PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SEHAT SEBAGAI PREDIKTOR PENGAMBILAN KEPUTUSAN HIDUP SEHAT DENGAN KESADARAN DIRI (SELF AWARENESS) SEBAGAI MODERATOR
PADA MAHASISWA DI MAKASSAR
DIAJUKAN OLEH:
ANDI RISKA WULANDARI JAMALUDDIN 4513091041
SKRIPSI
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS BOSOWA
2019
i
PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SEHAT SEBAGAI PREDIKTOR PENGAMBILAN KEPUTUSAN HIDUP SEHAT DENGAN KESADARAN DIRI (SELF AWARENESS) SEBAGAI MODERATOR
PADA MAHASISWA DI MAKASSAR
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Bosowa Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
ANDI RISKA WULANDARI JAMALUDDIN 4513091041
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS BOSOWA
2019
i
ii
iii
PERSEMBAHAN
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT karena atas segala rahmat, dan hidayah-Nya saya bisa menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik.
Saya persembahkan karya ini untuk :
Kedua orang tua dan saudara-saudara saya yang saya sangat sayangi dengan sepenuh hati
iv
MOTTO
“Yakinlah kau bisa dan kau sudah separuh jalan menuju ke sana”
Theodore Roosevelt
“Success is walking from failure to failure with no loss of enthusiasm”
Winston Churchill
“Opportunities don’t happen. You create them”
Chris Grosser
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah memberikan Rahmat serta Karunia-Nya kepada semua makhluk-Nya.
Shalawat serta salam juga semoga tetap tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW.
Saya sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, masukan, dan bimbingan dari beberapa pihak. Untuk itu dengan kerendahan hati, saya ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, Bapak saya Jamaluddin dan Mama saya St.
Kartini yang menjadi motivasi hidup saya selama ini.
2. Pak Musawwir, S.Psi., M.Pd., selaku Dekan Fakultas Psikologi dan pembimbing 1, yang telah meluangkan waktu dan memberikan arahan sehingga saya dapat menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini dengan baik dan lancar.
3. Ibu Hasniar A. Radde, S.Psi., M.Si., selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan, dorongan, semangat, dan nasehat yang sangat bermanfaat. Terima kasih banyak bu, selama ini telah mengajarkan saya untuk pantang menyerah dalam menghadapi setiap permasalahan.
4. Ibu Titin Florentina, M.Psi., Psikolog., Ibu Sri Hayati, M.Psi., Psikolog., Ibu Patmawaty Taibe, S.Psi., M.A., Ibu Sitti Syawaliah, M.Psi., Psikolog., Ibu Sulasmi Sudirman, S.Psi., M.A., Pak Arie Gunawan HZ, M.Psi., Psikolog
vi
Fakultas Psikologi yang telah memberikan banyak ilmu yang bermanfaat kepada saya selama proses perkuliahan berlangsung.
5. Saudara-saudara yang saya sayangi kak rasman, kak anto, kak ria, kak indri, Terima kasih atas semua dukungannya.
6. Kakak terbaik saya, Rustan. Terima kasih atas segala bantuan, dukungan yang diberikan, dan maafkan kalau selama ini telah banyak merepotkan.
7. Sahabat terbaik saya, Rurie Cristia Ceneca, Megawati Djaha, Angelika Anastasya Putri, Jane Thely Mesalayuk, Ahmad Efendy. Terima kasih banyak atas waktu yang telah kita lalui selama ini, penulis berharap setelah semua lulus nanti komunikasi tetap terjaga. Karena mengenal kalian adalah salah satu hal terindah yang penulis dapatkan.
8. Buat Kak isti terima kasih, telah menjadi senior andalan, maafkan adikmu yang selama ini hanya bisa merepotkan.
9. Teman-teman seperjuangan 13orfomology, terima kasih atas semua kebersamaan yang telah dilewati bersama.
10. Adik-adik angkatan 2014, 2015, 2016, 2017, 2018, terima kasih telah bersedia membantu dalam mengumpulkan data penelitian. Untuk adik adik jangan menyerah, nikmati proses yang kalian jalani saat ini, semua akan indah pada waktunya.
11. Staff tata usaha yang selalu membantu saya dalam hal persuratan dan perizinan.
12. Responden penelitian dan berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah memberikan banyak bantuan, dukungan dan doa agar penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
vii
viii
PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SEHAT SEBAGAI PREDIKTOR PENGAMBILAN KEPUTUSAN HIDUP SEHAT DENGAN KESADARAN DIRI
(SELF AWARENESS) SEBAGAI MODERATOR PADA MAHASISWA DI MAKASSAR
Andi Riska Wulandari Jamaluddin 4513091041
Fakultas Psikologi Universitas Bosowa [email protected]
Penelitian ini bertujuan untuk melihat dapatkah persepsi terhadap perilaku sehat menjadi prediktor pengambilan keputusan hidup sehat dengan kesadaran diri (self awareness) sebagai moderator. Penelitian dilakukan terhadap 411 mahasiswa yang berasal dari berbagai universitas di kota Makassar, baik universitas negeri maupu swasta. Skala yang digunakan dibuat sendiri oleh peneliti yaitu skala pengambilan keputusan hidup sehat dengan dasar teori Mann, dkk (Rice & Dolgin, 2008), skala persepsi terhadap perilaku sehat dengan dasar teori Notoatmodjo (2007), dan skala kesadaran diri (self awareness) dengan dasar teori Rungapadiachy (2008). Sebelum digunakan sebagai instrumen pengumpulan data skala diuji reliabilitas dan validitas. Skala pengambilan keputusan hidup sehat memiliki reliabilitas 0,99, skala persepsi terhadap perilaku sehat memiliki reliabilitas 0,98, dan skala kesadaran diri (self awareness) memiliki reliabilitas 0,99. Adapun uji validitas, peneliti menggunakan validitas isi dan validitas konstrak. Validitas isi yang digunakan dalam peneltian ini yaitu validitas tampang dan validitas logis. Sedaangkan validitas konstrak di uji dengan menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) Data dianalisis dengan teknik analisis jalur, dengan program Process Analisis melalui software SPSS IBM SPSS Statistics 21. Hasil analisis memberikan 2 (dua) kesimpulan besar yaitu, pertama, Persepsi terhadap perilaku sehat dapat menjadi prediktor pengambilan keputusan hidup sehat dengan kesadaran diri (self awareness) sebagai moderator dengan kontribusi sebesar 55,7%, dan signifikan pada taraf signifikansi 5% (p < 0.05). Kedua, Interaksi antara persepsi terhadap perilaku sehat dan kesadaran diri (self awareness) dapat memprediksi pengambilan keputusan hidup sehat, dengan nilai signifikansi 0.0019 (p < 0.05). Artinya ketika persepsi terhadap perilaku sehat dan kesadaran diri saling berinteraksi, maka interaksi tersebut dapat mempengaruhi pengambilan keputusan hidup sehat sebesar 0,87%.
Kata Kunci: Pengambilan Keputusan Hidup Sehat, Persepsi terhadap Perilaku Sehat, Kesadaran Diri (Self Awareness), Mahasiswa di Makassar.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
SURAT PERNYATAAN ... iii
PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
KATA PENGANTAR ... vi
ABSTRAK ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 11
C. Tujuan ... 11
D. Manfaat ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13
A. Pengambilan Keputusan Hidup Sehat ... 13
1. Definisi pengambilan keputusan ... 13
2. Proses Pengambilan Keputusan ... 14
3. Elemen pengambilan keputusan ... 16
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan ... 27
5. Pengambilan Keputusan hidup sehat ... 29
B. Persepsi Terhadap Perilaku Sehat ... 30
1. Persepsi ... 30
a. Defenisi persepsi ... 30
b. Proses Persepsi ... 32
c. Komponen persepsi ... 33
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 35
2. Perilaku Sehat ... 38
a. Defenisi Perilaku Sehat ... 38
x
c. Faktor yang mempengaruhi perilaku sehat ... 45
3. Persepsi terhadap Perilaku Sehat ... 48
C. Kesadaran Diri (self-awarenees) ... 49
1. Defenisi kesadaran diri ... 49
2. Kerangka kerja kesadaran ... 50
3. Komponen kesadaran diri ... 54
4. Bentuk kesadaran diri ... 57
5. Fungsi kesadaran ... 60
D. Mahasiswa ... 62
1. Definisi Mahasiswa ... 62
2. Perkembangan fisik mahasiswa ... 62
3. Perkembangan kognitif ... 63
E. Persepsi terhadap perilaku sehat sebagai prediktor pengambilan keputusan hidup sehat dengan kesadaran diri (self-awareness) sebagai moderator ... 64
F. Hipotesis Penelitian ... 68
BAB III Metode Penelitian ... 69
A. Jenis Penelitian ... 69
B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 69
C. Definisi Variabel ... 70
1. Definisi Konseptual Variabel ... 70
2. Definisi Operasional Variabel ... 71
D. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 72
1. Populasi ... 72
2. Sampel ... 72
3. Teknik Pengambilan Sampel ... 73
E. Teknik Pengumpulan Data ... 74
1. Skala Pengambilan Keputusan Hidup Sehat ... 74
2. Skala Persepsi Terhadap Perilaku Sehat ... 76
3. Skala Kesadaran Diri (Self-Awareness) ... 77
F. Uji Instrumen ... 78
1. Uji Validitas ... 78
2. Uji Reliabilitas ... 86
xi
G. Teknik Analisis Data ... 87
1. Uji Asumsi ... 87
a. Uji Normalitas ... 87
b. Uji Linearitas ... 89
c. Uji Multikolinearitas ... 89
d. Uji Heteroskedastisitas ... 90
2. Analisis Deskriptif ... 90
3. Uji hipotesis ... 91
H. Prosedur Penelitian ... 92
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 95
A. Deskripsi Demografi ... 95
B. Deskripsi Variabel Penelitian ... 97
C. Deskriptif Variabel Berdasarkan Demografi ... 102
D. Hasil Analisis Uji Asumsi ... 115
E. Hasil Uji Hipotesis ... 119
F. Pembahasan ... 123
G. Limitasi Penelitian ... 134
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 135
A. Kesimpulan ... 135
B. Saran ... 136
DAFTAR PUSTAKA... 138
xii
Tabel 2.1 Elemen Choice ... 18
Tabel 2.2 Elemen Comprehension ... 19
Tabel 2.3 Elemen Creativity ... 20
Tabel 2.4 Elemen Compromise ... 22
Tabel 2.5 Elemen Consequentiality ... 23
Tabel 2.6 Elemen Correctness ... 24
Tabel 2.7 Elemen Credibility ... 25
Tabel 2.8 Elemen Consistency ... 26
Tabel 2.9 Elemen Commitment ... 27
Tabel 2.10 Dimensi Persepsi Terhadap Sakit Dan Penyakit ... 42
Tabel 2.11 Dimensi Persepsi Terhadap Sistem Pelayanan Kesehatan ... 43
Tabel 2.12 Dimensi Persepsi Terhadap Makanan... 44
Tabel 2.13 Dimensi Persepsi Terhadap Lingkungan Kesehatan ... 45
Tabel 2.14 Komponen Cognitive Self... 55
Tabel 2.15 Komponen Emotive Self ... 56
Tabel 2.16 Komponen Behavioral Self ... 57
Tabel 3.1 Blue Print Skala Pengambilan Keputusan Hidup Sehat ... 75
Tabel 3.2 Blue Print Skala Persepsi Terhadap Perilaku Sehat... 77
Tabel 3.3 Blue Print Skala Kesadaran Diri (Self Awareness) ... 78
Tabel 3.4 Blue Print Skala Pengambilan Keputusan Hidup Sehat Setelah Uji Coba ... 84
Tabel 3.5 Blue Print Skala Persepsi Terhadap Perilaku Sehat Setelah Uji Coba ... 85
Tabel 3.6 Blue Print Skala Kesadaran Diri (Self Awareness) Setelah Uji Coba ... 85
Tabel 3.7 Reliabilitas Instrumen ... 86
Tabel 4.1. Kategorisasi Skor ... 97
Tabel 4.2. Hasil Analisis Data Pengambilan Keputusan hidup sehat ... 97
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Pengambilan Keputusan Hidup Sehat ... 98
Tabel 4.4. Hasil Analisis Data Persepsi Terhadap Perilaku Sehat ... 99
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Persepsi Terhadap Perilaku Sehat... 99
Tabel 4.6. Hasil Analisis Kesadaran Diri (Self Awareness) ... 101
xiii
Tabel 4.7. Kategorisasi Skor Variabel Kesadaran Diri (Self Awareness) ... 101
Tabel 4.8. Hasil Uji Normalitas Deskriptif Skewness dan Kurtosis ... 116
Tabel 4.9. Hasil Uji Linearitas ... 117
Tabel 4.10. Hasil Uji Multikolinearitas ... 118
Tabel 4.11. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 119 Tabel 4.12. Kontribusi Persepsi Terhadap Perilaku Sehat Dan Kesadaran
Diri Terhadap Pengambilan Keputusan Hidup Sehat 121 Tabel 4.13. Kontribusi Interaksi Variabel Persepsi Terhadap Perilaku
Sehat Dan Kesadaran Diri 121 Tabel 4.14 Koefisien Pengaruh Persepsi Perilaku Sehat Dan Kesadaran
Diri Terhadap Pengambilan Keputusan Hidup Sehat 122
xiv
Gambar 2.1 Langkah-langkah Membuat keputusan ... 15
Gambar 2.2. Kerangka Pikir ... 67
Gambar 4.1 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 95
Gambar 4.2 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Usia ... 96
Gambar 4.3 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Universitas ... 96
Gambar 4.4 Kategorisasi Skor Pengambilan Keputusan Hidup Sehat ... 99
Gambar 4.5 Gambaran Tingkat Persepsi Terhadap Perilaku Sehat Mahasiswa 100 Gambar 4.6 Kategorisasi Skor Kesadaran Diri (Self Awareness) ... 102 Gambar 4.7 Gambaran Tingkat Pengambilan Keputusan Hidup Sehat
Mahasiswa Berdasarkan Jenis Kelamin 103 Gambar 4.8 Gambaran Tingkat Pengambilan Keputusan Hidup Sehat
Mahasiswa Berdasarkan Usia 104 Gambar 4.9 Gambaran Tingkat Pengambilan Keputusan Hidup Sehat
Mahasiswa Berdasarkan Universitas 106 Gambar 4.10 Gambaran Tingkat Persepsi Terhadap Perilaku Sehat
Mahasiswa Berdasarkan Jenis Kelamin 107 Gambar 4.11 Gambaran Tingkat Persepsi Terhadap Perilaku Sehat
Mahasiswa Berdasarkan Usia 109 Gambar 4.12 Gambaran Tingkat Persepsi Terhadap Perilaku Sehat
Mahasiswa Berdasarkan Universitas 110 Gambar 4.13 Gambaran Tingkat Kesadaran Diri (Self Awareness)
Mahasiswa Berdasarkan Jenis Kelamin 112 Gambar 4.14 Gambaran Tingkat Kesadaran Diri (Self Awareness)
Mahasiswa Berdasarkan Usia 113 Gambar 4.15 Gambaran Tingkat Kesadaran Diri (Self Awareness)
Mahasiswa Berdasarkan Universitas 114
xv
LAMPIRAN
Hasil Uji Validitas Logis ... 143
Hasil Uji Validitas Konstrak... 149
Hasil Uji Reliabilitas Skala Pengambilan Keputusan Hidup Sehat ... 174
Hasil Uji Reliabilitas Skala Persepsi Terhadap Perilaku Sehat ... 177
Hasil Uji Reliabilitas Skala Kesadaran Diri (Self Awareness) ... 179
Output Hasil Uji Asumsi ... 181
Output Hasil Uji Normalitas ... 182
Output Hasil Uji Linearitas ... 183
Output Hasil Uji Multikolinearitas ... 184
Output Hasil Uji Heterokedastisitas ... 185
Output Hasil Hasil Uji Hipotesis... 186
Contoh Skala Penelitian ... 187
Contoh Tabulasi Data ... 191
xvi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan sehari-hari manusia selalu dihadapkan pada berbagai pilihan dalam hidup. Manusia harus memilih satu di antara pilihan tersebut yang dianggap baik, mulai dari masalah-masalah yang sederhana sampai masalah-masalah yang kompleks dan menuntut banyak pertimbangan.
Santrock (2014) menjelaskan bahwa saat individu berpikir, mengevaluasi alternatif dan membuat pilihan yang dianggap paling baik, hal tersebut dinamakan pengambilan keputusan. Sementara Suharnan (2005) menjelaskan bahwa dalam kehidupan sehari-hari aktivitas pengambilan keputusan sering dilakukan baik secara disadari ataupun tidak disadari.
Setiap keputusan yang diambil baik secara disadari ataupun tidak disadari memiliki konsekuensi yang akan terjadi kelak di kemudian hari dan manusia itu sendiri yang harus bertanggung jawab atas pilihan yang diambilnya (Sarwono & Meinarno, 2009).
Keputusan yang dipilih memerlukan pertimbangan untuk dapat diselesaikan walaupun hal tersebut merupakan masalah yang sederhana.
Seperti pengambilan keputusan untuk berolahraga setiap hari agar tubuh menjadi lebih sehat, pola konsumsi makanan yang sehat, keputusan untuk merokok, dan minum minuman keras (Irianto & Waluyo, 2004). Hal tersebut memberikan kontribusi besar kepada kesehatan dan kesejahteraan pada saat ini dan masa yang akan datang (Papalia, Old & Feldman, 2011).
1
Kesehatan merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi manusia.
World Health Organization (dalam Ogden, 2007) mendefinisikan “kesehatan yang baik sebagai keadaan kesehatan fisik, mental dan sosial yang lengkap”. Sedangkan, dalam Undang-undang No.23 Th.1992 pasal 1 ayat 1,
“kesehatan yaitu situasi sejahtera dari tubuh, jiwa serta sosial yang sangat mungkin tiap-tiap orang hidup produktif dengan cara sosial serta ekonomis”.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dikatakan bahwa kesehatan tidak hanya mencakup sehat secara fisik tetapi sehat secara mental dan juga sosial.
Sehat secara fisik dijabarkan lebih rinci oleh Liftiah (2013) yang menjelaskan bahwa sehat secara fisik mencakup seseorang tidak mengeluh sakit dan semua organ tubuh berfungsi normal. Untuk mencapai hal tersebut seseorang harus berusaha, karena hidup sehat dan segar tidak datang dengan sendirinya. Hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya penyakit di kemudian hari (Irianto & Waluyo, 2004).
Kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menjaga kesehatan atau mencegah terjadinya penyakit di kemudian hari disebut perilaku sehat.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Taylor, Peplau dan Sears (2009) bahwa perilaku sehat (health behavior) merupakan tindakan seseorang yang menganggap dirinya sehat untuk dapat menjaga atau meningkatkan kesehatannya. Perilaku sehat digambarkan berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit pada individu yang sehat saat ini melalui pemberian informasi untuk mengubah perilaku dan gaya hidup (Ogden, 2007).
Pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit menurut Irianto dan Waluyo (2004) yaitu, memperhatikan hal-hal seperti mandi dua kali sehari, rambut harus bersih, tangan dan kaki harus bersih, menggosok gigi, pakaian harus bersih, tidur yang cukup, dan berolahraga. Sedangkan Taylor, Peplau dan Sears (2009) mengungkapkan perilaku sehat itu seperti, mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi, olahraga yang teratur, menghindari zat yang berbahaya seperti tembakau, alkohol, dan narkotika, serta tidur yang cukup. Pendapat tersebut diperkuat dengan hasil study yang dilakukan oleh Belloc dan Breslow (dalam Taylor, 2006) bahwa terdapat tujuh kebiasaan sehat yang penting yaitu, tidur 7-8 jam sehari, tidak merokok, sarapan pagi, tidak minum alkohol, olahraga teratur, tidak ngemil, tidak kelebihan berat badan di atas 10%.
Center for the Advancement of Health (dalam Taylor, 2006) menjelaskan perilaku sehat memiliki beberapa efek menguntungkan. Efek menguntungkan tersebut antara lain mengurangi kematian akibat penyakit terkait gaya hidup, bisa menunda waktu kematian, meningkatkan umur panjang dan harapan hidup secara umum, dan yang paling penting praktik perilaku sehat yang baik dapat membuat seseorang dapat menikmati hidup bebas dari komplikasi penyakit kronis. Senada dengan yang diungkapkan di atas, menurut Prof. Dr. Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD-KHOM (dalam Maharani, 2016), Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, memaparkan gaya hidup sehat bisa menurunkan resiko terkena kanker, untuk itu harus menjalankan pola makan sehat dengan perbanyak makan sayuran dan buah-buahan yang kaya antioksidan karena dapat menangkal radikal bebas.
Selain itu juga diperlukan olahraga teratur untuk mencegah kegemukan sekaligus menurunkan resiko terkena kanker.
Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular (PTM), diduga salah satu penyebab terjadinya penyakit tersebut terkait perubahan gaya hidup masyarakat. Meningkatnya PTM dapat menurunkan produktivitas sumber daya manusia, bahkan kualitas generasi bangsa, dan akan menambah beban pemerintah karena penanganan PTM membutuhkan biaya yang besar. Pada akhirnya, kesehatan akan sangat memengaruhi pembangunan sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan secara khusus mengingatkan masyarakat untuk menjaga kesehatan melalui gerakan masyarakat hidup sehat (GERMAS) guna mewujudkan Indonesia sehat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).
Program pemerintah GERMAS mengajak masyarakat untuk membudayakan hidup sehat, agar mampu mengubah kebiasaan-kebiasaan atau perilaku tidak sehat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016). Hal ini ditandai dengan beberapa stasiun televisi menayangkan iklan yang mengajak masyarakat untuk melaksanakan kebiasaan sehat. Di antaranya, melakukan aktivitas fisik, perbanyak makan buah dan sayuran, tidak merokok, tidak minum alkohol, memeriksakan kesehatan secara rutin, dan membersihkan lingkungan.
Seyogyanya seseorang menjalani hidup sehat karena perilaku sehat memiliki banyak manfaat jika memilih untuk melaksanakan perilaku tersebut.
Akan tetapi, saat ini orang-orang cenderung mengabaikan perilaku sehat dengan memilih perilaku yang bisa merusak tubuh atau dapat menimbulkan penyakit. Irianto dan Waluyo (2004) menyebutkan salah satu kebiasaan
yang dapat mengganggu kesehatan seperti, minuman keras yang dapat menyebabkan seseorang menjadi ketagihan dan dapat terjadi kematian jika terjadi kelebihan takaran dan merokok yang menyebabkan penyakit pernapasan yang dipicu asap rokok.
Berdasarkan data terbaru Global Youth Tobacco Survey (GYTS), sebanyak 18,3% pelajar Indonesia sudah punya kebiasaan merokok, dengan 33,9% berjenis laki-laki dan 2,5% perempuan. GYTS 2014 dilakukan pada pelajar tingkat SLTP berusia 13-15 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir separuh (47,2 persen) pelajar perokok Indonesia ternyata sudah dalam status adiksi, atau ketagihan (dalam Wahyuningsih, 2015). Hops, dkk (dalam Taylor, 2006) mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa dimana kadang-kadang mengabaikan pelatihan awal yang diterima terkait kebiasaan sehat dari orang tua, karena sering melihat sedikit efek nyata pada kesehatan atau fungsi fisik terkait perilaku yang dilakukan, sehingga yakin tidak akan terkena penyakit. Akan tetapi Haris dkk (dalam Santrock, 2011) mengatakan bahwa kebiasaan yang terbentuk pada masa remaja akan semakin melekat dan memburuk pada masa beranjak dewasa termasuk kebiasaan yang merugikan kesehatan seperti penyalahgunaan obat terlarang, kurang gerak, diet, dan kegiatan lainnya.
Masa beranjak dewasa menurut Arnett (dalam Santrock, 2011) merupakan masa transisi antara remaja menuju dewasa yang terjadi dari usia 18 sampai 25 tahun. Memasuki perguruan tinggi dapat menjadi peristiwa menarik bagi remaja menuju dewasa dimana mencoba untuk beradaptasi dengan perubahan beban kerja akademik, dan lingkungan baru.
Ditambah tanggung jawab baru, memiliki kebebasan yang lebih besar dan
kontrol atas perilaku daripada sebelumnya. Mahasiswa merupakan individu yang menuntut ilmu pada jenjang perguruan tinggi. Dalam undang-undang No. 12 Th. 2012 pasal 13 ayat 1, menyatakan bahwa “mahasiswa sebagai anggota sivitas akademika diposisikan sebagai insan dewasa yang memiliki kesadaran sendiri dalam mengembangkan potensi diri di perguruan tinggi untuk menjadi intelektual, ilmuwan, praktisi atau profesional”.
Dari defenisi tersebut dapat dikatakan bahwa mahasiswa merupakan insan dewasa yang memiliki kesadaran sendiri dalam mengembangkan potensi diri. Mahasiswa bukan hanya dituntut untuk pintar, tetapi secara fisik dan mental harus tangguh. Fisik dan mental mahasiswa harus tangguh untuk mengembangkan potensi diri, tapi hal ini tidak akan dapat tercapai jika tidak menerapkan pola hidup sehat. Karena dari pola hidup sehat akan menghindarkan dari penyakit yang dapat menghambat mahasiswa dalam mengembangkan potensi dirinya. Umbara (2014) menjelaskan Perilaku atau pola gaya hidup sehat seperti giat berolahraga, menghilangkan kebiasaan yang di anggap biasa saja tetapi sebenarnya dapat menghancurkan tubuh seperti merokok sangat berpengaruh bagi proses belajar mahasiswa. Sebab, Persyaratan akademik di perguruan tinggi bukan hanya mengikuti perkuliahan, tetapi ada ketentuan lain seperti, penyelesaian tugas-tugas, dan ikut aktif dalam kegiatan akademik lainnya.
Cousineau, Goldstein dan Franco (dalam Santrock, 2011) memaparkan ketika beranjak dewasa dan dewasa awal, beberapa individu berhenti memikirkan bagaimana gaya hidup akan memengaruhi kesehatan nantinya ketika dewasa. Hal tersebut dapat terjadi menurut Santrock dan Holonen (dalam Santrock, 2011) karena mahasiswa merasa lebih dewasa,
punya kesempatan yang lebih besar untuk mengeksplorasi nilai dan gaya hidup yang beragam serta menikmati kebebasan yang lebih besar dari pantauan orang tua. Sedangkan Taylor (2006) menyatakan bahwa kebiasaan sehat yang dipraktikkan orang saat remaja atau mahasiswa dapat menentukan penyakit kronis yang mereka alami di usia dewasa.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ketika beranjak dewasa terdapat beberapa individu yang mengabaikan perilaku yang baik bagi kesehatan. Seperti mengembangkan pola tidak sarapan, makan tidak teratur, dan mengandalkan kudapan sebagai sumber makanan utama sepanjang hari, makan berlebihan sampai melebihi batas berat badan normal usia, menjadi perokok sedang dan berat, minum alkohol sesekali atau menjadi peminum berat, tidak olahraga dan kurang tidur di malam hari.
Penelitan yang dilakukan oleh Sarfiyanda, Karim dan Dewi (2015) menemukan bahwa dari 197 responden hanya 35 responden (17,8 %) yang memiliki kualitas tidur yang baik, sedangkan 162 orang (82,2%) memiliki kuantitas tidur yang buruk. Wahyu, Supono dan Hidayah, (2015) juga menambahkan perilaku yang buruk seperti pola makan yang tidak teratur dapat menyebabkan penyakit gastritis atau yang lebih dikenal sebagai penyakit maag. Saat penyakit tersebut sudah dalam tahap kronis maka dapat menyebabkan kematian, pada pertengahan agustus lalu seorang mahasiswi ITB ditemukan meninggal di kamar kostnya. Mahasiswa tersebut di duga meninggal karena sakit, dikatakan almarhumah memiliki riwayat penyakit maag kronis (Tribun Jabar, 2017).
Berdasarkan hasil wawancara awal terhadap beberapa mahasiswa di Kota Makassar, ditemukan bahwa beberapa mahasiswa memiliki kuantitas
tidur yang kurang dengan waktu tidur di atas pukul 12.00 malam, dan suka memakan mie instan. Meskipun di rumah mahasiswa tersebut di larang memakan mie instan tetapi saat di luar rumah, mahasiswa tersebut tetap memakan mie instan dengan alasan menyukai rasa mie instan.
Hal tersebut dapat terjadi jika seseorang dari awal memilih perilaku yang bisa merusak tubuh. Ogden (2007) memaparkan perilaku yang dilakukan berulang-ulang dapat menjadi kebiasaan seperti perilaku tidak sehat dapat menjadi kebiasaan tidak sehat. Begitu kebiasaan buruk mendarah daging, banyak orang merasa terlalu sulit untuk mengubah
kebiasaan tersebut dan seseorang tidak selalu termotivasi untuk mengubahnya (Taylor, 2006).
Berdasarkan fenomena yang terjadi dapat dikatakan bahwa sehat dan sakit yang dialami seseorang bukan hanya ditentukan secara biologis, tetapi juga ditentukan masalah perilaku individu. Artinya seseorang dapat memilih perilaku yang bisa merusak tubuh atau memilih perilaku yang baik bagi kesehatan. Setiap keputusan yang diambil tersebut memiliki konsekuensi yang akan terjadi kelak di kemudian hari (Sarwono & Meinarno, 2009).
Keputusan seseorang terkait kesehatan dipengaruhi oleh pengetahuan tentang konsekuensi kesehatan dari perilaku tertentu, kemampuan untuk menilai risiko dan membuat keputusan rasional (Rice, 2008). Pengetahuan dan kemampuan menilai individu berkaitan dengan persepsi, menurut Matlin dan Solso (dalam Suharnan, 2005) bahwa persepsi merupakan suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki (yang disimpan di dalam ingatan) untuk mendeteksi atau memperoleh dan
memberi pemahaman terhadap stimulus yang diterima oleh alat indera seperti mata, telinga, dan hidung. Hal serupa dijabarkan oleh Weinstein (dalam Ogden, 2007) bahwa salah satu alasan mengapa orang terus mempraktikkan perilaku tidak sehat adalah karena persepsi resiko dan optimisme yang tidak realistis.
Adapun penelitian yang dilakukan oleh Yohana, Nuridja, dan Indrayani (2014) pada mahasiswa jurusan pendidikan ekonomi universitas pendidikan ganesha yang berjumlah 88 orang menemukan bahwa persepsi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap keputusan seseorang sebesar 0,478 atau 47,8% dan sisanya sebesar 52,2% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diikutsertakan dalam penelitian. Meskipun demikian Damayanti dan Karin (2016) dalam hasil penelitiannya menemukan bahwa pola hidup sehat mahasiswa keperawatan di program studi ilmu keperawatan fakultas kedokteran Universitas Udayana Denpasar relatif masih kurang. Berdasarkan penelitian tersebut diasumsikan mahasiswa keperawatan sudah mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan seseorang seperti hal-hal apa yang dapat membuat tubuh menjadi lebih sehat, akan tetapi meskipun telah mengetahui hal itu, mahasiswa tersebut memiliki pola hidup sehat yang relatif kurang, dikarenakan kurang dalam menggunakan pengetahuan yang telah di miliki.
Senada dengan hasil penelitian tersebut Papalia, Old dan Feldman (2008) memaparkan apa yang diketahui tentang kesehatan memengaruhi tindakan seseorang, akan tetapi pengetahuan tentang kebiasaan yang sehat saja tidak cukup. Sementara Notoatmodjo (2007) menjelaskan jika perilaku didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap positif maka perilaku tersebut
akan bertahan lama, sebaliknya apabila perilaku tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka perilaku tersebut hanya akan bersifat sementara. Berdasarkan pemaparan di atas, nampaknya persepsi tidak cukup dijadikan satu-satunya faktor yang memengaruhi seseorang untuk mengambil keputusan hidup sehat. Terdapat faktor lain yang memengaruhi apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang dan mengarahkan kepada perilaku sehat maupun perilaku yang tidak sehat, salah satu faktor tersebut yaitu kesadaran diri individu bersangkutan.
Solso, Maclin, dan Maclin (2008) menjelaskan Kesadaran (consciousness) merupakan kesiagaan (awareness) seseorang terhadap peristiwa-peristiwa di lingkungannya (seperti pemandangan dan suara-suara dari lingkungan sekitarnya) serta peristiwa-peristiwa kognitif yang meliputi memori, pikiran, perasaan dan sensasi-sensasi fisik. Menjadi sadar berarti seorang inidividu tahu, mengenali, menerima dan dapat memusatkan perhatiannya pada pengalaman tertentu (Rungapadiachy, 2008), serta berarti individu lebih memperhitungkan apa yang dilakukan karena kesadaran diri berfungsi sebagai fungsi adaptif terutama dalam bentuk pengendalian diri menurut Duval dan Wicklund (dalam Rungapadiachy, 2008).
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan kesadaran berhubungan dengan perilaku individu termasuk perilaku sehat. Jika individu memiliki kesadaran mengenai hidup sehat maka hal tersebut akan mendorongnya untuk berperilaku sehat. Senada dengan hal tersebut Baars dan McGovern (dalam Solso, Maclin, & Maclin, 2008) memaparkan salah satu fungsi dari kesadaran yaitu pengambilan keputusan. Artinya, Ketika
individu memiliki kesadaran, berarti individu tersebut tahu, mengenali, menerima dan dapat memusatkan perhatiannya pada pengalaman tertentu terutama pengalaman mengenai pengambilan keputusan hidup sehat. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui persepsi perilaku sehat sebagai prediktor terhadap pengambilan keputusan hidup sehat pada mahasiswa di Makassar dengan Kesadaran diri (self-awareness) sebagai moderator.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat ditarik beberapa rumusan masalah yaitu: Apakah persepsi terhadap perilaku sehat bisa menjadi prediktor pengambilan keputusan hidup sehat dengan kesadaran diri (self awareness) sebagai moderator pada mahasiswa di Makassar?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu: Untuk mengetahui persepsi terhadap perilaku sehat sebagai prediktor pengambilan keputusan hidup sehat dengan kesadaran diri (self awareness) sebagai moderator pada mahasiswa di Makassar.
D. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan teoritik seperti menambah kajian-kajian di bidang psikologi khususnya psikologi kesehatan (health psychology) mengenai perilaku sehat.
b. Dapat menjadi bahan bacaan bagi peneliti yang berminat mengkaji lebih dalam mengenai perilaku sehat, terutama faktor-faktor apa yang berkontribusi dalam pengambilan keputusan hidup sehat.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat praktis.
a. Masyarakat
Manfaat bagi Masyarakat, dapat memberi informasi mengenai perilaku sehat dan manfaatnya bagi tubuh serta konsekuensi yang akan didapatkan jika memilih untuk melaksanakan atau mengabaikan perilaku sehat.
b. Mahasiswa
Bagi Mahasiswa, penelitian ini diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk menyadari bahwa pengambilan keputusan hidup sehat dapat digunakan sebagai acuan untuk mencapai kesehatan tubuh yang lebih baik di masa sekarang dan masa yang akan datang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengambilan Keputusan Hidup Sehat 1. Defenisi Pengambilan Keputusan
Brinkers (1972) menjelaskan bahwa keputusan merupakan tindakan seleksi, pemikiran yang disengaja untuk memilih alternatif dari satu set alternatif dengan keyakinan bahwa alternatif yang dipilih akan mencapai tujuan tertentu. Senada dengan pendapat tersebut, Santrock (2014) mendefinisikan pengambilan keputusan sebagai proses berpikir saat individu mengevaluasi alternatif dan membuat pilihan. Sementara Suharnan (2005) menjelaskan pengambilan keputusan (decision making) merupakan proses memilih atau menentukan berbagai kemungkinan diantara situasi-situasi tidak pasti.
Mann dkk (Baron & Brown, 2009) memaparkan sosial dan emosional memiliki efek pada pengambilan keputusan karena suatu tindakan dapat dihasilkan dari pengaruh sosial dan kewaspadaan yang berlebihan yang timbul dari rasa takut. Lebih lanjut Mann dkk
menjelaskan bahwa ketika membuat keputusan perlu mempertimbangkan tujuan, opsi, fakta, efek dan ulasan. Sementara Solso, Maclin, dan Maclin (2008) menjelaskan pengambilan keputusan yang dilakukan berdasarkan pengalaman masa lalu dan kesimpulannya berdasarkan yang dirasa sebagai pilihan terbaik dari sejumlah alternatif.
Brinkers (1972) menjelaskan keputusan sering dianggap berhasil jika tindakan yang dilakukan sebagai tanggapan terhadap hal tersebut
membantu mewujudkan masa depan yang diinginkan. Lebih lanjut Brinkers memaparkan pembuat keputusan mungkin yakin bahwa alternatif yang dipilih untuk dilaksanakan akan sama efektifnya dengan yang lainnya dalam mencapai tujuannya. Corvolan, Briggs dan Zielhuis (2000) memaparkan Pengambilan keputusan merupakan proses yang kompleks yang melibatkan memilih diantara alternatif untuk mencapai tujuan.
Ross (dalam Rice & Dolgin, 2008) menjelaskan bahwa pengambil keputusan (decision makers) harus menguasai lima keterampilan yaitu: mengidentifikasi tindakan alternatif, mengidentifikasi kriteria yang tepat untuk mempertimbangkan alternatif, menilai alternatif berdasarkan kriteria, meringkas informasi tentang alternatif, dan mengevaluasi hasil proses pengambilan keputusan.
Berdasarkan pengertian yang dijelaskan oleh para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan merupakan proses berpikir individu dalam memilih salah satu di antara alternatif yang ada dan dianggap paling sesuai terkait permasalahan yang dihadapi dan perlu mempertimbangkan tujuan, opsi, fakta, efek dan ulasan ketika membuat keputusan.
2. Proses Pengambilan keputusan
Tversky dan Kahneman (Solso, Maclin & Maclin, 2008), kerangka keputusan merupakan konsepsi tindakan, hasil keluaran, serta kontingensi pembuat keputusan yang diasosiasikan dengan pilihan- pilihan tertentu. Pengambilan keputusan atau decision making memiliki
kerangka kerja yang diusulkan oleh Halpern (dalam Suharnan, 2005).
Lebih lanjut Halpern menjelaskan orang yang akan membuat keputusan dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
Gambar 2.1. Langkah-langkah Membuat keputusan Mengidentifikasi, mengenali, dan membingkai keputusan
Mencari dan menemukan sejumlah alternatif
Pengaruh individu (nilai-nilai pengetahuan)
Distorsi kognitif dan
sosial budaya
Variabel-variabel
lingkungan
Mengevaluasi alternatif- alternatif yang dihasilkan dengan mempertimbangkan apek:
Kemungkinan atau peluang
Konsekuensi-konsekuensi
Resiko atau keuntungan
Mengevaluasi ulang,
membingkai ulang, mencari ulang alternatif
Melakukan tindakan sesuai keputusan
Mengevaluasi hasil-hasilnya
Memilih salah satu alternatif, dan melakukan tindakan
Berikut merupakan penjelasan lebih lanjut untuk bagian dari tabel di atas, yaitu:
a. Mengidentifikasi, mengenali keputusan
Mengidentifikasi artinya bahwa suatu keputusan perlu dibuat atau diambil berkaitan dengan permasalahan yang tengah dihadapi.
b. Mencari dan menemukan sejumlah alternatif
Mencari dua alternatif atau lebih yang dianggap cocok dengan tujuan yang diinginkan. Biasanya masing-masing alternatif memiliki aspek pro dan kontra.
c. Mengevaluasi alternatif-alternatif yang dihasilkan dengan mempertimbangkan aspek: kemungkinan atau peluang, konsekuensi-konsekuensi, resiko atau keuntungan
d. Memilih salah satu alternatif, melakukan tindakan, dan terus melakukan evaluasi hasil. Jika belum menunjukkan hasil yang diinginkan, maka seseorang dapat meninjau kembali keputusan itu, membingkai ulang, dan mencari alternatif yang lain. Setelah itu, melaksanakan alternatif yang telah dipilih, dan langkah-langkah seperti ini akan ditempuh sampai seseorang berhasil.
3. Elemen Pengambilan Keputusan
Mann, dkk (dalam Rice & Dolgin, 2008) mengatakan pengambilan keputusan yang kompeten memiliki sembilan unsur (element) yang terdiri dari:
a. Choice (Pilihan)
Kesediaan untuk memilih merupakan prasyarat penting dalam pengambilan keputusan. Pilihan dilakukan terhadap beberapa alternatif yang ada yang dianggap paling sesuai dan terbaik. Bentuk pilihan ini dapat bersifat eksternal dan internal. Jika bersifat internal, maka pengambilan keputusan berada di dalam diri sendiri. Artinya seseorang memilih dari sekian banyak alternatif berdasarkan keinginannya sendiri dan jika bersifat eksternal, maka pengambilan keputusan yang dilakukan berasal dari luar individu/lingkungan.
Artinya seseorang memilih dari sekian banyak alternatif berdasarkan dari lingkungan sekitar.
Dari penjelasan terkait pilihan di atas, menggambarkan jika individu membuat pilihan yang berasal dari dirinya sendiri maka pilihan yang dilakukan cenderung bersifat internal. Pilihan yang bersifat internal yang dilakukan individu merupakan sebuah bentuk bahwa individu memilih pola hidup sehat untuk dilakukan karena keinginan yang berasal dari dalam dirinya sendiri.
Di sisi lainnya ketika individu membuat pilihan yang berasal dari luar individu/lingkungan maka pilihan yang dilakukan cenderung bersifat eksternal. Pilihan yang bersifat eksternal yang dilakukan individu menunjukkan bahwa individu memilih melaksanakan pola hidup sehat karena berasal dari pengaruh lingkungan. Contohnya lingkungan keluarga, masyarakat, iklan yang ditampilkan di TV yang berkaitan dengan pola hidup sehat.
Elemen Choice yang telah dijelaskan di atas, dapat diringkas dengan melihat tabel dibawah ini :
Tabel 2.1. ElemenChoice
Elemen Indikator
Pengambilan keputusan mengenai kesehatan berada di dalam diri sendiri
Choice Pengambilan keputusan yang dilakukan berasal dari lingkungan atau luar inidividu
b. Comprehension (Pemahaman)
Pemahaman sebagai proses kognitif mengacu pada pemahaman yang dimiliki individu dalam mengambil keputusan yang sering disebut metakognisi, hal ini mengacu pada kemampuan seseorang untuk memikirkan dan memahami mengenai hal yang dihadapi. Saat individu dihadapkan pada hal yang membuat seseorang harus membuat keputusan, hal yang dilakukan individu sebelum membuat keputusan yaitu memikirkan dan memahami terlebih dahulu hal tersebut sebelum mengambil keputusan.
Dari penjelasan terkait Comprehension (pemahaman) di atas, dapat dideskripsikan jika individu yang memiliki pemahaman yang tinggi terkait pola hidup sehat seperti manfaat apa yang akan didapatkan jika memilih perilaku tersebut dan kerugian apa yang akan didapatkan jika individu tidak memilih pola hidup sehat. Individu tersebut memiliki kecenderungan untuk mengambil keputusan yang menurutnya terbaik diantara yang lain untuk dirinya sendiri.
Oleh karena itu, ketika individu telah memahami manfaat dan kerugian dari pola hidup sehat akan membuat individu lebih memikirkan hal yang dihadapi sebelum pengambilan keputusan dilakukan dengan segala konsekuensi baik itu menguntungkan maupun memberi kerugian kepada individu atas keputusan yang di ambil. Contohnya: seseorang mengetahui pola makan yang teratur cenderung membuat individu terhindar dari penyakit maag.
Elemen Comprehension yang telah dijelaskan di atas, dapat diringkas dengan melihat tabel dibawah ini :
Tabel 2.2.ElemenComprehension
Elemen Indikator
Kemampuan untuk memikirkan dan memahami Comprehension
mengenai hidup sehat
c. Creativity (Kreativitas)
Solusi terbaik seringkali bukan yang paling jelas, dan jawaban pertama yang didapatkan saat memecahkan masalah yang kompleks jarang yang terbaik. Sternberg dan williams (dalam Rice, 2008) memaparkan kreativitas bukan satu keterampilan kognitif melainkan seperangkat tiga kelompok kemampuan. Kemampuan tersebut diantaranya:
1) Kemampuan sintetis, berisi keterampilan menghasilkan novel, gagasan menarik dan menemukan hubungan antara masalah untuk melihat analogi. Banyak orang berpikir bahwa kemampuan ini adalah ciri khas orang-orang kreatif, namun strenberg dan williams tidak percaya bahwa kemampuan ini cukup memadai.
2) Kemampuan analitik merupakan keterampilan berpikir kritis yang memungkinkan individu mengevaluasi gagasan yang telah dihasilkan karena tidak semua gagasan sama-sama baik.
3) Kemampuan praktis memungkinkan individu membuat gagasan abstrak dan mengubahnya menjadi aplikasi dunia nyata.
Bagaimanapun, ide harus diimplementasikan jika ingin melakukan sesuatu yang baik yang dapat berupa tindakan.
Dari penjelasan terkait Creativity (Kreativitas) di atas, dapat diindikasikan jika individu memiliki creativity (kreativitas) yang tinggi maka individu memiliki kemampuan untuk melakukan tindakan jika memiliki ide untuk melakukan sesuatu yang baik, salah satunya melakukan tindakan yang baik bagi kesehatan dengan melakukan pola hidup sehat.
Elemen Creativity yang telah dijelaskan di atas, dapat diringkas dengan melihat tabel dibawah ini :
Tabel 2.3.ElemenCreativity
Elemen Indikator
Gagasan menarik
Creativity Berpikir kritis
Mengaplikasikan atau tindakan kreatif
d. Compromise (Kompromi)
Pengambilan keputusan sering kali melibatkan kemauan untuk menerima kompromi artinya membuka peluang untuk menegosiasikan solusi yang dapat diterima bersama dalam menghadapi suatu permasalahan, hal ini termasuk kemauan untuk
menganggap sudut pandang atau pendapat orang lain sama pentingnya dengan pendapat yang dimiliki sendiri.
Dari penjelasan terkait compromise (kompromi) di atas, dapat diindikasikan jika individu yang memiliki compromise akan menganggap pendapat orang lain sama pentingnya dengan pendapat yang dimiliki sendiri terkait suatu permasalahan ataupun hal yang lain. Dalam hal ini compromise dalam hal kesehatan, artinya individu tidak hanya menganggap pendapat sendiri tentang kesehatan yang paling benar, seperti apa yang harus dilakukan dan tidak dilakukan mengenai kesehatan tetapi individu tersebut mendengarkan pendapat orang lain mengenai hal yang sama dan mempertimbangkannya sebelum pengambilan keputusan dilakukan.
Hal lain yang terkait dengan elemen compromise adalah membuka peluang untuk menegosiasikan solusi yang dapat diterima bersama dalam menghadapi suatu permasalahan. Individu yang membuka peluang untuk bernegosiasi mengenai segala hal yang dihadapi memungkinkan individu untuk mengambil keputusan yang tepat karena mendapatkan berbagai macam masukan dari orang lain bukan hanya pendapat sendiri, dalam hal ini berkaitan dengan kesehatan. Hal ini berbanding terbalik jika individu dalam mengambil keputusan didasarkan pendapat sendiri maka kemungkinan pengambilan keputusan yang dilakukan kurang tepat karena kurangnya masukan yang diterima individu dan hanya mengandalkan pengetahuan yang dimiliki sendiri yang belum tentu kebenarannya.
Elemen Compromise yang telah dijelaskan di atas, dapat diringkas dengan melihat tabel dibawah ini :
Tabel 2.4.ElemenCompromise
Elemen Indikator
Mendengarkan dan mempertimbangkan pendapat orang lain sebelum keputusan diambil Compromise
Negosiasi untuk mendapatkan keputusan yang lebih baik
e. Consequentiality (Konsekuensi)
Pengambilan keputusan yang kompeten melibatkan kemauan untuk memikirkan lebih lanjut terhadap konsekuensi (akibat) dari memilih tindakan. Tindakan tersebut baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.
Dari penjelasan mengenai elemen Consequentiality di atas, menggambarkan jika dalam pengambilan keputusan yang kompeten, individu melibatkan kemauan untuk memikirkan lebih lanjut terhadap konsekuensi dari tindakan yang dipilih, apakah tindakan tersebut baik untuk diri sendiri atau merugikan diri sendiri jika melakukan hal tersebut. Hal ini berkaitan juga dengan pengambilan keputusan yang dilakukan individu mengenai kesehatan terutama hidup sehat.
Individu sebelum mengambil keputusan mengenai kesehatan, individu tersebut memikirkan konsekuensi apa yang akan mereka dapatkan jika menerapkan atau tidak menerapkan hidup sehat.
Selain hal di atas individu juga melibatkan kemauan untuk memikirkan lebih lanjut terhadap konsekuensi dari tindakan yang
dipilih, apakah pengambilan keputusan yang dilakukan tersebut baik atau tidak untuk orang lain. Karena jika pengambilan keputusan yang dilakukan baik untuk diri sendiri tapi merugikan orang lain, maka hasil dari keputusan tersebut tidak akan baik.
Elemen Consequentiality yang telah dijelaskan di atas, dapat diringkas dengan melihat tabel dibawah ini :
Tabel 2.5. ElemenConsequentiality
Elemen Indikator
Kemauan untuk memikirkan konsekuensi dari Consequentiality
memilih tindakan
f. Correctness
Klayman (dalam Rice & Dolgin, 2008) memaparkan membuat pilihan yang tepat merupakan ujian dalam pengambilan keputusan.
Akan tetapi individu tidak selalu dapat membuat keputusan yang terbaik mengenai suatu permasalahan. Hal ini sebagian terjadi karena saat mengambil keputusan seseorang terlalu mengandalkan heuristik atau aturan praktis.
Kecenderungan untuk menghindari kesalahan ini meningkat seiring bertambahnya usia, namun kebanyakan individu, bahkan orang dewasa, masih membuat pilihan yang buruk. Untuk itu diperlukan kemampuan untuk memperbaiki keputusan saat keputusan yang diambil tidak tepat.
Dari penjelasan mengenai elemen Correctness di atas, menggambarkan jika dalam pengambilan keputusan yang dilakukan individu, individu tidak selalu dapat membuat keputusan yang tepat
mengenai suatu permasalahan. Untuk itu jika individu melakukan pengambilan keputusan yang kurang tepat maka diperlukan kemampuan individu untuk memperbaiki keputusan yang telah diambil. Artinya saat individu mengambil keputusan untuk tidak menerapkan hidup sehat dan setelah melaksanakan hal tersebut mereka menyadari keputusan yang telah diambil kurang tepat karena dapat merugikan bagi kesehatan tubuh, maka hal yang dilakukan individu tersebut adalah memperbaiki keputusan yang telah diambil dengan memilih menerapkan hidup sehat yang baik bagi kesehatan yang memiliki banyak manfaat bagi individu.
Elemen Correctness yang telah dijelaskan di atas, dapat diringkas dengan melihat tabel dibawah ini :
Tabel 2.6.ElemenCorrectness
Elemen Indikator
Kemauan untuk memperbaiki keputusan saat Correctness
membuat pilihan yang tidak tepat
g. Credibility (Kredibilitas)
Kredibilitas melibatkan kemampuan untuk menerima keaslian informasi yang berkaitan dengan alternatif pilihan. Hal ini berkaitan dengan memeriksa informasi baru yang diterima dengan membandingkannya dengan pengetahuan yang ada sebelumnya yang telah dimiliki individu.
Dari penjelasan terkait credibility di atas, menggambarkan jika individu memiliki kredibilitas, sebelum pengambilan keputusan dilakukan maka individu tersebut kemampuan untuk menerima keaslian informasi yang berkaitan dengan berbagai alternatif terkait
permasalah yang dihadapi. Setelah hal tersebut dilakukan, individu membandingkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Hal tersebut termasuk penerimaan
informasi oleh individu mengenai hidup sehat dan membandingkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya mengenai hidup sehat.
Elemen Credibility yang telah dijelaskan di atas, dapat diringkas dengan melihat tabel dibawah ini :
Tabel 2.7. ElemenCredibility
Elemen Indikator
Memeriksa informasi yang diterimanya Membandingkan informasi baru dengan Credibility
pengetahuan yang telah dimiliki individu mengenai hidup sehat
h. Consistency (Konsistensi)
Pembuat keputusan yang kompeten diharapkan dapat menunjukkan beberapa konsistensi dan stabilitas dalam pola pilihan.
Konsistensi artinya kemampuan untuk terus menerus berusaha sampai hal yang diinginkan mengenai suatu permasalahan dapat tercapai. Artinya keputusan yang telah diambil dapat diterapkan di kemudian hari jika dihadapkan pada masalah yang sama.
Dari penjelasan terkait consistency di atas, menggambarkan jika individu yang memiliki konsistensi maka cenderung menonjolkan sebuah perilaku untuk terus menerus berusaha sampai hal yang diinginkan mengenai suatu permasalahan dapat tercapai. Artinya
saat individu memutuskan untuk melakukan hidup sehat maka individu tersebut akan menunjukkan perilaku yang sesuai dengan yang sudah diputuskan sampai hal yang diinginkan dapat tercapai.
Selain itu individu yang memiliki konsistensi akan melakukan keputusan yang sama jika dihadapkan pada masalah yang sama.
Artinya saat individu di masa lalu mengambil keputusan untuk hidup sehat, jadi segala sesuatu yang di anjurkan akan dilakukan demi kesehatan dan akan menghindari hal yang merugikan, dan individu akan melakukan hal yang sama jika di saat sekarang menghadapi persoalan yang sama di masa lalu.
Elemen Consistency yang telah dijelaskan di atas, dapat diringkas dengan melihat tabel dibawah ini :
Tabel 2.8.ElemenConsistency
Elemen Indikator
Kemauan untuk terus menerus berusaha Consistency
sampai hal yang diinginkan dapat tercapai
i. Commitment (Komitmen)
Saat keputusan telah diambil maka hal selanjutnya yang akan dilakukan dengan memilih menekuninya, memelihara atau mengabaikan. Sehingga diperlukan suatu komitmen, karena komitmen menggambarkan individu berpegang teguh pada keputusan yang telah diambil. Karena Komitmen melibatkan kemauan untuk menindaklanjuti keputusan yang telah diambil.
Dari penjelasan terkait Commitment di atas, menggambarkan saat individu mengambil keputusan di butuhkan sebuah komitmen yang artinya kemauan untuk menindaklanjuti keputusan yang telah
diambil, hal ini diperlukan agar keputusan yang telah diambil dapat terus dilakukan individu. Karena tanpa komitmen, meskipun keputusan yang telah diambil sudah tepat, bisa saja tidak dilakukan terus menerus. Seperti halnya saat individu memutuskan melaksanakan hidup sehat, dibutuhkan komitmen dari individu untuk menindaklanjuti keputusan terkait hidup sehat tersebut. Karena dengan adanya komitmen individu memilih menekuni, memelihara atau mengabaikan mengenai keputusan yang telah diambil terkait kesehatan.
Elemen Commitment yang telah dijelaskan di atas, dapat diringkas dengan melihat tabel dibawah ini :
Tabel 2.9.ElemenCommitment
Elemen Indikator
Memilih menekuni, memelihara keputusan Commitment
yang telah diambil terkait kesehatan
4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pengambilan Keputusan
Rice dan Dolgin (2008) mengemukakan keputusan kesehatan merupakan hasil dari interaksi faktor yang kompleks yaitu:
a. Pengetahuan tentang konsekuensi kesehatan dari perilaku tertentu.
Pengetahuan ini didasarkan pada apa yang orang tua, rekan kerja, dokter, dan guru telah ajarkan kepada remaja, juga pesan yang diterima dari media dan masyarakat luas.
b. Kemampuan untuk menilai risiko dan membuat keputusan rasional.
Kemampuan untuk berpikir secara abstrak, untuk menghargai konsekuensi tindakan jangka panjang, untuk mengevaluasi informasi, dan untuk menimbang risiko terkait perilaku yang pilih.
c. Perilaku orang tua
Individu meniru tindakan dan nilai ibu dan ayah. Jadi jika orang tua tidak peduli dengan kesehatan sendiri, maka anaknya juga cenderung mengikuti hal tersebut. Faktor lain adalah bahwa orang tua yang memantau dan mengawasi anak mereka dengan seksama tidak memberi individu kesempatan untuk melaksanakan perilaku yang berbahaya bagi tubuh.
d. Sumber daya yang tersedia
Beberapa keluarga mungkin memiliki keinginan untuk menjalani gaya hidup sehat namun tidak berarti. Misalnya, beberapa keluarga tidak punya pilihan selain hidup di lingkungan yang berbahaya, tercemar, atau kekerasan. Demikian pula, beberapa tidak dapat melakukan pemeriksaan kesehatan dan gigi secara teratur, misalnya karena ketidakmampuan finansial.
e. Tekanan teman sebaya
Teman sebaya bisa saling meyakinkan untuk aktif secara seksual, minum alkohol atau menggunakan narkoba, atau melakukan sesuatu yang berbahaya, seperti berenang di mana ada arus kuat.
Sebaliknya, teman sebaya bisa saling mengkomunikasikan untuk menghindari narkoba, dan berpartisipasi dalam olahraga.
f. Nilai sosial
Individu menerima pesan bahwa hal tersebut penting, misalnya, untuk merokok dan minum. Gambar yang dilihat dalam televisi, film dan iklan yang ditujukan pada individu di majalah dan media lainnya sering kali mendorong perilaku kesehatan yang ideal.
5. Pengambilan Keputusan Hidup Sehat
Liftiah (2013) mengemukakan gaya hidup adalah identitas diri di dalam suatu masyarakat modern yang meliputi bagaimana individu di kenal dan diakui keberadaannya oleh suatu masyarakat. Pengakuan ini dapat berupa apresiasi terhadap aspek-aspek simbolik yang melekat pada individu, oleh karena itu gaya hidup yang merupakan perwujudan seseorang di dalam lingkungannya menjadi alat untuk menentukan dari manakah individu berasal.
Alwisol (dalam Liftiah, 2013) menjelaskan gaya hidup adalah cara yang unik dari setiap orang dalam berjuang mencapai tujuan khusus yang telah ditentukan orang itu dalam kehidupan tertentu dimana dia berada. Aspek dari gaya hidup menurut Liftiah (2013) yaitu:
a. Kegiatan (Activities) merupakan tindakan nyata yang dilakukan seseorang meliputi aspek kerja, rutinitas sehari-hari, olahraga.
b. Minat (Interest) adalah tingkat kegairahan yang menyertai perhatian khusus maupun terus menerus. Minat meliputi keluarga, pekerjaan, komunitas, pola makan, penampilan, lawan jenis.
c. Pendapat (Option) adalah jawaban lisan atau tertulis yang individu berikan sebagai respon terhadap situasi stimulus dimana semacam pertanyaan diajukan.
d. Demografis yang meliputi usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan tempat tinggal.
B. Persepsi terhadap Perilaku Sehat 1. Persepsi
a. Defenisi Persepsi
Hidayat (2009) memaparkan persepsi dapat didefinisikan sebagai berikut:
1) Proses seseorang memahami lingkungan, meliputi pengorganisasian dan penafsiran rangsang dalam suatu pengalaman psikologis
2) Proses kognitif, yaitu menginterpretasi objek, simbol dan orang dengan pengalaman yang relevan.
3) Proses ekstraksi informasi persiapan untuk berespon.
4) Persepsi menerima, memilih, mengatur, menyimpan, dan menginterpretasi rangsang menjadi gambaran dunia yang utuh dan berarti.
Persepsi dapat terjadi saat rangsang mengaktifkan indera, atau pada situasi dimana terjadi ketidak seimbangan pengetahuan tentang objek, simbol, atau orang akan membuat kesalahan persepsi.
Persepsi ini akan memengaruhi pembentukan sikap dan perilaku manusia.
Suharnan (2005) memaparkan persepsi merupakan tahap paling awal dalam pemrosesan informasi. Sementara Sarwono (2014) menjelaskan yang dimaksud dengan persepsi adalah sebuah pemahaman seseorang berdasarkan stimulus dari dunia luar yang diterima melalui alat indra yang kemudian masuk ke dalam otak.
Senada dengan pendapat tersebut Santrock (2007) mendefinisikan
persepsi merupakan interpretasi dari apa yang disensasikan, dimana sensasi terjadi ketika informasi berinteraksi dengan reseptor sensorik-mata, telinga, lidah, lubang hidung, dan kulit.
Tim Widyatamma (2010) menjelaskan persepsi merupakan proses dimana seseorang menjadi sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya, pengetahuan lingkungan yang diperoleh melalui interpretasi data indera.
Sedangkan Matlin dan Solso (dalam Suharnan, 2005) menjelaskan persepsi adalah suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki (yang disimpan di dalam ingatan) untuk mendeteksi atau memperoleh dan menginterpretasi stimulus (rangsangan) yang diterima oleh alat indera seperti mata, telinga, dan hidung.
Persepsi adalah proses pengaturan dan penerjemahan informasi sensorik oleh otak (dalam Wade & Tavris, 2007).
Sedangkan Rakhmat (2015) mengungkapkan persepsi merupakan pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Selain itu menurut Davidoff dan Rogers (dalam Walgito, 2010) persepsi itu bersifat individual. Artinya penerjemahan terhadap informasi sensorik tidak sama untuk setiap orang. Sedangkan Suharnan (2005) menjelaskan hasil persepsi mengenai suatu objek dapat dipersepsi berbeda oleh dua orang akibat perbedaan pengetahuan yang dimiliki oleh masing-masing individu mengenai objek tersebut.
Lebih lanjut Wade dan Tavris (2007) memaparkan bahwa tidak semua orang mempersepsikan dunia dengan cara yang sama.
Apa yang kita persepsikan dan bagaimana mempersepsikan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologis seperti kebutuhan, kepercayaan, emosi, ekspektasi yang sifatnya sangat individual dan berbeda antar individu. Sedangkan, Goldstein (2014) memaparkan persepsi ditentukan oleh interaksi antara pemrosesan bottom-up, yang dimulai dengan gambar yang diterima oleh reseptor, dan pemrosesan top down.
Berdasarkan pemaparan beberapa ahli mengenai persepsi, dapat disimpulkan persepsi merupakan proses penerjemahan informasi yang diterima individu dengan menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya agar informasi tersebut memiliki makna atau arti.
b. Proses Persepsi
Suharnan (2005) memaparkan persepsi mencakup dua proses yang berlangsung secara serempak antara keterlibatan aspek-aspek dunia luar (stimulus-informasi) dengan dunia di dalam diri seseorang (pengetahuan yang relevan dan telah tersimpan dalam ingatan). Dua proses dalam persepsi disebut bottom up atau data driven processing (aspek stimulus), dan top-down atau conceptually driven processing (aspek pengetahuan seseorang).
Walgito (2010) menjelaskan proses terjadinya persepsi mencakup 3 proses yaitu: Proses fisik (proses kealaman) yang terjadi
ketika proses stimulus mengenai alat indera (mata, telinga, dan hidung), setelah itu akan diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak yang dinamakan proses fisiologis. Kemudian terjadilah proses di otak sebagai pusat kesadaran sehingga menyadari apa yang di lihat ataupun yang diterima oleh alat indera, Proses ini disebut proses psikologis.
c. Komponen persepsi
Goldstein (2014) Persepsi terjadi di mulai dari luar dengan rangsangan (stimulus) dari lingkungan dan diakhiri dengan respon perilaku dalam memahami, mengenali, dan mengambil tindakan.
Lebih lanjut Goldstein memaparkan tiga komponen persepsi sebagai berikut:
1) Stimuli
Stimuli merupakan rangsangan yang berasal dari luar atau dari lingkungan yang diterima oleh alat indra (reseptor).
Stimulus yang berasal dari lingkungan ditransformasikan atau diubah antara stimulus pada reseptor dan stimulus dari lingkungan.
2) Fisiologi
Fisiologi merupakan proses untuk merespon stimulus dari lingkungan yang kemudian diteruskan ke otak melalui reseptor sensorik. Reseptor sensorik merupakan sel khusus untuk merespon stimulus dari lingkungan dengan masing-masing reseptor berfungsi menanggapi stimulus yang berbeda. Seperti
reseptor visual (mata), pendengaran (telinga), hidung dan reseptor lainnya. Cara kerja reseptor yaitu: mengubah stimulus dari lingkungan menjadi energi listrik dan membentuk persepsi dengan cara menanggapi stimulus
3) Respon perilaku
Respon perilaku merupakan pengalaman sadar dari individu berdasarkan stimulus yang telah diterima otak. Respon tersebut seperti:
a) Memahami dan mengenali yang diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui. Hal ini berkaitan dengan pengetahuan.
Pengetahuan merupakan segala informasi yang dirasakan oleh orang yang menerima suatu situasi. Pengetahuan tentang bagaimana hal-hal yang biasanya muncul di lingkungan memainkan peranan penting dalam menentukan apa yang dirasakan. Pengetahuan yang baru saja diperoleh dan pengetahuan yang diperoleh sejak lama dapat
memengaruhi persepsi.
b) Mengambil tindakan terkait stimulus yang diterima.
Mengambil tindakan merupakan aktivitas yang melibatkan aktivitas motorik, tindakan sebagai hasil penting dari proses persepsi karena kepentingannya untuk bertahan hidup.
Kenyataan persepsi sering mengarah pada tindakan berarti bahwa persepsi merupakan proses yang terus berubah.
d. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Persepsi
Wade dan Tavris (2007) menjelaskan beberapa proses persepsi tampak sebagai kemampuan bawaan tidak berarti bahwa orang-orang mempersepsikan dunia dalam cara yang sama. Faktor- faktor psikologis dapat memengaruhi bagaimana orang mempersepsikan dan apa yang dipersepsikan. Beberapa faktor yang memengaruhi persepsi yaitu:
1) Kebutuhan
Ketika membutuhkan sesuatu, atau memiliki ketertarikan akan suatu hal atau menginginkannya, orang-orang akan dengan mudah mempersepsikan sesuatu berdasarkan kebutuhan ini.
2) Kepercayaan
Apa yang dianggap sebagai benar dapat memengaruhi interpretasi seseorang terhadap sinyal sensorik yang ambigu.
3) Emosi
Emosi dapat memengaruhi intrepetasi mengenai suatu informasi sensorik.
4) Ekspektasi
Lachmann (dalam Wade & Tavris, 2007) memaparkan pengalaman masa lalu sering memengaruhi cara seseorang mempersepsikan dunia.
Semua kebutuhan, kepercayaan, emosi dan ekspektasi dipengaruhi oleh budaya di mana seseorang tinggal. Budaya juga memengaruhi persepsi dengan membentuk stereotip, yang
mengarahkan perhatian, dan mengatakan pada diri apa yang penting untuk disadari atau diabaikan (Wade & Tavris, 2007).
Hidayat (2009) beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan persepsi sebagai berikut:
1) Pengorganisasian
Kecenderungan membuat pengelompokan rangsang yang sama dan dekat, kontinuitas rangsang, atau menghubungkan antara fokus/gambar dengan latar belakang (contoh: mata, hidung, mulut dan wajah).
2) Stereotip
Penggeneralisasian, penyederhanaan, dan mempersepsi dari sudut pandang sendiri.
3) Selektif
Memilih rangsang/informasi yang menguntungkan atau
mendukung pandangannya dan mengabaikan yang merugikan.
4) Karakteristik pribadi
Menggunakan diri sebagai pembanding untuk memandang orang lain. Contoh; orang yang menerima diri positif, cenderung melihat orang positif.
5) Situasional
Kondisi lingkungan yang menekan akan berpengaruh ketepatan persepsi. Contoh: memutuskan secara tergesa-gesa karena desakan waktu akan mengabaikan rangsang yang penting.
6) Perasaan/Emosi
Emosi positif/negatif dapat memengaruhi persepsi. Contoh:
emosi tidak senang pada kebijakan, akan memandang negatif pada setiap kebijakan.
7) Kebutuhan tertentu
Kebutuhan dan keinginan, dapat mendistorsi persepsi, hanya melihat apa yang ingin dilihat. Contoh; kebijakan pemberian penghargaan bagi guru berprestasi dapat dilihat sebagai uang atau promosi karir.
Walgito (2010) memaparkan faktor-faktor yang berperan dalam persepsi, yaitu:
1) Objek yang dipersepsi
Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. Namun sebagian besar stimulus datang dari luar individu.
2) Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf
Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Disamping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan syaraf motoris.