LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM AGROINFORMATIKA
“Rotational Analysis Program”
Disusun Oleh :
Nama : SELVY ISWANDARI NPM : 21025010243
Golongan : C2
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA
2024
TINJAUAN PUSTAKA
Rotasi tanaman yaitu praktik penanaman beberapa jenis tanaman secara bergiliran di satu luasan lahan. Sejak tahun 6.000 SM, petani Timur Tengah mempraktekkan rotasi tanaman meski tanpa pemahaman mengenai ilmu kimia. Petani di Indonesia secara sadar telah mengetahui pentingnya penerapan pola tanam dalam usaha pertanian secara rotasi.
Pertimbangannya adalah memanfaatkan lahan untuk memproduksi komoditas guna mencukupi kebutuhan pangan (konsumsi) atau komoditas yang mudah dijual sebagai sumber pendapatan.
Pola rotasi dapat berbeda antar wilayah, hal ini disebabkan oleh kondisi iklim dan khususnya ketersediaan air (Makarim, 2017). Kualitas pola rotasi seperti produktivitas, keuntungan, stabilitas, dan keberlanjutan perlu ditingkarkan dan dievaluasi. Dalam pola rotasi selalu ada residu sisa pertanaman sebelumnya baik berupa batang, daun maupun akar yang bermanfaat untuk pertumbuhan tanaman berikutnya. Namun, keberhasilan pola rotasi tanaman ditentukan oleh beberapa faktor, terutama ketersediaan air, tenaga kerja, dan rendahnya keuntungan karena rendahnya hasil tanaman pada musim kemarau ke-2 dan tingginya resiko kekeringan (Apriyana dan Kailaku, 2015)
Jagung (Zea Mays L.) merupakan salah satu komoditas pangan yang memiliki peranan penting dan strategis dalam peningkatan perekonomian Indonesia. Pemupukan menjadi langkah yang penting untuk meningkatkan hasil panen, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Pemupukan bertujuan untuk menyediakan sumber hara yang diperlukan tanaman, menggantikan unsur hara yang terangkut saat panen, serta menggantikan unsur hara yang hilang akibat pencucian tanah (Ramayana, 2021). Tanaman jagung memiliki penyebaran yang sangat luas karena kemampuannya untuk beradaptasi dengan baik pada berbagai lingkungan.
Jagung dapat tumbuh dengan baik di wilayah tropis hingga 50o LU dan 50o LS, dari dataran rendah sampai ketinggian 3.000m di atas permukaan laut (dpl). Tanaman ini dapat tumbuh di berbagai kondisi curah hujan, mulai dari tinggi, sedang, hingga rendah, sekitar 500 mm per tahun (Bustang, dkk, 2021).
Kacang tanah atau peanut (Arachis hypogaea L.) memiliki peranan penting dalam pertanian di Indonesia. Komoditas kacang menjadi salah satu komoditas utama setelah kedelai dan memegang peran strategis dalam penyediaan protein dan minyak nabati untuk kebutuhan pangan nasional. Kacang tanah memiliki nilai ekonomi tinggi karena kandungan gizinya, terutama tingginya kandungan protein dan lemak (Siregar, 2018). Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) adalah tanaman palawija yang termasuk dalam keluarga Leguminosae, subfamili Papilionoideae, dan genus Arachis (Kurniawan, 2018).
Ubi jalar (Ipomoea batatas) merupakan tanaman budidaya yang memiliki akar berbentuk umbi dengan kandungan gizi tinggi, terutama karbohidrat. Umbi ubi jalar menjadi salah satu sumber makanan pokok yang penting di Afrika. Selain di Afrika, tanaman ubi jalar mempunyai potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Tanaman ubi jalar termasuk golongan umbi-umbian yang aslinya berasal dari Amerika Latin (Dini, et all. 2018). Tanaman ubi jalar relatif mudah tumbuh, tahan hama dan penyakit serta memiliki produktivitas yang cukup tinggi. Ubi jalar juga merupakan bahan pangan yang baik, khususnya karena pati yang memiliki kandungan nutrisi yang sangat kaya antara lain karbohidrat yang tinggi (Dewayani, 2022).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 1. Harvested Yield Tanaman Jagung, Kacang dan Ketela Ungu
Data hasil panen (harvested yield) menyajikan informasi tentang tiga jenis tanaman, yaitu jagung (MZ), kacang (PN), dan ketela ungu (TR), berdasarkan rata-rata hasil panen (mean), standar deviasi (st. dev.), hasil minimum (min), dan maksimum (max) dalam satuan kilogram per hektar. Jagung menunjukkan rata-rata hasil panen tertinggi, yaitu 960,3 kg/ha.
Namun, standar deviasi yang sangat besar (1251,3) mengindikasikan adanya variasi hasil yang signifikan di antara pengamatan. Sedangkan nilai maksimum mencapai 5350,0 kg/ha, yang menunjukkan potensi hasil sangat tinggi dalam kondisi yang optimal. Kacang memiliki rata- rata hasil panen sebesar 248,6 kg/ha, yang jauh lebih rendah dibandingkan jagung. Standar deviasi sebesar 107,8 menunjukkan variasi hasil yang relatif lebih kecil dibandingkan jagung, namun tetap cukup signifikan. Nilai minimum hasil kacang adalah 111,0 kg/ha, yang menunjukkan bahwa tanaman ini lebih konsisten dalam menghasilkan panen dibandingkan jagung, meskipun potensi hasil maksimumnya hanya mencapai 745,0 kg/ha. Ketela ungu memiliki rata-rata hasil panen sebesar 453,7 kg/ha, berada di antara jagung dan kacang. Standar deviasi sebesar 257,3 menunjukkan variasi hasil yang cukup besar, meskipun tidak sebesar jagung. Sama seperti jagung, nilai minimum ketela ungu adalah 0,0 kg/ha. Namun, hasil maksimum sebesar 1044,0 kg/ha menunjukkan potensi produksi yang cukup tinggi dibandingkan kacang.
Gambar 2. Harvested Yield 15 Tahun Ke Depan
Hasil panen jagung menunjukkan variasi yang signifikan dari waktu ke waktu. Pada tahun 2019 (day 1), rata-rata hasilnya adalah 574,0 kg/ha dengan standar deviasi yang tinggi (796,8 kg/ha), mengindikasikan variasi hasil antar pengamatan. Hasil maksimum mencapai 2135,0 kg/ha, tetapi ada pengamatan dengan hasil nol (0,0 kg/ha), menunjukkan potensi kegagalan panen di beberapa lokasi. Pada tahun 2021 (day 259), rata-rata hasil meningkat menjadi 797,9 kg/ha dengan hasil maksimum mencapai 3224,0 kg/ha, menunjukkan peningkatan potensi produksi di bawah kondisi tertentu. Pada tahun 2033 (day 255), hasil rata- rata adalah 762,1 kg/ha, tetapi dengan variasi yang tetap signifikan (st. dev. 1129,6 kg/ha).
Hasil panen kacang lebih stabil dibandingkan jagung, dengan rata-rata hasil yang relatif lebih rendah. Pada tahun 2019 (day 78), hasil rata-rata mencapai 234,3 kg/ha, dengan standar deviasi 79,9 kg/ha, mengindikasikan variasi hasil yang lebih rendah dibandingkan jagung. Nilai maksimum 468,0 kg/ha pada tahun 2031 (day 106) menunjukkan potensi hasil yang lebih tinggi pada tahun tersebut. Secara umum, data menunjukkan bahwa kacang memiliki hasil yang lebih konsisten tetapi dengan batas potensi yang lebih rendah dibandingkan jagung.
Ketela ungu menunjukkan variasi hasil yang moderat. Pada tahun 2020 (day 115), hasil rata-rata adalah 311,1 kg/ha dengan nilai maksimum 777,0 kg/ha. Pada tahun 2023 (day 113), hasil rata-rata meningkat menjadi 466,1 kg/ha dengan standar deviasi yang relatif rendah (309,5 kg/ha). Hasil tertinggi ketela ungu terjadi pada tahun 2027 (day 253), dengan rata-rata hasil 1101,9 kg/ha dan hasil maksimum mencapai 3530,0 kg/ha, menunjukkan potensi luar biasa di tahun tersebut.
Gambar 3. Grain Weight Tanaman Jagung, Kedelai dan Ketela Ungu
Grafik box plot yang disajikan memberikan gambaran yang jelas mengenai perbedaan hasil panen pada tiga perlakuan yang berbeda. Perlakuan pertama menunjukkan hasil yang paling menonjol dengan nilai median yang jauh lebih tinggi dibandingkan dua perlakuan lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa perlakuan pertama sangat efektif dalam meningkatkan produktivitas tanaman. Hampir seluruh data hasil panen pada perlakuan pertama berada di atas ambang batas tertentu, menunjukkan konsistensi yang tinggi dalam memberikan hasil yang memuaskan.
Sebaliknya, perlakuan kedua menunjukkan hasil panen yang paling rendah. Rentang data hasil panen pada perlakuan kedua juga lebih sempit, mengindikasikan bahwa hasil panen cenderung lebih seragam namun pada level yang lebih rendah. Perlakuan ketiga memberikan hasil panen yang berada di antara kedua perlakuan sebelumnya. Meskipun mediannya lebih tinggi dibandingkan perlakuan kedua, namun rentang datanya cukup lebar, menunjukkan adanya variasi yang cukup signifikan dalam hasil panen.
Selain perbedaan rata-rata, grafik juga menunjukkan perbedaan dalam hal variabilitas hasil panen. Perlakuan pertama memiliki variabilitas yang paling rendah, artinya hasil panen pada perlakuan pertama cenderung lebih stabil dan konsisten. Sebaliknya, perlakuan kedua dan ketiga memiliki variabilitas yang lebih tinggi, menunjukkan adanya fluktuasi hasil panen yang lebih besar.
Gambar 4. Cumulative Function Plot Jagung
Grafik menunjukkan bahwa hasil panen jagung bervariasi dari sekitar 0-5000 kg/ha.
Sebagian besar data terkonsentrasi di rentang hasil panen yang lebih rendah, yaitu di bawah 2000 kg/ha. Setiap garis pada grafik mewakili satu tahun tanam. Garis yang lebih curam menunjukkan bahwa proporsi lahan yang mencapai hasil panen tertentu lebih tinggi dibandingkan dengan garis yang lebih landai. Berdasarkan grafik, terlihat bahwa tahun tanam 2023 memiliki distribusi hasil panen yang cenderung lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun lainnya. Artinya, pada tahun 2023, proporsi lahan yang menghasilkan panen tinggi lebih besar.
Sebaliknya, tahun tanam 2019 memiliki distribusi hasil panen yang cenderung lebih rendah.
Ini mengindikasikan bahwa pada tahun 2019, sebagian besar lahan menghasilkan panen yang lebih rendah.
Gambar 5. Cumulative Function Plot Kacang
Grafik menunjukkan bahwa hasil panen kacang bervariasi dari sekitar 0-700 kg/ha.
Sebagian besar data terkonsentrasi di rentang hasil panen yang lebih rendah, yaitu di bawah 500 kg/ha. Berdasarkan grafik, terlihat bahwa tahun tanam 2023 memiliki distribusi hasil panen yang cenderung lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun lainnya. Artinya, pada tahun 2023, proporsi lahan yang menghasilkan panen tinggi lebih besar. Sebaliknya, tahun tanam 2019 memiliki distribusi hasil panen yang cenderung lebih rendah. Ini mengindikasikan bahwa pada tahun 2019, sebagian besar lahan menghasilkan panen yang lebih rendah.
Gambar 6. Cumulative Function Plot Ketela Ungu
Grafik menunjukkan bahwa hasil panen ketela ungu bervariasi dari sekitar 0 hingga 1000 kg/ha. Sebagian besar data terkonsentrasi di rentang hasil panen yang lebih rendah, yaitu di bawah 600 kg/ha. Berdasarkan grafik, terlihat bahwa tahun tanam 2023 memiliki distribusi hasil panen yang cenderung lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun lainnya.
Artinya, pada tahun 2023, proporsi lahan yang menghasilkan panen tinggi lebih besar.
Sebaliknya, tahun tanam 2020 memiliki distribusi hasil panen yang cenderung lebih rendah. Ini mengindikasikan bahwa pada tahun 2020, sebagian besar lahan menghasilkan panen yang lebih rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyana, Y. dan T.E. Kailaku. 2015. Variabilitas Iklim Dan Dinamika Waktu Tanam Padi Di Wilayah Pola Hujan Monsunal Dan Equatorial. Proc.Sem.Nas.Bio.Dev.
Indon, 1(2):366 372.
Dini, A.Z., Y. Yuwariyah, F.Y. Wicaksono, dan D. Ruwandi. 2018. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung (Zea mays L.) pada Pola Tanam Tumpangsari dengan Ubi Jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam) di Arjasari Kabupaten Bandung. Jurnal Agrotek Indonesia, 3(2): 113 – 120.
Bustang, S., Yatim, H., dan Djamaluddin, I. (2021). Respon Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung (Zea mays L.) terhadap Pemberian pupuk NPK dan Pupuk Organik Cair. Jurnal Ilmiah. Mahasiswa Fakultas Pertanian. 1(1):15-20.
Kurniawan, R. M. 2018. Respon Pertumbuhan dan Produksi Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) terhadap Sistem Tanam Alur dan Pemberian Jenis Pupuk. Agrohorti 5(3): 342- 350.
Ramayana, S., Idris, S. D., Rusdiansyah., dan Madjid, K. F. 2021. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung (Zea Mays L.) terhadap Pemberian Beberapa Komposisi Pupuk Majemuk pada Lahan Pasca Tambang Batu Bara. Jurnal Agrifor. 3(1): 35-46.