PENGARUH METODE INTERVAL TRAINING DAN CONTINOUS RUN TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN AEROBIC DAN SKILL
TEKNIK ATLET PENCAK SILAT SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Kepelatihan Fisik Olahraga
Disusun Oleh:
Muhammad Hafidz Fathul Bari 1904465
PROGRAM STUDI KEPELATIHAN FISIK OLAHRAGA DEPARTEMEN KEPELATIHAN OLAHRAGA
FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2024
LEMBAR PENGESAHAN
PENGARUH METODE INTERVAL TRAINING DAN CONTINOUS RUN TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN AEROBIC DAN SKILL
TEKNIK ATLET PENCAK SILAT Disetujui dan Disahkan oleh Dosen Pembimbing
Pembimbing I
Dr. Mulyana, M.Pd.
NIP. 197108041998021001
Pembimbing II
Sagitarius M.Pd.
NIP. 196911132001121001
Mengetahui,
Ketua Prodi Kepelatihan Fisik Olahraga Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan
Universitas Pendidikan Indonesia
Dr. Alen Rismayadi, M.Pd.
NIP. 19750812200912100
LEMBAR KEASLIAN SKRIPSI
PENGARUH METODE INTERVAL TRAINING DAN CONTINOUS RUN TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN AEROBIC DAN SKILL
TEKNIK ATLET PENCAK SILAT
Oleh
Muhammad Hafidz Fathul Bari
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains Olahraga pada Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan
Muhammad Hafidz Fathul Bari 2024 Universitas Pendidikan Indonesia
Juli 2024
Hak Cipta dilindungi Undang Undang
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau Sebagian Dengan dicetak ulang, di fotocopy, atau cara lainnya tanpa seizin penulis
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Pengaruh Metode Interval Training dan Continous Run terhadap peningkatan kemampuan Aerobik dan Skill Teknik Atlet Pencak Silat” beserta seluruh isinya merupakan karya tulis saya sendiri. Di dalam penelitian ini tidak ada yang merupakan plagiat dari karya orang lain dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara yang tidak sesuai dengan etika dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi apabila kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran etika keilmuan atau ada klaim dari pihak terkait terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung, 15 Juli 2024 Yang Membuat Pernyataan
Muhammad Hafidz Fathul Bari NIM. 1904465
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, penulis panjatkan puji dan syukur atas ke-Hadirat-Nya, yang telah melampirkan Rahmat dan Hidayah-Nya dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul “Pengaruh metode interval training dan continuous run terhadap peningkatan kemampuan aerobic dan skill teknik atlet pencak silat” tepat pada waktunya. Proposal Skripsi ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan proposal skripsi ini. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan proposal skripsi ini. Adapun yang menjadi bahasan dalam penelitian ini adalah mengetahui pengaruh latihan interval training dan continuous run terhadap kemampuan aerobic dan skill teknik pencak silat. Terlepas dari itu penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi sistematika maupun tata bahasa. Oleh karena itu dengan lapang dada penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki proposal skripsi ilmiah ini. Akhir kata penulis berharap semoga proposal skripsi ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca lainnya. Semoga skripsi yang sederhana ini memberikan kontribusi yang positif terhadap karya tulis ilmiah Aamiin.
Bandung, 15 Juli 2024
Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat serta karunia, sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Dalam usaha untuk mendapatkan gelar Sarjana, penulis menyadari penuh akan keterbatasan waktu juga pengetahuan sehingga tanpa bantuan dari semua pihak tidaklah mungkin akan berjalan dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada:
1. Allah SWT. Karena atas rahmat dan karunianya penulis diberikan kesehatan, kecerdasan, kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Ayahanda Mumun Gunawan dan Ibunda tercinta Ibu Suciarti yang selalu setia mendoakan dan memberikan dukungan moril dan materi sehingga Ananda dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.
3. Bapak Dr. H. Raden Boyke Mulyana, M.Pd selaku Dekan Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan.
4. Bapak Dr. Alen Rismayadi, M.Pd selaku Ketua Program Studi Kepelatihan Fisik Olahraga.
5. Bapak Dr. H. Mulyana, M.Pd. selaku dosen pembimbing I, yang dengan penuh kesabaran dalam membimbing dan selalu memberikan motivasi serta saran yang sangat bermanfaat bagi penulis selama menjalani perkuliahan sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini.
6. Bapak Sagitarius, M.Pd. selaku pembimbing II yang dengan penuh kesabaran dan semangat memberikan motivasi, petunjuk, bimbingan serta masukan-masukan yang sangat bermanfaat bagi penulis sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini.
Serta kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam segala hal, Semoga Allah SWT senantiasa membalas atas segala kebaikannya dan melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Aamiin.
PENGARUH METODE INTERVAL TRAINING DAN CONTINOUS RUN TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN AEROBIC DAN SKILL
TEKNIK ATLET PENCAK SILAT Muhammad Hafidz Fathul Bari Email : [email protected] Program Studi Kepelatihan Fisik Olahraga
Universitas Pendidikan Indonesia Pembimbing I : Dr. Mulyana, M.Pd
Pembimbing II : Sagitarius M.Pd.
ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai interval training dan continuous run terhadap peningkatan kemampuan aerobik dan skill teknik atlet pencak silat. Tujuan penelitian ini untuk mengerahui pengaruh Interval Training dan Continous Run terhadap peningkatan kemampuan aerobic dan skill teknik atlet pencak silat.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan desain penelitian Two-grup pretest-posttest. Populasi yang di gunakan adalah atlet pencak silat persinas asad kota bandung yang berjumlah 24 atlet dengan rentang usia 15-18 tahun. Sampel atlet yang di ambil adalah atlet pencak silat persinas asad kota bandung yang berjumlah 24 atlet diambil menggunakan teknik Purposive Sampling dari populasi. Instrumen penelitian ini menggunakan Bleep Test dan Skill teknik. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji Paired Sample Test dan hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari metode interval training dan continuous run terhadap peningkatan kemampuan aerobic dan skill teknik pada atlet pencak silat.
Kata Kunci: Interval Training, Continous Run, Aerobik, Skill Teknik, atlet pencak silat
THE EFFECT OF INTERVAL TRAINING AND CONTINUOUS RUN METHODS ON IMPROVING AEROBIC ABILITY AND TECHNICAL
SKILLS OF PENCAK SILAT ATHLETES Muhammad Hafidz Fathul Bari Surel : [email protected] Sports Physical Coaching Study Program
Indonesian education university Advisor I : Dr. Mulyana, M.Pd
Advisor II : Sagitarius M.Pd
ABSTRACT
The research discusses interval training and continuous run towards improved aerobic skills and skill techniques of silat peak athletes. The aim of this study is to examine the influence of Interval Training and Continuous Run on improved aerobic skills and skill techniques of silat peak athletes. The method used in this research is an experimental method with a two-group pretest-posttest research design. The population used was 24 athletes in the age range of 15-18 years. The sample was taken from the population using purposive sampling techniques. This research instrument uses Bleep Test and Skill techniques. The data analysis technique used was the Paired Sample Test and the results of this study showed that there was a significant influence of interval training and continuous run methods on the improvement of aerobic skills and technical skills in silat top athletes.
Keyword : Interval Training, Continuous Run, Aerobics, Technical Skills, Pencak Silat athletes
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...i
LEMBAR KEASLIAN SKRIPSI...ii
PERNYATAAN...iii
KATA PENGANTAR...iv
UCAPAN TERIMAKASIH...v
ABSTRAK...vi
ABSTRACT...vii
DAFTAR ISI...viii
BAB I...1
1.1 Latar Belakang...1
1.2 Rumusan Masalah...4
1.3 Tujuan Penelitian...5
1.4 Manfaat Penelitian...5
1.4.1 Manfaat Teorestis...6
1.4.2 Manfaat Praktis...6
BAB II...7
2.1 Pencak Silat...7
2.1.1 Karakteristik Pencak Silat...9
2.1.2 Hakikat Kondisi Fisik...12
2.1.3 Kategori Tanding...15
2.2 Hakikat Daya Tahan...16
2.2.1 Sistem Energi...18
2.2.2 VO2MAX...21
2.3 Model Interval Training...24
2.4 Model Latihan Continous Run...26
2.5 Penelitian Yang Relevan...27
2.6 Kerangka Berpikir...27
2.7 Hipotesis Penelitian...28
2.7.1 Terdapat pengaruh yang signifikan metode interval training terhadap kemampuan aerobic atlet pencak silat...29
2.7.2 Terdapat pengaruh yang signifikan metode interval training terhadap kemampuan skill teknik atlet pencak silat...29
2.7.3 Terdapat pengaruh yang signifikan metode contionous run terhadap kemampuan aerobic atlet pencak silat...29
2.7.4 Terdapat pengaruh yang signifikan metode continuous run terhadap kemampuan skill teknik atlet pencak silat...29
2.7.5 Terdapat perbedaan pengaruh antara metode interval training dan continuous run terhadap kemampuan aerobic atlet pencak silat...29
2.7.6 Terdapat perbedaan pengaruh antara metode interval training dan continuous run terhadap kemampuan skill teknik atlet pencak silat...29
BAB III...30
3.1 Metode Penelitian...30
3.2 Desain Penelitian...30
3.3 Populasi dan Sampel...31
3.3.1 Populasi Penelitian...31
3.3.2 Sampel Penelitian...31
3.4 Instrumen Penelitian...32
3.4.1 Bleep Test...32
3.4.2 Skill Tenik Pencak Silat...36
3.5 Prosedur Penelitian...37
3.5.1 Metode Interval Training...37
3.5.2 Metode Continous Run...38
3.6 Perlakuan/Treatment...40
3.7 Program Latihan...40
3.7.1 Program Interval Training...40
3.7.2 Program Latihan Continous Run...41
3.8 Teknik Analisis Data...42
3.8.1 Analisis Deskriptif Statistik...42
3.8.2 Uji Normalitas...42
3.8.3 Uji Homogenitas...42
3.8.4 Uji Hipotesis...43
BAB IV...44
4.1 Analisis Deskriptif...44
4.2 Uji Normalitas...46
4.3 Uji Homogenitas...47
4.4 Uji Hipotesis...48
4.5 Pembahasan...50
4.5.1 Metode interval training memiliki pengaruh terhadap kemampuan aerobic atlet pencak silat...50
4.5.2 Metode interval training memiliki pengaruh terhadap kemampuan skill teknik atlet pencak silat...50
4.5.3 Metode continuous run memiliki pengaruh terhadap kemampuan aerobic atlet pencak silat...50
4.5.4 Metode continuous run memiliki pengaruh terhadap kemampuan skill teknik atlet pencak silat...50
4.5.5 Terdapat perbedaan pengaruh antara interval training dan continuous run terhadap kemampuan aerobic atlet pencak silat...51
4.5.6 Terdapat perbedaan pengaruh antara interval training dan continuous
run terhadap kemampuan skill teknik atlet pencak silat...51
BAB V...52
5.1 Simpulan...52
5.2 Implikasi...52
5.3 Rekomendasi...52
DAFTAR PUSTAKA...52
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
Pencak silat adalah suatu seni bela diri tradisional yang berasal dari Indonesia.
Seni bela diri ini secara luas lebih dikenal di negara-negara Asia, seperti: Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura, Filipina, dan Thailand. Di Indonesia sendiri terdapat induk organisasi pencak silat yang diberi nama Ikatan Pencak Silat Indonesia atau yang lebih dikenal dengan IPSI. Sedangkan menurut Saryanto (2018) mengatakan bahwa suatu organisasi yang mewadahi dan memfasilitasi federasi federasi pencak silat di berbagai negara adalah Persekutuan Pencak Silat Antara Bangsa atau PERSILAT yang merupakan bentukan dari Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
Olahraga Pencak Silat di Provinsi Jawa Barat merupakan cabang olahraga yang selalu di pertandingkan, khususnya di tingkat pelajar. Dengan adanya Event yang berjalan baik di tingkat kota/kabupaten, provinsi dan nasional maka pesilat pelajar Provinsi Jawa Barat akan semakin berkembang. Perkembangan pencak silat di Jawa Barat saat ini termasuk baik terbukti bahwa di Jawa Barat sudah banyak perguruan Pencak Silat. Salah satunya perguruan Persinas Asad yang sering ikut andil dalam menyumbang atlet yang lolos seleksi untuk mewakili kontingen Provinsi Jawa Barat.
Persinas Asad Jawa Barat berpusat di Padepokan H. Ismail yang terletak di Jl.
Cijambe No.39, RT.05/RW.01, Pasir Endah, Kec. Ujung Berung, Kota Bandung.
Sarana dan prasarana untuk latihan di padepokan Persinas Asad Jawa Barat termasuk baik dan lengkap sehingga mendorong atlet untuk berprestasi. Para atlet berlatih 4 kali dalam seminggu yaitu pada hari Senin, Rabu, Jumat dan Minggu. Menurut pengamatan langsung Tim Kepelatihan Jawa Barat yang dipimpin oleh Joko Waluyo selama Kejurprov Jabar pada 23-25 Juni 2023, banyak atlet yang tidak memiliki ketahanan/endurance yang cukup, sehingga mereka tidak fokus selama pertandingan dan menyebabkan serangan-serangan yang tidak diperlukan. Maka di butuhkan keterampilan ketahanan/endurance yang baik agar tidak mudah lelah dan bisa fokus pada saat pertandingan.
Prestasi olahraga sangat ditentukan oleh kualitas dalam pelatihan dan pembinaan.
didukung oleh penerapan berbagai disiplin ilmu dan teknologi. Berbagai ilmu yang berkaitan dengan olahraga antara lain adalah psikologi olahraga, biomekanika, dan fisiologi latihan. Melalui dukungan berbagai disiplin ilmu tersebut akan menambah pengembangan ilmu kepelatihan secara aplikatif di lapangan dan merangsang timbulnya teori-teori latihan baru yang semuanya ini untuk pengembangan prestasi olahraga.
Usaha latihan yang maksimal dan terstuktur dapat memberikan hasil yang maksimal dalam prestasi olahraga. UU No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional ialah olahraga prestasi dilaksanakan melalui proses pembinaan dan pengembangan secara terencana, berjenjang, dan berkelanjutan dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan. UU RI Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional Bab VII pasal 21 ayat 2 dan 3, Pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi dilaksanakan dan diarahkan untuk mencapai prestasi olahraga pada tingkat daerah, nasional, dan internasional yang dilakukan oleh induk organisasi cabang olahraga tingkat pusat maupun pada tingkat daerah. Untuk pelaksanaan pengembangan prestasi pengorganisasian adalah salah satu cara untuk dapat melakukan pembinan yang sistematis dan terstruktur.
Prestasi pada bidang olahraga tentunya selalu dinginkan oleh setiap atlet, cara yang dapat dilakukan artinya adanya upaya pembinaan dan latihan untuk setiap cabang olahraga prestasi dengan suatu program latihan yang baik sesuai prinsip serta norma latihan. Salah satu yang perlu dibina untuk mencapai suatu prestasi yang baik artinya dengan latihan fisik. Dalam kondisi fisik terdapat beberapa komponen seperti yang diungkapkan oleh (Loda, 2017: 137) “salah satu faktor yang harus diperhatikan yaitu kondisi fisik dan ada beberapa tingkat kemampuan fisik, yaitu: kekuatan, daya tahan, kecepatan, daya ledak, kelentukan, keseimbangan, ketika reaksi, kelincahan, ketepatan serta koordinasi”.
Kemampuan fisik yang bagus serta mental yang prima merupakan modal utama agar atlet bisa berprestasi. Kemampuan fisik merupakan salah satu syarat yang harus dimiliki oleh atlet dalam mengembangkan prestasi olahraga yang baik, sehingga beberapa komponen biomotor fisiknya harus ditingkatkan sesuai dengan ciri, karakteristik, dan kebutuhan masing-masing cabang olahraga (Pujianto, 2015, hlm.
39). Dari pendapat diatas bisa kita artikan bahwa kemampuan fisik sangat penting untuk dilatih dan dikembangkan pada cabang olahraga prestasi.
Pada cabang olahraga beladiri pencak silat, komponen fisik biomotorik seperti kelenturan, kelincahan, kekuatan, daya tahan, kecepatan, ketepatan, power, reaksi dan keseimbangan memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kemampuan fisik atlet.
Dalam cabang olahraga pencak silat semua aspek latihan sangatlah penting hal tersebut diperkuat dengan pendapat Harsono (2018:39-49) yang mengemukakan bahwa ada empat aspek latihan yang perlu diperhatikan dan dilatih secara seksama oleh atlet yaitu : 1) latihan fisik, 2) latihan teknik, 3) latihan taktik, dan 4) latihan mental. Menurut (Sukadiyanto, 2004) mengatakan bahwa pada prinsipnya latihan merupakan suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik, yaitu untuk meningkatkan kualitas fisik, kemampuan fungsional peralatan tubuh, dan kualitas psikis anak latih.
Salah satu unsur komponen fisik yang tidak bisa diabaikan di cabang olahraga pencak silat ini adalah daya tahan (endurance). Daya tahan merupakan komponen dasar yang penting karena akan sangat berpengaruh terhadap performa atlet. Prestasi seorang atlet akan terhambat apabila kemampuan daya tahan nya tidak dilatih dengan benar sesuai dengan norma dan prinsip latihan.
Dalam kategori tanding, salah satu komponen fisik yang mempengaruhi adalah daya tahan (endurance) dan daya tahan akan menguntungkan pesilat saat melakukan teknik serangan atau bertahan karena pesilat mempunyai ketahanan yang baik.
Menurut Tohir Cholik dan Ali Maksum (2007:54) mengatakan bahwa “daya tahan akan relatif lebih baik untuk mereka yang memiliki kebugaran jasmani yang baik, yang menyebabkan memiliki tubuh yang mampu melakukan aktifitas terus menerus dalam waktu yang cukup lama tanpa mengalami kelelahan yang berat dan tubuh memiliki tenaga cadangan untuk melakukan aktifitas yang bersifat cepat”. Jadi daya tahan untuk seorang pesilat sangat penting untuk ditingkatkan dan dikembangkan.
Dalam upaya meningkatkan kemampuan daya tahan ada beberapa macam latihan yang bisa meningkatkan endurance yaitu: continous run, fartlek, cross country, tempo run, dan interval training. Latihan continuous run yang dilakukan secara teratur dapat membantu sistem pernafasan bekerja lebih baik, yang berarti lebih
sedikit pernafasan untuk menggerakkan volume udara yang sama. Menurut Sharkey (2011) Latihan ini dapat meningkatkan difusi oksigen dari paru-paru ke dalam darah tergantung dari ventilasi yang baik dan aliran darah yang memadai dalam pembuluh kapiler. Dengan peningkatan kapasitas difusi paru dan volume gas yang berdifusi, kemampuan seseorang untuk melakukan pembebanan kardiorespirasi tanpa kelelahan akan meningkat.
Metode interval terdiri dari interval ekstensif dan interval intensif, yang keduanya memiliki waktu istirahat. Interval ekstensif memiliki intensitas beban menengah, banyak repetisi, dan sedikit istirahat, sedangkan interval intensif memiliki intensitas beban submaksimal hingga maksimal, sedikit repetisi, dan istirahat yang lama. Pada tahun 1930, Woldemar Gerschler, seorang ahli jantung dan pelatih nasional atletik Jerman Barat, dianggap sebagai pencipta pertama dari latihan interval. Menurut Dinata (2005:6) Interval Training adalah latihan selang istirahat (lari cepat diselingi dengan jogging atau jalan). Adapun beberapa faktor yang harus dipenuhi dalam latihan interval, yaitu jarak lari yang akan ditempuh, kecepatan yang akan ditempuh, jumlah atau ulangannya, lama priode istirahat, dan jenis atau sifat istirahat.
Penelitian ini akan dilakukan di Perguruan Persinas Asad Kota Bandung. Adapun alasan peneliti melakukan penelitian ditempat tersebut yaitu berdasarkan observasi dan wawancara secara singkat dengan pelatihnya yang mana para pesilat ditempat tersebut belum memaksimalkan latihan daya tahan dikarenakan pengetahuan yang kurang dari pelatihnya.
Berdasarkan pendapat diatas maka peneliti memandang bahwa daya tahan suatu komponen fisik yang sangat penting oleh pesilat pada saat bertanding. Jika seorang pesilat memiliki daya tahan yang baik sesuai dengan metode yang akan dilatih, maka ini akan menunjang performa saat bertanding. Pesilat dituntut untuk memiliki daya tahan yang baik karena itu akan menguntungkan pesilat. Maka peneliti perlu untuk mengadakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi yang diberikan oleh metode latihan ini terhadap peningkatan kemampuan aerobic.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang
“Pengaruh Metode Interval Training dan Continous Run Terhadap Peningkatan Kemampuan Aerobic dan Skill Teknik Atlet Pencak Silat.”
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah metode interval training berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan aerobic atlet pencak silat?
2. Apakah metode interval training berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan skill teknik atlet pencak silat?
3. Apakah metode continous run berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan aerobic atlet pencak silat?
4. Apakah metode continous run berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan skill teknik atlet pencak silat?
5. Apakah terdapat perbedaan pengaruh antara interval training dan continous run terhadap kemampuan aerobic atlet pencak silat?
6. Apakah terdapat perbedaan pengaruh antara interval training dan continous run terhadap kemampuan skill teknik atlet pencak silat?
I.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan diatas, maka penelitian ini memiliki tujuan yaitu:
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh metode latihan interval training terhadap peningkatan kemampuan aerobic
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh metode latihan interval training terhadap peningkatan kemampuan skill teknik atlet pencak silat.
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh metode continuous run terhadap peningkatan kemampuan aerobic.
4. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh metode continuous run terhadap peningkatan skill teknik atlet pencak silat.
5. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengaruh antara interval training dan continuous terhadap kemampuan aerobic.
6. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengaruh antara interval training dan continuous terhadap kemampuan skill teknik pencak silat.
I.4 Manfaat Penelitian
Apabila penelitian ini telah diketahui hasilnya secara signifikan, maka penelitian
I.4.1 Manfaat Teorestis
Secara teoristis penelitian ini dapat menjadi bahan dan informasi bagi para pelatih olahraga khususnya untuk cabang olahraga pencak silat dalam mengetahui tentang metode latihan yang dapat meningkatkan kemampuan aerobic dan skill teknik.
I.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai rekomendasi untuk para pelatih dan atlet bahwa interval training dapat meningkatkan endurance dalam cabang olahraga pencak silat.
a. Bagi pelatih pencak silat, metode interval training dan continuous run dapat dijadikan rujukan dalam memberikan latihan yang bisa berdampak pada prestasi para atlet.
b. Bagi atlet, metode interval training dan continuous run dapat meningkatkan tingkat endurance yang cukup baik dan dapat berkontribusi terhadap aspek fisik maupun aspek lainnya untuk menjadikan lebih baik lagi dalam cabang olahraga pencak silat.
BAB II KAJIAN TEORI
Pada bab ini dibagi menjadi beberapa bagian utama, yang selanjutnya pada bagian utama tersebut terdapat pembahasan masing-masing serta menjelaskan mengenai teori yang berkaitan dengan topik penelitian.
II.1 Pencak Silat
Pada zaman kuno nenek moyang Indonesia telah memiliki cara pembelaan diri yang ditujukan guna melindungi diri dan mempertahankan kelangsungan hidupnya, keluarganya, dan kelompoknya. Berjuang untuk mendapatkan makanan, hidup merasa aman tenteram, terlepas dari rasa takut terhadap ancaman dan gangguan musuh-musuhnya, binatang buas atau ancaman alam sekitarnya. Pada waktu itu orang yang kuat dan pandai berkelahi mendapat kedudukan yang baik di masyarakat sehingga dapat menjadi kepala suku atau panglima raja. Lama-kelamaan ilmu berkelahi lebih teratur sehingga timbullah suatu ilmu beladiri yang disebut pencak silat (Mulyana, 2013: 79).
Pencak silat sudah ada sejak kejayaan Kerajaan Sriwijaya, sebagai bukti mereka memiliki pendekar-pendekar dan prajurit-prajurit yang mahir dalam beladiri. Raden Wijaya Bersama pendekar dan prajuritnya dengan keampuhan siasat dan kemampuan bela dirinya dapat mengalahkan bala tentara Tartar sehingga dapat digempur Kembali ke Tiongkok. Selanjutnya Raden Wijaya Bersama para pendekar dan prajuritnya mendirikan Kerajaan Majapahit yang merdekan dan berdaulat (I Ketut Sudiana, 2017: 1-2).
Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan belanda para pendekan dan para pemudanya secara suka rela turut mengangkat senjata dengan kepandaian pencak silatnya untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan bangsa dan negara. Menurut Nugroho (2008:24) Pencak silat adalah sistem bela diri yang mempunyai empat nilai sebagai satu kesatuan, yakni nilai etis, teknik, estetis, dan atletis. Nilai-nilai ini tidak hanya merupakan nilai-nilai yang terkandung dalam pencak silat, tetapi juga merupakan karakteristik unik dari olahraga yang berasal dari
masyarakat rumpun melayu. Pencak silat adalah permainan atau keterampilan dalam menangkis, menyerang, dan membela diri dengan senjata atau tanpanya.
Dalam Pencak Silat, gerak dasar adalah suatu gerak yang direncanakan, diarahkan, dikoordinasi, dan dikendalikan. Empat aspek ini terkait satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan, sehingga Pencak Silat merupakan cabang olahraga yang cukup lengkap untuk dipelajari. Menurut Notosoejitno (1997:59), mengatakan bahwa pencak silat dikategorikan menjadi beberapa 4 yaitu:
A. Pencak Silat Seni, yang secara keseluruhan menggunakan teknik dan jurus pencak silat beladiri yang dimodifikasi sesuai dengan standar estetika dengan tujuan untuk menampilkan keindahan pencak silat.
B. Pencak Silat Mental Spiritual, Cabang pencak silat secara keseluruhan, bersama dengan teknik dan jurusnya, merupakan modifikasi dari teknik dan penggunaannya. Tujuan dari modifikasi ini adalah untuk menggambarkan dan menanamkan falsafah pencak silat.
C. Pencak Silat Olahraga, adalah cabang pencak silat yang keseluruhannya menggunakan teknik dan jurus yang dimodifikasi dari pencak silat beladiri.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan ketangkasan dan kebugaran serta prestasi olahraga.
D. Pencak Silat Beladiri, cabang pencak silat di mana tujuan penggunaan teknik dan jurusnya secara keseluruhan adalah untuk mempertahankan atau membela diri.
Menurut Rusli Lutan dalam Herman Tarigan 2003:23, ada tiga gerakan dasar yang dimiliki setiap orang: gerakan lokomotor, gerakan non-lokomotor, dan gerakan manipulatif. Gerak non-lokomotor "adalah keterampilan yang dilakukan tanpa memindahkan tubuh dari tempatnya, misalnya membungkuk badan, memutar badan, mendorong dan menarik", sementara gerak lokomotor "digunakan untuk memudahkan tubuh dari satu tempat ke tempat lain atau memproyeksikan tubuh ke atas misalnya: jalan, lompat dan berguling", menurut Rusli Lutan 2000:11. Namun, gerak manipualtif adalah kemampuan untuk melakukan tugas dengan kaki atau bagian tubuh lainnya.Sebagai contoh, gerakan manipulatif ini melibatkan koordinasi mata-tangan dan mata-kaki.
II.1.1 Karakteristik Pencak Silat A. Gerakan
Menurut Rusli Lutan dalam Herman Tarigan 2003:23, ada tiga gerakan dasar yang dimiliki setiap orang: gerakan lokomotor, gerakan non-lokomotor, dan gerakan manipulatif. Gerak non-lokomotor "adalah keterampilan yang dilakukan tanpa memindahkan tubuh dari tempatnya, misalnya membungkuk badan, memutar badan, mendorong dan menarik", sementara gerak lokomotor "digunakan untuk memudahkan tubuh dari satu tempat ke tempat lain atau memproyeksikan tubuh ke atas misalnya: jalan, lompat dan berguling", menurut Rusli Lutan 2000:11. Namun, gerak manipualtif adalah kemampuan untuk melakukan tugas dengan kaki atau bagian tubuh lainnya.Sebagai contoh, gerakan manipulatif ini melibatkan koordinasi mata-tangan dan mata-kaki. Adapun Gerakan teknik dasar dalam pencak silat, yaitu :
- Kuda-Kuda
Menurut Johansyah Lubis (2014:8) Kuda-kuda juga digunakan sebagai latihan dasar pencak silat untuk memperkuat otot-otot kaki dengan memperlihatkan sikap kedua kaki dalam keadaan statis, teknik ini digunakan untuk mendukung sikap pasang pencak silat. Dalam melakukan kuda-kuda, otot yang dominan adalah quadriseps femonis dan hamstring. Ditinjau dari bentuknya, kuda-kuda dapat diklarifikasikan menjadi 4 jenis yaitu (1) Kuda- kuda depan (2) Kuda-kuda belakang (3) Kuda-kuda tengah (4) Kuda-kuda samping.
- Teknik Tendangan Pencak Silat
Tendangan adalah teknik serangan yang digunakan untuk serangan sedang dan jauh dengan menggunakan tungkai sebagai bagian atau pusat penyerangan.
Dalam pertandingan olahraga pencak silat, tidak semua teknik tendangan yang digunakan dalam olahraga pencak silat dapat digunakan untuk menyerang. Hal ini dilakukan berdasarkan seberapa efektif teknik tendangan digunakan dan seberapa banyak poin yang diperoleh dalam pertandingan.
- Teknik Jatuhan Pencak Silat
Dalam pencak silat, jatuhan adalah teknik serangan dengan lima jenis: sapuan tegak, sapuan rebah, besetan, guntingan, dan sabetan. Jatuhan dilakukan dengan menggunakan tungkai atau kaki untuk menjatuhkan lawan.
- Teknik Pukulan Pencak Silat
Dalam olahraga pencak silat, istilah "pukulan" mengacu pada berbagai macam teknik serangan yang dilakukan dengan tangan kosong sebagai bagian darinya. Tidak semua teknik pukulan dapat digunakan atau dilakukan saat bermain pencak silat. Ini dilakukan untuk menilai efisiensi, efektivitas, dan keselamatan pesilat. Pukulan depan, pukulan sangkal atau bandul, pukulan samping, dan pukulan melingkar adalah teknik pukulan yang paling umum digunakan.
B. Aspek Teknik
Tujuan utama dari latihan teknik pencak silat adalah untuk meningkatkan koordinasi tubuh, kelentukan, keseimbangan, kekuatan, kecepatan, dan daya. Nam un, latihan yang bertujuan untuk meningkatkan daya tahan otot (endurance), daya tahan jantung dan paru-paru (stamina), dan tenaga ledak (explosive power) harus dilakukan sebagai pendukung untuk mencapai kondisi yang ideal. Keterampilan (agility), ketepatan (accuracy), dan gerak refleks juga diperlukan untuk mencetak seorang atlet berkualitas tinggi yang memiliki teknik dan taktik yang bagus.
Dalam latihan teknik, pembentukan sikap dan gerak juga harus diperhatikan.
Keduanya berfungsi sebagai dasar dari berbagai teknik pencak silat. Latihan pembentukan sikap terdiri dari koordinasi tiga komponen utama: sikap kaki (kuda- kuda), sikap tubuh, dan sikap tangan. Ketiga komponen ini bekerja sama, mereka akan membentuk sikap seperti duduk, kudakuda, tegak, berbaring, dll. Aspek yang membedakan latihan pembentukan gerak dari latihan pembentukan sikap adalah pemahaman tentang arah, lintasan, langkah, pola langkah, dan kecepatan.
Salah satu tujuan dari latihan teknik adalah untuk mempelajari teknik pencak silat yang sistematis dan berkaidah. Adapun unsur-unsur teknik atau Gerakan dasar yang perlu dibina, yaitu:
- Pola Langkah
- Sikap pasang dan pengembangannya - Teknik belaan
- Teknik serangan - Teknik jatuhan - Teknik kuncian.
Pertandingan nomor seni membutuhkan kerapian teknik. Atlet nomor seni biasanya terdiri dari tiga hingga lima atlet yang melakukan serangkaian gerakan (jurus) secara bersama-sama dalam waktu dua menit. Atlet harus menunjukkan kepada juri pertandingan kerapian, keragaman, dan kesamaan gerak. Sedikit saja ketidak rapian dan ketidak seragaman yang dipertunjukkan akan dapat membuat ketidak-maksimalan nilai dalam pertandingan.
C. Aspek Taktik
Latihan taktik merupakan strategi ataupun rencana yang dibuat oleh seorang pelatih dalam menghadapi sebuah pertandingan. Menurut Harsono (2001) menyatakan bahwa “tujuan dari latihan taktik yaitu untuk menumbuhkan perkembangan interpretive daya tafsir pada atlet”. Sehingga pemain akan dihadapkan dengan materi latihan yang berisi pola-pola pertandingan dan strategi ketika menyerang bahkan bertahan.
D. Aspek Mental
Salah satu latihan yang paling penting bagi seorang pesilat, seperti latihan yang lain, adalah latihan mental. Pelatih pencak silat harus memberikan latihan mental ini kepada atlet sedini mungkin. Membina mental seorang pesilat untuk tujuan prestasi mencakup hal-hal berikut:
- Menanamkan motivasi untuk berlatih dengan semangat tinggi dan kerja sama yang baik.
- Menumbuhkan sikap mental yang positif selama latihan dan pertandingan, serta sikap pribadi yang baik.
- Menumbuhkan sikap sportif, disiplin, dan rasa tanggung jawab seorang pesilat.
- Menanamkan sikap berani, ulet, tabah, dan mampu mengendalikan diri.
Pelatih biasanya memberikan latihan mental dengan memberikan semangat selama latihan dan diskusi. Namun, kita harus ingat bahwa setiap orang bertanggung jawab atas hal itu. Untuk itu, latihan meditasi diperlukan, karena kebutuhan olah pikiran dan meditasi masing-masing pesilat berbeda. Seorang pesilat diharapkan dapat mengendalikan konsentrasi, pikiran, dan perasaannya melalui meditasi.
II.1.2 Hakikat Kondisi Fisik
Kondisi fisik atlet sangat penting untuk program latihan mereka. Program latihan kondisi fisik harus dirancang dengan baik dan sitematis untuk meningkatkan kesegaran dan kemampuan sistem tubuh untuk berfungsi dengan lebih baik, sehingga atlet dapat mencapai hasil yang diharapkan. Menurut Sidik (2019) Kebugaran jasmani adalah kondisi fisik di mana seseorang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan fungsi alat-alat tubuhnya terhadap tugas fisik tertentu dan keadaan lingkungan secara efektif, tanpa kelelahan yang berlebihan, dan setelah pulih sepenuhnya sebelum melakukan tugas yang sama pada hari berikutnya.
Kondisi fisik yang baik sangat penting untuk seorang atlet yang ingin meningkatkan kinerjanya. Bahkan, kondisi fisik ini dapat dianggap sebagai titik tolak suatu olahraga prestasi. Kondisi fisik adalah satu kesatuan utuh dari bagian-bagian yang tidak dapat dipisahkan yang dipertahankan dan ditingkatkan. Ini berarti bahwa setiap upaya untuk meningkatkan kondisi fisik harus melibatkan pengembangan semua aspek tersebut. Namun, ini harus dilakukan menggunakan sistem prioritas, yang menentukan komponen mana yang menerima porsi latihan yang lebih besar daripada komponen lain. Harsono (2001) menyatakan bahwa kondisi fisik yang baik akan berdampak pada berbagai fungsi dan sistem tubuh, antara lain:
- Sistem sirkulasi dan kerja jantung akan lebih baik.
- Kekuatan, kelentukan, stamina, dan komponen kondisi fisik lainnya akan meningkat.
- Perputaran gerak yang lebih baik selama latihan.
- Organ-organ tubuh akan pulih lebih cepat setelah latihan.
- Respon yang lebih cepat terhadap stres.
Seorang atlet pencak silat harus mempunyai komponen-komponen kondisi fisik yang baik agar dapat meningkatkan kemampuannya. Menurut M. Sajoto (1998:10) ada 10 komponen fisik, antara lain:
- Kekuatan
Menurut Andi Suhendro dalam Apta Mylsidayu dan Febi Kurniawan (2015:98) “Kekuatan merupakan salah satu komponen dasar biomotor dengan kemampuan otot atau sekolompok otot untuk mengerahkan tenaga maksimal dalam menahan beban tertentu dalam suatu aktivitas dengan waktu terbatas”
- Daya Tahan
Daya tahan atau (endurance) ialah kemampuan organ tubuh olahragawan untuk menghindari dari kelelahan selama berlangsungnya aktivitas olahraga atau kerja dalam jangka waktu yang cukup lama (Sukadiyanto, 2011: 60). Daya tahan selalu terkait dengan waktu dan intensitas kerja, semakin lama latihan dan lebih intens aktivitasnya, semakin baik daya tahannya.
- Daya Ledak
Daya ledak adalah kemampuan seorang atlet untuk mengatasi hambatan dengan kecepatan kontraksi yang tinggi. Ini adalah salah satu komponen komponen kondisi fisik, dan dapat ditingkatkan melalui latihan tertentu.
Menurut Harsono (2001:24) Daya ledak adalah kemampuan otot atau sekelompok otot seseorang untuk mempergunakan kekuatan maksimal yang dikerahkan dalam waktu yang sependek pendeknya atau sesingkat singkatnya.
- Kecepatan
Kecepatan adalah waktu yang dibutuhkan oleh tubuh untuk melakukan suatu kerja fisik tertentu. Ini sangat penting dalam banyak jenis olahraga karena diperlukan untuk memindahkan tubuh atau menggerakkan anggota tubuh dari satu posisi ke posisi lainnya dengan cepat.
Pengertian kecepatan menurut Harsono (2001:36), adalah kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu sesingkat-singkatnya atau kemampuan untuk menempuh suatu jarak dalam waktu yang cepat.
- Kelentukan
Kelenturan adalah kemampuan persendian, ligament, dan tendon yang terletak di sekitarnya untuk melaksankan gerak seluas mungkin. Kelenturan juga merupakan bagian dari kesegaran jasmani yang sangat penting yang dikuasai oleh setiap atlet. Karena kemampuan gerak yang serba cepat, kuat, luwes, namun bertenaga, pengembangan kelenturan tubuh harus diberikan perhatian khusus.
Menurut ismaryati (2008:101) Kelenturan sebagai salah satu komponen kesegaran jasmani, merupakan kemampuan menggerakan tubuh atau bagianbagianya seluas mungkin tanpa terjadi ketegangan sendi dalam cedera otot.
- Keseimbangan
Salah satu komponen yang sangat penting dalam berbagai aktivitas yang dilakukan oleh setiap orang adalah keseimbangan, yang berarti bahwa jika seseorang memiliki keseimbangan yang baik, maka segala aktivitas fisik yang mereka lakukan juga akan berjalan dengan baik.
Menurut Con Hrysomallis (2010:224) Keseimbangan atau balance adalah suatu proses untuk mempertahankan posisi pusat gravitasi tubuh. Sedangkan menurut M Sajoto (1955:11) Keseimbangan merupakan kemampuan seseorang mengendalikan organ syaraf ototnya selama melakukan gerak baik dalam keadaan statis maupun dinamis
- Koordinasi
Koordinasi didefinisikan sebagai hubungan yang harmonis dan saling berpengaruh di antara kelompok otot yang berbeda saat melakukan tugas tertentu. Orang yang memiliki koordinasi yang baik dapat menggabungkan beberapa gerakan tanpa ketegangan dengan urutan yang benar dan melakukan gerakan kompleks dengan lancar tanpa mengeluarkan terlalu banyak energi.
Menurut Ismaryati (2006:55) koordinasi merupakan suatu kemampuan biomotorik yang sangat komplek. Koordinasi erat hubungannya dengan kecepatan, kekuatan, daya tahan, fleksibilitas dan juga sangat penting untuk mempelajari dan menyempurnakan teknik dan taktik
- Kelincahan
Seorang pesilat, terutama dalam cabang olahraga beladiri seperti pencak silat, harus memiliki kecerdasan fisik yang sangat penting, terutama saat
mendapat serangan dari lawan. Seorang pesilat harus mampu mengubah arah dan melakukan serangan balik dengan cepat.
Menurut Wahjoedi (2001:61) kelincahan (agility) adalah kemampuan tubuh untuk mengubah arah secara cepat tanpa adanya gangguan keseimbangan atau kehilangan keseimbangan.
- Ketepatan
Koiril Anam (2013:79) mengemukakan bahwa Ketepatan atau accuracy adalah kemampuan untuk mengarahkan sesuatu gerak ke suatu sasaran yang dituju. Sasaran dapat berupa jarak atau mungkin suatu obyek langsung yang harus dikenai, misalnya dalam menembak, memasukan bola dalam bola gawang, menendang dengan sasaran samsak, dan lain-lain
- Reaksi
Quickness sering kali diartikan sebagai langkah awal dari kecepatan. Dalam ilmu fisika, seringkali diartikan sebagai reaksi (Brown, 2015: 15). Atlet mana yang dapat berlari paling kencang, melompat paling tinggi, dan melempar paling jauh, akan menjadi pemenang lomba. Sehingga latihan velocity dan quickness sangat penting dan mendasar, apapun cabang olahraga yang dilombakan (Brown, 2015: 273).
II.1.3 Kategori Tanding
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, Pencak Silat telah berkembang sebagai jenis olahraga pertandingan sejak tahun 1970-an. Pertandingan dilakukan sesuai dengan standar olahraga, tetapi tidak melupakan aturan pencak silat. Berbagai tradisi beladiri dan kesenian Pencak Silat tersebar di seluruh negeri, masing-masing dengan gaya dan karakteristik unik. Namun, sebagai olahraga, ada batas-batas nasional dan internasional. Seorang pesilat harus benar-benar memahami peraturan pertandingan dan secara teratur melakukan latihan yang sesuai dengan standar latihan agar mereka dapat berpartisipasi dalam pertandingan olahraga.
Dengan diperkuat adanya Munas IPSI XII bahwa Pencak Silat adalah olahraga prestasi yang terdiri dari empat kategori yaitu kategori tanding, tunggal, ganda dan regu (Munas XII IPSI, 2007: ii). Seorang pesilat yang bertanding dalam semua
kategori baik tanding, tunggal, ganda dan regu dibutuhkan teknik, taktik, mental dan stamina yang baik.
A. Kategori Tanding
Kategori tanding adalah kategori dalam olahraga Pencak Silat yang menampilkan 2 Orang pesilat dari kubu yang berbeda. Keduanya saling berhadapan menggunakan unsur pembelaan dan serangan yaitu menangkis, mengelak, menyerang, menghindar pada sasaran, dan menjatuhkan lawan dengan menggunakan kaidah dan pola langkah yang memanfaatkan kekayaan teknik jurus. (Munas XII IPSI, 2007:1).
B. Kategori Tunggal
Kategori tunggal adalah kategori pertandingan Pencak Silat yang menampilkan seorang pesilat memperagakan kemahirannya dalam jurus tunggal baku secara benar, tepat dan mantap, penuh penjiwaan, dengan tangan kosong dan bersenjata serta tunduk kepada ketentuan dan peraturan yang berlaku untuk kategori ini (Munas IPSI, 2007:1).
C. Kategori Ganda
Kategori ganda adalah kategori pertandingan Pencak Silat yang menampilkan dua orang pesilat dari kubu yang sama, memperagakan kemahiran dan kekayaan teknik jurus serang bela pencak silat yang dimiliki. Gerakan serang bela ditampilkan secara terencana, efektif, estetis, mantap dan logis dalam sejumlah rangkaian seri yang teratur, baik bertenaga dan cepat maupun dalam gerakan lambat penuh penjiwaan dengan 13 tangan kosong dan dilanjutkan dengan bersenjata, serta tunduk kepada ketentuan dan peraturan yang berlaku untuk kategori ini (Munas IPSI, 2007:1)
D. Kategori Regu
Kategori regu adalah kategori pertandingan Pencak Silat yang menampilkan tiga orang pesilat dari kubu yang sama, memperagakan kemahirannya dalam jurus regu baku secara benar, tepat, mantap, penuh penjiwaan dan kompak dengan tangan kosong serta tunduk kepada ketentuan dan peraturan yang berlaku untuk kategori ini (Munas IPSI, 2007:2).
Sebagai pelestarian budaya khas Indonesia, pencak silat sekarang tersebar di segala bidang khususnya di dunia pendidikan yang mana sudah menjadi kegiatan
yang sangat positif bagi siswa sekolah dasar, sekolah pertama, sekolah menengah, dan perguruan tinggi di Indonesia.
II.2 Hakikat Daya Tahan
Daya tahan adalah kemampuan tubuh dalam melakukan aktivitas/kerja dalam jangka waktu yang lama tanpa mengalami kelelahan yang signifikan, disertai dengan pemulihan yang cepat (Sidik, 2019: 149). Daya tahan selalu terkait dengan waktu dan intensitas kerja; semakin lama latihan dan lebih intens aktivitasnya, semakin baik daya tahannya.
Dalam olahraga, daya tahan adalah kemampuan jaringan otot untuk berfungsi selama aktivitas untuk mencegah kelelahan. Daya tahan terkait dengan lamanya aktivitas, yaitu lebih banyak aktivitas yang dilakukan, lebih banyak jaringan otot yang dapat bekerja. Akibatnya, kemampuan daya tahan yang kuat sangat penting bagi setiap atlet. Penyusunan program latihan harus disesuaikan dengan kemampuan orang yang dilatih untuk meningkatkan kemampuan mereka dan untuk mencapai tujuan program.
Endurance adalah kemampuan organ tubuh seorang atlet untuk menghindari kelelahan selama aktivitas fisik atau jam kerja yang panjang (Sukadiyanto, 2011: 60).
Daya tahan selalu berhubungan dengan (durasi) dan intensitas kerja, semakin lama seorang atlet berlatih dan semakin tinggi intensitas aktivitasnya maka daya tahannya akan semakin baik. Secara fisiologis, kemampuan jantung dan organ pernapasan berkorelasi dengan daya tahan. Jantung memiliki kemampuan untuk meningkatkan volume semenit (cardiac out-put) untuk mengangkut oksigen dan bahan kimia yang digunakan dalam sistem metabolik. Pompaan darah akan lebih lancar ketika jantung dapat berfungsi dengan baik, memungkinkan sel-sel yang membutuhkan aliran darah untuk dipenuhi sesuai dengan kebutuhannya (Fox, 1988).
Kemampuan paru-paru menghisap oksigen sebanyak mungkin dan ditampung kemudian disuplai ke seluruh tubuh merupakan kerja paru-paru yang cukup berat.
Seperti saat melakukan aktivitas dengan intensitas dan volume yang tinggi dan dengan waktu yang lama konsumsi oksigen sangat banyak diperlukan. Peningkatan ini disebabkan karena meningkatnya metabolisme akibat meningkatnya latihan. Oleh karena itu, secara fisiologis kemampuan fungsi paru harus baik serta mempunyai
ketahanan dalam melaksanakan kerja. Keadaan CO2 tinggi disebabkan oleh sisa pembakaran dari pertukaran gas yang masuk ke dalam darah. Tingginya karbondioksida ini akan mengganggu siklus operasi organ tubuh, menyebabkan pekerjaan tidak dapat dilakukan dengan benar. Untuk mengeluarkan karbondioksida dari tubuh, sistem pernapasan harus bekerja.
Dalam olahraga prestasi yang dimaksud daya tahan adalah (1) Kemampuan melawan kelelahan pada beban kerja otot yang berlangsung lama, (2) Kemampuan untuk pulih Kembali dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Sebagaimana diketahui kemampuan daya tahan identik dengan sistem energi aerob (O2) yang berarti apabila seorang atlet memiliki kemampuan daya tahan yang tinggi artinya memiliki sistem energi aerobic bekerja dengan baik pada tubuhnya.
Hal ini ada hubungannya dengan jumlah O2 yang di proses dalam tubuh atlet pada saat bekerja atau berlatih maksimal atau lebih dikenal dengan nama VO2MAX.
II.2.1 Sistem Energi
Menurut Husein Argasmita (2007) daya tahan adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan atau aktifitas olahraga dalam jangka waktu lama tanpa adanya rasa kelelahan yag berati. Daya tahan akan relatif lebih baik untuk mereka yang memiliki kebugaran jasmani yang baik, yang menyebabkan memiliki tubuh yang mampu melakukan aktifitas terus menerus dalam waktu yang cukup lama tanpa mengalami kelelahan yang berati dan tubuh memiliki tenaga cadangan untuk melakukan aktifitas yang bersifat cepat (Tohir Cholik dan Ali Maksum, 2007:54)
Berbicara mengenai daya tahan, tentunya tidak akan lepas dari sistem energi tubuh yang dipakai pada saat seseorang mempertahankan kinerjanya dalam waktu yang lama. Pada hakikatnya menurut Harsono (2018: 12-14) sistem energi tubuh manusia itu terbagi menjadi 3 bagian yaitu sistem aerobik, anaerobik alaktik dan anaerobik laktik.
A. Sistem Energi Aerobik
Sistem energi aerob adalah sistem energi tubuh di mana mekanisme penyediaan energi untuk mewujudkan gerak yang bergantung pada kebutuhan O2. Setiap orang membutuhkan daya tahan kardiovaskuler untuk melakukan
aktivitas, terutama berolahraga. Tanpa daya tahan kardiovaskuler yang baik, sulit bagi seseorang untuk melakukan olahraga dengan baik. Namun, lamanya berlangsung tergantung pada kemampuan fungsional sistem kerja sekunder dalam memasok oksigen sehingga tanpa peran serta cardiopilmona-respitory yang baik pengolahan aerob tidak mungkin terlaksana dan aktivitas kerja otot, tulang, dan persendian akan terhenti (Sidik. 2019: 153).
Sistem energi tubuh yang utama adalah metabolisme aerobik. Sistem ini memberi energi bagi pembaharuan ATP dengan oksidasi karbohidrat, lemak dan protein yang disimpan dalam sel. Tidak seperti sistem anaerobik, metabolisme aerobik sangat efisien dan pada akhirnya tidak mengahsilkan kelelahan. Jadi, tubuh kebanyakan menggunakan sistem energi ini untuk jangkauan terbesar yang dimungkin. Metabolisme aerobik mencakup banyak reaksi kimiawi yang membutuhkan bantuan oksigen, karena aerobik mengacu pada menggunakan bantuan oksigen. Setelah 120 detik, asam laktat tidak dapat diresintesis untuk menghasilkan energi.
Metabolisme aerobik benar-benar menyediakan seluruh energi ATP yang dibutuhkan otot selama latihan dengan intensitas sedang dan rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh fakta bahwa sistem metabolisme aerobik sangat bergantung pada latihan dengan intensitas sedang dan rendah, yang memungkinkan sistem pernapasan jantung untuk mengangkut oksigen ke otot secara teratur (Pate, 1993: 239).
Glikolisis adalah pemecahan glikogen secara kimiawi, sedangkan glikolisis aerobik adalah pemecahan glikogen dengan bantuan oksigen. Ada perbedaan antara glikolisis aerobik dan glikolisis anaerobik, yaitu dengan adanya bantuan oksigen maka asam laktat tidak tertimbun di dalam otot. Dengan kata lain berkat bantuan oksigen akan menghambat terjadinya timbunan asam laktat di dalam otot, tetapi oksigen tersebut tidak meresintesis ATP. Peran oksigen dalam metabolisme aerobik tidak boleh diabaikan. Mudahnya, tanpa oksigen metabolisme aerobik tidak mungkin terjadi karena selama latihan metabolisme aerobik terjadi di dalam mitikondria pada serabut otot
Selanjutnya aktivitas fisik yang menggunakan sistem energi aerobik cenderung menggunakan power rendah dan berhubungan erat dengan daya tahan
kardiorespirasi. Sedangkan aktivitas fisik yang berasal dari sistem energi anaerobik memiliki kecenderungan menggunakan power yang tinggi dan berkaitan erat dengan power otot serta ketahanan otot. Berikut adalah ciri-ciri sistem aerob : (1) intensitas kerja sedang; (2) durasi kerja lebih dari tiga menit;
(3) irama gerak (kerja) lancar dan konsisten (kontinyu); dan (4) pembentukan karbondioksida+air (CO2+H2O) selama aktivitas.
Dalam pertandingan pencak silat kategori tanding, sistem energi aerobik tetap diperlukan untuk pembentukan ATP. Tingkat penggunaan bantuan oksigen membedakan sistem energi anaerobik dari aerobik. Ketiga sistem energi bekerja sama dan memenuhi satu sama lain selama otot bekerja. Oleh karena itu, sistem energi terdiri dari serangkaian proses yang berfungsi secara bersamaan untuk pemenuhan tenaga (Soekarman, 1991: 17).
B. Sistem Energi Anaerobik
Dua jenis sistem energi anaerobik adalah sistem energi anaerobik alaktik dan sistem energi anaerobik laktik. Sistem AT-PPC menyediakan sistem energi anaerobik alaktik, sedangkan sistem asam laktat menyediakan sistem energi anaerobik laktik (Bompa, 1994: 22). Kedua jenis sistem energi tersebut tidak membutuhkan bantuan oksigen (O2) yang banyak. ATP menyediakan semua energi yang diperlukan untuk menjalankan fungsi tubuh dalam situasi di mana tidak ada sistem energi tambahan, ia hanya melakukan pekerjaan selama kira- kira 6 (enam) detik.
Sistem energi anaerobik alaktik biasanya habis dalam 10 detik Shepard (1978: 9-15). Jika sistem energi ATP dapat dibantu oleh sistem energi Phospho Creatin (PC) yang tersimpan di sel otot, kerja otot dapat berlangsung lebih lama (Nossek, 1982 dalam Awan Hariono, 2006: 28). Namun, sistem glikolisis anaerobik atau asam laktat dapat memperpanjang kerja otot selama sekitar 120 detik (McArdle et al., 1986: 348).
Jumlah ATP dalam otot sangat terbatas, sehingga perlu dibuat ATP baru agar sumber energi tidak segera habis. Namun, sejumlah sistem di dalam otot berfungsi sebagai perantara dan secara teratur menghasilkan ATP dari ADP.
Akibatnya, ada cukup ATP untuk melakukan aktivitas selama intensitas rendah hingga sedang (Shadiqin, 2013: 29). Aktivitas anaerobik adalah aktivitas yang
sangat intens yang membutuhkan banyak energi dalam waktu yang singkat tetapi tidak dapat dilakukan secara konsisten dalam jangka waktu yang lama.
Biasanya, aktivitas anaerobik juga membutuhkan waktu istirahat untuk meregenerasi ATP, yang memungkinkan aktivitas tersebut dapat dilanjutkan (Anwari, 2007: 2).
Pada proses pemenuhan energi, fosfat kreatin adalah sumber energi yang paling cepat membentuk ATP. Lebih sering disebut sebagai sistem fosfagen, ATP dan PC adalah sumber energi yang dapat digunakan secara cepat yang tidak memerlukan oksigen (O2), dan jumlah sistem ATP-PC dapat ditingkatkan melalui latihan yang melibatkan gerakan yang cepat dan pembebanan yang tinggi (Soekarman, 1991 dalam Awan Hariono, 2006: 29).
Menurut Awan Hariono (2006:29) Pemecahan creatin dan fosfat menghasilkan pembentukan ATP. Ini menghasilkan energi yang digunakan untuk meresintesis ADP+P menjadi ATP dan kemudian dirubah lagi menjadi ADP+P, yang menghasilkan pelepasan energi yang diperlukan untuk kontraksi otot. Perubahan CP ke C+P, sebaliknya, menghasilkan energi yang digunakan untuk meresintesis ADP+P menjadi ATP.
II.2.2 VO2MAX
Suharjana (2013: 51) menjelaskan bahwa VO2Max adalah pengambilan oksigen secara maksimal, yang biasanya ditunjukkan dalam volume setiap menit dan juga disebut konsumsi oksigen terus-menerus dalam setiap menit. Kapasitas aerobik maksimal (VO2Max) menunjukkan seberapa kuat kemampuan motorik seorang atlet untuk melakukan proses aerobik. Seseorang dengan VO2Max yang tinggi lebih cepat pulih setelah beraktivitas atau latihan daripada seseorang dengan VO2Max yang rendah karena VO2Max yang tinggi menghasilkan kadar asam laktat yang lebih rendah dan memungkinkan pengulangan gerakan yang lebih berat dan lebih lama.
Para pakar olahraga menyarankan untuk membangun VO2Max yang besar dengan kata lain tubuh atlet dibuat dengan tingkat aerob yang tinggi. Terdapat keuntungan yang banyak dalam hal membangun VO2Max yang besar yaitu memiliki penyediaan dan penciptaan energi untuk bergerak tanpa batas, memiliki masa pemulihan (recovery) yang sangat cepat sehinggaa atlet dapat bekerja lama tanpa
mengalami kelelahan yang berarti. Berikut adalah table detak jantung pada intensitas latihan dari 50-90%.
Usia 50% 60% 65% 70% 75% 80% 90%
12 139 153 160 167 174 180 194
13 139 152 159 166 173 180 193
14 138 152 158 165 172 179 192
15 138 151 158 165 171 178 192
16 137 150 157 164 171 177 191
17 137 150 156 163 170 176 190
18 136 149 156 162 169 176 189
19 136 149 155 162 168 175 188
20 135 148 155 161 168 174 187
21 135 147 154 160 167 173 186
22 134 147 153 160 166 172 185
23 134 146 153 159 165 172 184
24 133 146 152 158 165 171 183
25 133 145 151 158 164 170 183
Sumber: Topend Sport
Untuk meningkatkan VO2 max, ada beberapa hal yang harus diperhatikan.
Latihan harus menggunakan otot-otot besar tubuh secara intensif (terus-menerus) dalam jangka waktu yang relatif lama. Jenis latihan kardio atau aerobik yang meningkatkan detak jantung, paru-paru, dan sistem otot adalah yang terbaik. Latihan harus dilakukan dengan intensitas sedang dan relatif lama. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa latihan pada intensitas detak jantung 65% hingga 85% dari detak jantung maksimum, selama setidaknya 20 menit, dengan frekuensi 3 – 5 kali seminggu, dapat meningkatkan VO2 max.
Agar latihan daya tahan berjalan nyaman dan sesuai target yang diinginkan maka kita perlu mengetahui denyut nadi maksimal (maximum heart rate) dari setiap atlet yang akan dilatihnya. Maximum heart rate (MHR) adalah jumlah denyutan jantung yang tercepat pada saat bekerja/berlatih. Hal ini bergantung pada umur dan dapat dicari dengan menggunakan rumus :
MAXIMUM HEART RATE = 200 – AGE Satuannya: Denyut/menit
Adapun tahapan melatih daya tahan agar kemampuannya menjadi lebih berkembang dan meningkat maka perlu adanya struktur latihan yang bertahap.
Paulus mengungkapkan bagaimana latihan daya tahan yang ditulis oleh Dikdik, Paulus. 2010 pada tabel dibawah:
Level Sasaran Durasi Denyut Nadi
I Aerobic Foundation 40 – 120 Menit 130-140x/menit II Aerobic Development 12 – 40 Menit 150-160x/menit III Anaerobic Treshold 2 – 12 Menit 130-140x/menit II.3 Model Interval Training
Interval training atau latihan yang mengikuti prinsip interval ditandai dengan variasi panjang pembebanan (panjang jarak/jumlah rangkaian latihan), variasi intensitas beban (speed/overload), variasi interval beban (waktu istirahat), dan jenis istirahat berlawanan dengan komponen pemuatan. Komponen harus dimuat sedemikian rupa sehingga memiliki tujuan tertentu. Alhasil, latihan interval harus menyertakan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk istirahat sebelum kembali beraktivitas. Untuk tujuan ini, istirahat dipisahkan menjadi dua kategori: istirahat pasif (tidur, berdiri, atau duduk) dan istirahat aktif (jogging, berjalan, berenang, atau bersepeda dengan lembut). Kisaran interval istirahat dalam latihan kemudian diungkapkan oleh Fox (1994), yaitu:
A. Intensitas rendah, maka rasio interval antara kerja dan istirahat 1 : 1.
B. Intensitas sedang, maka rasio interval antara kerja dan istirahat 1 : 2.
C. Intensitas tinggi (menggunakan beban), maka rasio interval antara kerja dan istirahat 1 : 3.
Perlu juga dihitung intensitas beban dari panjang masing-masing beban. Jika intensitas beban tinggi (85% VO2 max), durasi latihan dapat dipersingkat—antara 15 dan 12 menit—tetapi jika intensitas beban rendah, waktu latihan harus diperpanjang.
karena kemampuan beradaptasi organisme terhadap tuntutan kinerja selama interupsi (interval). Model latihan Interval Training Menurut Harsono (2018:23) ada dua bentuk latihan interval, yaitu:
1. Latihan Interval lambat akan tetapi dengan jarang yang lebih jauh.
Contoh latihan interval lambat dengan jarak tempuh yang jauh:
- Jarak lari : 600 m atau 800 m.
- Intensitas : Kira-kira 70% dari kemampuan maksimal.
- Ulangan lari : 8-12 Repetisi
- Istirahat (interval) : Sampai d.n. 120-130/menit atau sekitar 2-3 menit 2. Latihan Interval Cepat akan tetapi dengan yang yang lebih pendek.
Contoh latihan interval cepat dengan jarak yang pendek:
- Jarak lari : Ditempuh dalam 10-30 detik.
- Intensitas : Kira-kira 80-90% maksimal.
- Ulangan lari : 10-15 kali.
- Istirahat (interval) : Sampai d.n. 120-130/menit atau sekitar 2-3 menit Namun dengan berkembangnya ilmu sport science banyak dari beberapa ahli yang mengembangkan ilmu untuk meningkatkan daya tahan melalui latihan interval, seperti menurut Sidik (2018:165-167) dalam Zimmerman, yaitu:
1. Latihan dengan Prinsip Interval
Latihan ini menepuh jarak latihan seperti lari jauh tanpa terputus tetapi dengan istirahat yang tidak dihitungberapa lama istirahatnya atau sering disebut dengan metode latihan repetisi (Wise Interval). Metode latihan ini berprinsip terjadinya masa istirahat di antara aktivitas latihan. Pada prinsip interval terbagi menjadi 2 macam yaitu Endless Relays dan Jog-Stride.
2. Metode Latihan Interval yang Ekstensif
Pada prinsipnya metode latihan interval ekstensif adalah salah satu metode latihan interval yang dilakukan secara berkelanjutan dan sistematis dengan intensitas beban menengah, repetisi yang banyak, dan masa istirahat sedikit.
Metode interval ekstensif adalah suatu metode latihan yang hampir sama dengan metode latihan interval intensif yang mana didalamnya sudah ditentukan mengenai intensitas, repetisi, jumlah set dan istirahatnya. Perbedaanya terletak pada intensitas kerja, dan istirahat lebih pendek dari pada interval intensif.
Menurut Syafruddin (1999:92), karakteristik metode interval ekstensif adalah intensitas beban sedang 60%–80%, jumlah/volume beban tinggi dan banyak ulangan, 20-30 kali perseri, interval/istirahat tidak penuh yaitu 45–90 detik perseri, dan efek latihan peningkatan daya tahan kecepatan.
Metode interval ekstensif menekankan intensitas yang rendah, sehingga latihan dengan banyak repetisi menyebabkan kelelahan yang tinggi dan waktu istirahat yang lebih pendek. Metode latihan interval yang ekstensif memiliki ciri- ciri sebagai berikut:
- Intensitas Latihan : 60-80% dari kemampuan maksimal.
- Volume Latihan : 20-30 kali/seri.
- Interval : Istirahat antar repetisi relatif singkat 45-90 detik/seri . - Durasi : Lamanya beban latihan relatif Panjang.
3. Metode Latihan Interval yang Intensif
Metode interval intensif memiliki jarak tempuh, waktu tempuh, jumlah pengulangan, dan waktu pemulihan yang sudah ditentukan. Metode ini bertujuan untuk meningkatkan kecepatan agar atlet dapat mempersiapkan diri untuk kerja keras dan meningkatkan kecepatan saat kekurangan oksigen dan pembentukan asam laktat terjadi.
Latihan dengan metode interval intensif memiliki sedikit repetisi dan istirahat yang lebih lama. Ini karena metode ini menekankan intensitas yang tinggi dan istirahat yang lama, yang memungkinkan istirahat yang lebih baik, yang diharapkan dapat mencapai hasil yang optimal.Namun, karena jumlah repetisi yang rendah tidak menghasilkan rangsangan lelah yang berlebihan.
Metode latihan interval yang instensif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Intensitas Latihan : 80-90% dari kemampuan maksimal.
- Volume Latihan : 6-10 kali/seri.
- Interval : 90-180 kali/seri.
- Durasi : Lamanya beban latihan relatif singkat.
II.4 Model Latihan Continous Run
Continuous Running merupakan metode latihan dengan memanfaatkan Gerakan yang sama dalam waktu yang lama. Menurut Harsono (2018), lari terus menerus dapat digunakan untuk latihan kontinu. Metode ini dapat berlangsung lebih dari tiga puluh menit dengan intensitas ringan hingga sedang, yang memungkinkan peningkatan kapasitas aerobik.
Metode kontinu membiasakan organ tubuh pemain untuk bekerja pada intensitas yang sedang dalam waktu yang lama, yang meningkatkan kinerja tubuh mereka (Sukadiyanto, 2011). Sukadiyanto menambahkan bahwa metode kontinu dilakukan tanpa hambatan dalam lintasan latihan, sehingga pemain dapat melakukan aktivitas yang sama dalam jangka waktu yang sama dengan hasil yang optimal. Metode ini menggunakan gerakan untuk meningkatkan kemampuan tubuh untuk menghirup oksigen selama latihan atau bertanding. Akibatnya, metabolisme pemain dapat bekerja lebih efisien selama latihan atau pertandingan.
Menurut beberapa penelitian dari (Busyairi, Badruzzaman dan Hamidie Ronald Daniel Ray, 2018), (Hutajulu, 2014), menyimpulkan bahwa metode kontinu adalah model latihan yang hanya memanfaatkan jenis latihan berlari (jogging) pada intensitas sedang hingga rendah dalam durasi waktu minimal 30 – 75 menit.
Kelebihan dari model latihan ini adalah latihan sangat mudah dilakukan karena tidak membutuhkan banyak media pendukung. Seseorang hanya melakukan latihan jogging atau lari secara konsisten selama periode waktu tertentu. Namun, model latihan memiliki kekurangan: tidak ada jeda untuk istirahat dan memerlukan waktu yang lama untuk menyesuaikan diri dengan daya tahan aerobik.
Jadi, yang perlu diperhatikan dalam latihan continuous ialah bahwa jangan sampai terjadi akumulasi asam laktat yang berlebihan. Pada tingkat intensitas paling tinggi sekalipun (80%), denyut nadi harus diusahakan hanya mendekati atau sama dengan ambang rangsan anaerobic, tidak melebihinya.
Pencak Silat Atletik
Performa Pesilat II.5 Penelitian Yang Relevan
Penelitian oleh Eka Yulianto (2022) yang berjudul “Pengaruh Interval Training Terhadap Peningkatan Kapasitas Anaerob Berkaitan Dengan Performa Atlet Pencak Silat”. Penelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen dengan design pretest- posttest control group design. Populasi penelitian ini adalah atlet pencak silat PON 2020 Jawa Barat. Populasi dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen yang diberikan treatment pelatihan interval dan kelompok kontrol yang tidak diberikan treatment. Setiap kelompok melakukan tes daya tahan baik sebelum diberikan treatment dan sesudah diberikan treatment dengan menggunakan RAST Test.
II.6 Kerangka Berpikir
Dari uraian diatas tentang kajian teori, dapat dirumuskan kerangka berpikir sebagai berikut latihan daya tahan menguunakan metode interval training adalah faktor penting yang mempengaruhi pertandingan dalam pencak silat. Daya tahan didefinisikan sebagai pembentukan awal kondisi fisik yang paling mendasar dan akan menunjang komponen fisik lainnya. Pengaruh metode interval training merupakan latihan yang dikenal di berbagai cabang olahraga khususnya pada cabang olahraga beladiri dan permainan. Kemampuan daya tahan yang terlatih akan menimbulkan performa yang baik dan menjadi bahan acuan untuk menerapkan pola latihan yang tepat dan mendapatkan semua aspek yaitu fisik, teknik, taktik dan mental.
Menurut Joko Pekik Irianto, (2004) ada 3 konsep dasar latihan yaitu frekuensi, Intensitas dan lamanya latihan. Hal tersebut menjadi landasan dasar dalam latihan.
Latihan dengan menggunakan metode interval training ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan kapasitas aerobic dan indeks kelelahan dalam pertandingan pencak silat.
Kerangka berpikir pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Continous Interval
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir II.7 Hipotesis Penelitian
Menurut Sugiyono (2017:63), hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Disebutkan sementara karena jawaban yang ditawarkan hanya berdasarkan ide-ide yang relevan dan belum pada informasi faktual yang dikumpulkan melalui pengumpulan data, dari hipotesis tersebut akan dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan apakah hipotesis tersebut benar adanya atau tidak.
Berdasarkan pemaparan kerangka pemikiran diatas, maka dirumuskan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
II.7.1 Terdapat pengaruh yang signifikan metode interval training terhadap kemampuan aerobic atlet pencak silat.
II.7.2 Terdapat pengaruh yang signifikan metode interval training terhadap kemampuan skill teknik atlet pencak silat.
II.7.3 Terdapat pengaruh yang signifikan metode contionous run terhadap kemampuan aerobic atlet pencak silat.
II.7.4 Terdapat pengaruh yang signifikan metode continuous run terhadap kemampuan skill teknik atlet pencak silat.
II.7.5 Terdapat perbedaan pengaruh antara metode interval training dan continuous run terhadap kemampuan aerobic atlet pencak silat.
II.7.6 Terdapat perbedaan pengaruh antara metode interval training dan continuous run terhadap kemampuan skill teknik atlet pencak silat.