MAKALAH
MEKANISME KEUANGAN SYARIAH BERBASIS BAGI HASIL
Kelompok 7
1. Gizza Delisima Putri Mas Palmadifa (60222016)
2. Rachma Dwiyanti (60222060)
3. Siska Yunita Dewi (62222173)
3EC01
EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah yang telah memberikan banyak kemudahan dan limpahan rezeki-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan tugas kelompok dalam membuat makalah yang bertajuk “Mekanisme Keuangan Syariah Berbasis Bagi Hasil”.
Kami sebagai penulis tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu Dr. Nur Azifah, S.E., M.Si. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang selalu setia membantu dalam hal mengumpulkan data-data pembuatan makalah ini.
Makalah ini disusun sebagai tugas kelompok mata kuliah Manajemen Keuangan Syariah. Kami berusaha menyusun makalah ini dengan segala kemampuan, namun kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan baik dari segi penulisan maupun segi penyusunan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun akan kami terima dengan senang hati demi perbaikan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini bisa memberikan informasi mengenai Manajemen Keuangan Syariah dan bermanfaat bagi para pembacanya. Atas perhatian dan kesempatan yang diberikan untuk membuat makalah ini kami ucapkan terima kasih.
Depok, 15 Oktober 2024
Anggota Kelompok 7
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... 2
DAFTAR ISI...3
DAFTAR GAMBAR...3
BAB I...4
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...4
1.2. Rumusan Masalah...4
BAB II...5
PEMBAHASAN 2.1. Keuangan Syariah Berbasis Bagi Hasil...5
2.2. Mekanisme Mudharabah Dalam Keuangan Syariah...8
2.3. Mekanisme Musyarakah Dalam Keuangan Syariah...11
BAB III...13
PENUTUP 3.1. Kesimpulan...13
DAFTAR PUSTAKA... 14
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Ketentuan Pembiayaan Mudharabah...9
Gambar 2 Mekanisme Akad Musyarakah...12
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Keuangan syariah telah berkembang menjadi salah satu komponen penting dari sistem ekonomi global, terutama di negara-negara yang mayoritas penduduknya adalah Muslim. Sistem bagi hasil, yang menggambarkan prinsip keadilan dan kesetaraan dalam pembagian keuntungan dan risiko, adalah mekanisme utama keuangan syariah.
Sistem ini sangat berbeda dari sistem keuangan konvensional yang berbasis bunga, karena dalam keuangan syariah, keuntungan dan kerugian dibagi antara pihak-pihak yang terlibat sesuai dengan kontribusi dan perjanjian awal mereka.
Dalam keuangan syariah, beberapa akad, seperti mudharabah dan musyarakah, memungkinkan penerapan mekanisme pembagian keuntungan. Dalam akad mudharabah, satu pihak menyediakan modal dan pihak lain mengelola usaha, dengan pembagian keuntungan berdasarkan kesepakatan awal. Dalam akad musyarakah, dua pihak atau lebih menyatukan modal mereka untuk menjalankan usaha bersama dan membagi keuntungan sesuai dengan nisbah yang disepakati.
Mekanisme hasil memberikan pilihan investasi yang adil dan etis dan mendorong semua orang untuk berpartisipasi aktif dalam pengelolaan usaha. Ini sejalan dengan prinsip-prinsip syariah yang menekankan pada keadilan, transparansi, dan tanggung jawab sosial. Oleh karena itu, memahami mekanisme keuangan syariah berbasis hasil sangat penting untuk mengembangkan sistem keuangan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Keuangan Syariah Berbasis Bagi Hasil?
2. Bagaimana Mekanisme Mudharabah Berfungsi Dalam Keuangan Syariah?
3. Bagaimana Mekanisme Mudharabah Berfungsi Dalam Keuangan Syariah?
BAB II PEMBAHASAN 2.1. Keuangan Syariah Berbasis Bagi Hasil
Keuangan syariah berbasis bagi hasil adalah sistem keuangan dalam ekonomi Islam yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah dan menggunakan mekanisme pembagian keuntungan dan kerugian secara adil antara pihak-pihak yang bertransaksi.
Dalam sistem ini sangat berbeda dengan sistem keuangan konvensional, yang dimana keuntungan dan kerugian dibagi berdasarkan proporsi yang telah disepakati sebelumnya, bukan menggunakan bunga (riba) yang dilarang dalam Islam. Bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola. Penulisan artikel ini bertujuan agar pembaca mengetahui terkait keuntungan dari sistem bagi hasil antara pemilik dana dengan pengelola sesuai ketentuan syariah.
Kita sebagai makhluk sosial tidak asing lagi terkait kata kerja sama. Di dalam kegiatan usaha, terdapat kerja sama antara pemilik modal dengan pengelola. Biasanya kerja sama tersebut dapat terjadi akibat faktor keterbatasan modal, maka dari itu membuat para pelaku usaha melakukan kegiatan kerja sama dengan pihak lain yang memiliki modal. Begitupun sebaliknya ada yang memiliki modal besar tetapi kurang memiliki kemampuan untuk mengelola dananya di bidang usaha. Maka dari itu terjadilah kegiatan kerja sama antara pengelola dengan pemilik dana. Kemudian dari kerja sama tersebut terjadilah sistem bagi hasil dari keuntungan usaha.
Dalam Islam, sistem bagi hasil itu halal. Karena hasil yang diperoleh merupakan keuntungan dari kerja sama antara dua belah pihak di mana pemilik modal mempercayakan dananya terhadap pengelola dana.
A. Sistem Bagi Hasil
Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan
adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syariah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kepada masyarakat, dan di dalam aturan syariah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan. Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syariah terdiri dari dua sistem, yaitu: Profit Sharing dan Revenue Sharing.
B.Profit Sharing
Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost). Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya- biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan.
Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian kerjasama antara pemodal (Investor) dan pengelola modal (enterpreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama sesuai porsi masing-masing.
Kerugian bagi pemodal tidak mendapatkan kembali modal investasinya secara utuh ataupun keseluruhan, dan bagi pengelola modal tidak mendapatkan upah atau hasil dari jerih payahnya atas kerja yang telah dilakukannya. Keuntungan yang didapat
dari hasil usaha tersebut akan dilakukan pembagian setelah dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas biaya biaya yang telah dikeluarkan selama proses usaha.
Keuntungan usaha dalam dunia bisnis bisa negatif, artinya usaha merugi, positif berarti ada angka lebih sisa dari pendapatan dikurangi biaya-biaya, dan nol artinya antara pendapatan dan biaya menjadi balance. Keuntungan yang dibagikan adalah keuntungan bersih (net profit) yang merupakan lebihan dari selisih atas pengurangan to tal cost terhadap total revenue.
C.Revenue Sharing
Revenue Sharing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu, revenue yang berarti; hasil, penghasilan, pendapatan. Sharing adalah bentuk kata kerja dari share yang berarti bagi atau bagian. Revenue sharing berarti pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan. Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang (goods) dan jasa-jasa (services) yang dihasilkannya dari pendapatan penjualan (sales revenue).
Dalam arti lain revenue merupakan besaran yang mengacu pada perkalian antara jumlah output yang dihasilkan dari kagiatan produksi dikalikan dengan harga barang atau jasa dari suatu produksi tersebut. Di dalam revenue terdapat unsur-unsur yang terdiri dari total biaya (total cost) dan laba (profit). Laba bersih (net profit) merupakan laba kotor (gross profit) dikurangi biaya distribusi penjualan, administrasi dan keuangan.
Berdasarkan definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa arti revenue pada prinsip ekonomi dapat diartikan sebagai total penerimaan dari hasil usaha dalam kegiatan produksi, yang merupakan jumlah dari total pengeluaran atas barang ataupun jasa dikalikan dengan harga barang tersebut. Unsur yang terdapat di dalam revenue meliputi total harga pokok penjualan ditambah dengan total selisih dari hasil pendapatan penjualan tersebut. Tentunya di dalamnya meliputi modal (capital) ditambah dengan keuntungannya (profit).
Berbeda dengan revenue di dalam arti perbankan. Yang dimaksud dengan revenue bagi bank adalah jumlah dari penghasilan bunga bank yang diterima dari penyaluran dananya atau jasa atas pinjaman maupun titipan yang diberikan oleh bank.
Revenue pada perbankan Syariah adalah hasil yang diterima oleh bank dari penyaluran dana (investasi) ke dalam bentuk aktiva produktif, yaitu penempatan dana bank pada pihak lain. Hal ini merupakan selisih atau angka lebih dari aktiva produktif dengan hasil penerimaan bank.
Perbankan Syariah memperkenalkan sistem pada masyarakat dengan istilah Revenue Sharing, yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan dana. Lebih jelasnya Revenue sharing dalam arti perbankan adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Sistem revenue sharing berlaku pada pendapatan bank yang akan dibagikan dihitung berdasarkan pendapatan kotor (gross sales), yang digunakan dalam menghitung bagi hasil untuk produk pendanaan bank.
D. Jenis-Jenis Akad Bagi Hasil
Bentuk-bentuk kontrak kerjasama bagi hasil dalam perbankan syariah secara umum dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu Mudharabah, Musyarakah, Muzara’ah dan Musaqah. Namun, pada penerapannya prinsip yang digunakan pada sistem bagi hasil, pada umumnya bank syariah menggunakan kontrak kerjasama pada akad Mudharabah dan Musyarakah.
2.2. Mekanisme Mudharabah Dalam Keuangan Syariah
Berdasarkan fatwa DSN-MUI No.07/DSN-MUI/IV/2000, definisi mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh lembaga keuangan syariah kepada pihak lain untuk membuka suatu usaha yang produktif. Dalam pembiayaan ini posisi lembaga
keuangan sebagai pemilik dana dan membiayai 100% atas usaha pengelola, sedangkan posisi pengelola sebagai mudharib.
Sedangkan berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.8/21/PBI/2006, pengertian mudharabah adalah penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung (profit sharing) atau metode bagi pendapatan (net revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
A. Ketentuan Pembiayaan Mudharabah
Gambar 1 Ketentuan Pembiayaan Mudharabah
Adapun penjelasan ketentuan pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut:
1) Nasabah (mundharib) mengajukan pembiayaan kepada bank (shahibul maal) atas suatu rencana proyek usaha. Kemudian diadakan negosiasi sampai bank menyetujui proyeksi yang diajukan oleh nasabah dengan syarat dan analisis yang ditetapkan oleh pihak bank. Pada tahap negosiasi tercapai kesepakatan berarti sudah terjadi asas konsensualisme.
2) Perjanjian dibuat dengan perlengkapan seluruh dokumen yang dibutuhkan. Pada tahap ini data diartikan sebagai asas formalisme. Di mana akad terjadi jika sudah terjadi formalitas suatu perjanjian sesuai dengan peraturan yang berlaku, bank
sebagai shahibul maal (pihak pertama), dan nasabah sebagai mudharib (pihak kedua).
3) Nasabah menyalurkan dana pembiayaan untuk proyek yang telah disepakati.
4) Nasabah memberikan nisbah bagi hasil atau nilai keuntungan sesuai dengan nilai kontrak. (umumnya dibayarkan secara regular dalam interval per-bulan).
5) Perjanjian pembiayaan akad mudharabah selesai sesuai dengan nota perjanjian atau sebagian pihak mengakhiri dengan beberapa alasan peraturan atau perundang-undangan yang berlaku.
B. Menurut fatwa DSN-MUI No.07/DSN/IV/2000, ketentuan umum pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut:
1) Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.
2) Dalam pembiayaan ini, LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100% kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.
3) Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).
4) Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syariah, dan LKS tidak ikut serta dalam manajemen perusahaan atau proyek, tetapi mempunyai hak melakukan pembinaan dan pengawasan.
5) Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
6) LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah. Kecuali dari mundharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, menyalahi perjanjian.
7) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
8) Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan dalam fatwa DSN-MUI.
9) Biaya operasional dibebankan pada mudharib.
10) Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.
2.3. Mekanisme Musyarakah Dalam Keuangan Syariah
Musyarakah, dalam istilah perbankan syariah, dapat didefinisikan sebagai pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk menjalankan suatu usaha tertentu. Masing-masing pihak memberikan kontribusi dana, dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah, Musyarakah merupakan pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi Dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan para pihak.
A. Karakteristik Akad Musyarakah
Beberapa karakteristik penting dari akad musyarakah antara lain:
1) Kerjasama Kemitraan
Musyarakah melibatkan dua pihak atau lebih yang bersepakat untuk menjalankan
2) Kontribusi Modal
Setiap pihak yang terlibat harus menyertakan modal, baik dalam bentuk uang tunai, aset, maupun keahlian atau keterampilan.
3) Pembagian Keuntungan dan Kerugian
Keuntungan maupun kerugian yang timbul dari usaha bersama akan ditanggung secara proporsional sesuai kontribusi modal masing-masing pihak.
4) Pengelolaan Bersama
Para mitra musyarakah berhak dan berkewajiban untuk terlibat dalam pengelolaan usaha, kecuali ada kesepakatan khusus.
5) Jangka Waktu Fleksibel
Akad musyarakah dapat dilakukan untuk jangka waktu tertentu atau tidak terbatas, tergantung kesepakatan para pihak.
B. Mekanisme Akad Musyarakah
Pada mekanisme dasar akad Musyarakah, kedua pihak yang saling bermitra, keduanya akan berkontribusi dalam menyerahkan modal dan skill untuk melakukan suatu usaha bersama. Dari usaha tersebut akan menghasilkan keuntungan dan dibagi berdasarkan kesepakatan, sementara kerugian dibagi berdasarkan kontribusi modal.
Gambar 2 Mekanisme Akad Musyarakah
BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dilakukan mengenai pentingnya Mekanisme Keuangan Syariah Berbasis Bagi Hasil dapat disimpulkan bahwa Sistem keuangan syariah berbasis bagi hasil merupakan pendekatan yang adil dan transparan dalam melakukan transaksi keuangan, berbeda dari sistem konvensional yang menggunakan bunga. Dalam sistem ini, pembagian keuntungan dan kerugian dilakukan secara proporsional antara pemilik modal dan pengelola usaha, yang diatur melalui perjanjian atau akad. Dua mekanisme utama dalam sistem ini adalah Profit Sharing dan Revenue Sharing, masing-masing dengan cara perhitungan yang berbeda. Profit Sharing berfokus pada pembagian keuntungan bersih setelah biaya, sementara Revenue Sharing didasarkan pada total pendapatan sebelum pengurangan biaya.
Penerapan akad seperti Mudharabah dan Musyarakah mendukung terciptanya kolaborasi yang saling menguntungkan antara pihak-pihak yang terlibat, di mana pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola (mudharib) memiliki peran yang jelas.
Dimana Mudharabah melibatkan pemilik modal yang membiayai 100% usaha dan kerugian ditanggung oleh pemilik modal kecuali ada kelalaian, sementara Musyarakah melibatkan kontribusi modal dari semua pihak dengan pembagian keuntungan dan kerugian sesuai proporsi kontribusi. Dengan pendekatan ini, keuangan syariah berbasis bagi hasil tidak hanya memenuhi aspek syariah, tetapi juga memfasilitasi kerjasama yang produktif dan meningkatkan kepercayaan di antara pelaku usaha. Oleh karena itu, keuangan syariah berbasis bagi hasil memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Qodariah Barkah, Saprida, and Fitri Raya, “Konsep Akad Mudharabah dalam Perbankan Syariah,” J. Ekobistek, vol. 11, pp. 251–257, 2022, doi:
10.35134/ekobistek.v11i4.380.
[2] “MATERI M5 - Akuntansi Mudharabah (PEMILIK DANA).”
[3] A. Rahmawati, E. Rahma, D. Syuhada, and Serlina, “Sistem Oprasional Syariah (bagi Hasil/Profit Sharing),” J. Ekon. Syariah, vol. 5, no. 1, pp. 25–38, 2022.
[4] ICDX, “Akad Musyarakah: Pengertian, Jenis dan Contohnya.” [Online].
Available: https://www.icdx.co.id/news-detail/publication/akad-musyarakah- pengertian-jenis-dan-contohnya#