• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN DP3AP2KB PROVINSI NTB DALAM MENANGANI KASUS ANAK KORBAN KEKERASAN DALAM KELUARGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PERAN DP3AP2KB PROVINSI NTB DALAM MENANGANI KASUS ANAK KORBAN KEKERASAN DALAM KELUARGA"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN DP3AP2KB PROVINSI NTB DALAM MENANGANI KASUS ANAK KORBAN KEKERASAN DALAM KELUARGA

(CHILD ABUSE) DI MASA PANDEMI COVID 19

OLEH : MARDIANA

180202114

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM 2022

(2)

PERAN DP3AP2KB PROVINSI NTB DALAM MENANGANI KASUS ANAK KORBAN KEKERASAN DALAM KELUARGA

(CHILD ABUSE) DI MASA PANDEMI COVID 19

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Mataram untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar sarjana hukum

OLEH : MARDIANA

180202114

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM 2022

(3)

(4)

(5)
(6)

MOTTO

1

َذىِع ٌشْيَخ ُت َٰحِل ٰ صلٱ ُتَٰيِقَٰبْلٱ َو ۖ بَيْوُّذلٱ ِة ٰىَيَحْلٱ ُتَىي ِص َنىُىَبْلٱ َو ُلبَمْلٱ ًلَمَأ ٌشْيَخ َو بًبا َىَث َكِّب َس

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan- amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi

Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”

(Q.s Al-Kahfi [8]: 46)

2

ٌميِظَع ٌشْجَأ ٓۥُيَذىِع ُ للَّٱ َو ۚ ٌتَىْتِف ْمُكُذَٰل ْوَأ َو ْمُكُل َٰىْمَأ ٓبَم وِإ

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan disisi Allahlah pahala yang paling besar

(Q.s At-Taghabun [64]: 15

1 https://tafsirweb.com/4872-surat-al-kahfi-ayat-46.html

2 https://tafsirweb.com/10959-surat-at-taghabun-ayat-15.html

(7)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsi ini untuk Bapakku Abdurrahman dan Ibuku Suryati yang tiada hentinya memberikan dukungan, dorongan, motivasi dan do‟a terbaik untuk kesuksesan penulis

Untuk seluruh saudara dan keluargaku Untuk semua guru dan dosenku Untuk seluruh sahabat-sahabatku

Untuk organisasiku Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), FKP Macerdas Mataram

Untuk almamater dan kampus tercinta UIN Mataram Untuk setiap orang yang selalu mendukungku dalam hidup

(8)

KATA PENGANTAR مي ِح هرلا ِنَمْحهرلا ِ هاللَّ ِمْسِب

Alhamdulillah segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesata alam dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad, juga kepada keluarga, sahabat, dan semua pengikutnya, Aamiin.

Penulis menyadari bahwa proses penyelesaian skripsi ini tidak akan sukses tanpa bantuan dan keterlibatan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis memberikan penghargaan setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu sebagai berikut:

1. Ibu Dr. Baiq Ratna Muhimmah, MH selaku pembimbing I dan Bapak Muhammad Dimas Hidayatullah Wildan, M. H.I selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan koreksi yang sangat mendetail terus menerus, dan tanpa bosan ditengah kesibukannya sehingga menjadikan skripsi ini lebih matang dan bisa selesai

2. Ibunda Hj, Ani Wafiroh selaku Ketua Program Studi Hukum Keluarga Islam

3. Bapak Dr. Moh. Asyiq Amrullah, M. Ag selaku Dekan Fakultas Syariah beserta seluruh bapak dan ibu dosen yang telah bekerja keras mendidik dan member bimingan dengan penuh keikhlasan dan kesabaran kepada penulis selama melaksanakan studi di UIN Mataram 4. Bapak Dr. Masnun, selaku Rektor Universitas Islam Negeri Mataram (UIN Mataram) beserta staf akademik UIN Mataram. Yang telah memberikan tempat bagi penulis untuk menuntut ilmu dan memberikan bimbingan dan keringanan untuk tidak berlama-lama beserta jajarannya

5. Ayah ibu tercinta, terima kasih atas do‟a, dukungan, arahannya sehingga anakmu bisa menyelesaikan studi dengan baik tanpa do‟a dan dukungan kalian penulis tidak bisa apa-apa

6. Untuk saudara-saudariku ST Nurmakdan Jahabi, Arfatunnisa, dan M.

Fuadin Maulana terima kasih atas do‟a dan dukungan kalian

(9)

7. Untuk jas Merah Maroon ku Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)

8. Untuk keluarga besar Forum Komunikasi Pelajar Mahasiswa Ncera, Diha dan Soki (FKP Macerdas Mataram)

Semoga amal kebaikan dari berbagai pihak tersebut mendapat pahala yang berlipat-ganda dari Allah swt. dan semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi alam semesta.

Mataram, 18 Februari 2022

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN LOGO ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

NOTA DINAS PEMBIMBING ... v

PERNYATAAN KEASLIAN PEMBIMBING ... vi

PENGESAHAN ... vii

MOTTO ... viii

PERSEMBAHAN ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

ABSTRAK ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat ... 8

1. Tujuan Penelitian ... 8

2. Manfaat Penelitian ... 9

D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian ... 9

E. Telaah Pustaka ... 10

F. Kerangka Teori ... 13

1. Institusi Keluarga ... 13

2. Pengertian Kekerasan Terhadap Anak ... 17

a. Kekerasan Terhadap Anak... 17

b. Karakteristik Kekerasan Terhadap Anak ... 18

c. Bentuk Kekerasan Terhadap Anak ... 19

d. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Terhadap Anak ... 22

3. Konsep Perlindungan Hukum Anak Korban Kekerasan 25 a. Perlindungan Hukum ... 25

b. Upaya Meminimalisir Kekerasan Terhadap Anak ... 32

G. Metode Penelitian ... 34

1. Metode Pendekatan ... 34

2. Jenis Penelitian ... 34

3. Subjek dan Objek Penelitian ... 35

(11)

4. Sumber Data ... 35

5. Teknik Pengumpulan Data ... 36

6. Teknik Analisis Data ... 39

7. Pengecekan Keabsahan Data ... 39

H. Sistematika Pembahasan ... 40

BAB II PAPARAN DAN TEMUAN DATA A. Gambaran Umum Lokasi ... 42

B. Peran DP3AP2KB Provinsi NTB Dalam Menangani Kasus Anak Korban Kekerasan dalam Keluarga (Child Abuse) di Masa Pandemi Covid 19 ... 49

C. Pandangan Hukum Islam Terhadap Kasus Anak Korban Kekerasan dalam Keluarga (Child Abuse) di Masa Pandemi Covid 19 ... 62

BAB III PEMBAHASAN A. Analisis Peran DP3AP2KB Provinsi NTB Dalam Menangani Kasus Anak Korban Kekerasan dalam Keluarga (Child Abuse) di Masa Pandemi Covid 19... 68

B. Analisis Pandangan Hukum Islam Terhadap Kasus Anak Korban Kekerasan dalam Keluarga (Child Abuse) di Masa Pandemi Covid 19 ... 80

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 88

B. Saran ... 88 DAFTAR PUSTAKA

(12)

PERAN DP3AP2KB PROVINSI NTB DALAM MENANGANI KASUS ANAK KORBAN KEKERASAN DALAM KELUARGA

(CHILD ABUSE) DI MASA PANDEMI COVID 19

Oleh:

Mardiana 180202114 ABSTRACT

Penulisan skripsi ini, penulis meneliti dan membahas tentang peran DP3AP2KB Provinsi NTB dalam menangani kasus anak korban kekerasan dalam keluarga (Child Abuse) di masa pandemi covid 19. Penelitian ini dilatar belakangi karena melihat kondisi objektif yang terjadi di kehidupan masyarakat lebih khusus Provinsi NTB yaitu fenomena maraknya kasus kekerasan terhadap anak. Kasus kekerasan terhadap anak kian hari semakin mencuat ke permukaan terlebih di masa pandemic covid 19.

Berbagai macam model kekerasan yang dialami oleh anak baik itu berupa kekerasan fisik, psikis, penelantaran, kekerasan verbal dan sebagainya.

Untuk melindungi hak anak korban kekerasan maka pemerintah melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana sebagai lembaga khusus yang melakukan perlindungan terhadap anak korban kekerasan sebagaimana tercantum dalam pasal 20 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 sebagaimana perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah Bagaimana Peran Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTB dalam Menangani Kasus Anak Korban Kekerasan Dalam Keluarga (Child Abuse) di Masa Pandemi Covid 19 dan Bagaimana Perspektif Hukum Islam Terhadap Kasus Anak Korban Kekerasan Dalam Keluarga (Child Abuse) di Masa Pandemi Covid 19.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris, dengan jenis penelitian deskriptif kualitatif.

Data diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sumber

(13)

data yang digunakan adalah primer dan sekunder dengan teknik analisis data yaitu reduksi data, penyajian data, dan pengecekan drawing/verivication

Hasil penelitian yang diperoleh bahwa peran Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTB dalam menangani kasus anak korban kekerasan dalam keluarga, yaitu selama pandemi covid 19 lebih banyak memanfaatkan media massa, baik itu media cetak maupun media elektronik misalnya webinar atau dengan membuat konten-konten kreatif yang harapannya kekerasan terhadap anak bisa diminimalisir. Sedangkan dalam perspektif hukum Islam, perbuatan kekerasan dianjurkan tetapi dengan keadaan tertentu misalnya anak tidak mau sholat maka boleh bagi orang tua memukul anaknya dan jangan sampai kekerasan itu berlebihan yang bisa mengakibatkan kerugian pada diri anak.

Kata Kunci: Peran DP3AP2KB, Perlindungan Anak korban Kekerasan

(14)

BAB I

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Anak merupakan buah dari kasih sayang orang tua lahir dalam keadaan fitrah (suci). Di belahan bumi manapun anak selalu dipandang sebagai harta yang tak ternilai harganya. Anak merupakan aset bangsa serta merupakan cermin masa depan bangsa yang perlu diperhatikan dan ditata sejak dini. Anak memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang baik dan layak dalam berbagai hal. Keluarga, sekolah, dan masyarakat merupakan elemen yang sangat berpengaruh terhadap proses pendidikan dan pembentukan kepribadian anak. Namun pada kenyataannya masih banyak elemen yang memperlakukan anak tidak sebagaimana layaknya mereka diperlakukan. Selaras dan seimbang untuk melaksanakan pembinaan dan memberikan perlindungan terhadap anak, diperlukan dukungan, baik yang menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum yang lebih mantap dan memadai.3

Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana selanjutnya disingkat (DP3AP2KB) dilihat dari tujuan yang ingin dicapai dalam rangka perlindungan anak. Perlindungan anak seperti tercantum dalam pasal 20 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 sebagaimana perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak-hak anak yang merupakan hak asasi manusia.

Merujuk pada Undang-Undang tentang perlindungan anak, maka anak berhak untuk mendapatkan perlindungan dari negara, pemerintah, masyarakat, dan keluarga. Anak berhak untuk diperjuangkan hak- haknya oleh negara dan pemerintah melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana(DP3AP2KB)

3Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

(15)

Tingkat kekerasan terhadap anak di Indonesia selalu meningkat setiap tahun. Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga adalah masalah internal keluarga yang tidak bisa dimasuki oleh pihak luar seperti lembaga penegak hukum dalam memecahkan berbagai permasalahan kekerasan pada anak. Selama pandemi Covid 19, saat anak melaksanakan pembelajaran di rumah, justru banyak terjadi peningkatan kasus kekerasan terhadap anak.

Pandemi Covid 19 berdampak pada kondisi perekonomian keluarga yang secara langsung akan memberikan kontribusi terhadap kondisi kesehatan keluarga. Kondisi yang serba tidak pasti pada masa Pandemi Covid -19 ini dapat menjadi pemicu terjadinya tindak kekerasan terlebih pada perempuan dan anak.

Berdasarkan surat kabar harian Kompas, kekerasan domestik atau kekerasan yang terjadi di dalam lingkungan keluarga menduduki posisi terbesar dalam kasus kekerasan yang menimpa anak-anak pada rentang usia 3-6 tahun. Sebanyak 80% kekerasan yang menimpa anak- anak dilakukan oleh keluarga mereka, 10% terjadi di lingkungan pendidikan, dan sisanya orang yang tak dikenal. Setiap bulannya terdapat 30 kasus kekerasan yang diadukan oleh korbannya kepada lembaga konseling Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia. Sebanyak 60% merupakan korban kekerasan ringan, berupa kekerasan verbal atau caci maki, sedangkan 40% sisanya mengalami kekerasan fisik hingga seksual4

Jumlah peristiwa kekerasan yang dilaporkan kepada Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) pada tahun 2015 hingga tahun 2016 mengalami kenaikan kasus yang cukup signifikan. Peristiwa kekerasan pada anak yang telah dilaporkan pada tahun 2015 yaitu sebanyak 1.975 peristiwa, dan bertambah menjadi 6.820 peristiwa pada tahun 2016, atau bertambah sebanyak tiga kali lipat dari peristiwa pada tahun sebelumnya. Meningkatnya jumlah peristiwa kekerasan anak yang diterima oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di periode yang sama. KPAI mencatat selama periode tahun 2015 hingga tahun 2016 jumlah kasus pengaduan anak

4 Harian Kedaultana Rakyat, (Yogyakarta, 19 Januari 2009, hlm. 1

(16)

meningkat dari angka 4.309 kasus menjadi sebanyak 4.620 kasus.5 Selanjutnya pada tahun 2019 KPAI telah mengumumkan data tingkat kekerasan seksual pada anak terjadi di institusi pendidikan sebanyak 21 peristiwa, dengan jumlah korban sebanyak 123 orang anak6

Kekerasan yang terjadi pada anak terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) maupun data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) kasus kekerasan terhadap anak terus meningkat bahkan bertambah tiga kali lipat dari tahun-tahun sebelumnya.

Menurut Nahar, Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), anak merupakan kelompok rentan dalam masa pandemi. Banyak diantaranya yang butuh perlindungan khusus, seperti anak dalam kemiskinan, anak di lembaga pengasuhan, anak di Lembaga Pembinaan Khusus (LPKA), dan lain-lain. Nahar menuturkan bahwa kondisi rumah tangga juga rentan di masa pandemi ini. Hal tersebut disebabkan karena banyak anggota keluarga yang harus tinggal di rumah dalam waktu lama. Belum lagi masalah ekonomi akibat kehilangan penghasilan dan persoalan lainnya. Untuk itu, ada 6 (enam) intervensi terhadap rumah tangga rentan yang penting untuk alternative, mencegah stigma dan diskriminasi, dukungan psikososial, dan menangani kekerasan dalam rumah tangga.

Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi, Valentina Gintings menyoroti maraknya kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi selama pandemic. “Berdasarkan data SIMFONIPPA, pada 1 Januari – 19 Juni 2020 telah terjadi 3.087 kasus kekerasan terhadap anak, diantaranya 852 kekerasan fisik, 768 kekerasan psikis, dan 1.848 kasus kekerasan seksual, angka ini tergolong cukup tinggi. Oleh karena itu dalam menghadapi new

5Statistik Gender Tematik: Mengakhiri Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Indonesia, Jakarta: Kerjasama Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Anak dengan Badan Pusat Statistik, 2017

6https://www.merdeka.com/peristiwa/data-kpai-selama-2019-ada-123-anak- korban-kekerasan-seksual-di-institusi-pendidikan. 31 Desember 2019, diakses tanggal 14 Juni 2020

(17)

normal ini, harus dipastikan angka ini tidak bertambah lagi dengan melakukan upaya pencegahan yang mengacu pada protokol penanganan anak korban kekerasan dalam situasi pandemic Covid-197

Dapat kita lihat bahwa berbagai macam jenis kekerasan yang dialami oleh anak selama pandemi covid 19 baik itu berupa kekerasan fisik, psikis, seksual sangat tinggi sekali. Hal demikian menjadi alarm bagi pemerintah agar lebih menguatkan lagi eksistensi atau kepekaan terhadap kasus yang terjadi dengan mengacu kepada protocol penanganan anak korban kekerasan dalam situasi pandemi itu.

Ironisnya kekerasan terhadap anak di masa pandemi Covid 19 meningkat secara drastis sebagaimana yang disampaikan oleh KPPPA yang mendata terjadinya peningkatan jumlah peristiwa kekerasan pada anak dan perempuan pada masa pandemi Covid 19. Menteri PPPA, I Gusti Ayu Bintang Darmawati menyampaikan bahwa sebanyak 643 peristiwa kekerasan pada anak dan perempuan dan telah dilaporkan via Sistem Informasi Online (Sinfoni PPA) per tanggal 2 Maret 2020 sampai dengan 15 April 2020 yaitu sebanyak 275 peristiwa kekerasan telah dialami oleh perempuan sebanyak 277 korban. Adapun kekerasan terhadap anak dilaporkan sebanyak 368 kasus kekerasan dan jumlah korban sebanyak 407 anak. Peningkatan jumlah kasus pada anak dan perempuan di masa pandemi covid 19 ini menyadarkan kita bahwa masalah kondisi psikologis ditengah masyarakat sangat perlu diperhatikan. Bila hal tersebut diabaikan maka masyarakat akan semakin rentan dalam menghadapi dampak dari virus Covid 19. Hal tersebut dapat terjadi karena imunitas tubuh yang menurun karena kondisi psikologis masyarakat yang tertekan.8

Maraknya kasus kekerasan yang terjadi baik pada perempuan maupun anak disebabkan karena kondisi psikologis masyarakat yang semakin tertekan karena adanya pandemi covid 19. Kondisi perekonomian yang kian menurun merupakan salah satu pemicu terjadinya kekerasan. Adanya pembatasan sosial berskala besar yang

7Angka Kekerasan Terhadap Anak Tinggi di Masa Pandemi, Kemen Pppa Sosialisasikan Protokol Perlindungan Anak, https://www.kemenpppa.go.id/index.php (diakses pada 21 Maret 2021)

8https://katada.co.id/berita/2020/04/29/kasus-kekerasan-terhadap-perempuan- dan-anak-meningkat-selama-pandemi. Diakses tanggal 14 Juni 2020

(18)

mengharuskan masyarakat melakukan pekerjaan di rumah, terutama masyarakat yang tingkat ekonominya ke bawah, karena tidak mampu untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari ditambah lagi dengan jumlah anggota keluarga yang banyak, hal demikian membuat sangat rentan sekali terjadinya kekerasan. Hal demikian juga berimbas kepada maraknya kasus pernikahan dini, karena miskin orang tua menikahkan anaknya dalam usia yang relatif dini dengan harapan bahwa beban atau tanggung jawab orang tua dalam memenuhi kebutuhan anak akan beralih ke suaminya tanpa memikirkan bagaimana nasib anaknya kedepan.

Sungguh tragisnya kenyataan yang bisa dilihat pada masa sekarang ini, banyak orang tua bersikap kurang dewasa dalam menghadapi anak. Masa modern kebanyakan orang tua sibuk dengan pekerjaan sendiri dan tidak menyadari telah mengabaikan anak dan kesemuanya itu mengakibatkan tidak optimalnya dalam mengasuh anak.9

Padahal Islam dengan tegas melarang segala bentuk perbuatan yang merugikan orang lain, apalagi sampai menghilangkan nyawa orang lain. Jadi segala bentuk tindakan yang mengarah kepada timbulnya kesengsaraan, ketidakberdayaan itu merupakan tindakan yang Allah benci karena Islam sudah mengatur bagaimana hubungan manusia dengan sesama manusia termasuk bagaimana hubungan orang tua dengan anaknya, masyarakat dengan masyarakat lainnya, pemerintah dengan rakyatnya dan sebagainya.

Allah SWT berfirman:

ُلُتْقَت َلا َو نأ ْمُكبَيِا َو ْمُهُق ُص ْشَو ُهْحَو ِقَلْمِأ َتَيْشَخ ْمُكَدَلا ْوَأ ا ْى

ا ًشْيِبَك بَئْط ِخ َنبَك ْمُهَلْتَق

Artinya: “Dan jaganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan member rezki kepada

9Kedaulatan Rakyat, Rubrik Keluarga: Pahami Dunia Anak, 17 Desember 2017, tahun LXI No. 112, hlm 9.

(19)

mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya memnubuh mereka adalah suatu dosa yang besar”.10

Pada ayat di atas disebutkan bahwa Islam melarang membunuh anak-anak karena takut kemisikinan kedatangan Islam sendiri dikomunitas jahiliyah membunuh anak perempuan adalah sesuatu yang wajar. Kedatangan Islam memberikan angin segar, sebab Islam melarang tindakan yang berhubungan dengan kekerasan

Islam merupakan agama yang universal dan ajaran-ajaran yang terkandung didalamnya mengandung aspek kehidupan yang menjamin kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan yang seimbang antara dunia dan akhirat maupun lahir dan batin. Oleh karena demikian, Islam tidak mengenal istilah kekerasan karena sejak awal kedatangannya, datang dengan cara damai membebebaskan manusia dari belenggu kejahiliyahan dan memberikan pencerahan kepada umat Islam atau sebagai rahmatan lil „alamin (rahmat bagi alam semesta) sehingga kesemuanya bermuara pada bagaimana hubungan dengan Allah (hablumminallah), hubungan dengan sesama manusia (hablumminannas), dan hubungan dengan alam (hablummnialal‟alam).

Meskipun telah ditetapkan sanksi bagi pelaku kekerasan, namun kekerasan ini masih terus saja terjadi. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari selalu ditekankan kewajiban untuk menaati orang tua, akan tetapi seringkali dalam memenuhi keinginan orang tua anak-anak berada di bawah ancaman. Hal ini memicu terjadinya tindak kekerasan terhadap anak. Orang tua beranggapan bahwa dengan kekerasan anak dapat menjadi patuh, tetapi hal ini menjadikan anak menjadi bandel dan keras kepala. Bertolak dari itu maka timbul perilaku orang tua yang sebenarnya tidak boleh dilakukan terhadap anak, seperti pemukulan, pengurungan (penyekapan) dan caci maki dengan kata- kata kotor dan lain-lain.

Berkaitan dengan kasus kekerasan terhadap anak maka lahirlah lembaga-lembaga yang memberikan perhatian khusus dalam rangka merespon masalah tersebut seperti:

10Qs. Al-Isra [17]: 31.

(20)

a. Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTB

b. Lembaga Perlindungan Anak NTB c. Lembaga Swadaya Masyarakat

Dari beberapa lembaga yang disebutkan diatas penulis lebih tertarik melakukan penelitian di DP3AP2KB Provinsi NTB yang khusus melakukan penanganan serta perlindungan terhadap anak korban kekerasan. Penanganan yang dimaksud adalah baik sebelum terjadinya kekerasan maupun sesudah terjadinya kekerasan.

Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Nusa Tenggara Barat sebagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) merupakan unsur pembantu Gubernur Nusa Tenggara Barat dalam melaksanakan urusan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana sebagaimana yang diamanatkan dalam peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 50 Tahun 2016 tentang Kedudukan, susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam melaksanakan program kegiatan diarahkan untuk pencapaian indicator kinerja daerah sesuai RPJMD 2019-2023 yaitu: meningkatnya partisipasi perempuan dalam pembangunan

Oleh karena demikian Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengandalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTB yang sudah diamanahkan oleh Gubernur Nusa Tenggara Barat dalam melaksanakan urusan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, sudah barang tentu menjadi tanggung jawabnya dalam menangani dan merespon kasus kekerasan yang terjadi termasuk kekerasan yang terjadi pada anak sehingga terjamin kesejahteraan dan terlindunginya hak-hak anak di Provinsi NTB.

Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTB memiliki tugas membina, mendorong, dan memfasilitasi kabupaten dan kota dalam melaksanakan dan menerapkan perlindungan anak. DP3AP2KB Provinsi NTB melakukan pencegahan

(21)

dan promosi dalam melindungi hak-hak anak terutama di bidang PKA (Perlindungan Khusus Anak) sementara untuk teknis penanganan kasus korban DP3AP2KB mengembankan itu kepada (Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak) UPTD PPA Provinsi NTB.

Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTB dalam menjalankan tugasnya turun langsung ke lapangan dengan melakukan pembinaan, mendorong, dan memfasilitasi kabupaten dan kota sehingga apa yang menjadi target DP3AP2KB Provinsi NTB dalam merespon kasus kekerasan bisa terlaksana dengan baik

Hal inilah yang mendasari peneliti melakukan pengkajian terhadap kasus kekerasan terhadap anak di Provinsi NTB dengan judul

“Peran DP3AP2KB Provinsi NTB Dalam Menangani Kasus Anak Korban Kekerasan Dalam Keluarga (Child abuse) di Masa Pandemi Covid 19”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Peran DP3AP2KB Provinsi NTB dalam menangani kasus anak korban kekerasan dalam keluarga (Child Abuse) di Masa Pandemi Covid 19??

2. Bagaimana perspektif Hukum Keluarga Islam terhadap kasus anak korban kekerasan dalam keluarga (Child Abuse) di Masa Pandemi Covid 19??

C. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk Mengetahui Peran DP3AP2KB Provinsi NTB Dalam Menangani Kasus Anak Korban Kekerasan Dalam Keluarga (Child Abuse) di Masa Pandemi Covid 19

b. Untuk Mengetahui Perspektif Hukum Keluarga Islam Terhadap Kasus Anak Korban Kekerasan Dalam Keluarga (Child Abuse) di Masa Pandemi Covid 19

(22)

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat menambah khazanah kepustakaan bagi kita semua terutama anak yang menjadi korban kekerasan dalam keluarga terutama di masa pandemi covid 19

Sebagai bahan informasi bagi pihak terkait untuk mengkaji lebih dalam tentang peran DP3AP2KB Provinsi NTB Dalam Menangani Kasus Anak Korban Kekerasan Dalam Keluarga di Masa Pandemi Covid-19

b. Manfaat Praktis

1) Dapat dijadikan sebagai acuan oleh DP3AP2KB dalam meningkatkan pelayanan Terhadap Kasus Anak Korban Kasus Kekerasan Dalam Keluarga di Masa Pandemi Covid 19

2) Agar masyarakat mengetahui bahwa kekerasan terhadap anak dapat menimbulkan goncangan jiwa anak tersebut dan dapat memperhatikan anak-anaknya lebih baik lagi.

Selanjutnya agar pemerintah lebih memperhatikan nasib anak dan melindungi hak anak di Indonesia.

3) Sebagai usaha preventif (pencegahan) untuk melindungi anak-anak dan meminimalisir agar tindak kekerasan tidak terus bertambah.

D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian

Agar penelitian ini lebih terarah, peneliti memfokuskan penelitian pada Bagaimana Peran Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTB Dalam Menangani Kasus Anak Korban Kekerasan Dalam Keluarga (Child Abuse) di Masa Pandemi Covid 19, Bagaimana Perspektif Hukum Keluarga Islam Terhadap Kasus Anak Korban Kekerasan Dalam Keluarga (Child Abuse) di Masa Pandemi Covid 19. Dan peneliti tertarik melakukan penelitian tentang Peran DP3AP2KB Provinsi NTB Dalam Menangani Kasus Anak Korban Kekerasan Dalam Keluarga (Child Abuse) di Masa Pandemi Covid 19 karena melihat realita yang terjadi maraknya kasus kekerasan yang

(23)

terjadi pada anak baik itu berupa kekerasan fisik, psikis, penelantaran, kekerasan verbal dan sebagainya. Hal demikian berimbas kepada menurunnya kualitas anak dalam berbgai hal disebabkan karena kekerasan yang dialami.

Mengkaji secara mendalam terkait dengan bagaimana peran atau keikutsertaan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) ini dalam merespon maraknya kasus kekerasan terhadap anak terutama di wilayah Nusa Tenggara Barat dan bagaimana pandangan hukum Islam mengenai hal tersebut

Penelitian ini dilakukan di Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTB dimana lembaga tersebut merupakan lembaga pemerintah non kementrian yang bertugas melaksanakan tugas pemerintah dibidang keluarga berencana dan keluarga sederhana serta pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.

E. Telaah Pustaka

Penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh beberapa peneliti membahas tentang:

1. Lutfina Nur Wahidah, mengambil judul : Peran Lembaga Perlindungan Anak Dalam Mengatasi Kekerasan Anak Dalam Keluarga (Studi Kasus di Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Banten).11 Skripisi ini bertujuan untuk mengetahui bentuk dan faktor kekerasan terhadap anak dalam keluarga yang ditangani oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Banten, untuk menjelaskan dampak penyebab kekerasan terhadap anak dalam keluarga yang tangani oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Banten, dan untuk menjelaskan peran Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Banten dalam mengatasi kekerasan anak dalam keluarga.

Hasil skripsi ini bahwa tindak kekerasan atau pelanggaran terhadap anak dapat terwujud setidaknya dalam empat bentuk,

11Lutfina Nur Wahidah, “Peran Lembaga Perlindungan Anak Dalam Mengatasi Kekerasan Anak Dalam Keluarga (Studi Kasus di Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Banten)”, (Skripsi UIN SMH, Banten, 2020)

(24)

yaitu: kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, kekerasan ekonomi dan faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan anak dalam rumah tangga yaitu: faktor ekonomi, faktor internal keluarga, faktor perceraian, faktor anak diluar nikah, faktor psikologis, faktor pendidikan. Dampak terhadap anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga yaitu: kurangnya motivasi, problem kesehatan mental, misalnya: cemas berlebihan, luka fisik, problem kesehatan seksual, mengembangkan perilaku agresif, mimpi buruk, serta serba ketakutan dan kematian. Peran Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Banten dalam menyikapi kasus kekerasan anak diantaranya melakukan: Identifikasi mengenali masalah kekerasan dan menerima laporan kekerasan anak, investigasi penyelidikan terhadap kasus yang dilaporkan, intervensi memberikan pertolongan terhadap anak dan terminasi pengakhiran atau penutupan kasus.

Berdasarkan hasil uraian skripsi yang dilakukan oleh Lutfina Nur Wahidah di atas jika dikaitkan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, maka ditemukan persamaan dan perbedaan. Persamaannya terletak pada bagaimana peran lembaga atau instansi dalam hal ini Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Banten dalam menyikapi kasus kekerasan terhadap anak.

Perbedaan penelitian Lutfina Nur Wahidah dengan peneliti adalah dimana peneliti lebih memfokuskan penelitiannya pada bagaimana peran DP3AP2KB dalam menangani kasus anak korban kekerasan dalam rumah tangga (child ause) dimasa pandemi covid- 19, lokus penelitian yang dilakukan oleh Lutfina Nur Wahidah yaitu di Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Banten sedangkan lokus penelitian peneliti yaitu di DP3AP2KB Provinsi NTB.

2. Dewi Fauziah, dengan judul : “Perlindungan Anak Korban Kekerasan Dalam Keluaga (Studi Kasus Terhadap Penanganan Anak Korban Kekerasan Dalam Keluarga di Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi DIY).12 Penelitian ini bertujuan

12Dewi Fauziah, “Perlindungan Anak Korban Kekerasan Dalam Keluaga (Studi Kasus Terhadap Penanganan Anak Korban Kekerasan Dalam Keluarga di Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi DIY)”, (Skripsi UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2010)

(25)

untuk mengetahui dan mendeskpripsikan karakteristik kekerasan terhadap anak dalam keluarga yang terlapor di Lembaga Perlindungan Anak Provinsi DIY, mengetahui dan mendeskripsikan karakteristik kekerasan terhadap anak dalam keluarga yang terlapor di Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi DIY terhadap anak korban kekerasan dalam keluarga.

Penelitian ini membahas faktor penyebab kekerasan dan juga penanganan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) terhadap anak korban kekerasan dalam keluarga. Penanganan yang dilakukan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) lebih ditekankan pada pendampingan klien itu sendiri, di antaranya pendampingan yuridis, pendampingan psikologis, dan pendampingan medis.

Selanjutnya sebagai pengetahuan masyarakat dan pemerintah agar mengetahui pentingnya perlindungan anak khusunya sebagai usaha preventif agar angka kekerasan tidak semakin bertamah.

Berdasarkan hasil uraian skripsi yang dilakukan oleh Dewi Fauziah di atas jika dikaitkan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, maka ditemukan persamaan dan perbedaan.

Persamaannya terletak pada bagaimana peran lembaga atau LPA Provinsi banten dalam menangani masalah kekerasan terhadap anak berdasarkan yang dilaporkan oleh klien, kemudian sama- sama menggunakan penelitian kualitatif deskriptif

Sedangkan perbedaannya adalah objek penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Fauziah berfokus pada Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi DIY, dan Dewi Fauziah memfokuskan penelitiannya pada bagaimana perlindungan anak korban kekerasan dalam keluarga sedangkan objek penelitian peneliti adalah di DP3AP2KB Provinsi NTB dan fokus kajiannya pada bagaimana peran DP3AP2KB Provinsi NTB dalam menangani anak korban kekerasan dalam keluarga (child ause) di masa pandemi covid-19 dan perspektif hukum Islam terhadap kasus anak korban kekerasan dalam keluarga (Child Abuse) di masa pandemi covid 19

3. Jurnal Nunung Nurwati FISIP Universitas Padjadjaran Tahun 2019 dengan judul: “Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Nunung berkesimpulan bahwa adanya

(26)

pandemi Covid-19 sangat berpengaruh dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Selain itu juga memberikan banyak dampak bagi masyarakat mulai dari dampak kesehatan, ekonomi, dan sosial.

Adanya dampak ini mempengaruhi juga munculnya permasalahan salah satunya yang terjadi pada saat pandemi Covid-19 ini adalah masalah mengenai kekerasan dalam rumah tangga dimana sepanjang pandemi Covid-19 berlangsung terjadi peningkatan angka kekerasan dalam rumah tangga. Selain itu juga memicu stress karena dengan adanya pandemi ini perekonomian keluarga menjadi berkurang yang pada akhirnya dapat memicu munculnya pertikaian keluarga yang berujung pada kekerasan.13

Berdasarkan hasil uraian jurnal Nunung Nurwati FISIP Universitas Padjadjaran Tahun 2019 di atas jika dikaitkan dengan penelitian yang peneliti lakukan, maka ditemukan persamaan dan perbedaan. Persamaannya terletak pada sama-sama meneliti tentang kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga terutama pada masa pandemi Covid-19, kemudian sama-sama menggunakan penelitian kualitatif deskriptif.

Perbedaannya adalah masalah yang dibahas Nunung adalah tentang dampak pandemi covid 19 terhadap kekerasan dalam rumah tangga, sedangkan peneliti membahas masalah peran lembaga/instansi dalam hal ini DP3AP2KB Provinsi NTB dalam menangani kasus anak korban kekerasan dalam rumah tangga (child abuse) dimasa pandemi covid 19, peneliti lebih menjurus kepada kasus kekerasan pada anak (child abuse), dan mengkaji kasus kekerasan tersebut dalam perspektif hukum Islam.

F. Kerangka Teori 1. Institusi Keluarga

Setiap masyarakat mempunyai sistem sosial terkecil yaitu keluarga. Dimanapun dunia ini pasti memiliki sebuah institusi sosial yang disebut keluarga. Menurut Coleman dan Cressey (1990) sebagaimana yang dikutip Zastrow (1999:177) mengatakan

13Nunung Nurwati, “Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Kekerasan dalam Rumah Tangga “Jurnal Kolaorasi Konflik,Vol. 2 No. 2 Tahun 2020 (Universitas Padjadjaran, Tahun 2020)

(27)

bahwa yang dimaksud keluarga adalah “sekelompok orang yang dihubungkan oleh pernikahan, keturunan, atau adaposi yang hidup bersama dalam sebuah rumah tangga.14

Keluarga adalah institusi terkecil dari masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu anak kakak, adik dan sebagainya. Mereka bekerja sama dalam rangka mewujudkan keluarga yang harmonis bahagia aman tentram dan nyaman tanpa ada intimidasi dan diskriminasi dari salah satu atau masing-masing pihak. Seperti halnya anak, mereka harus dijaga dengan baik mulai dari kecil sampai dengan tumbuh dewasa. Orang tua, negara, pemerintah, masyarakat mempunyai kewajiban untuk melindungi hak-hak mereka.

Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus di junjung tinggi. Anak merupakan harta yang tak ternilai harganya, tidak saja dilihat dalam perspektif sosial, budaya ekonomi, politik, hukum, tetapi juga dalam perspektif keberlanjutan sebuah generasi keluarga, suku maupun keluarga. Anak adalah harapan bangsa di masa mendatang. Hak-hak yang harus diperoleh anak terhadap orang tuanya sejak anak dilahirkan didunia yang berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perlindungan hukum terhadap anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak serta sebagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak.15

Terdapat beberapa pengertian tentang anak menurut peraturan perundang-undangan dan juga dari pengertian-pengertian yang lainnya, yaitu:

1) Pengertian anak menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Yang disebut anak adalah

14Miftahul Huda, Sebuah Pengantar Pekerja Sosial dan Kesejahteraan Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 218

15Waluyadi, Hukum Perlindungan Anak, (Bandung: Mandar Maju, 2009), hlm. 1

(28)

seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin (pasal 1 ayat 2)16

2) Pengertian anak menurut pasal 1 ayat 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia adalah sebagai berikut: Anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut demi kepentingannya

3) Pengertian Anak dari Aspek Agama Islam

Agama Islam adalah suatu ajaran yang untuk membimbing dan mengasuh terhadap anak agar nantinya setelah selesai dari pendidikan dapat memahami apa yang terkandung di dalam Islam secara keseluruhan, menghayati makna dan maksud serta tujuannya dan pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan ajaran-ajaran agama Islam yang telah dianutnya itu sebagai pandangan hidupnya sehingga dapat mendatangkan keselamatan dunia dan akhiratnya kelak.17

Berdasarkan sudut pandang yang dibangun oleh agama Islam, anak merupakan makhluk yang lemah namun mulia, yang keberadaannya adalah kewenangan dari kehendak Allah SWT oleh karenanya anak mempunyai kehidupan yang mulia dalam pandangan agama Islam. Maka anak harus diperlakukan secara manusiawi seperti diberi nafkah baik lahir maupun batin, sehingga kelak anak tersebut tumbuh menjadi anak yang beraklak mulia, seperti dapat bertanggung jawab dalam mensosialisasikan dirinya untuk mencapai kebutuhannya di masa mendatang.

4) Pengertian anak dari Aspek Ekonomi

Berdasarkan segi ekonomi, anak selalu disandingkan dengan kesejahteraan anak sebagaimana yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak yaitu anak berhak atas kepeliharaan dan perlindungan,

16Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Repulik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

17Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm.

88

(29)

baik semasa dalam kandungan, dalam lingkungan masyarakat yang dapat menghambat atau membahayakan perkembangannya, sehingga anak tidak lagi menjadi korban dari ketidakmampuan ekonomi keluarga dan masyarakat.

Bagi sebagian orang keberadaan anak di tengah keluarga merupakan hal yang sangat membahagiakan, tetapi ada pula yang berpandangan bahwa anak hanya membawa masalah, terutama yang berkaitan dengan ekonomi. Hal tersebut terbukti dengan banyaknya kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi.

5) Pengertian Anak dari Aspek Sosial

Perkembangan sosial adalah tingkat jalinan interaksi anak dengan orang lain, mulai dari orang tua, saudara, teman bermain, hingga masyarakat luas.18 Sosialisasi ialah sebagai proses belajar yang membimbing anak kearah perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif.19

Menurut R.A. Koesnan “Anak-anak yaitu manusia muda dalam umur muda dalam jiwa dan perjalanan hidupnya karena mudah terpengaruh untuk keadaan sekitarnya.20 Oleh karena itu anak-anak perlu diperhatikan secara sungguh-sungguh. Akan tetapi sebagai makhluk sosial yang paling rentan dan lemah, ironisnya anak-anak justru sering kali ditempatkan dalam posisi yang paling dirugikan, tidak memiliki hak untuk bersuara dan bahkan mereka sering menjadi korban tindak kekerasan dan pelanggaran terhadap hak-haknya.21

Berdasarkan realitas kehidupan modern, perlakuan yang tidak manusiawi terhadap anak sering kali dijumpai, sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak menuju kedewasaannya. Saat ini perlindungan

18Suyadi, Psikologi Belajar Anak Usia Dini, (Yogyakarta: Pedagogia, 2010), hlm. 108

19Pawit M. Yusuf, Komunikasi Instruksiona, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010), hlm. 123

20R. A. Koesnan, Susunan Pidana dalam Negara Sosialis Indonesia, (Bandung:

Sumur, 2005), hlm. 113

21Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992), hlm.

28

(30)

terhadap anak menjadi isu yang berkembang di masyarakat seluruh dunia termasuk di Indonesia. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak- haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.22 2. Pengertian Kekerasan Terhadap Anak

a. Kekerasan Terhadap Anak

Kekerasan terhadap anak dikenal istilah child abuse adalah kata yang biasa diterjemahkan menjadi kekerasan penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Dalam hal ini Richard J. Gelles mengartikan child abuse sebagai kekerasan terhadap anak adalah perbuatan disengaja yang menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap anak-anak secara fisik maupun emosional. Istilah child abuse meliputi berbagai macam bentuk tingkah laku, dari tindakan ancaman fisik secara langsung oleh orang tua atau orang dewasa lainnya sampai pada penelantaran kebutuhan-kebutuhan dasar anak.23

Dalam pengertian yang sempit, kekerasan mengandung makna sebagai serangan atau penyalahgunaan fisik terhadap seseorang atau binatang; atau serangan penghancuran perasaan yang sangat keras, kejam dan ganas atas diri atau sesuatu yang secara potensial dapat menjadi milik seseorang. Kekerasan dalam berbagai bentuk dapat menjadi motif sebagian pelaku budaya masyarakat Indonesia yang hingga kini merupakan mainstream yang mereduksi tata nilai kepribadian bangsa dan memberikan kesan betapa iklim solidaritasan manusia belum sepenuhnya mampu memiliki kepribadian mawas diri secara politis, ekonomis dan sosial.24

Kekerasan dalam rumah tangga merupakan kekerasan salah satu bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan yang sangat

1) 22Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

23 Abu Huraerah, Kekerasan Terhadap Anak, (Bandung: Nuansa, 2006), hlm. 36

24M. Magfur, Anatomi Kekerasan Manusia antara Entitas dan Kematian dalam Pemikiran Pekikiran Revolusioner, Malang: Qaverroes Press, 2003, hlm. 223.

(31)

sulit terungkap ke permukaan. Sulitnya mengungkapkan kasus kekerasan dalam rumah tangga karena rumah tangga dianggap sebuah lembaga sakral yang tidak boleh dimasuki oleh pihak lain. Membisu demi harmoni, merupakan jargon ampuh untuk menutup rapat-rapat kasus kekerasan dalam rumah tangga.

Dalam keseharian, banyak suami yang melakukan kekerasan terhadap istrinya maupun kepada anak-anaknya. Anak dan istri dijadikan pelampiasan kemarahan para suami. Dalam keluarga pun anak-anak itu mendapat perlakuan yang tidak nyaman dari orang tua mereka. Mulai dari dikatakan bodoh, sampai dengan menggunakan tangan.

b. Karakteristik dan Bentuk Kekerasan Terhadap Anak 1) Karkteristik Kekerasan

Karakteristik kekerasan terhadap anak dalam keluarga diklarifikasikan menjadi jenis kekerasan itu sendiri, adanya tingkat kekerasan dari yang ringan hingga yang berat, dan dilakukan berulang-ulang kemudian membawa dampak bagi anak juga keluarga seperti yang dikemukakan Soetarso.

Soetarso menjelaskan bahwa dari berbagai kepustakaan, dapat ditentukan beberapa karakteristik kekerasan dalam keluarga sebagai berikut:25

a) Semua bentuk kekerasan dalam keluarga menyangkut penyalahgunaan kekuatan dimana kekuatan oleh yang paling kuat terhadap yang lemah

b) Adanya tingkat kekerasan

c) Kekerasan dilakukan berkali-kali dan membawa dampak negative terhadap semua anggota keluarga, baik yang terlibat dalam kekerasan maupun tidak.

Masalah ini merupakan unsur yang dapat merusak keluarga

d) Kekerasan dalam keluarga pada umumnya berlangsung dalam konteks penyalahgunaan dan eksploitasi psikologis. Penghinaan verbal yang berupa ejekan atau

25Ibid, hlm. 68

(32)

sumpah serapah sering kali mengawali terjadinya kekerasan fisik. Hal ini menjadikan korban tidak berharga, tidak dihargai, tidak dicintai. Perlakuan yang tidak layak secara psikologi dapat mengganggu kemampuan korban untuk menghayati kenyataan, merendahkan citra dirinya sendiri dan menyebabkan menyalahkan dirinya sendiri.

e) Kekerasan dalam keluarga mempunyai dampak negative terhadap semua anggota keluarga khususnya bagi anak

c. Bentuk-Bentuk Kekerasan Terhadap Anak

Terry E. Lawson, psikiater anak yang dikutip oleh Rahmat dalam Baihaqi (1999: XXV) mengklasifikasikan kekerasan terhadap anak menjadi empat bentuk, yaitu:

emotional abuse. Verbal abuse, physical abuse, dan sexual abuse

Sementara Suharto mengelompokkan child abuse menjadi physical abuse (kekerasan secara fisik), psychological abuse (kekerasan secara psikologis), sexual abuse (kekerasan secara seksual), dan sosial abuse (kekerasan secara sosial).

Keempat bentuk child abuse ini dijelaskan sebagai berikut:26 a) Kekerasan anak secara fisik adalah penyiksaan, pemukulan,

dan penganiayaan terhadap anak dengan menggunakan benda-benda tertentu, yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian pada anak. Bentuk luka dapat berupa lecet atau memar akibat persentuhan atau kekerasan benda tumpul, seperti bekas gigitan, cubitan, ikat pinggang atau rotan

b) Kekerasan anak secara psikis, meliputi penghardikan, penyampaian kata-kata kasar atau kotor, memperlihatkan buku gambar dan film pornografi pada anak. Anak yang mendapatkan perlakuan ini umumnya menunjukkan gejala perilaku maladafti, seperti menarik diri, pemalu, menangis

26Ibid, hlm. 47

(33)

jika didekati, takut keluar rumah dan takut bertemu dengan orang lain

c) Kekerasan anak secara seksual, dapat berupa perlakuan prakontrak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar (melalui kata, sentuhan, gambar visual), maupun perlakuan kontrak seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa (incest, perkosaan, eksploitasi seksual)

d) Kekerasan secara sosial, dapat mencakup penelantaran anak dan eksploitasi anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian layak terhadap proses tumbuh kembang anak. Misalnya anak dikucilkan, diasingkan dari keluarga, atau tidak diberikan pendidikan dan perawatan kesehatan yang layak.

Eksploitasi anak mnenunjukkan pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan keluarga atau masyarakat. Sebagai contoh, memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial, atau politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psiskisnya dan status sosialnya.

Misalnya anak dipaksa untuk bekerja demi kepentingan ekonomi yang harus terpenuhi

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, bentuk kekerasan dalam rumah tangga yaitu:27

a) Kekerasan fisik (physical abuse)

Merupakan perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Dalam konteks relasi personal, bentuk-bentuk kekerasan fisik antara lain tamparan, pemukulan, penjambakan, penginjak-injakan, penendangan, pencekikan, lemparan benda keras,

27Pasal 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UUPKDRT)

(34)

penyiksaan menggunakan benda tajam, seperti pisau, gunting, setrika serta pembakaran

b) Kekerasan Psikis (psychological abuse)

Merupakan perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Bentuk kekerasan secara psikologis yang dialami berupa makian, penghinaan berkelanjutan untuk mengecilkan harga diri korban, bentakan dan ancaman yang diberikan untuk memunculkan rasa takut c) Kekerasan seksual (sexual abuse)

Merupakan pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam rumah tangga atau pemaksaan hubungan seksual pada salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan tujuan tertentu

d) Penelantaran Rumah Tangga

Kekerasan ini berupa tindakan seseorang yang tidak melakukan kewajiban hukumnya pada orang dalam lingkup rumah tangga berupa mengabaikan dalam memberikan kewajiban kehidupan, perawatan atau pemeliharaan pada orang tersebut

Menurut Pusat Kajian dan Perlindungan Anak28 bahwa bentuk kekerasan terhadap anak dan perempuan, mulai dari pengabaian sampai pada pemerkosaan dan pembunuhan, yang dapat diklasifikasikan dalam 4 (empat) macam, yaitu:

a) Emotional Abuse (Kekerasan emosional)

Dapat terjadi apabila ada orang tua yang mengetahui keinginan anaknya untuk meminta perhatian namun sang orang tua tidak memberi apa yang menjadi keinginan anaknya tetapi justru mengabaikannya. Anak akan mengingat semua kekerasan emosional jika kekerasan emosional berjalan konsisten

28Pusat Kajian dan Perlindungan Anak, Kekerasan Terhadap Anak, 1995, hlm.

29-32

(35)

b) Verbal Abuse (Kekerasan dengan perkataan)

Lahir akibat bentakan, makian orang tua terhadap anak, ketika anak meminta sesuatu orang tua tidak memberikan malah membentaknya. Saat si anak mengajak berbicara orang tua tidak menanggapi justru menghardik dengan bentakan, anak akan mengingat semua kekerasan verbal ini jika semua kekerasan verbal ini terjadi dalam satu periode tertentu yaitu beberapa bulan, tahun

c) Physical Abuse (kekerasan fisik)

Kekerasan ini terjadi pada saat anak menerima pukulan dari orang tua. Kekerasan jenis ini akan diingat anak apalagi akibat kekerasan ini meninggalkan bekas pada tubuh si anak, karena luka yang berbekas akan terus mengingatkan si anak akan peristiwa yang menyebabkan luka tersebut.

d) Sexsual Abuse (kekerasan seksual)

Kekerasan jenis ini terjadi jika ada aktivitas seksual yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap seorang anak.

d. Faktor- Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Terhadap Anak Menurut Suharto bahwa kekerasan terhadap anak pada umumnya disebabkan oleh faktor internal yang berasal dari anak itu sendiri maupun faktor eksternal yang berasal dari kondisi keluarga dan masyarakat, seperti:

1) Anak mengalami cacat tubuh, retardasi mental, gangguan tingkah laku, autis, anak terlalu lugu, memiliki temperamen lemah, ketidaktahuan anak akan hak-haknya, anak tergantung pada orang dewasa.

2) Kemiskinan keluarga, orang tua menganggur, penghasilan tidak cukup sementara banyak anak

3) Keluarga pecah (broken home) misal perceraian, ketidakadaan ayah dan ibu untuk jangka panjang

4) Keluarga yang belum matang secara psikologis, ketidaktahuan mendidik anak, harapan orang tua tidak realistis, anak yang tidak inginkan (unwanted child), anak yang lahir diluar nikah

(36)

5) Penyakit parah atau gangguan mental pada salah satu atau kedua orang tua, misalnya tidak mampu merawat dan mengasuh anak karena gangguan emosional dan depresi 6) Sejarah penelantaran anak

7) Kondisi lingkungan sosial yang buruk, pemukiman kumuh, tergusurnya tempat bermain anak, sikap acuh tak acuh terhadap tindakan eksploitasi, pandangan terhadap nilai anak yang terlalu rendah, meningkatnya faham ekonomi upah, lemahnya perangkat hukum, tidak adanya mekanisme kontrol sosial yang stabil.29

Richard J. Gelles mengemukakan bahwa kekerasan terhadap anak terjadi karena beberapa faktor, diantaranya:

1) Pewaris kekerasan antar generasi

Banyak anak yang belajar perilaku kekerasan dari orang tuanya dan ketika tumbuh menjadi dewasa mereka melakukan tindak kekerasan terhadap anaknya juga.

Dengan demikian perilaku kekerasan diwarisi dari generasi ke generasi

2) Stres Sosial

Ditumbulkan oleh berbagai kondisi sosial meningkatnya resiko kekerasan terhadap anak dalam keluarga. Kondisi-kondisi sosial ini mencakup:

pengangguran, penyakit, kondisi perumahan buruk, ukuran keluarga besar dari rata-rata, kelahiran bayi baru, orang cacat dirumah, dan kematian seorang anggota keluarga 3) Isolasi dan keterlibatan masyarakat bawah

Orang tua dan pengganti orang tua yang melakukan kekerasan terhadap anak cenderung terisolasi secara sosial.

Kurangnya kontrak dengan masyarakat menjadikan orangtua kurang memungkinkan mengubah perilaku mereka sesuai dengan nilai-nilai dan standar masyarakat.

29Abu Huraerah, Kekerasan Terhadap Anak, (Bandung: Nuansa, 2006), hlm. 50

(37)

4) Struktur keluarga

Tipe-tipe keluarga tertentu memiliki resiko yang meningkat untuk melakukan tindakan kekerasan dan pengabaian terhadap anak.

Menurut Pusat Kajian dan Perlindungan Anak, kekerasan terhadap anak dapat disebabkan karena beberapa hal berikut ini antara lain:

1) Psychodinamic model, terjadinya kekerasan disebabkan karena kurangnya “mothering/jejak ibu”. Seseorang yang tidak pernah dirawat atau diasuh oleh seorang ibu secara baik, maka dia tidak bisa menjadi ibu dan merawat anaknya sendiri

2) Personality of character trait model, hampir sama dengan psychodynamic, namun dalam hal ini tidak terlalu diperhatikan apa yang dialami oleh orang tua sebagai pelaku kekerasan, tetapi menganggap bahwa ini akibat orang tua si anak yang belum cukup dewasa, terlalu agresif, frustasi/berkarakter buruk.

3) Social learning model, kurangnya kemampuan sosial yang ditunjukkan dengan perasaan tidak puas karena menjadi orang tua, merasa sangat terganggu karena kehadiran anak, menuntut anak untuk selalu bersikap seperti orang dewasa 4) Family structure model, yang menunjuk pada dinamika

antar keluarga yang memiliki hubungan kausal dengan kekerasan.

5) Environment stress model, yang melihat anak dan perempuan sebagai sebuah masalah multidimensional dan menempatkan “kehidupan yang menekan” sebagai penyebab utamanya. Jika ada perubahan faktor-faktor yang membentuk kehidupan manusia, seperti kesejahteraan, pendidikan yang rendah, tidak adanya pekerjaan, maka akan menimbulkan kekerasan pada anak.

6) Social-Psycological model, dalam hal ini “frustasi” dan

“stress” menjadi faktor utama dalam menyebakan terjadinya kekerasan pada anak. Stress bisa terjadi karena berbagai sebab, seperti: konflik rumah tangga, isolasi secara sosial dan lain-lain.

(38)

7) Mental illness model, kekerasan pada anak terjadi karena kelainan saraf, penyakit kejiwaan.30

3. Perlindungan Hukum Anak Korban Kekerasan a. Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. Perlindungan terhadap anak sebagaimana yang termaktub dalam Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 sebagaimana perubahan atas Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menyatakan bahwa perlindungan anak adalah segala praktik untuk memastikan dan melindungi anak dan hak-haknya agar ia dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat manusia, serta mendapatkan perlindungan dari penderitaan, kekerasan dan diskriminasi.31

Pada hakikatnya anak tidak dapat melindungi dirinya sendiri dari berbagai macam tindakan yang menimbulkan kerugian mental, fisik, sosial dalam berbagai bidang kehidupan dan penghidupan. Anak harus dibantu oleh orang lain dalam melindungi dirinya, mengingat situasi dan kondisinya. Anak perlu mendapat perlindungan agar tidak mengalami kerugian, baik mental, fisik, maupun sosial.32

Untuk mencegah, melindungi korban, dan menindak pelaku kekeasan dalam rumah tangga, Negara dan masyarakat wajib melaksanakan pencegahan, perlindungan dan penindakan pelaku sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Negara berpandangan bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, adalah pelanggaran hak asasi

30Pusat Kajian dan Perlindungan Anak, Kekerasan Terhadap Anak, 1995, hlm.

35

31Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 (ayat 2)

32 Maidin Gulton, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan, (Bandung: Rafika Aditama, 2012), hlm. 68-69

(39)

manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi.33

Secara hukum, cukup banyak peraturan yang mengatur, memberikan perlindungan terhadap hak-hak anak, diantaranya adalah:

1) Undang-Undang Dasar 1945, Perlindumgan hukum terhadap anak secara khusus diatur dalam Pasal 28 B ayat (2) dan amandemen yang kedua yang menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dan diskriminasi.34

2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.35 Undang-Undang ini diterapkan oleh pemerintah sebelum adanya ratifikasi terhadap Konvensi Hak Anak Internasional, sehingga sebelum adanya ratifikasi konvensi tersebut Negara Indonesia telah melakukan upaya perlindungan terhadap anak

3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,36 Perlindungan Hak-Hak Anak dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 diatur dalam Pasal 52 sampai dengan Pasal 6637

4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang ini secara khusus mengatur terkait dengan perlindungan terhadap hak anak

5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga

33Kansil C.S.T & Cristine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Hukum Pidana Untuk Tiap Orang, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2007), Cet. Ke-2 hlm. 533

34Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 B Ayat (2)

35Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak

36Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

37Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak-Hak Anak di atur dalam pasal 52 sampai dengan pasal 66

(40)

Perlindungan hukum terhadap hak anak khususnya tindakan kekerasan telah diatur yaitu dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.38

Beberapa pasal yang khusus menyebutkan terkait perlindungan anak dari kekerasan diantaranya adalah:

1) Pasal 4, disebutkan bahwa:

Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi

2) Pasal 54, disebutkan bahwa:

(1) Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga pendidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain

(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga pendidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain

3) Pasal 59 disebutkan bahwa:

(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan lembaga Negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak.

(2) Perlindungan khusus kepada anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada:

i. Anak dalam situasi darurat

ii. Anak yang berhadapan dengan hukum iii. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi iv. Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau

seksual

38Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

(41)

v. Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat aditif lainnya

vi. Anak yang menjadi korban pornografi vii. Anak dengan HIV/AIDS\

viii. Anak korban penculikan. penjualan, dan/atau perdagangan

ix. Anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis x. Anak korban jaringan terorisme

xi. Anak penyandang Disabilitas

xii. Anak korban perlakuan salah dan penelantaran xiii. Anak dengan perilaku sosial menyimpang, dan xiv. Anak yang menjadi korban stigmatisasi dan

pelabelan terkait dengan kondisi Orang Tuanya 4) Pasal 76C, disebutkan bahwa:

Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap Anak

5) Pasal 76D, disebutkan bahwa:

Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain

6) Pasal 76E, disebutkan bahwa:

Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul

Dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga juga membagi perlindungan menjadi perlindungan yang sementara, dan perlindungan dengan penetapan pengadilan serta pelayanan. Perlindungan dan pelayanan diberikan oleh institusi atau lembaga yang sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing:

(42)

1) Perlindungan oleh kepolisian berupa perlindungan sementara yang diberikan paling lama tujuh hari , dan dalam waktu 1x24 sejak memberikan perlindungan, kepolisian wajib

Dalam Undang-Undang Repbulik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, perlaku tindak kekerasan terhadap anak diancam dengan pidana yaitu:

1) Pasal 80, disebutkan bahwa:

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)

(2) Dalam hak anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus juta rupiah)

(3) Dalam hak anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)

(4) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimasksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya

2) Pasal 81, disebutkan bahwa:

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.

5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)

(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan

Gambar

Gambar  2,  Wawancara  dengan  Ibu  Hj.  Rohiyatul  Ainimengenai  Peran  Dinas  Pemberdayaan  Perempuan,  Perlindungan  Anak,  Pengendalian
Gambar  3.    Wawancara  dengan  Ibu  Henny  Sumardiwati  kepala  Unit  Pelaksana Teknis Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD) PPA  Provinsi NTB
Gambar  5.  Wawancara  dengan  Bapak  Ahmad  Kasasi  selaku  Tokoh  Agama  di  Desa  Kediri  Indo,  Dusun  Karang  Kuripan  Timur  mengenai  Perspektif  Hukum  Islam  terhadap  Kasus  Anak  Korban  Kekerasan  dalam  Keluarga (Child Abuse) di Masa Pandemi C
Gambar  6.  Wawancara  dengan  Bapak  M.  Zuhdi  Ahmad  selaku  Tokoh  Agama  di  Desa  Kediri  Indo,  Dusun  Karang  Kuripan  Timur  mengenai  Perspektif  Hukum  Islam  terhadap  Kasus  Anak  Korban  Kekerasan  dalam  Keluarga (Child Abuse) di Masa Pandem

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian mengenai kesejahteraan psikologis perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga akan digambarkan melalui enam dimensi kesejahteraan psikologis yang

Untuk pemberdayaan bagi korban tindak kekerasan, pemerintah daerah dapat membentuk Pusat Pelayanan Terpadu dan Forum Perlindungan Korban Kekerasan (FPKK) sebagai

UPAYA PPT PROVINSI JAWA TIMUR DALAM MENANGANI ISTRI KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA.. Gambaran Umum Pusat Pelayanan Terpadu (PPT)

Kekerasan seksual pada anak atau yang sering dikena Child Sexual Abuse menjadi kenyatan pahit yang dialami oleh seorang anak, terlebih apabila kekerasan tersebut

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan intervensi psikologis kepada anak korban kekerasan seksual serta mengetahui efektifikas terapi bermain dalam meningkatkan

Tujuan umum dari pengembangan model yang dibuat adalah untuk memberikan pertolongan pertama psikologis dalam membuat perencanaan untuk menyelesaikan masalah yang

LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (LPSK) DALAM MELINDUNGI ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DALAM.. LINGKUNGAN KELUARGA

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pertama pengaturan tentang perlindungan terhadap kekerasan yang terjadi pada anak korban kekerasan seksual