• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan dan Inovasi Pemanfaatan Lahan Basah

N/A
N/A
Meliyana

Academic year: 2025

Membagikan "Perlindungan dan Inovasi Pemanfaatan Lahan Basah"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

PERLINDUNGAN DAN INOVASI PEMANFAATAN LAHAN BASAH

OLEH:

Gusti Muhammad Furqon S. 2320525310036

Lisnawati 2320525320018

Meliyana 2320525320037

Muhammad Eksya Pratama 2320525310039

Nany Sriulan Noor 2320525320020

Octaviana Dewi Syahputri 2320525320034

DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH:

Dr. Ir. Fakhrur Razie, M.Si

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU

2024

(2)

DAFTAR ISI

Halaman

:

DAFTAR ISI... 2

DAFTAR GAMBAR...3

BAB I PENDAHULUAN...4

1.1. Latar Belakang...4

1.2. Tujuan... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...6

2.1. Lahan Basah... 6

2.2. Karakteristik Lahan Basah...7

2.3. Peran dan Manfaat Lahan Basah Bagi Keberadaan Fauna...10

2.4. Inovasi... 13

BAB III METODE PENELITIAN...14

3.1. Teknologi Informasi Pesawat Tanpa Awak untuk Menanggulangi Kebakaran Lahan Basah...14

3.2. Minapadi...15

3.3. Penataan Lahan Sistem Surjan...16

BAB IV PEMBAHASAN...17

4.1. Teknologi Informasi Pesawat Tanpa Awak untuk Menanggulangi Kebakaran Lahan Basah...17

4.1.1. Uraian Inovasi Teknologi Informasi Pesawat Tanpa Awak...17

4.1.2. Kelebihan dan Kekurangan Teknologi Informasi Pesawat Tanpa Awak ...18

4.2. Minapadi...19

4.2.1. Uraian Inovasi Minapadi...19

4.2.2. Kelebihan dan Kekurangan Minapadi...24

4.3. Penataan Lahan Sistem Surjan...25

4.3.1. Uraian Inovasi Penataan Lahan Sistem Surjan...25

4.3.2. Kelebihan dan Kekurangan Penataan Lahan Sistem Surjan...26

BAB V KESIMPULAN...28

DAFTAR PUSTAKA...29

(3)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Sawah Gambar 2.2. Rawa

Gambar 2.3. Hutan Mangrove Gambar 2.4. Danau0

Gambar 2.5. Sungai0

Gambar 3.1. Model Minapadi5 Gambar 4.1. Drone8

Gambar 4.2. Minapadi Kolam Dalam Gambar 4.3. Lahan Sistem Surjan

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lahan basah (wetland) dapat diklasifikasikan sebagai sumber daya alam yang harus dikelola dan dilindungi. Karakteristik lahan basah yang bermacam- macam memiliki peran krusial dalam menjaga keseimbangan lingkungan.

Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 Konvensi Ramsar (The Convention on Wetlands of International Importance) This is an mengkategorikan lahan basah sebagai wilayah payau, rawa, gambut, atau perairan, baik alami maupun buatan, permanen atau temporer (sementara), dengan air yang mengalir atau diam, tawar, payau, atau asin, termasuk pula wilayah dengan air laut yang kedalamannya di saat pasang rendah (surut) tidak melebihi 6 meter. Istilah lahan-basah (wetland) diangkat setelah penandatanganan Konvensi tentang Lahan-basah Penting Internasional, terutama sebagai Habitat Burung Air (The Convention on Wetlands of International Importance Especially as Waterfowl Habitat) di kota Ramsar, Iran yang terletak di tepi Laut Kaspia pada tanggal 2 Februari 1971.

Lahan basah adalah salah satu istilah ekosistem yang dibentuk oleh dominasi air, dan karakteristik serta prosesnya dikendalikan oleh air. Ini berarti bahwa tanah di lahan basah memiliki kadar air yang tinggi, bahkan tergenang air sepanjang waktu .Contoh pertanian lahan basah antara lain persawahan (padi), lahan gambut, rawa, dan hutan bakau. Terdapat 3 kategori lahan-basah berdasarkan pada letaknya secara umum dan kaitannya dengan aktivitas manusia, yaitu lahan basah laut, lahan-basah daratan, dan lahan-basah buatan (Nursya’bani, 2023).

Lahan basah memiliki peran yang sangat penting bagi alam. Lahan basah berperan sebagai sumber air dan membantu memurnikan air. Ini sangat penting untuk keberlangsungan kehidupan manusia dan keberlanjutan ekosistem (Zairin, 2017). Vegetasi di lahan basah membantu melindungi tepi laut dari gelombang laut dan erosi pantai. Lahan basah juga sebagai penyimpan karbon permukaan bumi, dengan melestarikan dan memulihkan lahan basah, kita dapat mengurangi emisi karbon dan meningkatkan adaptasi terhadap perubahan iklim. Lahan basah mendukung pertanian dan menjadi habitat bagi berbagai spesies ikan dan hewan.

(5)

Lahan basah membantu mengurangi dampak bencana alam dan buatan manusia, terutama yang berhubungan dengan air.

Lahan basah di wilayah Kalimantan Selatan merupakan aset alam yang sangat berharga namun semakin mengalami kerusakan akibat aktivitas manusia seperti deforestasi, perambahan, dan pertanian intensif. Pada musim kemarau yang panjang sering terjadi kebakaran hutan dan lahan di wilayah tersebut. Untuk mengatasi masalah ini, beberapa inovasi teknologi telah dikembangkan seperti penggunaan teknologi berbasis aplikasi untuk memantau dan mencegah kebakaran hutan, seperti aplikasi Sipongi, Brin Fire Hotspot, Fire Risk System (FRS), dan Aplikasi Bekatan yang menggunakan pencitraan jarak jauh dengan satelit. Selain itu lahan basah di wilayah Kalimantan Selatan sebagian besar berupa lahan rawa dan lahan pasang surut yang seringkali mengalami permasalahan seperti kekeringan pada musim kemarau dan banjir pada musim hujan. Kondisi ini menyebabkan petani mengalami kesulitan dalam mengelola lahan untuk kegiatan pertanian.

Beberapa inovasi dan teknologi telah dikembangkan untuk mengatasi permasalahan yaitu dengan Minapadi dan Penataan Lahan Sistem Surjan.

1.2. Tujuan

Tujuan dari makalah ini yaitu untuk mengetahui beberapa inovasi dan memahami bagaimana cara mengaplikasikan atau menerapkan inovasi-inovasi tersebut dalam pemanfaatan lahan basah, terutama di wilayah Kalimantan Selatan.

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lahan Basah

Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut. Lingkungan dapat didefinisikan sebagai elemen biologis dan abiotik yang mengelilingi organisme individual atau spesies, termasuk banyak yang berkontribusi pada kesejahteraannya.

Lingkungan" juga dapat didefinisikan sebagai semua komponen alami bumi (udara, air, tanah, vegetasi, hewan, dll) beserta semua proses yang terjadi di dalam dan di antara komponen ini (Sobari, 2017).

Lahan (land) atau sumber daya lahan (land resources) adalah lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan tanah. Dalam hal ini tanah juga mengandung pengertian ruang atau tempat. Sumberdaya tanah merupakan sumberdaya alam yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia karena sumberdaya alam diperlukan dalam setiap kehidupan. Lahan adalah hamparan di muka bumi berupa suatu tembereng, sistem terestik yang merupakan suatu perpaduan sejumlah sumberdaya alam dan binaan. Lahan juga merupakan wahana sejumlah ekosistem. Lahan merupakan suatu wilayah (regional), yaitu suatu satuan ruangan berupa suatu lingkungan hunian masyarakat manusia dan masyarakat hayati yang lain (Sobari, 2017).

Lahan basah dapat diartikan sebagai suatu wilayah genangan atau wilayah penyimpanan air, memiliki karakteristik terresterial dan aquatic. Lahan basah dicontohkan seperti daerah rawa-rawa, mangrove, payau, daerah genangan banjir, hutan genangan serta wilayah sejenis lainnya. lahan basah yang banyak diketahui oleh masyarakat adalah lahan basah seperti rawa-rawa, air payau, tanah gambut. Masyarakat beranggapan lahan ini merupakan wilayah yang tidak menarik bahkan dianggap berbahaya. Pada kenyataannya ekosistem l

(7)

ahan basah banyak menyimpan berbagai satwa dan tumbuhan liar yang sebagian besar menggantungkan hidupnya pada keberadaan lahan basah ini. Sebagai contoh jenis serangga yang tinggal di kawasan ini yang menjadikannya tempat ti nggal (habitat) sehingga mampu membentuk ekosistem tersendiri. Bahkan dibandingkan dengan ekosistem lainnya ternyata ekosistem lahan basah boleh dikatakan yang terkaya dalam menyimpan jenis flora dan fauna.

Definisinya secara lengkap adalah sebagai berikut, “Lahan-basah mencakup wilayah payau, rawa, gambut, atau perairan, baik alami maupun buatan, permanen atau sementara, dengan air yang mengalir atau diam (menggenang), tawar, payau, atau asin; termasuk wilayah dengan air laut yang kedalamannya pada saat pasang rendah (surut) tidak melebihi enam meter”.

Definisi lahan basah itu terkesan sederhana. Kejelasannya hanya sampai pada apa yang dimaksud dengan lahan-basah serta mulai dari mana dan sampai di mana batas wilayah lahan-basah. Namun, apabila dikaji mendalam, lahan- basah merupakan aspek yang kompleks (Soendjoto, 2015).

2.2. Karakteristik Lahan Basah

Umumnya lahan basah yang ditemukan di Indonesia yaitu seperti endapan tanah rendah sesudah air pasang surut, genangan air, mangrove (hutan bakau) yang banyak terdapat di Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya. Jenisnya dapat terdiri dari rawa pasang surut, rawa air tawar dan mangrove. Ada 7 tipe lahan basah utama yang dimiliki Indonesia yaitu : Mangrove Forest, Peat Swamp, Freshwater Swamp, Beach Vegetatio, Freshwater Lakes, Seasonal Freshwater Swamp dan Seasonal Peat Swamp (Zid & Hardi, 2021)

Secara tipologi ekosistem lahan basah yang terdiri dari dua tipologi yaitu ekosistem air tawar dan ekosistem estuarin. Ekosistem air tawar terdiri dari air yang tenang seperti: empang, rawa, kolam dan air mengalir seperti: sungai, sumber air. Sedangkan ekosistem estuarin terpengaruh adanya pasang surut air laut, contohnya: payau, mangrove, rumput laut, laguna. Lahan basah juga memiliki karakterisitik yang berebeda dengan karakteristik lahan kering (Harianto & Dewi, 2017).

Lahan kering adalah lahan tadah hujan (rainfed) yang dapat diusahakan s ecara sawah (lowland, wetland) atau secara tegal atau ladang (upland). Lahan

(8)

kering pada umumnya berupa lahan atasan, kriteria yang membedakan lahan kering adalah sumber air. Sumber air bagi lahan kering adalah air hujan, sedangkan bagi lahan basah disamping air hujan juga dari sumber air irigasi Lahan basah berdasarkan pembentukannya terbagi menjadi dua yaitu dalam bentuk alami dan bentuk buatan seperti persawahan, tambak, kolam industri.Baik lahan basah alami maupun buatan ternyata keberadaannya sangat penting bagi ekosistem dunia. Bahkan penduduk di beberapa bagian dunia ini sangat bergantung pada lahan ini (Tufaila et al., 2017). Contohnya adalah masyarakat Asia yang sebagian besar hidupnya tergantung pada beras yang ditanam di lahan basah. Berikut ini adalah jenis-jenis lahan basah yang menjadi ekosistem burung air, yaitu, diantaranya:

a. Sawah

Ekosistem sawah adalah salah satu ekosistem buatan di darat karena sawah terbentuk karena campur tangan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Dalam setiap ekosistem selalu ada komponen pembentuknya, yaitu komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik sawah adalah makhluk hidup yang hidup di habitat persawahan dan membentuk rantai makanan.

Rantai makanan terdiri dari produsen, konsumen dan pengurai. Sawah adalah sebidang lahan pertanian yang kondisinya selalu ada dalam kondisi basah dan kadar air yang dikandungnya selalu di atas kapasitas lapang (Harianto & Dewi, 2017).

Gambar 2.1. Sawah b. Rawa

Rawa adalah lahan yang genangan air secara ilmiah yang terjadi terus menerus atau musiman akibat drainase yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus secara fisika, kimiawi dan biologis / semua macam tanah berlumpur yang

(9)

terbuat secara alami, atau buatan manusia dengan mencampurkan air tawar dan air laut, secara permanen atau sementara, termasuk daerah laut yang dalam airnya kurang dari 6 m pada saat air surut yakni rawa dan tanah pasang surut. Daerah rawa- rawa berfungsi untuk mencegah polusi atau pencemaran lingkungan alam (Harianto & Dewi, 2017).

Gambar 2. 2. Rawa c. Hutan Mangrove

Hutan Mangrove adalah suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai yang terlindung, laguna dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Mangrove tersebar di seluruh lautan tropik dan subtropik, tumbuh hanya pada pantai yang terlindung dari gerakan gelombang; bila keadaan pantai sebaliknya, benih tidak mampu tumbuh dengan sempurna dan menjatuhkan akarnya. Hutan mangrove juga merupakan surga bagi burung air dan burung migrasi lainnya. Setidaknya ada 200 spesies burung yang bergantung pada ekosistem mangrove, atau sekitar 13% dari seluruh burung yang ada di Indonesia (Harianto & Dewi, 2017).

Gambar 2.3. Hutan Mangrove d. Danau

Danau adalah suatu cekungan pada permukaan bumi yang berisi air.

(10)

Danau dapat memiliki manfaat serta fungsi seperti untuk irigasi pengairan sawah, ternak serta kebun, sebagai objek pariwisata, sebagai PLTA atau pembangkit listrik tenaga air, sebagai tempat usaha perikanan darat, sebagai sumber penyediaan air bagi makhluk hidup sekitar dan juga sebagai pengendali banjir dan erosi. Danau adalah salah satu tipe lahan basah yang di gemari burung (Harianto & Dewi, 2017) .

Gambar 2.4. Danau e. Sungai

Sungai adalah bagian permukaan bumi yang terbentuk secara alami dan letaknya lebih rendah dari tanah di sekitarnya dan menjadi tempat / saluran mengalirnya air tawar dari darat menuju ke laut, danau, rawa atau ke sungai yang lain (Harianto & Dewi, 2017).

2. 5. Sungai

2.3. Peran dan Manfaat Lahan Basah Bagi Keberadaan Fauna

Keberadaan ekosistem lahan basah memiliki peran dan fungsi penting dalam proses keseimbangan alam khususnya di bumi. Fungsi ekologis serta fungsi- fungsi lainnya menunjukkan adanya hubungan ketergantungan antara manusia dengan lingkungannya. Pada awalnya masyarakat yang tinggal dekat dengan ekosistem lahan basah beranggapan bahwa keberadaan lahan basah seperti

(11)

rawa- rawa, hutan bakau, hutan air payau tidak memiliki manfaat dan keuntungan bagi masyarakat, karena memiliki resiko tinggi. Sebagai contoh keberadaan ekosistem lahan basah berpotensi mengakibatkan timbulnya penyakit seperti malaria dari nyamuk yang tinggal di rawa-rawa atau serangan hewan liar seperti ular, buaya, serta jenis lain, kadang-kadang datang ke perkampungan penduduk yang tinggal di sekitar daerah rawa.Sehingga keberadaan ekosistem lahan basah kurang bermanfaat serta tidak menarik untuk didatangi ataupun dimanfaatkan oleh masyarakat (Prakosa et al., 2023).

Ekosistem lahan basah yang memiliki manfaat secara ekologis, seperti daerah rawa-rawa ternyata merupakan tempat penyerapan air sehingga bila hujan datang maka daerah ini sangat menguntungkan bagi resapan air hujan. Jika rawa- rawa dihancurkan akan menyebabkan air hujan tidak tertampung dan terserap yang dapat mengakibatkan timbulnya banjir. Selain itu ternyata rawa-rawa atau beberapa jenis lahan basah lainnya berfungsi menjadi habitat beberapa spesies flora dan fauna. Sehingga mampu untuk mendukung peningkatan populasi bagi flora dan fauna yang cenderung punah.Selain memiliki manfaat secara ekologis, ekosistem lahan basah memiliki manfaat dalam berbagai bidang kehidupan.

Menurut Pramudianto (2011) (Harianto & Dewi, 2017), manfaat lahan basah dengan terbagi menjadi 4 hal berdasarkan fungsinya, yakni sebagai berikut:

a. Manfaat Lahan Basah dalam Segi Ekologis

1. Membantu menyerap unsur-unsur hara yang penting serta bahan makanan

2. yang berguna bagi mahluk hidup sekitarnya.

3. Menyediakan air sepanjang tahun khususnya ke akuifer (pengisian kembali air tanah) dan lahan basah lain.

4. Mengendalikan terjadinya luapan air pada musim penghujan.

5. Menjernihkan air buangan serta dapat menyerap bahan-bahan polutan dengan kapasitastertentu.

6. Mencegah intrusi air asin.

7. Membantu melindungi daerah pantai dari aktivitas gelombang dan badai.

8. Mengendalikan erosi serta mampu menahan lumpur.

9. Penting untuk konservasi khususnya siklus spesies tanaman, ekosistem,

(12)

bentang alam, proses alam, komunitas.

10. Kontribusi pada kelangsungan proses dan sistem alami yang ada; proses dan sistem ekologi, penyerapan karbon, mengontrol kadargaram tanah dan pengembangan tanah asamsulfat.

b. Manfaat lahan basah dalam segi ekonomis

1. Sumber produk alami dalam dan di luar lahan.

2. Sebagai habitat yang banyak memberikan spesies flora dan fauna yang dapat dimanfaatkanuntuk pengobatan tradisionil penduduk.

3. Sebagai sumber makanan.

4. Produksi energi.

c. Manfaat lahan basah dalam segi pariwisata 1. Kesempatan untuk memberikan rekreasi.

2. Obyek turisme.

3. Dapat dijadikan suaka alam dan kawasan perlindungan.

d. Manfaat lahan basah dalam segi ilmiah 1. Penelitian ekosistem lahan basah.

2. Observasi spesies flora dan fauna.

Di sinilah peran ekosistem lahan basah dalam membantu proses keseimbangan alam secara alami antara mahluk hidup dengan lingkungannya.

Namun pada prinsipnya penggunaan lahan basah untuk kepentingan kegiatan tertentu harus memiliki batas tertentu, artinya penggunaan lahan ini tentu saja tidak sampai merusak atau mengubah ekosistem yang ada. Karena itu kawasan lahan basah yang masih alami dan mempunyai nilai yang tinggi memiliki arti penting bagi kehidupan mahluk hidup yang bergantung pada ekosistem ini (Dewata & Danhas, 2023).

Sebagai contoh adalah lahan basah sebagai habitat spesies burung dimana ekosistem ini merupakan tempat untuk mencari makan, minum, istirahat, dan berkembang biak spesies burung. Populasi burung pada lahan basah pada saat ini mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya aktivitas manusia. Kondisi ekosistem alami yang terus mengalami tekanan menyebabkan perlu segera

(13)

dilakukannya upaya-upaya konservasi mengingat tekanan terhadap lingkungan lahan basah semakin tinggi karena adanya tuntutan kebutuhan manusia untuk memperluas penggunaan lahan bagi kepentingannya.

Berdasarkan hal inilah maka lahan basah merupakan bagian penting dari habitat flora dan fauna serta memiliki keterkaitannya dengan manusia yang tinggal di sekitar kawasan tersebut dan karenanya perlindungan harus dilakukan secara global serta perlu adanya kebijakan yang mengatur tata kelola ekosistem lahan basah sehingga keberadaannya dapat dipertahankan dan dijaga dengan baik. (Harianto & Dewi, 2017)

2.4. Inovasi

Inovasi menurut West dan Far (Ancok, 2012:34 dalam Prasmi & Pribadi 2023) adalah pengenalan dan penerapan dengan sengaja gagasan, proses, produk dan prosedur yang baru pada unit yang menerapkannya, yang dirancang untuk memberikan keuntungan bagi individu, kelompok, organisasi dan masyarakat luas. Sedangkan Inovasi menurut Suryana, yaitu sebagai kemampuan untuk menerap-kan kreativitas dalam rangka memecahkan persoalan dan peluang untuk meningkatkan dan memperkaya kehidupan.

Manajemen Inovasi merupakan alat yang digunakan oleh manajer atau Organisasi atau perusahaan untuk mengembangkan produk dan inovasi organisasi atau dengan kata lain manajemen inovasi adalah pengelolaan dan pengorganisasian sebuah proses. Melalui penelitian dan pengembangan (Research

& Development), perusahaan melakukan respon terhadap kesempatan eksternal atau internal dan mengunakan upaya kreatif untuk memperkenalkan ide-ide baru, proses, atau produk. Sedangkan inovasi manajemen adalah implementasi dari sebuah aplikasi, proses dan struktur manajemen baru yang mewakili sebuah awal penting bagi perusahaan untuk bertransformasi kearah yang lebih baik (Dhewanto, 2014 : 23 dalam Nurjanah, 2015).

(14)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan yaitu bersumber dari studi literatur artikel dan jurnal terkait yang mana diantaranya berkaitan dengan tiga (3) inovasi berikut:

3.1. Teknologi Informasi Pesawat Tanpa Awak untuk Menanggulangi Kebakaran Lahan Basah

Kebakaran lahan dan atau hutan adalah suatu keadaan di mana lahan dan atau hutan dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan lahan dan atau hutan atau hasil hutan yang menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan. Penanganan akibat kebakaran lahan dan atau hutan adalah semua usaha yang ditujukan untuk menyelamatkan manusia, binatang, tumbuhan serta benda-benda lainnya yang diakibatkan oleh kebakaran lahan dan/atau hutan.

Banyaknya instansi pemerintahan baik pusat maupun daerah dalam melakukan pencegahan serta penanganan kebakaran di wilayah lahan basah khususnya di Provinsi Kalimantan Selatan. Banyaknya instansi yang melakukan penanganan bersama pemadaman kebakaran di lahan gambut juga memberikan dampak kepada penggunaan teknologi yang digunakan dalam deteksi kebakaran lahan.

Metode yang diterapkan adalah:

1. Penginderaan jarak jauh (remote sensing) menggunakan satelit, pesawat udara atau sensor lainnya untuk mengumpulkan informasi permukaan bumi.

2. Pencitraan satelit seperti dari NASA untuk memantau titik api/hotspot kebakaran.

3. Aplikasi seperti Sipongi (Kementerian LHK), Brin Fire Hotspot (BRIN), Fire Risk System (IPB dan Kemen LHK) yang memanfaatkan data dari pencitraan satelit.

4. Pencitraan melalui pesawat/helikopter untuk memantau kebakaran secara langsung seperti helicopter water bombing.

(15)

3.2. Minapadi

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analitis dalam menjelaskan data penelitian. Sejumlah informan yang dipilih secara purposive berdasarkan tujuan penelitian antara lain ketua dan anggota kelompok tani Mina Murakabi, Kelompok Mina Sekawan, Kelompok Mina Jaya, dan Kelompok Budaya Mina serta pamong desa, dan penyuluh. Pengambilan data dilakukan dengan teknik observasi, in-depth interview, pencatatan, dan alat bantu rekam. Proses triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber.

Untuk mengidentifikasi inovasi yang terkait dengan mina padi, dilakukan analisis kualitatif menggunakan tiga jalur analisis data kualitatif menurut Sugiyono, yakni Reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar; Penyajian data kasar yaitu menyajikan data yang telah direduksi dan menyusun data supaya dapat membantu pengambilan kesimpulan; dan Penarikan kesimpulan. Data-data akan disajikan dalam berbagai pola. Selain penjelasan deskriptif juga akan disajikan dalam beberapa penyajian misalnya bentuk matrik, skema, mapping, dan model analisis dan penyajian data lainnya yang sesuai. Data kuantitatif terkait dengan topik kajian meskipun terbatas akan dikumpulkan dan dianalisis dengan penyajian dalam bentuk tabel proporsi, analisis struktur, dan penyajian lain yang sesuai.

Gambar 3.1. Model Minapadi

(16)

3.3. Penataan Lahan Sistem Surjan

Surjan mengandung pengertian meninggikan sebagian tanah dengan menggali tanah disekitarnya. Dalam prakteknya, sebagian tanah atau lapisan atas diambil atau digali dan digunakan untuk meninggikan bidang tanah disampingnya secara memanjang sehingga terbentuk surjan. Wilayah bagian lahan yang ditinggikan disebut tembokan (raise bed), wilayah yang digali disebut tabukan (sunken beds). Lahan bagian bawah (tabukan) ditanami padi, sedangkan lahan bagian atas (tembokan) dtanami tanaman palawija (jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar), hortikultura, dan juga perkebunan (Ismail et al ., 1993 dalam Susilawati & Wahyudi, 2018).

(17)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1. Teknologi Informasi Pesawat Tanpa Awak untuk Menanggulangi Kebakaran Lahan Basah

4.1.1. Uraian Inovasi Teknologi Informasi Pesawat Tanpa Awak

Lahan basah di Kalimantan Selatan yang terdiri dari rawa, lahan pasang surut, lahan sawah irigasi, danau dangkal, dan banyak sungai sangat rentan terhadap bencana, baik kebakaran pada musim kemarau maupun banjir pada musim hujan berkepanjangan. Kebakaran lahan dan hutan dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah, serta kerugian ekonomi dan dampak kesehatan bagi masyarakat sekitar. Oleh karena itu, upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran di lahan basah menjadi sangat penting.

Sampai dengan saat ini pada musim kemarau yang panjang yang diakibatkan datangnya elnino lemah yang mana menimbulkan kebakaran hutan dan lahan di wilayah Kalimantan Selatan. Penggunaan teknologi juga menjadi upaya dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan, misalnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membuat aplikasi Sipongi, Badan Riset dan Inovasi Nasional membuat Brin Fire Hotspot, Institut Pertania Bogor bersama Kementerian LHK membuat Fire Risk System (FRS) sampai kepada di Polda Kalimantan Selatan dibuat Aplikasi Bekatan (Berasntas Kebakaran Hutan dan Lahan). Yang semuanya digunakan untuk melakukan pemantauan titik panas melalui pencitraan jarak jauh dengan menggunakan satellite. Akan tetapi seluruh penggunakan teknologi yang banyak tersebut mengarahkan kepada satu tujuan yang sama melakukan pencegahan serta penanggulangan kebakaran hutan dan lahan dan selanjutnya diteruskan kepada instansi terkait untuk dilakukan penindakan (Khairil, 2024).

Tidak adanya pengaturan yang terintegrasi terhadap satu permasalahan seperti kebakaran hutan menjadi dilema bagi instansi terkait yang menangani yang dapat secara efektif memberikan peran dan fungsi masing-

(18)

tanpa awak yang dapat dimanfaatkan secara efektif dalam membantu pemetaan maupun pemadaman dengan meminimalisir terjadinya korban jiwa. pemanfaatan teknologi informasi pesawat tanpa awak (drones) menjadi solusi yang sangat potensial dalam pengembangan, penerapan, penanggulangan bencana khususnya di wilayah lahan basah dengan menggunakan teknologi informasi pesawat tanpa awak untuk efektifitas kerja dan meminimalisir korban jiwa dan memaksimalkan pencitraan lapangan jarak jauh dalam efektivitas pemadaman kobaran api maupun lokasi bencana alam lainnya di wilayah lahan basah Kalimantan Selatan (Dwi Hadryana et al., 2015).

Gambar 4.1. Drone

4.1.2. Kelebihan dan Kekurangan Teknologi Informasi Pesawat Tanpa Awak Berikut kelebihan dari Teknologi Informasi Pesawat Tanpa Awak:

• Kemampuan memantau wilayah yang luas dari udara menggunakan penginderaan jarak jauh (remote sensing) dengan satelit atau drone/pesawat.

• Dapat mendeteksi titik panas (hotspot) secara dini sebagai peringatan dini potensi kebakaran dengan aplikasi seperti Sipongi, Brin Fire Hotspot, Fire Risk System.

• Memetakan wilayah rawan kebakaran dan memprediksi pergerakannya dengan menggunakan data pencitraan untuk perencanaan penanggulangan yang lebih baik.

• Membantu pemetaan dan pemantauan langsung wilayah terdampak dengan menggunakan drone/pesawat untuk meminimalkan risiko bagi petugas di lapangan.

• Potensi meningkatkan efektivitas pemadaman dengan akses udara dan

(19)

identifikasi lokasi prioritas menggunakan drone/helikopter water bombing.

• Data yang dihasilkan dapat digunakan untuk analisis dan evaluasi lebih lanjut dalam mencegah kebakaran lahan basah di masa depan.

Berikut kekurangan dari Teknologi Informasi Pesawat Tanpa Awak:

• Titik panas (hotspot) yang terdeteksi dari pencitraan satelit banyak yang bukan kebakaran sebenarnya, sehingga informasinya kurang akurat.

• Masih mengandalkan informasi dari sarana penghubung seperti grup media sosial dan lainnya untuk melaporkan kebakaran, sehingga penanganannya cenderung terlambat.

• Penggunaan helikopter untuk pemantauan/pemadaman memiliki keterbatasan, seperti kondisi terbang, ketersediaan pilot, dan peralatan lainnya.

• Belum adanya pengaturan yang terintegrasi dalam pemanfaatan berbagai teknologi tersebut oleh berbagai instansi terkait, sehingga kurang efektif dalam penanganan.

• Kurangnya koordinasi dan sinergi antara berbagai instansi dalam memanfaatkan teknologi untuk penanggulangan kebakaran lahan basah.

4.2. Minapadi

4.2.1. Uraian Inovasi Minapadi

Inovasi dalam bidang pertanian di Indonesia sendiri jumlahnya tidak sedikit.

Inovasi tersebut bisa berasal dari instansi pemerintahan yang terkait dengan pertanian, balai penelitian pertanian, perguruan tinggi. Dalam bidang pertanian, inovasi merupakan salah satu cara bagi pemerintah untuk memberikan pengetahuan baru bagi petani, agar usaha tani yang dikembangkan sesuai dengan perkembangan jaman dan adaptif dengan perubahan yang terjadi, sehingga pada akhirnya mampu meningkatkan pendapatan petani. Banyak sekali inovasi dibidang pertanian yang saat ini tengah dikembangkan, salah satunya adalah inovasi mina padi.

Mina padi merupakan teknologi pertanian yang memadukan budidaya ikan dengan budidaya padi dalam satu lahan yang sama. Sistem ini mempunyai beberapa keuntungan diantaranya meningkatkan kesuburan tanah dan

(20)

pengurangan kebutuhan pupuk melalui adanya pemupukan dari kotoran ikan, mengurangi tumbuhnya tanaman pesaing bagi padi, dan mampu meningkatkan pendapatan petani melalui optimalisasi lahan pertanian Inovasi yang ada pun harus sampai kepada petani, sehingga diseminasi informasi pertanian sangat dibutuhkan (Widhiningsih, & Kriska, 2021).

Inovasi mina padi ini juga dapat meningkatankan pendapatan petani karena tidak hanya mendapatkan hasil panen berupa padi saja, akan tetapi petani juga mendapat hasil panen berupa ikan air tawar yang memiliki nilai jual yang tinggi.

Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ali Akbar (2017), dimana pendapatan petani menjadi meningkat karena sawah yang sebelumnya mengalami kegagalan panen akibat serangan hama wereng dapat teratasi dengan adanya ikan disawah yang memangsa hama wereng tersebut. Penerapan mina padi juga turut meningkatkan produksi padi sebesar 10-20% dan sekaligus peningkatan produksi ikan minimal 1 ton/ha permusim tanam. Dalam penerapannya, budidaya mina padi ini menggunakan ikan air tawar diantaranya nila,gurame, dan gabus.

Mengoptimalkan penggunaan lahan dengan minapadi dilengkapi dengan berbagai inovasi yang dapat diaplikasikan dalam pra-budidaya, budidaya, dan pasca-budidaya. Selain memilih bibit unggul seperti yang dilakukan dalam budidaya ikan secara konvensional, minapadi yang dilakukan oleh masyarakat merupakan minapadi organik dengan menyediakan pakan organik berupa cacing sutera sebagai ganti dari pakan kimia (Widhiningsih & Kriska, 2021). Cacing sutera memiliki nilai gizi yang baik sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ikan. Untuk anakan padi yang dipilih adalah anakan yang tahan genangan dan anakan kokoh yang tahan dengan aktivitas ikan nila yang cukup aktif, terutama di dekat saluran air. Inovasi selama kegiatan budidaya yang diterapkan setelah proses pembibitan menekankan pada teknik penanaman, pembuatan kolam dalam dan kolam kicir, pemupukan, dan pengendalian hama secara organik dengan kearifan lokal.

1. Tanam Benih Langsung (Tabela)

Tabela akronim dari tanam benih langsung merupakan salah satu inovasi budidaya menanam padi yang dilakukan dengan cara menanam benih padi secara

(21)

langsung di lahan. Sistem tabela dipilih dalam budidaya padi karena tidak memerlukan penyemaian dan pemindahan bibit sehingga lebih mengefisiensikan waktu dan tenaga. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya perlu adanya pengolahan tanah terlebih dahulu sehingga lahan yang digunakan dapat ditanami dengan menggunakan sistem tabela ini. Benih harus direndam terlebih dahulu hingga berkecambah dan kemudian baru bisa ditanam di lahan yang telah disiapkan.

Penanaman padi dengan tabela dilakukan dengan membenamkan benih dengan jarak tanam yang cukup yang sudah diatur sebelumnya.

2. Kolam Dalam atau Bak Bajak

Kolam dalam dibuat oleh petani untuk membantu dalam pemanenan ikan.

Kolam dalam biasanya dibuat di tepi petak sawah dengan kedalaman yang lebih dalam dibanding dengan permukaan yang lain. Petani tidak menerapkan ukuran yang pasti karena lebar kolam disesuaikan dengan luasan minapadi. Ketika masa panen tiba, ikan-ikan yang siap dipanen digiring untuk masuk ke kolam dalam menggunakan alat atau jarring besar. Kolam dalam ini berfungsi sebagai penampungan sebelum ikan diangkat ke daratan, Dengan demikian, ikan tetap hidup dan segar walaupun dilakukan pengeringan lahan dilakukan pada saat panen padi. Petani juga membuat bak bajak di bagian tepi lahan yang dibuat lebih dalam dan tidak ditanami padi. Fungsinya untuk tempat dibudidayakannya ikan dan untuk irigasi lahan

Gamba r 4.2. Minapadi Kolam Dalam

(22)

3. Kolam Penampung dan manajemennya

Petani secara bersama-sama membuat kolam penampung yang menampung ikan dalam sementara waktu. Kolam penampung merupakan salah satu inovasi yang dibuat berdasarkan keresahan petani karena ikan hasil minapadi yang belum laku dijual di pasaran. Dengan demikian, petani dapat melanjutkan mengolah lahan minapadi atau sawah tanpa perlu memikirkan ikan yang belum terjual. Petani juga membentuk kelembagaan yang akan mengelola kolam tersebut. Sebagai contoh, ketika petani menitipkan 2 kg hasil ikan ke kolam penampung dan apabila ikan tersebut laku terjual, petani tersebut akan mendapatkan uang senilai dengan 2 kg ikan tersebut. Di samping itu.

4. Kolam kincir

Petani memasang kincir di kolam budidaya ikan nila sebagai regulator air.

Penggunaan kolam kincir dapat membantu meningkatkan hasil panen 4-6 kali lipat. Tanpa kolam kincir produksi hanya 5 kuital namun dengan kolam kincir hasil panen ikan meningkat yaitu sekitar 2-3 ton. Selain itu, pemasangan kolam kincir juga memicu ikan untuk cepat tumbuh besar. Penggunaan kincir pertama kali diterapkan oleh ketua kelompok KPI Mina Murakabi yang mencoba pemasangan kincir berdasarkan rekomendasi dari teman kemudian berhasil sehingga kemudian dijadikan sebagai percontohan oleh kelompok lainnya.

5. Sistem tanam jajar legowo

Sistem penanaman tajarwo atau tanam jajar legowo merupakan upaya meningkatkan populasi dengan cara mengatur jarak tanam. Sistem tanam ini memanipulasi tata letak tanaman, sehingga rumpun tanaman sebagian besar menjadi tanaman pinggir. Hal ini dilakukan karena tanaman padi yang berada di pinggir akan mendapatkan sinar matahari yang lebih banyak, sehingga menghasilkan gabah lebih tinggi dengan kualitas yang lebih baik. Di sisi lain, tajarwo pada umumnya juga diaplikasikan dalam budidaya padi di berbagai area di Indonesia karena memudahkan petani dalam melakukan penyiangan dan memberikan ruang bagi ikan untuk bergerak selama melakukan perawatan dan pemanenan.

(23)

Terdapat berbagai macam pola tajarwo utamanya yang diterapkan oleh petani minapadi di Kabupaten Sleman, antara lain yaitu Tajarwo 2:1 (setiap dua baris tanaman diselingi satu barisan kosong), Tajarwo 2:2 (setiap dua baris tanaman diselingi dua barisan kosong), Tajarwo 4:1 (setiap empat baris tanaman diselingi satu barisan kosong), Tajarwo 5:2 (setiap lima baris tanaman diselingi dua barisan kosong). Sistem tanam tajarwo yang direkomendasikan adalah 2:1 namun mayoritas petani di Kabupaten Sleman mengaplikasikan 4:1 di samping 2:1 Gambar tajarwo 4:1 dan 2:1.

6. Pengelolaan Hama dengan Memanfaatkan Kearifan Lokal

Tanaman padi dapat terserang berbagai jenis hama, salah satunya adalah hama tikus yang kerap menyerang. Adanya kolam dalam sistem minapadi ini dengan sendirinya mencegah mobilitas tikus untuk menyerang tanaman padi.

Langkah lainnya yang diterapkan petani adalah dengan melepaskan burung hantu di sekitar area persawahan. Burung hantu ini secara naluri akan memangsa tikus untuk dijadikan makanannya. Cara ini tergolong efektif untuk mempertahankan ekosistem di lahan persawahan. Kelemahand dari musuh alami berupa burung hantu ini ialah terkadang burung tersebut terbang bebas ke area lainnya yang memiliki banyak tikus dan tidak kembali ke sawah milik petani yang melepaskan burung tersebut. Ketika jumlah burung hantu dirasa tidak cukup untuk mengendalikan tikus, petani kemudian membuat trap barrier sistem yang diletakkan di bagian kolam atau parit tempat budidaya ikan. Sistem ini sangat efektif untuk mengantisipasi tikus yang mulai kebal dengan lingkungan kolam yang tergenang air.

Banyaknya manfaat budidaya mina padi ini tentunya harus disebar-luaskan kepada petani sehingga tidak hanya bergantung terus menerus pada budidaya padi konvensional saja sehingga dari adanya manfaat mina padi ini dapat meningkatkan kesejahteraan bagi petani. Inovasi mina padi ini harus didiseminasikan sehingga jangkauan penyebaran inovasi ini menjadi lebih luas.

(24)

4.2.2. Kelebihan dan Kekurangan Minapadi Berikut kelebihan dari Minapadi:

• Meningkatkan kesuburan tanah dan mengurangi kebutuhan pupuk kimia karena adanya pemupukan dari kotoran ikan.

• Mengurangi tumbuhnya tanaman pengganggu/gulma yang dapat menghambat pertumbuhan padi.

• Meningkatkan pendapatan petani karena mendapatkan hasil panen tidak hanya padi tetapi juga ikan air tawar yang memiliki nilai jual tinggi.

• Dapat meningkatkan produksi padi sebesar 10-20% per musim tanam.

• Mendapatkan produksi ikan minimal 1 ton/ha per musim tanam.

• Membantu mengatasi serangan hama seperti wereng pada padi karena ikan memangsa hama tersebut.

• Merupakan optimalisasi pemanfaatan lahan sawah secara terpadu untuk memaksimalkan produktivitas lahan.

Berikut kelebihan dari Minapadi:

• Membutuhkan modal yang lebih besar dibandingkan budidaya padi konvensional, karena harus menyediakan bibit ikan, pakan ikan, dan pengelolaan air yang lebih intensif.

• Membutuhkan waktu, tenaga, dan keterampilan yang lebih banyak untuk mengelola dua komoditas sekaligus (padi dan ikan) dalam satu lahan.

• Petani dengan tingkat individualisme tinggi cenderung sulit menjalankan sistem minapadi yang membutuhkan kerjasama dalam kelompok.

• Resiko kegagalan panen lebih tinggi jika terjadi kegagalan dalam pengelolaan salah satu komoditas, baik padi atau ikan.

• Diperlukan pelatihan dan pendampingan khusus bagi petani untuk menguasai teknik budidaya terpadu minapadi.

• Membutuhkan kondisi lahan sawah yang memadai seperti sistem irigasi yang baik.

(25)

4.3. Penataan Lahan Sistem Surjan

4.3.1. Uraian Inovasi Penataan Lahan Sistem Surjan

Lahan rawa pasang surut memiliki kondisi yang spesifik seperti adanya luapan/genangan air yang bervariasi, lapisan pirit, kemasaman tanah, dan tingkat kesuburan yang rendah. Sehingga diperlukan teknik penataan lahan yang khusus.

Penataan lahan bertujuan untuk menciptakan kondisi lahan yang memenuhi syarat sebagai media tumbuh tanaman yang dikembangkan (Suryana, 2016).

Sistem surjan merupakan model penataan lahan yang khusus dikembangkan untuk lahan rawa pasang surut. Konsepnya adalah dengan meninggikan sebagian lahan dan menggali lahan di sekitarnya. Secara teknis, pelaksanaannya dilakukan dengan mengambil atau menggali sebagian lapisan tanah atas, kemudian tanah galian tersebut digunakan untuk meninggikan bidang lahan di sampingnya secara memanjang, sehingga terbentuk guludan/bedeng (tembokan) dan parit/saluran (tabukan) (Susilawati & Nursyamsi, 2014).

Bagian lahan yang ditinggikan atau tembokan, berbentuk seperti guludan memanjang dengan ukuran lebar sekitar 2-3 meter. Sedangkan bagian yang digali atau tabukan, berbentuk seperti saluran/parit di sisi kanan dan kiri tembokan. Sistem surjan memungkinkan dilakukannya diversifikasi tanaman dengan menanam tanaman yang berbeda pada tembokan dan tabukan, disesuaikan dengan kebutuhan air dan drainasenya. Pada bagian tabukan yang lebih rendah dan tergenang air ditanami padi sawah, karena padi membutuhkan kondisi tergenang. Sementara pada bagian tembokan yang lebih tinggi, kering dan terdrainase dengan baik, ditanami tanaman palawija (jagung, kedelai, kacang-kacangan, ubi-ubian), tanaman hortikultura, ataupun tanaman perkebunan. Sistem surjan memungkinkan optimalisasi pemanfaatan lahan rawa yang memiliki kondisi genangan/luapan air yang bervariasi. Sistem ini juga berfungsi untuk mengendalikan muka air tanah agar tidak terlalu dalam sehingga tidak terjadi pengoksidasian lapisan pirit yang dapat menyebabkan kemasaman tinggi.

(26)

Gambar 4.3. Lahan Sistem Surjan 4.3.2. Kelebihan dan Kekurangan Penataan Lahan Sistem Surjan

Berikut kelebihan dari Penataan Lahan Sistem Surjan:

• Memungkinkan penanaman padi dan tanaman lain secara bersamaan dalam satu lahan. Lahan bagian bawah (tabukan) ditanami padi, sedangkan lahan bagian atas (tembokan) dapat ditanami tanaman palawija, hortikultura, dan tanaman perkebunan.

• Mengurangi risiko genangan atau kebanjiran pada lahan.

Dengan adanya tabukan/parit, kelebihan air dapat mengalir dan tertampung di sana.

• Meningkatkan diversifikasi tanaman yang dapat diusahakan.

Selain padi, petani juga dapat menanam berbagai jenis tanaman lain pada tembokan.

• Mengoptimalkan pemanfaatan lahan secara vertikal.

Lahan dimanfaatkan tidak hanya untuk budidaya padi di bagian bawah, tetapi juga tanaman lain di bagian atas.

• Potensi peningkatan pendapatan petani dari hasil panen beragam tanaman.

(27)

Berikut kekurangan dari Penataan Lahan Sistem Surjan:

• Membutuhkan banyak tenaga kerja

Membuat surjan dengan menggali tanah dan membuatnya menjadi tembokan/bedeng membutuhkan banyak tenaga kerja terutama jika dikerjakan secara manual.

• Biaya pembuatan lebih mahal

Selain tenaga kerja, biaya untuk membuat surjan lebih mahal dibandingkan sistem penataan lahan biasa karena memerlukan penggalian dan pembuatan tembokan/bedeng.

• Kurang efisien lahan untuk padi

Dengan adanya tembokan/bedeng, maka luas lahan efektif untuk menanam padi menjadi berkurang dibandingkan bila seluruh lahan digunakan untuk padi.

• Risiko erosi lebih tinggi

Bedeng/tembokan yang tinggi berpotensi mengalami erosi yang lebih besar terutama jika terkena hujan deras atau banjir.

• Memerlukan drainase yang baik

Sistem surjan membutuhkan sistem drainase/saluran yang baik agar tabukan tidak tergenang air terlalu lama yang dapat mengganggu pertumbuhan padi.

• Kesulitan dalam mekanisasi

Sistem bedeng/tembokan dapat menyulitkan penggunaan alat dan mesin pertanian.

(28)

BAB V KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Penggunaan teknologi drone berbasis aplikasi seperti Sipongi, Brin Fire Hotspot, Fire Risk System (FRS), dan Aplikasi Bekatan yang memanfaatkan pencitraan jarak jauh dengan satelit. Inovasi ini memungkinkan pemantauan dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan basah secara dini dengan mendeteksi titik panas dan memetakan area berisiko. Hal ini sangat penting mengingat kebakaran merupakan ancaman utama bagi kelestarian lahan basah di Kalimantan Selatan.

2. Sistem Minapadi yang merupakan pertanian terpadu antara budidaya ikan dan padi di lahan rawa. Inovasi ini mengoptimalkan pemanfaatan lahan basah berupa rawa dengan meningkatkan produktivitasnya untuk komoditas pangan penting seperti ikan dan padi. Minapadi menjadi solusi untuk mengatasi rendahnya pemanfaatan lahan rawa selama ini.

3. Penataan Lahan Sistem Surjan yang diterapkan di lahan pasang surut. Sistem ini membuat guludan/bedengan dan saluran drainase untuk mengendalikan kelebihan air pada musim hujan dan menjaga ketersediaan air pada musim kemarau. Dengan demikian, lahan pasang surut dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pertanian tanpa terkendala banjir ataupun kekeringan.

4. Ketiga inovasi teknologi tersebut merupakan upaya penting dalam melindungi lahan basah dari kerusakan sekaligus mengoptimalkan pemanfaatannya bagi kesejahteraan masyarakat di Kalimantan Selatan. Inovasi-inovasi ini menunjukkan bahwa pengelolaan lahan basah secara berkelanjutan dapat dicapai dengan mengombinasikan kearifan lokal dan kemajuan teknologi modern. Diperlukan langkah-langkah perlindungan dan pemanfaatan yang terencana dengan baik serta didukung oleh partisipasi aktif masyarakat dan pemerintah untuk menjaga kelestarian lahan basah di masa mendatang.

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Ali, “Peran Intensifikasi Mina Padi dalam Menambah Pendapatan Petani Padi Sawah Digampong Gegarang Kecamatan Jagong Jeget Kabupaten Aceh Tengah”(2017) 1:1 Jurnal Sains Pertanian 28–38.

Dewata, I., & Danhas, Y. H. (2023). Pencemaran Lingkungan. PT. RajaGrafindo Persada-Rajawali Pers.

Dwi Hadryana, I., Kerta Arsana, I., & Suryantara P, I. (2015). Analisis Keseimbangan Air/Water Balance Di Das Tukad Sungi Kabupaten Tabanan. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, 19(2), 99–107.

Harianto, S. P., & Dewi, B. S. (2017). Buku ajar biologi konservasi: Biodiversitas fauna di kawasan budidaya lahan basah.

Khairil, M. D. (2024, January). Regulasi Terintegrasi Dengan Pemanfaatan Teknologi Informasi Pesawat Tanpa Awak Dalam Penanggulangan Dan Pencegahan Kerusakan Lahan Basah Di Wilayah Kalimantan Selatan.

In Prosiding Seminar Nasional Lingkungan Lahan Basah (Vol. 9, No. 3, pp. 778-791).

Nurjanah, S. (2015, May). Peranan Manajemen inovasi dalam meningkatkan kinerja organisasi pendidikan. In Conference In Business, Accounting, And Management (CBAM) (Vol. 2, No. 1, pp. 27-33).

Nursya’bani, I. H. D. A. N. (2023). Pengaruh Alih Fungsi Lahan Pertanian Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Petani Di Kelurahan Nagarasari Kecamatan Cipedes Kota Tasikmalaya (Doctoral dissertation , Universitas Siliwangi).

Prakosa, P., Pattiasina, S. M. O., & Winanda, W. (2023). Ekoteologi Gereja Terhadap Penanaman Kelapa Sawit di Lahan Gambut. Jurnal Ilmiah Religiosity Entity Humanity (JIREH)5(1), 73-82.

Prasmi, M. R., & Pribadi, U. (2015). Inovasi Kelembagaan Unit Pelayanan Teknis Dinas Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas di Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta. Journal of Governance and Public Policy2(3).

Sobari, A. (2017). Memanfaatkan Potensi Lingkungan, Melalui Pemberdayaan Air

(30)

(Bak Penampungan Air) Agar Efektif Dan Efisien Di Kampung Sinarwangi Desa Tapos 1 Kecamatan Tenjolaya. Abdi Dosen: Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat1(1), 1-8.

Soendjoto, M. A. (2015). Potensi, peluang, dan tantangan pengelolaan lingkungan lahan basah secara berkelanjutan. In Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah. Universitas Lambung Mangkurat (pp. 1-20).

Suryana, S. (2016). Potensi dan peluang pengembangan usaha tani terpadu berbasis kawasan di lahan rawa. Jurnal penelitian dan pengembangan pertanian35(2), 57-68.

Susilawati, A., & Nursyamsi, D. (2014). Sistem surjan: kearifan lokal petani lahan pasang surut dalam mengantisipasi perubahan iklim. Jurnal sumberdaya lahan8(1), 31-42.

Tufaila, M., Alam, S., & Leomo, S. (2014). Pengelolaan Tanah Marginal.

Widhiningsih, D. F., & Kriska, M. (2021). Model inovasi minapadi dan peran aktor yang mendukung diseminasi inovasi minapadi di Kabupaten Sleman. Interdisciplinary Journal on Law, Social Sciences and Humanities2(1), 85-95.

Zairin, Z. (2017). Pengentasan Kemiskinan Berbasis Jasa Ekosistem. Jurnal Georafflesia: Artikel Ilmiah Pendidikan Geografi2(1), 84-94.

Zid, M., & Hardi, O. S. (2021). Biogeografi. Bumi Aksara.

Gambar

Gambar 2.1. Sawah b. Rawa
Gambar 2. 2. Rawa c. Hutan Mangrove
Gambar 2.3. Hutan Mangrove d. Danau
Gambar 2.4. Danau e. Sungai
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pemanfaatannya harus memper- hatikan tiga aspek lahan basah yang menentukan nilainya, yaitu: fungsi, hasil, dan ciri khas Sebab-sebab yang dapat merusak lahan

Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana perbandingan populasi burung cekakak (Halcyonidae) di lahan basah Desa Sungai Luar dan lahan basah Desa Kibang

Mata kuliah ini membahas jenis-jenis tanah lahan pertanian (tanah-tanah lahan kering dan tanah- tanah lahan basah); pengelolaan tanah-tanah lahan kering (Alfisol, Andisol,

Klasifikasi Entisol terdapat empat subordo dari Entisol yang termasuk lahan kering (tidak.. Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Teti

Permasalahan pengelolaan pertanian lahan basah adalah lahan yang secara fisik sangat sesuai untuk budidaya tanaman pangan lahan basah berada pada kawasan- kawasan

Secara khusus, tulisan ini menjelaskan bagaimana pengaruh unsur penting yang ada di lingkungan lahan basah, yaitu flora dan fauna pada wujud arsitektur vernakular

Meskipun lahan basah alami dapat dimanfaatkan untuk budidaya tanaman dan ikan serta untuk keperluan lain, namun tindakan manusia tersebut juga menjadi sebab utama kerusakan

Sedangkan menurut Konvensi Ramsar, pengertian lahan basah adalah Area rawa, lahan gambut atau air, baik alami atau buatan, permanen atau sementara, dengan air yang statis