Skripsi yang berjudul “PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ’ÂT TERHADAP PENAFSIRAN AYAT AHKÂM (Studi Banding Tafsir Surat al-Baqarah dalam kitab Jâmi’ al-Bayân karya ath-Thabarî dan kitab al-Bahr al- Muhîth karya Abu Hayyân al-Andalûsî) yang disusun oleh Siti Khodijah dengan Nomor Induk Mahasiswa 21341054, diujikan pada sidang Munaqasyah Program Pascasarjana Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta pada tanggal 20 Agustus 2015. Ya Allah, Jadikanlah Al-Qur’an untuk kita di dunia sebagai sahabat sejati, di alam kubur sebagai penghiburan, di hari kiamat sebagai penolong, di atas syirâth sebagai cahaya, di surga sebagai sahabat, sebagai ‘benteng dan penghalang dari api neraka’. , sebagai tanda dan petunjuk dalam kebaikan. Ibu terima kasih atas limpahan doa dan kasih sayang yang tiada habisnya serta selalu memberikan yang terbaik.
Suamiku dan anak-anakku tercinta, terima kasih atas kasih sayang, perhatian, pengertian dan kesabaran yang telah memberikan semangat dan inspirasi bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Ahmad Munif Suratmaputra, MA selaku Direktur Program Pascasarjana Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta. Seluruh dosen Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta, khususnya dosen konsentrasi 'Ulumul Qur'an dan 'Ulumul Hadits, banyak memberikan ilmu dan wawasan selama masa studi.
Para pengelola dan petugas perpustakaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Al-Qur'an (IIQ) Jakarta dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta Iman Jama' Pasar Jum'at atas ketersediaan buku disana memudahkan penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.
Vokal
Qirâ`ât ialah satu bentuk bacaan al-Quran yang digunakan oleh qurrâ' yang sanadnya sampai kepada Rasulullah. Qirâ`ât mempunyai fungsi yang sangat penting dalam memahami ayat-ayat al-Quran termasuk yang berkaitan dengan ayat-ayat ahkâm. Ramai ahli tafsir menggunakan versi qirât ketika menafsirkan ayat-ayat al-Quran, seperti yang dilakukan oleh Muhammad bin Jarîr ath-Thabari dalam kitab tafsirnya Jami' al-Bayân fi Ta'wîl Al-Qur'ân dan Abû Hayyân al-Andalusî dalam kitab tafsirnya al- Bahr al-Muhîth.
Skripsi ini mengkaji tentang tafsir kitab Jâmi' al-Bayân karya ath-Thabarî yang berdasarkan tafsir bil Ma`tsûr, dan kitab al-Bahr al-Muhîth karya Abu Hayyân al-Andalûsî yang berdasarkan tafsir tafsir bil ra`yi al-mahmûd dalam penerapan qirâ `ât mutawâtirah pada 8 ayat hukum surat al-Baqarah. Kesimpulannya perbedaan qirâ`ât tafsir ath-Tabarî dan Abû Hayyân tidak sepenuhnya berpengaruh terhadap hukum istinbath dan gaya tafsir bil Ma`tsûr dalam Jâmi' al-Bayân fi Ta'wîl Al-Qur'an. 'ân lebih tegas dalam menentukan hukum istinbatha pada ayat-ayat yang mempunyai qirâ`ât mutawâtirah yang berbeda.
Latar Belakang Masalah
لا
للا
ق َربا
ر َرسا
ر َ لا
فَ ر َرف
جا
رف
هاَ
بلا
ي َ را)
Berdasarkan hadis di atas diketahui bahwa Al-Qur'an diturunkan dengan sab'atu ahruf (tujuh jenis bacaan). Ragam bacaan tersebut sudah ada sejak zaman Nabi SAW dimana sumbernya berasal dari Allah SWT yang kemudian diturunkan Nabi SAW kepada para sahabatnya. Sekalipun terdapat perbedaan pengucapan atau makna dalam bacaan-bacaan yang berbeda tersebut, namun perbedaan tersebut sebenarnya dapat digunakan untuk memperjelas makna hukum qirâ`ât yang lain dan ketidakjelasan makna Al-Qur'an. Qirâ`ât mempunyai fungsi yang sangat penting dalam memahami ayat-ayat Al-Qur'an, termasuk yang berkaitan dengan ayat-ayat ahkâm.
Perbedaan qirâ`ât akan mempengaruhi perbedaan peraturan perundang-undangan, sebagaimana telah dikemukakan oleh para ulama: “perbedaan qirâ`ât dalam Al-Qur'an akan menimbulkan pendapat para ulama mengenai hukum istinbath”.6. -Ghazâlî mengatakan bahwa di dalam Al-Qur'an terdapat sekitar 500 ayat yang menjelaskan tentang hukum. Ibnu Qutaibah menjelaskan bahwa perbedaan qirâ`ât yang menimbulkan pertentangan makna tidak terdapat dalam Al-Qur'an, yang ada hanyalah perbedaan qirâ`ât yang menimbulkan akibat perbedaan pemahaman yang masih dalam batas-batasnya. kebenarannya ditegaskan dari Al-Qur'an an.8.
Sebagai contoh perbedaan qirâ`ât yaitu Firman Allah SWT yang berbunyi: yaitu) dalam beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu yang sakit atau dalam perjalanan (dan berbuka), maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang terlewat pada hari-hari lainnya. Dalam tafsir ath-Thabarî dijelaskan bahwa ulama 'qirâ`ât di Madinah membacanya dengan idhâfah kalimat )َ ة ي د ف( pada kalimat)َ ما ع ط( yaitu menjadi (َر ي ك س م َ ما ع طَ ة ي د ف ) dan jika dibaca demikian, maka maknanya adalah: “dan orang yang tidak dapat berpuasa wajib menggantinya dengan memberi makan kepada orang miskin.”
Para ulama Qirâ`ât di Irak membacanya dengan harakat tanwîn dalam arti )َ ة ي د ف( dan dhammah dalam arti )َ ما ع ط(), yang menjadi (َر ي ك س م َ ما ع ط ) dan sebagai demikianlah bunyinya, maksudnya kalimat )ما ع ط() mempunyai kedudukan menjelaskan maksud )َ ة ي د ف() dan hukumnya wajib bagi orang yang berbuka puasa pada waktu menunaikan kewajiban apa. Pendapat ath -Thabarî mengenai perbedaan kedua qirâ`ât di atas, beliau lebih cenderung pada pendapat masyarakat Madinah yang menerapkan kalimat )ة ي د ف( pada kalimat ) ما ع ط( Kalimat ) ما ع ط( bukanlah pengganti (fidyah) puasa yang ditinggalkan oleh orang yang tidak mampu menunaikannya. .
Kajian Kepustakaan
Hasanuddin AF dalam disertasinya yang berjudul “Perbedaan Kirâ’at dan Dampaknya Terhadap Hukum Istinbath Dalam Al-Qur’an”. Ekawati dengan disertasi berjudul “Dampak Perbedaan Kirâ`ât Terhadap Makna Ayat Tafsir Ibnu Katsir dan Kitab al-Umm (Ringkasan Kaidah Bahasa Arab)”. Jufni Faisol dalam disertasinya yang berjudul “Dampak Perbedaan Qirâ’ât Terhadap Makna Ayat: Tinjauan Bahasa Kauaid”.
Ali Fahruddin dalam tesisnya yang berjudul “Pengaruh Perbedaan Qirâ`ât dalam Tafsir Ayat-Ayat Tentang Hubungan Gender”. Kesimpulannya adalah ayat-ayat tentang relasi gender yang mengandung perbedaan qirâ`ât memberikan pengaruh positif terhadap penafsiran Al-Qur'an. Sedangkan Muthmainnah telah membahas tentang qirâ`ât mutawâtirah dalam tafsir ath-Tabarî dengan judul.
25 Yufni Faisol, Dampak Perbedaan Qirâ`ât Terhadap Makna Ayat: Tinjauan Bahasa Qawâ'id, Disertasi di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003, hal. Penelitian yang membandingkan kedua kitab tafsir dengan tafsir ath-Thabarî dan Abû Hayyân yang menggunakan qirâ`ât mutawâtirah belum pernah dilakukan. 29 Romlah Widayati, Qirâ`ât Syâdzdzah Dalam Tafsir al-Bahr al-Muhîth, Disertasi di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.
Kumpulan qirâ'ât mutawâtirah yang digunakan oleh ath-Thabarî dan Abû Hayyân untuk menafsirkan ayat-ayat ahkam yang terdapat dalam surat al-Baqarah. Menjelaskan pengaruh perbedaan qirâ`ât terhadap penafsiran ayat ahkam dalam tafsir Jâmi' al-Bayân dan tafsir al-Bahr al-Muhîth. Perbandingan pengaruh perbedaan qirâ`ât terhadap penafsiran ayat ahkam antara tafsir Jâmi' al-Bayân dan al-Bahr al-Muhîth.
Sistematika Penulisan
- Ayat 283 : ) ٌناَهِرَف (
Kedua qiraat tersebut (tanvin dan idhafâh) mempunyai arti bahwa orang yang berpuasa berat wajib membayar fidya, namun bentuk fidyahnya berbeda, yaitu berupa pemberian makanan jika tanvin dibacakan, dan berupa hadiah kecuali. makanan (dalam bentuk lain yang ukurannya sama) jika dibacakan idhâfah. Dalam kitab tafsir Ath-Tabari dan Abu Hayyan dijelaskan bahwa perbedaan qirâ'at pada ayat ini tidak mempengaruhi hukum istinbath, namun mempengaruhi kedudukan tata bahasa Arab. Sedangkan Abu Hayyân menjelaskan bahwa qirâ'ât dibaca dengan rafa' (ُه ُفِعاَضُيَـف) artinya 'athaf dari lafaj (ُضِرْقُـي).
Dalam tafsir eth-Thaberi qirâ`ât dengan huruf ja berarti arti sedekah yang akan menghapus kesalahan. Sedangkan dalam penafsiran Abu Hayyân qirâ`at dengan huruf ya, akan tersirat bahwa Allah SWT menghapus sebagian dosa atau kesalahannya, serta amal yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi yang menyebabkan terhapusnya sebagian dosa dan kesalahan. Pendapat Abu Hayani ini didukung oleh al-Qurthubi yang mengatakan bahwa qirâ'at yang menggunakan huruf di awal kata akan mempunyai makna bahwa Allah SWT. dialah yang menghapus kesalahan-kesalahan ini, dan.
Pada ayat ini terdapat dua versi qirâ`ât dalam lafadz, namun tidak ada perbedaan makna. Adapun qirâ`ât kedua yang dibaca dengan i'râb rafa' (ٌة يِصَو) akan berimplikasi bahwa suami hanya dianjurkan (tidak diwajibkan) untuk membuat wasiat karena Allah swt. Perbedaan qirâ`ât mempengaruhi istinbath hukumnya, namun perbedaan tersebut dapat digabungkan atau dikompromikan.
Terdapat dua cara qirâ`ât membaca lafadz dalam ayat tersebut, yaitu dengan tasydid huruf tha atau dengan takhfif. Qirâ`ât membaca takhfîf mengandung makna hingga berhenti darah haid, dan qirâ`ât membaca tasydid mengandung makna. Demikian kesimpulan kajian perbandingan tafsir ath-Tabarî dan Abû Hayyân berkenaan pengaruh qirâ`ât yang berbeza terhadap 8 ayat hukum.
Saran-Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut terlihat bahwa penafsiran Ma`tsûr dalam Jâmi' al-Bayân fi Ta'wîl Al-Qur'ân lebih tegas dalam menentukan istinbath hukumnya pada ayat-ayat yang mempunyai qirâ`ât mutawâtirah yang berbeda dibandingkan kepada al-Bahr al-Muhîth dari Abû Hayyân al-Andalûsî, berdasarkan tafsir bil ra`yi al-mahmûd. Ekawati, Pengaruh Perbedaan Qirâ`ât Terhadap Makna Ayat Tafsîr Karya Ibnu Katsîr dan Buk al-Umm (Review Kaidah Kaidah Bahasa Arab), Disertasi Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009. Fahruddin , Ali, Pengaruh Perbedaan Qirâ`ât Dalam Tafsir Ayat – Ayat Terhadap Relasi Gender, skripsi di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2006.
Faisol, Yufni, Dampak Perbedaan Qirâ`ât Terhadap Makna Ayat: Tinjauan Bahasa Qawaid, Disertasi di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003. Fathoni, Ahmad, Tujuh Kaidah Qawâ'at Menurut Tharîq Syâthibiyyah, Jakarta : Institut PTIQ & IIQ dan Dâr al-'Ulûm Press, 2010. Hasanuddin AF, Perbedaan Qirâ`ât dan Pengaruhnya terhadap Hukum Istinbath dalam Al-Qur'an, disertasi di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta , 1994.
Isma'il, Muhammad Bakr, Ibnu Jarir ath-Thabarî wa manhajuhû fî at-Tafsîr, Kairo: Dâr al-Manâr, 1991. Ibnu al-Jazarî, an-Nasyr fî al-Qirâ`ât al-'Asyr, Beiroet: Dâr al-Kutub al-. Kurayyim, Muhammad, al-Qirâ'ât al-'Asyr al-Mutawâtirah min Tharîq asy- Syâthibiyyah wa ad-Durrah, Medina: Dâr al-Muhâjir, 1994 M/1414 H.
Muthmainnah, “Tafsir Ath-Thabari Terhadap Qirâ'ât Nafi' Riwayat Qâlûn dan Qirât 'Âshim Narasi Hafsh (Studi Kasus Q.S. al-Fatihah dan Q.S. al-Bakarah), tesis Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) 2011 Najihah, Malih Laila, Implikasi Qirâ`ât Syâdzdzah dalam Tafsir (Studi Kritis Kitâb Jami' al-Bayân karya th-Thabarî), tesis di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Muhammadhais, 2009. al-Mughna fî Taujîh al -Qirâ `ât al-'Asyr al-Mutawâtirah, Beirut: Dâr al-Jail, 1993.
Widayati, Romlah, Qirâ`ât Syâdzdzah dalam Tafsir al-Bahr al-Muhîth, disertasi di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009. GAMBARAN UMUM PERBEDAAN QIRÂ`ÂT PADA AYAT AHKÂM DALAM SURAH AL-BAQARAH DAN IMPLIKASI PENAFSIRANNYA DALAM KITAB JÂMI 'AL-BAYÂN DAN KITAB AL-BAHR AL-MUHÎTH.
ةَرِضاَح