, dan mencoba melakukan perubahan.

Dalam 115 penelitian terhadap 45.000 pasangan menemukan bahwa pasangan yang tidak bahagia saling berselisih, meremehkan, mengkritik, dan meremehkan satu sama lain. John Gottman (1994, 1998) mengamati 2.000 pasangan dan menemukan bahwa pernikahan yang sehat tidak selalu bebas konflik. Sebaliknya, mereka dicirikan oleh kemampuan mereka untuk mendamaikan perbedaan dan menyeimbangkan kritik dengan kasih sayang.

Dalam pernikahan yang sukses, interaksi positif (senyum, sentuhan, pujian, tawa) melebihi interaksi negatif (sarkasme, perselisihan, hinaan).

Joan Kellerman, James Lewis, dan James Laird (1989) bertanya-tanya.

Mereka tahu bahwa di antara pasangan yang sedang jatuh cinta, tatapan mata biasanya berlangsung lama dan saling menguntungkan (Rubin, 1973). Apakah kontak mata yang intim membangkitkan perasaan bahkan pada orang yang tidak sedang jatuh cinta (sama seperti peningkatan keterbukaan diri selama 45

(24)

menit membangkitkan perasaan kedekatan pada siswa yang tidak mengenal satu sama lain)? Untuk mengetahuinya, pasangan pria dan wanita yang belum saling mengenal diminta saling menatap tangan atau mata selama dua menit.

Ketika keduanya berpisah, pengamat melaporkan perasaan tertarik dan sayang satu sama lain. Simulasi cinta mulai menggerakkan dirinya.

Peneliti Robert Sternberg (1988) percaya bahwa cinta awal yang penuh gairah terus hidup berdasarkan konfigurasi perasaan timbal balik yang berbeda di berbagai titik dalam hubungan, dan dengan mengungkapkan cinta, cinta abadi tercipta Pasangan yang mengharapkan gairah bertahan selamanya atau keintiman tetap dalam kondisi terbaiknya akan kecewa. Kita harus terus berusaha memahami, membangun, dan membangun kembali hubungan cinta kasih. Hubungan adalah konstruksi yang, jika tidak dipelihara dan ditingkatkan, akan rusak seiring berjalannya waktu. Sama seperti kita tidak bisa mengharapkan sebuah bangunan untuk bertahan, kita juga tidak bisa mengharapkan suatu hubungan untuk bertahan dengan sendirinya. Sebaliknya, kita harus mengambil tanggung jawab untuk menjadikan hubungan kita sebaik mungkin.

V. Kesimpulan

Hubungan antar individu, mulai dari persepsi terhadap orang dari ras yang berbeda, faktor-faktor yang mempengaruhi ketertarikan, kompleksitas cinta, variasi cinta berdasarkan budaya dan gender, hingga faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas pernikahan. Hubungan antar individu dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kesamaan, saling melengkapi, daya tarik fisik, komitmen, kewajiban moral, dan budaya. Untuk menjaga hubungan tetap bertahan, penting untuk memahami kompleksitas cinta, memelihara kemelekatan, dan menyeimbangkan kritik dengan kasih sayang.

(25)

Review Jurnal Internasional

1. Identitas Jurnal

Judul A 20-year prospective study of marital separation and divorce in stepfamilies: Appraisals of family stress as predictors

Jurnal Journal of Social and Personal Relationships Volume & Halaman Vol 36(6) & 1600-1618

Tahun Jurnal 2019

Penulis Jurnal Ellen Stephenson, Anita DeLongis Tanggal Review 4 Juni 2024

Kata Kunci Cognitive appraisal, divorce, marital separation, spouses, stepfamily, stress

Link Jurnal https://journals.sagepub.com/doi/epub/10.1177/02654075187 68445

2. Hasil Review Jurnal

Tujuan Penelitian - Untuk menginvestigasi peran penilaian stres dan coping diadik dalam stabilitas pernikahan, dengan fokus pada remaja dengan diabetes tipe 1 dan keluarga tiri

Subjek Penelitian - Pasangan suami istri yang memiliki setidaknya satu anak dari pernikahan sebelumnya dan telah menikah atau tinggal bersama selama minimal 2 tahun

Metode Penelitian - Metode penelitian yang digunakan dalam jurnal ini melibatkan tiga gelombang pengumpulan data selama 20 tahun, dengan data dari gelombang pertama dan ketiga yang digunakan untuk penyelidikan. Para peserta direkrut melalui berbagai cara, seperti iklan dan papan buletin komunitas, dan diharuskan untuk fasih berbahasa

(26)

Inggris, menikah atau tinggal bersama setidaknya selama 2 tahun, dan memiliki setidaknya satu anak dari pernikahan sebelumnya yang tinggal bersama mereka. Wawancara dilakukan secara terpisah dengan suami dan istri, dan data tentang status perkawinan diperoleh melalui wawancara lanjutan dan pencatatan sipil. Beberapa imputasi digunakan untuk mengatasi data yang hilang, dan analisis regresi dilakukan pada 40 set data yang diimputasi.

Assesmen Data - Penilaian data dalam jurnal tersebut melibatkan pengumpulan informasi tentang penilaian tingkat keparahan stresor keluarga dari sudut pandang kedua pasangan, serta persepsi mereka tentang dukungan satu sama lain. Penelitian ini menggunakan analisis regresi pada 40 set data yang diperhitungkan untuk menguji hubungan antara penilaian stres dan pembubaran perkawinan selama periode 20 tahun. Temuan menunjukkan bahwa partisipan yang menganggap masalah keluarga lebih serius memiliki risiko lebih besar untuk bubarnya perkawinan, tetapi risiko ini lebih rendah ketika kedua pasangan memiliki penilaian yang sama terhadap masalah tersebut. Hal ini mendukung model koping kontekstual sosial dan diadik, yang menekankan pentingnya penilaian stres bersama dalam stabilitas perkawinan.

Kekuatan dari

Keseluruhan Jurnal - Desainnya yang longitudinal, mencakup lebih dari 20 tahun dengan tiga gelombang pengumpulan data. Hal ini memungkinkan pemeriksaan komprehensif terhadap peran penilaian stres dan penanganan diadik dalam stabilitas perkawinan dalam waktu yang lama. Penggunaan beberapa imputasi untuk mengatasi data yang hilang juga merupakan sebuah kekuatan, yang meningkatkan kekuatan temuan.

Kelemahan dari keseluruhan Jurnal

- Ketergantungan pada data yang dilaporkan sendiri, yang dapat menimbulkan bias atau ketidakakuratan dalam penilaian partisipan terhadap stres dan strategi koping. Selain itu, fokus penelitian ini pada remaja dengan diabetes tipe 1 dan keluarga tiri dapat membatasi generalisasi temuan pada populasi lain atau dinamika perkawinan.

Hasil Penelitian &

Kesimpulan Penelitian - Hasil :

Studi ini menemukan bahwa penilaian stres

bersama antara pasangan memainkan peran penting

(27)

dalam stabilitas perkawinan, terutama pada keluarga tiri dan pasangan yang menghadapi penyakit kronis seperti diabetes tipe 1. Pasangan yang setuju dengan tingkat keparahan masalah keluarga dan menganggap penilaian stres pasangannya sebagai hal yang serius memiliki risiko lebih rendah untuk mengalami pembubaran perkawinan. Hal ini menggarisbawahi pentingnya saling pengertian dan penanganan kolaboratif dalam menjaga kepuasan dan stabilitas perkawinan.

- Kesimpulan :

Temuan ini menunjukkan bahwa meskipun dukungan sosial dari pasangan itu penting, namun hal tersebut tidak sepenuhnya menjelaskan

hubungan antara penilaian stres dan hasil perkawinan. Intervensi yang bertujuan untuk meningkatkan kepuasan dan stabilitas perkawinan harus fokus pada penanganan stresor keluarga dan mendorong penilaian bersama terhadap stres di antara pasangan, terutama dalam konteks keluarga tiri.

Secara keseluruhan, penelitian ini menekankan perlunya penelitian lebih lanjut untuk

mengeksplorasi mekanisme yang mendasari penilaian stres, coping diadik, dan stabilitas perkawinan. Dengan memahami dinamika ini dengan lebih baik, intervensi yang lebih efektif dapat dikembangkan untuk mendukung pasangan yang menghadapi penyakit kronis dan stresor keluarga dalam menjaga hubungan yang sehat dan stabil.

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Myers, D. G. (2011).Social Psychology, Tenth Edition.New York: Mike Sugarman.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) program peningkatan kesempatan memperoleh pendidikan cenderung mengarah kekategori baik sebesar 31,81% (2) program perubahan pandangan

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa anak-anak memiliki pandangan dan perasaan yang positif, serta menunjukkan kecenderungan perilaku untuk memakan makanan

Hasil penelitian menunjukkan (1) kecenderungan self esteem peserta didik berada pada kategori positif (2) kecenderungan dukungan sosial orang tua berada pada

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan tingkat pendidikan orang tua dan prestasi belajar berpengaruh positif terhadap minat siswa SMA Kartika 1-5

Aspek yang diamati dalam kecerdasan interpersonal meliputi menghargai perbedaan (toleransi), kerjasama dengan orang lain, dan membantu orang lain menunjukkan tidak ada yang

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa layanan bimbingan kelompok dengan teknik psikodrama untuk meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal siswa kelas

Sejumlah inisiatif telah dilakukan untuk meningkatkan keselamatan pasien dalam persalinan, seperti penerapan Standar Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit SNKPRS, peningkatan

Student Teams Achievement Division STAD Merupakan model layanan bimbingan klasikal yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerjasama peserta didik dalam setting kelas dengan tema