• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMAN UTAMA

N/A
N/A
syafiq kurniawan

Academic year: 2024

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMAN UTAMA"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMAN UTAMA

OLEH :

NAMA : SYAFIQ KURNIAWAN

NO. BP : 2110252024

KELAS : PROTEKSI C

KELOMPOK : 6 (Enam)

DOSEN PENGAMPU : 1. Prof. Dr.Ir. DARNETTY, MSc 2. Dr. Ir. ERI SULYANTI, MSc

ASISTEN : 1. SABILA PUTRI FATIYA (2010251030)

2. REZA DESMAPITA (2010253021)

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

2023

(2)

i KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT., atas berkat dan anugerah-Nya sehingga saya telah dapat menyelesaikan laporan akhir praktikum ini. Adapun laporan akhir praktikum ini sebagai bentuk penugasan mata kuliah Penyakit TanamanUtama (Praktikum).

Laporan akhir praktikum ini dapat diselesaikan dengan baik tidak terlepas dari dukungan dosen pembimbing dan asisten praktikum yang selalu bersedia dan bersusah payah dalam mendukung jalannya kegiatan praktikum serta selalu mau memberikan ilmunya. Saya juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dalam penyelesaian laporan akhir praktikum ini.

Laporan akhir praktikum ini tentu belumlah sempurna. Apabila terdapat kesalahan dan kekurangan pada laporan akhir praktikum ini saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Saya juga mengharapkan adanya saran dan kritik dari semua pihak khususnya dari dosen pembimbing dan asisten praktikum agar laporan akhir praktikum ini menjadi lebih sempurna. Akhirnya saya berharap semoga laporan akhir praktikum ini menjadi sesuatu yang berguna bagi semua pihak.

Padang, 7 Desember 2023

S. K

(3)

ii DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... v

MATERI 1 TANAMAN PANGAN ... 1

BAB I. PENDAHULUAN ... 2

A. Latar Belakang ... 2

B. Tujuan ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Tanaman Padi ... 4

B. Tanaman Jagung ... 6

BAB III. METODOLOGI ... 8

A. Waktu dan Tempat ... 8

B. Alat dan Bahan ... 8

C. Cara Kerja ... 8

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 9

A. Hasil ... 9

B. Pembahasan ... 10

BAB V. PENUTIUP ... 12

A. Kesimpulan ... 12

B. Saran ... 12

DAFTAR PUSTAKA ... 13

MATERI 2 TANAMAN HOLTIKULTURA ... 15

BAB I. PENDAHULUAN ... 16

A. Latar Belakang ... 16

B. Tujuan ... 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 18

A. Cabai (Capsicum annum) ... 18

BAB III METODOLOGI ... 21

A. Waktu dan Tempat ... 21

B. Alat dan Bahan ... 21

(4)

iii

C. Cara kerja ... 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

A. Hasil ... 22

B. Pembahasan ... 23

BAB V PENUTUP ... 24

A. Kesimpulan ... 24

B. Saran ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 25

MATERI 3 TANAMAN PERKEBUNAN ... 26

BAB I. PENDAHULUAN ... 27

A. Latar Belakang ... 27

B. Tujuan ... 28

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 29

A. Kakao (Theobroma cacao L.) ... 29

B. Kelapa Sawit ... 31

BAB III. METODOLOGI ... 35

A. Waktu dan Tempat ... 35

B. Alat dan Bahan ... 35

C. Cara Kerja ... 35

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Hasil ... 36

B. Pembahasan ... 37

BAB V. PENUTUP ... 39

A. Kesimpulan ... 39

B. Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

MATERI 4 PEMBUATAN PREPARAT ... 42

BAB I. PENDAHULUAN ... 43

A. Latar Belakang ... 43

B. Tujuan ... 44

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 45

A. Kacang Tanah (Arachis hypogea L.) ... 45

B. Jagung (Zea mays L.) ... 47

BAB III. METOLOGI ... 49

(5)

iv

A. Waktu dan Tempat ... 49

B. Alat dan Bahan ... 49

C. Cara Kerja ... 49

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Hasil ... 50

B. Pembahasan ... 51

BAB V. PENUTUP ... 52

A. Kesimpulan ... 52

B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

MATERI 5 SLIDE CULTURE ... 56

BAB I. PENDAHULUAN ... 57

A. Latar Belakang ... 57

B. Tujuan ... 58

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 59

A. Fusarium oxysporum ... 59

BAB III. METODOLOGI ... 61

A. Waktu dan Tempat ... 61

B. Alat dan Bahan ... 61

C. Cara kerja ... 61

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 62

A. Hasil ... 62

B. Pembahasan ... 62

BAB V. PENUTUP ... 63

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

LAMPIRAN ... 65

(6)

v DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1 Identifikasi penyakit Tanaman pangan ... 9

Tabel 2 Identifikasi Penyakit Tanaman Holtikultura ... 22

Tabel 3 Identifikasi penyakit Tanaman Perkebunan ... 36

Tabel 4 Hasil identifikasi Pembuatan Preparat ... 50

Tabel 5 Hasil pengamatan Slide Culture ... 62

(7)

1 MATERI 1 TANAMAN PANGAN

(8)

2 BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman pangan merupakan sektor penting, karena tanaman pangan merupakantanaman yang menghasilkan sumber energi untuk menopang kehidupan manusia, oleh karenaitu tanaman pangan menjadi sumber utama makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Menurut Mardani et al., (2017) sub sektor tanaman pangan sebagai bagian darisektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan pangan nasional, pengentasan kemiskinan, penyerapan tenaga kerja dan penerimaan devisa, serta menjadi penarik bagi pertumbuhan industri hulu dan pendorong pertumbuhan untuk industri hilir yangmemberikan kontribusi cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Peranan tanaman pangan telah terbukti secara empiris, baik dikala kondisi ekonomi normal maupun saat menghadapi krisis.

Tanaman pangan adalah jenis tanaman yang di dalamnya terdapat karbohidrat dan protein sebagai sumber energi manusia. Tanaman pangan memiliki beragam jenis antara lain: (1) serealia adalah sekelompok tanaman yang bijinya sebagai sumber karbohidrat, termasuk dalam anggota suku padi-padian. Tanaman serealia yang banyak dikonsumsi manusia antara lain padi, jagung, gandum, gandum hitam, (2) biji-bijian adalah segala penghasil biji-bijian yang di dalamnya terkandung karbohidrat dan protein, yang sering kita konsumsi antara lain; kedelai, kacang tanah dan kacang hijau, (3) umbi-umbian adalah tanaman yang dipanen umbinya karena di dalam umbi terdapat kandungan karbohidrat untuk sumber nutrisi bagi tubuh. antara lain seperti ubi kayu (singkong), ubi jalar, talas, wortel, kentang, ganyong dan sebagainya, (4) jenis tanaman lainnya yaitu tanaman pangan seperti sagu yang diambil batangnya dan sukun yang diambil buahnya (Erviyana, 2014).

Tanaman pangan dibutuhkan sebagai bahan makanan pokok bagi seluruh penduduk. Ketersediaanya harus diperhatikan guna memenuhi kebutuhan makanan pokok secara berkelanjutan dan memenuhi syarat gizi. Di Indonesia sendiri rata- rata penduduknya mengkonsumsi beras (berasal dari padi) sebagai makanan pokok sehari-hari, padahal diIndonesia dapat ditanami berbagai macam tanaman pangan seseuai kearifan lokal masing-masing daerah seperti jagung, ketela dan sagu.

Tanaman pangan jagung dapat menjadi alternatif kedua bahan makanan pokok utama setelah beras (Erviyana, 2014).

Beberapa penyakit dilaporkan mengancam tanaman pangan yang dibudidayakan termasuk padi dan jagung. Setiap patogen dapat mengganggu lebih dari satu varietas tanaman dan setiap varietas tanaman dapat terinfeksi oleh lebih dari satu jenis patogen. Penyakit juga dapat merusak pada bagian organ tertentu atau bahkan ke seluruh organ tanaman. Oleh karena itu, penyakit tanaman dapat terus berkembang dari waktu ke waktu yang dapat mengancam pertumbuhan dan bahkan menyebabkan kegagalan dalam panen. Produksi tanaman pangan yang

(9)

3 sudah berkembang di petani memerlukan perbaikan sesuai dengan perkembangan dari berbagai masalah yang mengancam dengan memperhatikan kondisi sumber daya dan lingkungan, termasuk penyakit tanaman yang berkembang dari waktu ke waktu (Bambang Nuryanto, 2018). Pengenalan berbagai jenis penyakit pada tanaman pangan yang sering kali menyerang sangat penting untuk menunjang keberhasilan petani dalam usaha pengendalian. Pengetahuan petani yang terbatas pada penyuluhan dan pengetahuan yang mereka miliki. Tujuannya untuk mempermudah petani dalam mengetahui jenis penyakit yang ada pada tanaman padi sehingga memudahkan petani dalam mengambil tindakan atau antisipasi sehingga tidak mengalami kerugian. Penyakit pada tanaman bisa dilihat dari perubahan daun, akar, batang dan lain-lain.

Penyakit tanaman di lapangan dapat dikenali berdasarkan tanda dan gejala penyakit.Tanda penyakit merupakan bagian mikroorganisme patogen yang dapat diamati dengan mata biasa yang mencirikan jenis penyebab penyakit tersebut.

Misalnya miselia yang berbentuk seperti kapas, merupakan salah satu tanda jamur patogen yang menginfeksi tanaman tersebut.Gejala pada umumnya sangat spesifik tergantung pada spesies yang menginfeksinya, sehingga gejala penyakit tersebut dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi jenis patogen yang menginfeksi di lapangan (Erviyana, 2014).

Penyakit tumbuhan dapat juga diartikan sebagai suatu proses kerusakan di mana kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh rangsangan yang terjadi secara terus- menerus dengan cara terhambatnya aktivitas seluler, dan diekspresikan penyakit tumbuhan dapat diartikan sebagai suatu gangguan fisiologi pada tumbuhan disebabkan oleh faktor primer baik biotik maupun abiotik, yang terjadi pada sel atau jaringan tanaman dapat menyebabkan tanaman menjadi abnormal, gangguan dapat terjadi secara terus menerus dan bersifat merugikan. Suatu penyakit tumbuhan bisa terjadi apabila salah satu atau beberapa fungsi dari fisiologi tumbuhan menjadi terganggu dan abnormal karena suatu penyebab adanya gangguan kondisi lingkungan abiotik (Cheppy et al., 2021).

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum identifikasi tanaman pangan adalah untuk mengetahui dan mengidentifikasi gejala serta patogen tanaman yang terserang penyakit di lapangan.

(10)

4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Padi

Padi (Oryza sativa) merupakan salah satu tanaman budidaya yang sangat penting bagi sebagian manusia karena lebih dari setengah penduduk dunia tergantung pada tanaman ini sebagai sumber bahan pangan. Hampir seluruh penduduk Indonesia memenuhi kebutuhan sehari-harinya menggunakan bahan pangannya dari tanaman padi. Dengan demikian, tanaman padi merupakan tanaman yang mempunyai nilai spritual, budaya, ekonomi, dan politik yang penting bagi bangsa Indonesia dikarenakan memengaruhi hajat hidup orang banyak. Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian kuno ini berasal dari dua benua, yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah menunjuk kan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina) telah dimulai pada 3.000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesh India sekitar 100-800 SM (Purwono dan Heni, 2017).

Padi (Oryza sativa) merupakan komoditas tanaman pangan penghasil beras yang memegang peranan penting dalam kehidupan ekonomi di Indonesia. Yaitu beras sebagai makanan pokok sangat sulit digantikan oleh bahan pokok lainnya.

Diantaranya jagung, umbi-umbian, sagu dan sumber karbohidrat lainnya. Sehingga keberadaan beras menjadi prioritas utama masyarakat dalam memenuhi kebutuhan asupan karbohidrat yang dapat mengenyangkan dan merupakan sumber karbohidrat utama yang mudah diubah menjadi energi. Padi sebagai tanaman pangan dikonsumsi kurang lebih 90% dari keseluruhan penduduk Indonesia untuk makanan pokok sehari-hari (Chandra, 2017).

Tanaman padi merupakan tanaman yang istimewa karena tanaman padi mempunyai kemampuan beradaptasi hampir pada semua lingkungan dari dataran rendah sampai dataran tinggi (2000 m dpl), dari daerah tropis sampai subtropis kecuali benua Antartika (kutub), dari daerah basah (rawarawa) sampai kering (padang pasir), dari daerah subur sampai marjinal (cekaman salinitas, aluminium, fero, asam-asam organik, kekeringan, dan lain-lain). Tanaman padi termasuk jenis rumput yang mempunyai rumpun yang kuat, dan dari ruasnya keluar banyak anakan yang berakar (Zulman, 2015).

Secara garis besar pertumbuhan tanaman padi dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu fase vegetatif dan fase generatif, namun ada yang membangi lagi fase generatifnya menjadi fase reproduksi dan pematangan. Di daerah tropis, fase reproduksi berlangsung lebih kurang dari 35 hari, sedangkan fase pematangannya sekitar 30 hari. Fase vegetatif atau fase pertumbuhan adalah fase awal pertumbuhan tanaman, mulai dari perkecambahan benih sampai primordial bunga (pembentukan malai). Pada fase vegetatif meliputi tahap perkecambahan (germination), pertunasan (seedling stage) dan pembentukan anakan (tillering stage). Fase generatif atau fase perkembangan tanaman padi dibagi menjadi 2 fase, yaitu yang

(11)

5 pertama fase reproduktif dan yang kedua fase petangan atau pemasakan (Julian Dwi, 2021).

Pada masa pertumbuhan tanaman padi dapat mengalami kerusakan yang disebabkan oleh organisme pengganggu tanaman (OPT). Akibat serangan patogen pada tanaman padi, menyebabkan produksi yang kurang optimal, sehingga tanaman padi perlu selalu diupayakan dalam stabilitas produksinya dari cekaman biotik.

Penyakit pada tanaman padi bisa dilihat dari perubahan daun, akar, batang dan lain- lain. Namun terkadang akan menjadi masalah ketika petani tidak berada di sawah tersebut sehingga tanaman padi yang terkena penyakit tidak dapat dicegah. Untuk mengetahui daun yang terinfeksi oleh penyakit, dapat dibedakan berdasarkan perubahan morfologi yang terjadi pada bagian tanamannya.

Timbulnya penyakit pada padi berasal dari bakteri, jamur, virus, dan selain itu kekurangan unsur hara juga termasuk penyakit. Penyakit pada tanaman padi juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan tanaman, misalkan tanaman berubah menjadi kerdil dan berubah warna, misalnya daun menguning atau mengering, serta dapat mengakibatkan tanaman mati dan beberapa penyebab yang dapat menimbulkan penyakit pada tanaman padi yaitu bisa disebabkan oleh bakteri, jamur, virus, dan selain itu juga bisa kekurangan unsur hara itu termasuk penyakit. Beberapa penyebab penyakit ini ada yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya, contohnya tanaman yang kekurangan zat hara mudah terserang penyakit yang disebabkan oleh bakteri (Syailendra, 2017).

Penyakit pada tanaman mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan.

Pertumbuhan tanaman yang terserang penyakit biasanya terganggu, dan aktivitas jaringan tanaman serta sel-sel didalamnya menjadi tidak normal lagi. Ada tanaman yang tidak ada berasnya, berubah menjadi kerdil dan ada pula yang berubah warna, misalnya daun yang menguning atau mongering. Kerugian yang ditimbulkan oleh serangan penyakit lebih parah dibandingkan dengan serangan hama. Secara umum dampak penyakit terletak pada serangan penyakit tanaman Indonesia (Syailendra, 2017).

Penyakit blas disebabkan oleh cendawan Pyricularia grisea Sacc. (sinonim Pyricularia oryzae Cavara) adalah salah satu penyakit penting pada tanaman padi Penyakit ini telah menurunkan hasil panen padi di Asia Tenggara dan Amerika Selatan sekitar 30-50% dan mengakibatkan kerugian jutaan dolar Amerika. Di Indonesia serangan penyakit blas dapat mencapai luas 1.285 juta ha atau sekitar 12% dari total luas areal pertanaman padi di Indonesia (Syailendra, 2017).

(12)

6 B. Tanaman Jagung

Tanaman Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman yang termasuk ke dalam famili Graminae, divisi tumbuhan berbiji (Spermatophyta), sedangkan bijinya tertutup oleh bakal buah (Angiospermae), kelas Monocotyledoneae, ordo Graminaceae dan digolongkan ke dalam genus Zea dengan nama ilmiah Zea mays. L. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan aneka biji dari keluarga aneka rumput. Tanaman ini merupakan salah satu tanaman pangan yang penting, selain padi dan gandum. Tanaman jagung berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Sekitar abad ke-16 orang Portugal menyebarluaskannya ke Asia termasuk Indonesia (Prahasta, 2019).

Jagung (Zea mays) adalah komoditas pangan terpenting setelah padi dan palawija. Produk tanaman jagung dimanfaatkan sebagai bahan baku industri makanan seperti tepung, susu, gula, makanan ringan, dan pakan ternak. Selain menjadi sumber bahan pangan, jagung menjadi pakan ternak di Indonesia. Proporsi penggunaan jagung oleh industri pakan ternak telah mencapai lebih dari 50 persen dari total kebutuhan nasional. Dalam 20 tahun ke depan, penggunaan jagung untuk pakan ternak diperkirakan terus meningkat dan bahkan setelah tahun 2020 lebih dari 60 persen dari kebutuhan nasional (Mardani et al., 2017).

Secara umum tanaman jagung dapat tumbuh pada daerah dengan ketinggian 0 - 1.300 m dari permukaan laut dan dapat hidup baik di daerah panas maupun dingin.

Selama pertumbuhannya, tanaman Jagung memerlukan sinar matahari yang cukup.

Jumlah radiasi surya yang diterima tanaman selama stadia pertumbuhannya merupakan faktor yang penting untuk penentuan jumlah biji. Bila kekurangan cahaya batangnya akan kurus, lemah, dan tongkol kecil serta hasil yang didapatkan rendah (Rais, 2016).

Jagung dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah asalkan mendapatkan pengolahan yang baik. Tanah dengan tekstur lempung berdebu adalah yang terbaik untuk pertumbuhannya. Tanah-tanah dengan tekstur berat masih dapat ditanami Jagung dengan hasil yang baik bila pengolahan tanah dikerjakan secara optimal, sehingga aerase dan ketersediaan air di dalam tanah berada dalam kondisi baik.

Kemasaman tanah (pH) yang baik untuk pertumbuhan tanaman jagung antara 5,6 – 7,5 (Burhanuddin, 2015).

Sebagai salah satu sentra produksi jagung nasional, Sumatera Barat pada tahun 2019 produktivitas jagung sebesar 6,78 ton/hektar, pada 2020 sebesar 6,96ton/hektar dan tahun 2021 produktivitas jagung 7,04 ton/hektar. Produksi jagungdi Sumatera Barat terus mengalami kenaikan dari tahun 2019-2021.

Produktivitasjagung tertinggi terjadi pada tahun 2021 sebesar7,04 ton/hektar.

Tingginyaproduksi jagung tidak lepas dari produksi berbagai daerah yang menjadi sentraproduksi jagung. Salah satu daerah penyangga sentra produksi jagung di

(13)

7 Sumatera Barat yaitu Kabupaten Padang Pariaman. Produktivitas jagung di KabupatenPadang Pariaman berfluktuasi, tahun 2019 produktivitas jagung 7,12 ton/hektar, tahun 2020 produktivitas 7,12 ton/hektar, tahun 2021 produktivitas 7,15ton/hektar (BPS, 2022). Produktivitas jagung di Kabupaten Padang Pariaman masih jauh dari produktivitas optimum yang diharapkan. Target capaianproduktivitas jagung yang diharapkan yaitu 8,30 ton/hektar

Rendahnya produksi jagung di tingkat petani dapat mempengaruhi produksi secara nasional. Faktor penyebab rendahnya hasil jagung di Indonesia dapat dari berbagai faktor, berbagai faktor, baikfaktor biotik maupun faktor abiotik. Faktor abiotik diantaranya iklim, air, cahayamatahari, suhu dan unsur hara. Sedangkan faktor biotik diantaranya gangguannematoda, bakteri, virus dan jamur. Serangan patogen penyakit menjadi kendala paling besar dalam pertumbuhan tanaman jagung yang berakibat rendahnya produktivitas tanaman. Tanaman yang terinfeksi penyakit tidak dapat melakukan aktifitas fisiologis secara sempurna, yang akan mengakibatkan tidak optimumnya produksi baik kualitas maupun kuantitas. Spora cendawan yang tumbuh pada bagian tanaman akan menghambat proses fotosintesis sehingga pertumbuhan melambat dan produksinya rendah (Burhanuddin, 2015).

Diketahui Indonesia memiliki sekitar 70 spesies serangga yang menimbulkan kerusakan dan 100 macam penyakit yang telah dilaporkan menyerang tanaman jagung kerusakan (Rais, 2016). Penyakit utama yang sering ditemukan menginfeksi batang tanaman jagung adalah penyakit busuk tongkol gibberella, busuk tongkol diplodia, busuk tangkai antraknosa, busuk batang Fusarium dan busuk tangkai bakteri. Infeksi penyakit busuk batang ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ketahanan varietas, kondisi iklim, kerapatan tanaman dan budidaya tanaman yang kurang optimal, populasi tanaman tinggi, adanya residu terinfeksi di lapangan. Upaya yang dilakukan untuk pengendalian penyakit batang jagung yaitu melalui penggunaan bahan kimia atau fungsida dan pengendalian secara hayati (Soenartinigsih, 2015).

Tiga jenis penyakit utama pada tanaman jagung yang berpotensi mengganggu kestabilan produksi jagung nasional yaitu penyakit bulai, hawar daun dan karat daun Penyakit karat daun disebabkan oleh cendawan Puccinia polysora dan Puccinia sorghi. Penyakit ini termasuk endemis dan sering menjadi penyebab utama rendahnya hasil jagung di beberapa daerah sentra produksi jagung di Indonesia. Oleh karena itu saat ini sifat ketahanan terhadap penyakit karatdaun menjadi salah satu persyaratan untuk merilis suatu calon varietas unggul jagung (Burhanuddin, 2015).

(14)

8 BAB III. METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada 18 September 2023 yang bertempat di Laboratorium Fitopatologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum ini yaitu gunting, kamera handphone, dan alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu sampel tanaman padi dan jagung yang terserang penyakit.

C. Cara Kerja

Adapun cara kerja pada praktikum ini yaitu dicari tanaman yang terserang penyakit di lapangan. Kemudian tanaman atau bagian tanaman yang bergejala dibawa ke Laboratorium Fitopatologi untuk diidentifikasi dengan dibandingkan gejala dan tanda penyakit tanaman dengan literatur. Setelah itu didokumentasikan dan dituliskan pada logbook praktikum, serta dipresentasikan.

(15)

9 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1 Identifikasi penyakit Tanaman pangan

No TANAMAN PATOGEN DOKUMENTASI

1 Padi (Oryza sativa) Cercospora oryzae

2 Padi (Oryza sativa) Desclera oryzae

3 Padi (Oryza sativa) Helmintosporium oryzae

4 Jagung (Zea mays) Perenosclerospora maydis

5 Jagung (Zea mays) Deschlera maydis

(16)

10 6. Jagung (Zea mays) Puccinia sorghi

B. Pembahasan

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, didapatkan tiga sampel tanaman yang terserang penyakit pada masing-masing tanaman padi (Oryza sativa) dan jagung (Zea mays). Pada Tabel 1. sampel pertama tanaman padi teridentifikasi patogen penyebab bercak coklat sempit oleh Cercospora janseana. Gejala dari serangan jamur ini pada tanaman padi yaitu adanya bercak bewarna coklat seperti garis-garis sempit pada daun tanaman padi. Hal ini didikung Ou (1985) dalam Halimatusa’adah dan Tondok (2022) gejala penyakit yang disebabkan jamur ini ditandai dengan adanya lesi sempit, linear, memanjang, berwarna cokelat kemerahan pada bagian daun. Bercak cenderung sempit, pendek, dan lebih gelap pada varietas yang tahan, tetapi lebih luas dan berwarna cokelat terang pada varietas yang rentan Penyakit bercak sempit ini merupakah salah satu kendala biotik yang menyebabkan tidak tercapainya potensi hasil. Hal ini dikarenakan kerugian akibat serangan patogen ini dapat menimbulkan terganggunya proses asimilasi, pembungaan, dan pembentukan biji yang lambat (Atmajaya et al., 2020).

Penyakit kedua tanaman padi yang teridentifikasi yaitu penyakit bercak coklat pada daun yang disebabkan oleh Helmintosporium oryzae syn. Deschlera oryzae.

Gejala dari penyakit ini memiliki perbedaan dari penyakit bercak sempit yaitu pada bagian bentuk gejala yang ditimbulkan. Gejala yang disebabkan oleh Deschlera oryzae yaitu bercak-bercak berbentuk bulat dengan ukuran bervariatif dan berwarna coklat kehitaman. Menurut Fiko dan Widiantini (2018) menyatakan bahwa Pada varietas yang peka, bercak akan lebih lebar, berukuran mencapai 1 cm atau lebih.

Seringkali jumlah bercak memenuhi permukaan daun yang dapat mengakibatkan layu pada daun. Serangan berat dapat secara signifikan mengurangi jumlah anakan dan bulir padi, serta menurunkan kualitas dan bobotnya. Kehilangan tersebut berkisar antara 30-43%.

Sampel ketiga tanaman padi, diduga juga terinfeksi Helmintosporium oryzae syn Deschlera oryzae. namun pada bulir padi. Gejala dari serangan patogen ini yaitu perubahan warna bulir menjadi coklat kehitaman dengan hampir keseluruhan satu malai padi. Penyakit ini dapat timbul pada persemaian, daun, dan biji. Kerusakan pada daun lebih penting dibandingkan kerusakan pada semai dan biji. Semai yang terserang akan busuk pada koleoptil, batang, dan akar-akarnya yang dapat menyebabkan matinya semai, sedangkan pada biji dapat menurunkan mutu biji dan

(17)

11 dapat menyebabkan terbawa penyakit ke semai berikutnya atau seedborne (Fiko, 2018).

Tabel 1. juga menunjukkan adanya tiga penyakit tanaman jagung yang dapat diidentifikasi yaitu penyakit bulai, bercak daun, dan karat daun. Penyakit bulai pada daun tanamna jagung disebabkan oleh jamur Perenosclerospora maydis. Gejala yang disebabkan oleh patogen ini yaitu adanya garis-garis putih sampai kuning sejajar pada tulang daun dan diikuti dengan garis klorotik. Hal ini didukung oleh Ridwan et al., 2015 bahwa gejala awal penyakit bulai yaitu munculnya garis-garis pucat atau kekuningan (klorosis) sejajar tulang daun kemudian klorosis menyebar di seluruh permukaan daun. Terdapat konidiofor berbentuk menyerupai batang, kemudian pada cabang di ujung-ujungnya terdapat spora atau konidia berbentuk bulat.

Penyakit kedua yang teridentifikasi pada sampel tanaman jagung ialah penyakit bercak daun dengan gejala adanya bercak-bercak memanjang dan teratur yang bewarna kuning pada permukaan daun jagung. Penyakit ini disebabkan oleh Desclera maydis. . Menurut Pakki (2015), gejala khas yang disebabkan oleh D.

maydis yaitu adanya bercak agak memanjang dengan bagian tengah agak melebar, makin ke pinggir makin kecil, berwarna cokelat keabuan, dan dikelilingi oleh warna kekuningan sejajar tulang daun. Bercak akan meluas sampai seluruh permukaan daun.

Penyakit terakhir yang teridentifikasi pada sampel tanaman jagung adalah penyakit karat daun. Penyakit ini disebabkan oleh Puccinia sorghi yang memiliki ciri-ciri gejala pada daun adanya titik-titik noda kecoklatan seperti karat dan terdapat serbuk berwarna kuning kecoklatan. Menurut Dolezal (2013) gejala karat daun pada tanaman jagung yang disebabkan P. sorghii yaitu tampak adanya lesio awal pada daun adalah kecil, melingkar sampai memanjang,dan sering terjadi dalam rangkaian. Seperti lesion yang masak, jamur keluar permukaan daun (epidermis) dan lesio menjadi lebih memanjang. Pada stadium ini, biasanya terjadi halo kuning. Postul merah cokelat merupakan karakteristik gejala pada daun;

udeniniospora yang menyebabkan lesio berwarna.

(18)

12 BAB V. PENUTIUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan 3 penyakit yang dapat diidentifikasi pada masing-masing tanaman padi dan jagung. Tanaman padi teridentifikasi penyakit bercak coklat sempit yang disebabkan oleh Cercospora janseana, bercak coklat pada daun, dan bercak coklat pada malai padi yang disebabkan oleh Helminthosporium oryzae syn Deschlera oryzae. Sampel tanaman jagung teridentifikasi tiga penyakit yaitu bulai yang disebabkan oleh Perenosclerospora maydis, bercak daun yang disebabkan oleh, Deschlera maydis, dan karat daun oleh Puccinia sorghi.

B. Saran

Untuk praktikum selanjutnya diharapkan praktikan membaca literatur terlebih dahulu sebelum melakukan pengamatan di lapangan. Hal ini dilakukan agar praktikan dapat lebih memahami gejala yang berada di lapangan dan membawa sampel yang benar ke laboratorium.

(19)

13 DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2022. Produksi Jagung Provinsi Sumatera Barat Menurut Kabupaten/Kota (Ton). Badan Pusat Statistik

Bambang Nuryanto. 2018. Pengendalian Penyakit Tanaman Padi Berwawasan Lingkungan Melalui Pengelolaan Komponen Epidemik. Jurnal Litbang Pertanian . 17(1): 1-13

Burhanuddin. 2015. Evaluasi ketahanan plasma nutfah jagung. Laporan Internal Hasil Hasil Penelitian Kelompok Peneliti Hama dan Penyakit Tahun 2015.

Balai PenelitianTanaman Serealia

Chandra V. 2017. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi (Oryza sativa L) pada Berbagai Pola Jajar Legowo dan Jarak Tanam. Palu : Fakultas Pertanian.

Universitas Tadulako.

Cheppy, W. et al., (2021). Hama dan Penyakit Tanaman. Medan: Yayasan Kita Dolezal, W.E. 2013. Corn Rust: Common Rust, Southern Rust and Tropical Rust.

Maize Product Development Pioneer Hi-Bred Johnston, IA. Field Crops Rust Symposium San Antonio, TX

Erviyana, Poppy. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produk Tanaman Jagung Di Indonesiaa. Journal of Economics and Policy, (2): 100-202.

Fiko, D., Widiantini, F. 2018. Uji Antagonisme Bakteri Endofit dengan Cercospora oryzae Miyake dan Bipolaris oryzae (Breda de Haan) Shoemaker.

Jatinangor. Jurnal Agrikultura.

Julian Dwi. 2021. Penerapan Kombinasi Pupuk Organik Dinosaurus dan Pupuk Kimia Terhadap Pertumbuhan Padi pada Varietas in Pari 32. Jombang-Jawa Timur: Lembaga Peneliti dan Pengabdian Masyarakat

Halimatu, S., Tondok, T. 2022. Isolasi dan Karakterisasi Morfologi Cercospora janseana Asal Daun Padi. Jurnal Fitopatologi Indonesia, 18(6): 255-263.

Mardani, T.M. Nur, H. Satriawan. 2017. Analisis Usaha Tani Tanaman Pangan Jagung DiKecamatan Juli Kabupaten Bireun. Jurnal S. Pertanian, (3): 203- 212.

Pakki. 2015. Epidemiologi dan Pengendalian Penyakit Bercak Daun (Helminthosporium sp.) Pada Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serelia

Prahasta. 2019. Usaha-Usaha Pengelolaan Agribisnis Jagung. Pustaka Grafik.

Bandung

Purwono., Heni, P.2017. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Jakarta.

Penebar Swadaya.

Rais. 2016. Klasifikasi hama dan penyakit tanaman jagung dengan menggunakan Neural network berbasis algoritma genetika. Jurnal Sanit, 51-56.

Ridwan, H. M., M, Nurdin dan S. Ratih. 2015. Pengaruh Paenibacillus polymyxa dan Pseudomonas fluorescens dalam molase terhadap keterjadian penyakit

(20)

14 bulai (Perenosclerospora maydis L.) pada tanaman jagung manis. Agrotek Tropika, 3(1): 144-147.

Soenartiningsih. (2015). Uji ketahanan beberapa varietas unggul jagung terhadap penyakit gibberella dan diplodia. Jurnal Biosfera. 32(2), 1-7.

Syailendra, A. 2017. Identifikasi cendawan terbawa benih padi dari Kecamatan Ciruas Kabupaten Serang Banten. Jurnal Agroekotek, 2(2), 24–27

Zulman Harja. 2015.Budidaya Padi Lahan Marjinal Kiat Meningkatkan Produksi Padi.Yogyakarta:Andi.

(21)

15 MATERI 2 TANAMAN HOLTIKULTURA

(22)

16 BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hortikultura (horticulture) berasal dari bahasa Latin hortus (tanaman kebun) dan cultura/colere (budidaya), dan dapat diartikan sebagai budidaya tanaman kebun. Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia Secara garis besar, komoditas hortikultura terdiri dari kelompok tanaman sayuran (vegetables), buah (fruits), tanaman berkhasiat obat (medicinal plants), tanaman hias (ornamental plants) termasuk didalamnya tanaman air, lumut dan jamur yang dapat berfungsi sebagai sayuran, tanaman obat atau tanaman hias (Ferniah et al., 2013).

Sayuran merupakan salah satu kelompok tanaman hortikultura yang berperan penting sebagai makanan yang memenuhi kebutuhan vitamin dan serat pada tubuh manusia. Masyarakat sadar akan pentingnya sayuran bagi kesehatan mereka sehingga hal ini menguntungkan bagi petani sayur untuk mendorong membudidayakan sayuran dan memproduksi sayur dengan bagus untuk mencukupi permintaan atau kebutuhaan masyarakat. Sayur merupakan tanaman hortikultura yang sangat penting untuk kehidupan masyarakat dan pergizian masyarakat.Tanaman hortikultura sangat penting bagi masyarakat Indonesia yang digunakan sebagai sumber pangan (sayuran dan buah-buahan) dan juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi (Ferniah et al., 2013).

Hortikultura adalah salah satu komoditas pertanian yang potensial untuk dikembangkan. Hal ini dikarenakan hortikultura terutama buah-buahan, karena merupakan sumber pertumbuhan ekonomi yang belum sepenuhnya dimanfaatkan.

Selain mampu menunjukkan perkembangan ekspor yang cukup besar, usaha hortikultura juga mampu memecahkan masalah-masalah nasional seperti penyediaan pangan, penyediaan bahan baku industri dan menghemat bahkan menghasilkan devisa dan mampu meningkatkan pendapatan petani juga menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia (Novianti, 2013).

Tanaman hortikultura memiliki kandungan air yang tinggi, dengan tingginya kandungan air mengakibatkan tanaman mudah rusak dan mudah diserang oleh patogen. Apabila sudah diserang patogen, maka kualitas dan kuantitas dari tanaman akan menurun. Produk hortikultura yang tidak berkualitas tidak ada harganya.

Kualitas lebih berasosiasi degan penampilan. Tanaman ini diproduksi secara intensif, karena komoditas ini padat modal dan padat tenaga kerja, tetapi menjajikan keuntungan yang tinggi. Oleh sebab itu, pusat produksi hortikultura menjadi pusat pertumbuhan ekonomi.

Produksi komoditas hortikultura pada umumnya bersifat musiman. Pada tanaman hortikultura tahunan, pergantian iklim memengaruhi musim panen. Pada umumnya tanaman pohon akan berbunga pada awal musim hujan, sehingga buahnya dapat dipanen 3-6 bulan sesudah berbunga (tergantung jenis tanamannya).

(23)

17 Pada tanaman hortikultura semusim, musim juga berpengaruh dalam produksi karena beberapa komoditas hortikultura mudah terserang penyakit pada musim hujan dan beberapa wilayah sentra produksi tidak dapat membudidayakan tanaman pada puncak musim kemarau karena kekurangan air (Poerwanto dan Susila, 2021).

Kendala utama budidaya tanaman hortikultura adalah kurang tersedianya benih bermutu, kesuburan tanah yang semakin menurun, dan ancaman serangan hama dan penyakit. Kehilangan hasil panen tanaman hortikultura yang diakibatkan serangan hama berkisar antara 46 sampai 100% atau gagal panen. Karena ketakutan petani terhadap serangan hama dan penyakit, petani hortikultura sangat menggantungkan diri pada penggunaan insektisida dan fungisida. Penyemprotan dengan pestisida di sayuran dan beberapa jenis buah-buahan sangat intensif, seperti kubis dapat mencapai 20 kali dalam satu musim. Pengeluaran untuk pestisida pada tanaman kubis rata-rata 30% dari biaya produksi, sedangkan di kentang dapat mencapai 40%, tomat 50% dan cabai sampai 51%. Tentu saja keadaan ini tidak efisien dan sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan (Poerwanto dan Susila, 2021).

Untuk mengatasi kendala tersebut dapat dilakukan pencegahan penyakit dengan mengidentifikasi dan pengendalian untuk penyakit tanaman hortikultura. Dalam mengidentifikasi sebuah penyakit pada tanaman hortikultura hal utama yang harus diketahui adalah gejala-gejala awal yang timbul pada setiap bagian tanaman seperti pada daun, batang, umbi, buah atau akar.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum identifikasi tanaman holtikultura adalah untuk mengetahui dan mengidentifikasi gejala serta patogen tanaman yang terserang penyakit di lapangan.

(24)

18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Cabai (Capsicum annum)

Cabai merah (Capsicum annuum L) merupakan salah satu komoditas sayuran penting. Kian hari kebutuhan cabai kian meningkat karena semakin bervariasinya jenis dan menu makanan yang memanfaatkan produk ini, juga karena semakin banyaknya jumlah konsumen yang membutuhkan (berkaitan dengan pertambahan jumlah penduduk) (Nawangsih, 1995).

Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan salah satu komoditas yang berperan penting sebagai bumbu pelengkap masakan di Indonesia.

Komoditas ini terdiri dari beberapa varietas diantaranya cabai merah besar dan cabai rawit. Data produksi cabai merah di Indonesia dari tahun 2011 sampai 2017 memiliki pola peningkatan, kecuali tahun 2015 yang mengalami penurunan sebesar 2.59% dibandingkan tahun 2014, kenaikan produksi cabai merah pada tahun 2017 adalah 15.37% (BPS 2017). Permintaan yang tinggi terhadap komoditas cabai merah di Indonesia mendorong beberapa produsen untuk menyediakan dalam kondisi baik, yaitu segar dan tidak terdapat kerusakan akibat infeksi patogen atau serangan hama.

Tanaman cabai dapat tumbuh di berbagai daerah pesisir pantai dan dataran rendah. Dengan berbagai kondisi curah hujan diatas 2.500 mm/tahun, tanaman ini masih dapat tumbuh. Sebaliknya dengan curah hujan dibawah 1.500 mm/tahun, tanaman ini berproduksi dengan optimal. Hal ini menunjukkan tanaman cabai sebenarnya toleran terhadap beraneka ragam curah hujan. Varietas cabai yang ada saat ini sudah mengakomodasi berbagai daerah dan curah hujan. Secara umum curah hujan optimum untk tanaman cabai adalah anatara 500-300 mm/tahun (Endah, 2003).

Cabai merah (Capsicum annum L) merupakan salah satu produk hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Selain dijadikan sayuran atau bumbu masak, cabai juga mempunyai nilai jual yang tinggi, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani. Cabai juga bisa digunakan sebagai bahan baku industri, sehingga dapat membuka kesempatan kerja bagi masyarakat luas (Setiadi, 2004).

Keberhasilan pertumbuhan tanaman cabai dipengaruhi oleh hama, penyakit tanaman, dan gulma. Menurut Raid dan Pennypacker (1987) dalam Bartz (2002) gulma yang tumbuh di sekitar pertanaman tomat dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman tomat sekaligus dapat menjadi inang Colletotrichum coccodes. Menurut Hartman, Manandhar, dan Sinclair (1986) dalam Johnson (2008) juga menyatakan bahwa jenis gulma yang ada dipertanaman famili Solanaceae (tanaman tomat) mempengaruhi tingginya keterjadian penyakit yang disebabkan oleh Colletotrichum sp.

(25)

19 Hama dan penyakit tanaman (HPT) merupakan salah satu faktor pembatas produksi tanaman secara fisik, sedangkan penyakit menimbulkan gangguan fisiologis pada tanaman. Perikehidupan HPT di pengaruhi oleh faktor iklim, terutama suhu dan kelembapan udara. Faktor iklim tersebut berpengaruh langsung terhadap kemampuan bertahan hidup (survival rate) dan keperidian (fecundity) hama, serta perbanyakan dan penyebaran penyakit. Menurut FAO (2008), suhu dan curah hujan sangat berpengaruh terhadap pola hidup spesies, dinamika populasi, perpindahan habitat alami, serta struktur dan komposisi ekosistem (Haryono, 2012).

Salah satu faktor penghambat peningkatan produksi cabai adalah adanya serangan hama dan penyakit. Kehilangan hasil akibat serangan hama dan penyakit berkisar 5-30%. Bahkan jika serangan tersebut sangat fatal dapat mengakibatkan gagal panen. Oleh karena itu pengendalian hama dan penyakit merupakan tahap yang harus dilakukan untuk menunjang keberhasilan usaha budidaya cabai (Pracaya, 1994).

Penyakit penting yang sering dijumpai tanaman cabai tidak hanya candawan, bakteri atau virus saja. Penyakit cabai bisa karena kekurangan atau kelebihan unsur- unsur makanan. Dan penyakit yang paling merugikan adalah penyakit kriting atau mosaic. Penyakit ini disebabkan oleh virus. Tetapi ada juga penyakit lain yang merugikan, penyakit akar,penyakit bercak daun, dan penyakit busuk buah (Pracaya, 1994). Rendahnya produktivitas cabai disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah faktor hama dan penyakit. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai merupakan penyakit yang paling sering ditemukan dan hampir selalu terjadi di setiap areal tanaman cabai. Penyakit antraknosa selain mengakibatkan penurunan hasil juga dapat merusak nilai estetika pada buah cabai. Penurunan hasil akibat penyakit antraknosa pada tanaman cabai besar dapat mencapai 50% atau lebih (Semangun, 2007). Penyakit antraknosa tersebut disebabkan oleh jamur Colletotrichum spp. Menurut Suryaningsih et al. (1996), patogen antraknosa yang paling banyak dijumpai menyerang tanaman cabai di Indonesia adalah jamur Colletotrichum capsici dan Colletotrichum gloeosporioides. Hannden dan Black (1989) menyebutkan jenis jamur Colletotrichum yang umum menyebabkan penyakit antraknosa pada buah cabai terdiri atas empat spesies yaitu C.

gloeosporioides, C. capsici, C. acutatum, dan C. coccodes. Menurut Kim et al.

(1999), penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh jamur Colletotrichum yang terdiri atas lima spesies yaitu C. gloeosporioides, C. capsici, C. acutatum, C. dematium, dan C. coccodes.

Jamur Colletotrichum spp. merupakan jamur parasit fakultatif dari Ordo Melanconiales dengan ciri-ciri konidia (spora) tersusun dalam aservulus (struktur aseksual pada jamur parasit). Jamur dari Genus Colletotrichum termasuk dalam Class Deuteromycetes yang merupakan fase anamorfik (bentuk aseksual), dan pada saat jamur tersebut dalam fase telemorfik (bentuk seksual) masuk dalam Class Ascomycetes yang dikenal dengan jamur dalam Genus Glomerella (Alexopoulos et al., 1996).

(26)

20 Jamur Colletotrichum gloeosporioides mempunyai bentuk spora silindris, ujung spora tumpul, ukuran spora 16,1 x 5,6 m dengan kecepatan tumbuh 12,5 mm per hari. Jamur Colletotrichum acutatum mempunyai bentuk spora silindris, ujung spora meruncing, ukuran spora 16,1 x 5,3 m dengan kecepatan tumbuh 6,8 mm per hari. Jamur Colletotrichum coccodes mempunyai bentuk spora silindris, ujung spora runcing, ukuran spora 14,9 x 4,2 m dengan kecepatan tumbuh 8,4 mm per hari. Sedangkan jamur Colletotrichum capsici mempunyai bentuk spora seperti bulan sabit, ujung spora runcing, ukuran spora 24,3 x 4,4 m dengan kecepatan tumbuh 9,8 mm per hari (AVRDC, 2010).

Penurunan produksi cabai salah satunya terjadi karena penyakit layu yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium solani. Gejala yang ditimbulkan adalah permukaan kulit kayu pada batang menjadi keriput atau cekung ke dalam dan jaringan internalnya berwarna coklat serta membusuk.Jamur patogen Fusarium solanidapat menular melalui tanah maupun bahan tanam yang berasal dari tanaman sakit serta dapat menginfeksi tanaman inang melalui luka pada perakaran. Patogen ini mampu bertahan di dalam tanah dalam jangka waktu lama dalam bentuk klamidospora meskipun tidak terdapat tanaman inang (Rachmawati et al., 2016).

(27)

21 BAB III METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada 25 September 2023 yang bertempat di Laboratorium Fitopatologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum ini yaitu gunting, kamera handphone, dan alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu sampel tanaman buah cabai yang terserang penyakit.

C. Cara kerja

Adapun cara kerja pada praktikum ini yaitu dicari tanaman yang terserang penyakit di lapangan. Kemudian tanaman atau bagian tanaman yang bergejala dibawa ke Laboratorium Fitopatologi untuk diidentifikasi dengan dibandingkan gejala dan tanda penyakit tanaman dengan literatur. Setelah itu didokumentasikan dan dituliskan pada logbook praktikum, serta dipresentasikan.

(28)

22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 2 Identifikasi Penyakit Tanaman Holtikultura

No TANAMAN PATOGEN DOKUMENTASI

1 Cabai Papper yellow leaf

curl virus

2 Cabai Colletotrihcum

capsici

3 Cabai Erwinia carotovora

4 Cabai Cercospora capsici

(29)

23 B. Pembahasan

Di lapangan di temuka 4 penyakit pada cabai yang di sebabkan oleh Papper yellow leaf curl virus, Colletotrihcum capsica, Erwinia carotovora, Cercospora capsica. Gejala serangan penyakit antraknos oleh C. capsisci adalah ditandai dengan adanya bintik-bintik kecil yang berwarna kehitam-hitaman dan sedikit melekuk. Selanjutnya buah yang terinfeksi mengerut, membusuk dan rontok/gugur.

Bercak berbentuk bundar cekung dengan berbagai ukuran dan berkembang pada buah muda. Pada serangan parah bercak akan bersatu dan merata hampir di seluruh permukaan kulit buah.

Massa spora jamur berwarna merah jambu ke orange terbentuk dalam cincin yang konsentris pada permukaan bercak. Bercak yang sudah menua, aservuli akan kelihatan. Dengan rabaan, akan terasa titik-titik hitam kecil, di bawah mikroskop akan tampak rambut-rambut halus berwarna hitam. Spora terbentuk cepat dan berlebihan memencar secara cepat pada permukaan buah,. Bercak dapat menjalar ke tangkai buah dan meninggalkan bintik yang tidak beraturan berwarna merah tua dengan tepinya berwarna merah tua gelap.

Selanjutnya ada juga virus yaitu papper yellow leaf curl yang disebabkan oleh keberadaan serangga vektor yang menyebarkan virus tersebut yaitu kutu kebul (Bemisia tabaci). Serangga ini termasuk dalam kelompok serangga penusuk penghisap. Kutu kebul dan hubungannya dengan virus kuning cabai ini bersifat persisten. Kutu memperoleh virus ketika dia mengambil makanan dari tanaman yang telah terinveksi (akuisisi). Virus yang diambil dari tanaman sakit beredar melalui saluran pencernaan, menembus dinding usus, bersirkulasi dalam cairan tubuh serangga (haemolymph) dan selanjutnya kelenjar saliva. Pada saat dia menghisap makanan dari tanaman sehat, virus ikut masuk ke dalam tubuh tanaman bersama dengan cairan dari mulut serangga tersebut. Retensi virus ini di dalam tubuh serangga sangat lama bahkan bisa dipindahkan secara transovarial melalui telur ke tubuh progeny.

Penyakit selanjutnya disebabkan oleh Erwinia carotovora yang mana serangannya biasanya dimulai dari tangkai dan kelopak buah. Akan tetapi, infeksi dapat terjadi pada bagian mana saja dari buah yang terluka. Bakteri ini menyerang bagian dalam buah dan merusak jaringan daging buah hingga menjadi lunak dan berair keruh.

Penyakit selanjutnya adalah cercospora capsici yang menyebabkan bercak kecil berpusat, berbentuk bulat dan kering. Bagian pusta bercak merupakan jaringan mati. Ukuran bercak cerkospora dapat meluas hingga berukuran 0,5 cm. Bercak- bercak pada daun lama-lama berlubang. Pusat bercak berwarna putih/pucat, warna bagin tepi lebih tua.

(30)

24 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyakit yang ditemukan di lapangan sebanyak 4, ada Erwinia carotovora yang mana bakteri ini menyerang bagian dalam dari buah cabai dan merusak jaringan daging buah, kemuadian penyakit antraknos oleh C. capsisci yang ditandai dengan adanya bintik-bintik kecil yang berwarna kehitam-hitaman dan sedikit melekuk.

Selanjutnya cercospora capsici yang menyebabkan bercak kecil berpusat, berbentuk bulat dan kering. Bagian pusta bercak merupakan jaringan mati.

Kemudian terkhir ada virus yaitu papper yellow leaf curl yang disebabkan oleh keberadaan serangga vektor yang menyebarkan virus tersebut yaitu kutu kebul (Bemisia tabaci).

B. Saran

Untuk praktikum selanjutnya diharapkan praktikan membaca literatur terlebih dahulu sebelum melakukan pengamatan di lapangan. Hal ini dilakukan agar praktikan dapat lebih memahami gejala yang berada di lapangan dan membawa sampel yang benar ke laboratorium.

(31)

25 DAFTAR PUSTAKA

Alexopoulos, C.W., Mimms, and Blackwell. 1996. Introductory Mycology, Fourth Edition. New York. John Willey & Sons, INC.

AVRDC. 2010. Characterization of Colletotrichum spp. Causing Pepper Anthracnose and Development of Resistant Pepper Lines. The World Vegetable Center. Asian Seed Congress. Available at : www.apsaseed.org/.../3 AVRDC search updat.

Bartz, J.A., dan J.K.Brecht. 2002. Postharvest Physiology and Pathology of Vegetables. CRC Press. USA. 744 Hlm.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. Statistik Tanaman Sayuran dan Buah- Buahan Semusim Indonesia.

Endah, H. 2003. Mengendalikan Hama dan Penyakit Tanaman. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Hannden and Black. 1989. Several Colletotrichum Species Cause Anthracnose on Pepper Fruit. AVRDC (The World Vegetable Center) Asian Seed Congress.

Available at : www.apsaseed.org/.../3_AVRDC_Research Update.

Johnson, L.A., P.J.White, dan R.Galloway. 2008. Soybeans Chemistry, Production, Processing and Utilization. AOCS Press. USA. 842 Hlm.

Kim, B.S., H.K. Park, and W.S. Lee. 1999. Resistance to anthracnose (Colletothricum spp.) in pepper. Phytoparasitica 32(2):184- 188

Nawangsih, A.A., H.P.Imdad., dan A.Wahyudi. 1995. Cabai Hot Beauty. Penebar Swadaya. Jakarta. 114 hlm.

Pracaya, 1994. Bertanam Lombok. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Rachmawati, R., Rahabistara, A.,danAfandhi, A. 2016. Daya Antagonis Tiga Jamur Patogen Serangga Terhadap Jamur Patogen Tular Tanah Fusariumsp (Hypocreales = Nectriaceae) Secara In Vitro. Jurnal HPT.

Vol.4 (2): 93-101

Semangun, H. 2007. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Setiadi. 2004. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta 21Hlm. Sulastri, S. 2003.

Identifikasi Penyakit pada cabai.

Suryaningsih, E., R. Sutarya and A.S. Duriat. 1996. Penyakit Tanaman Cabai Merah dan Pengendaliannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

(32)

26 MATERI 3 TANAMAN PERKEBUNAN

(33)

27 BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkebunan merupakan salah satu subsektor dari beberapa subsektor pertanian. Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat Tanaman perkebunan adalah tanaman semusim atau tanaman tahunan yang jenis dan tujuan pengelolaannya ditetapkan untuk usaha perkebunan. Komoditas perkebunan meliputi komoditas selain tanaman pangan dan hortikultura. Dengan demikian jenis komoditas perkebunan demikian luas yang memungkinkan akan terus bertambah dengan ditemukannya manfaat tumbuhan tertentu (Amalia, 2013).

Menurut Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang perkebunan, yang dimaksud dengan perkebunan adalah segala pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana produksi, budidaya, panen, pengolahan, dan pemasaran terkait tanaman perkebunan (Direktorat Jenderal Pertanian, 2019).

Berdasarkan masa produksinya, tanaman perkebunan dibedakan menjadi tanaman tahunan dan semusim. Tanaman perkebunan tahunan adalah jenis tanaman yang berproduksi sepanjang tahun dalam jangka waktu lebih dari satu tahun. Contohnya adalah kelapa, kelapa sawit, kopi, kakao, cengkeh, lada, karet, pala, vanili, dan lain-lain. Sedangkan tanaman perkebunan semusim adalah jenis tanaman yang hanya berproduksi pada satu musim tanam saja.

Contohnya adalah tembakau, rosela, nilam, kenaf, tebu, kapas, akar wangi, dan lainnya (Amalia, 2013).

Tanaman perkebunan merupakan salah satu komoditas yang bisa diandalkan sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman perkebunan cukup ramai permintaannya, baik di pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. Selain itu, harga jual yang tinggi juga membuat tanaman perkebunan menjadi salah satu penyumbang devisa negara yang tidak sedikit. Saat ini puluhan jenis komoditas perkebunan yang cukup potensial, antara lain karet, kakao, kelapa sawit, kopi, tembakau, dan cengkeh (Amalia, 2013).

Banyak tanaman perkebunan yang termasuk tanaman keras yaitu berupa tanaman tahunan dan berkayu. Istilah tanaman keras merujuk kepada tanaman yang berciri-ciri jika diusahakan lama untuk memberikan hasil, siklus hidupnya juga lama, bersifat mengawetkan tanah, tidak perlu dikelola secara intensif.

Ciri- ciri tersebut juga terlihat pada cara budidayanya sejak dari penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, dan panen. Budidaya tanaman

(34)

28 keras bersifat jangka panjang yang jika berhasil akan memberikan keuntungan dalam jangka panjang. Umumnya sebagai tanaman keras, tanaman perkebunan mempunyai perakaran yang dalam dan luas dan mampu bertahan di kekeringan musim kemarau, sehingga pertumbuhan kembali pulih pada musim hujan (Evizal, 2014).

Khususnya di Indonesia, istilah komoditas perkebunan umumnya merujuk kepada sekelompok tanaman atau komoditas tertentu. Dari 124 komoditas perkebunan tersebut, komoditas perkebunan yang utama adalah sawit, kelapa, karet, tebu, tembakau, kina, teh, kopi, dan kakao (Amalia, 2017). Tanaman perkebunan umumnya dibudidayakan di lahan kering sebab di lahan beririgasi lebih menguntungkan ditanam tanaman pangan atau tanaman hortikultura semusim. Sebagian tanaman perkebunan masih dapat ditanam di lahan marginal terutama tanaman kakao, kelapa sawit, karet, dan tebu. Tanaman kelapa sawit dapat ditanam di lahan gambut dan di lahan kering dengan produktivitas yang tinggi mencapai 24 ton tandan buah segar per hektar terutama apabila curah hujan merata sepanjang tahun. Umumnya sebagai tanaman keras, tanaman perkebunan mempunyai perakaran yang dalam dan luas dan mampu bertahan di kekeringan musim kemarau, sehingga pertumbuhan kembali pulih pada musim hujan (Evizal, 2014).

Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komuditas perkebunan yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani di Indonesia, khususnya di sentra-sentra pengembangan Kakao. Kakao merupakan tanaman tahunan yang dapat mulai berbuah pada umur 4 tahun, dan apabila dikelola secara tepat maka masa produksinya dapat bertahan lebih dari 25 tahun (Artha, 2015). Namun, dalam pengembangan usahanya, tanaman kakao juga sering mengalami hambatan akibat beberapa faktor, salah satunya akibat serangan patogen. Pembudidayaan tanaman kakao dapat menciptakan keadaan iklim mikro yang relatif stabil, baik dari sisi pencahayaan matahari, kelembaban dan sebagainya. Akibat negatif dari kondisi ini yaitu mudahnya patogen berkembang biak karena makanannya selalu tersedia (Wattimena, 2019).

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum identifikasi tanaman perkebunan adalah untuk mengetahui dan mengidentifikasi gejala serta patogen tanaman yang terserang penyakit di lapangan.

(35)

29 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kakao (Theobroma cacao L.)

Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tanaman perkebunan yang umumnya tumbuh di daerah tropis dan tersebar luas di wilayah Indonesia. Kakao memiliki nama famili Sterculiaceae. Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan yang saat ini banyak ditanam di berbagai kawasan tropika. Di daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah hutan hujan tropis dan tumbuh terlindung pohon-pohon yang besar. Taksonomi tanaman kakao adalah sebagai berikut: Kerajaan: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Kelas: Dicotyledonae, Ordo:

Malvales, Famili: Sterculiceae, Genus: Theobroma, Species: Theobroma cacao L.

(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2014) dalam (Defitri, 2017).

Kakao adalah tanaman dengan surface root feeder, artinya sebagian akar lateralnya (mendatar) berkembang dekat permukaan tanah, yaitu pada kedalaman tanah 0-30 cm. Akar lateral tumbuh pada kedalaman 0-10 cm, 26% pada kedalaman 11-20 cm, 14 % pada kedalaman 21-30 cm, dan hanya 4% tumbuh pada kedalaman lebih dari 30 cm dari permukaan tanah. Jangkauan jelajah akar lateral dinyatakan jauh di luar proyeksi tajuk ujungnya membentuk cabang-cabang kecil yang susunannya rumit. Akar kakao adalah akar tunggang. Pertumbuhan akar kakao bisa sampai 8 m ke arah samping dan 15 m ke arah bawah. Kakao yang diperbanyak secara vegetatif pada awal penumbuhannya tidak menumbuhkan akar tunggang, melainkan akar-akar serabut yang banyak jumlahnya. Setelah dewasa tanaman tersebut menumbuhkan dua akar yang menyerupai akar tunggang. Tanaman kakao bersifat dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut dengan tunas ortotrop atau tunas air (wiwilan atau chupon), sedangkan tunas yang arah pertumbuhannya ke samping disebut dengan plagiotrop (cabang kipas atau fan). Daun kakao bersifat dimosfirme artinya bersifat tumbuh ke dua arah. Pada tunas ortotrop, tangkai daunnya panjang, yaitu 7,5-10 cm, sedangkan pada tunas plagiotrop panjang tangkai daunnya hanya 2,5 cm. Bentuk helai daun bulat memanjang (oblongus), ujung daun meruncing (acuminatus), dan pangkal daun runcing (acatus). Susunan tulang daun menyirip dan tulang daun menonjol kepermukaan bawah helai daun. Permukaan daun licin dan mengkilap (Hidayanti. et al, 2014)

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tanaman tahunan yang tergolong dalam kelompok tanaman caulofloris, yaitu tanaman yang berbunga dan berbuah pada batang dan cabang.. Tanaman kakao merupakan tanaman tahunan (perennial) berbentuk pohon dengan tinggi dapat mencapai antara 4,5 sampai 7,0 meter pada umur 12 tahun. Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan pohon-pohon yang tinggi, curah hujan tinggi, suhu sepanjang tahun relatif sama, serta kelembaban tinggi yang relatif tetap. Hampir setiap perkebunan kakao diusahakan di daerah-daerah dataran rendah (Lukito, 2010).

(36)

30 Tanaman Kakao adalah tanaman yang melakukan kawin silang sehingga menghasilkan tingkat keragaman genotipe, terutama keragaman morfologi seperti batang, daun, bunga, bentuk dan warna buah serta besar biji maupun resistensi terhadap hama penyakit (Farhanandi dan Indah, 2022). Lingkungan alami tanaman kakao adalah hutan tropis dengan curah hujan yang idealnya adalah pada daerah yang bercurah hujan 1.100 mm sampai 3.000 mm pertahun. Temperatur yang ideal bagi tanaman kakao adalah 30º C sampai 32ºC (maksimum) dan 18ºC sampai 21ºC (minimum) (Lukito, 2010).

Busuk buah Phytophthora (BBP) yang disebabkan Phytophthora palmivora merupakan salah satu penyakit penting yang berperan dalam penurunan produksi kakao. Di Indonesia P. palmivora merupakan spesies utama yang menyerang semua fase perkembangan buah kakao sehingga selain menyebabkan busuk buah, juga menyebabkan layu cherelle (Guerrero et al., 2013). Perkembangan, penyebaran, dan infeksi patogen ini sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, kelembapan udara, dan intensitas cahaya (Fauzan, et al., 2013). Penyakit busuk buah terutama terjadi pada musim hujan, karena pada musim hujan kelembaban akan menjadi tinggi, selain itu percikan air hujan akan mempermudah penyebaran P. palmivora dari tanah ke jaringan aerial tanaman (Baharudin & Asad, 2017) dalam (Winarni, 2013).

Proses terjadinya penyakit busuk buah diawali dengan menempelnya sporangia pada buah, kemudian berkecambah secara langsung atau pada saat terdapat lapisan air sporangia akan mengeluarkan zoospora. Zoospora kemudian berkembang membentuk cyst yang selanjutnya berkecambah membentuk tabung kecambah dan melakukan penetrasi ke dalam jaringan buah. P. palmivora besifat heterotrop, dimana pada awal infeksi bersifat biotrof yaitu membutuhkan sel/jaringan hidup sebagai suber nutrisi. Selanjutnya bersifat nektrotrof ditandai dengan terbentuknya nekrosis, pertumbuhan hifa, sporangia, dan klamidospor pada jaringan tanaman (Alfs, & Schornack, 2018) dalam (Wartono & Taufiq, 2021).

Beberapa penyakit yang sering terdapat pada tanaman kakao yaitu busuk buah, kanker batang, antraknosa, upas, dan penyakit-penyakit lain seperti penyakit- penyakit akar, belang daun, tunas bengkak, penyakit sapu, busuk buah monilia, dan vascular streak dieback. Salah satu penyakit yang baru dilaporkan di Indonesia pada awal tahun 2011 adalah penyakit hawar (thread blight) yang disebabkan oleh jamur Marasmius sp. yang dikenal dengan nama hawar ekor kuda.

Penyakit pada daun kakao salah satunya adalah penyakit hawar benang yang disebabkan oleh jamur Marasmius sp. Gejala awal yang ditunjukan jamur penyebab penyakit ini adalah berupa perubahan warna daun dari hijau menjadi kuning yang dimulai dari bagian tengah daun mengikuti tulang-tulang daun. Gejala awal ditandai dengan adanya kumpulan benang-benang jamur (miselium) berwarna putih yang merangkai daun dan ranting. Selanjutnya benang-benang tersebut berubah menjadi coklat dan akhirnya menjadi hitam, daun mengering dan masih menggantung di ranting serta sebagian daun transparan (Juwariah, 2013).

(37)

31 Pada gejala lanjut, daun menjadi kering dan transparan dan membentuk kelompok-kelompok daun kering pada ranting. Daun-daun tersebut tidak jatuh ke tanah tetapi tersangkut diranting dan bergantungan sehingga tampak sekumpulan dedaunan kering pada ranting. Pada stadia lanjut miselium jamur membentuk benang-benang berwarna coklat kehitaman dan tidak mudah putus. Benangbenang inilah yang mengikat daun-daun kering hingga tidak jatuh ke tanah. Gejala penyakit ini biasanya dimulai dari bagian dalam tanaman. Pada awalnya, untaian miselium putih akan muncul pada batang, tunas, petioles dan daun. Miselium ini secara bertahap berkembang menjadi rhizomorphs yang berwarna kehitaman yang cukup keras dan terlihat seperti rambut kuda atau rambut manusia dengan diameter sekitar 0,1-0,2 mm. Pembentukan tubuh buah jamur terjadi selama periode panjang hujan yang berlangsung terus menerus. Tubuh buah atau basidiomata berukuran kecil yang muncul pada permukaan atas pileus dan berwarna coklat muda (Rismansyah, 2015).

B. Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang ada di Indonesia.

Perkebunan kelapa sawit semula berkembang di daerah Sumatera Utaradan Nanggroe Aceh Darussalam. Namun, sekarang telah berkembang ke berbagai daerah, seperti Riau, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Sulawesi, Maluku, Papua dan Kalimantan. Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang sangat toleran terhadap kondisi lingkunganyang kurang baik. Namun, untuk menghasilkan pertumbuhan yang sehat danjagur, serta menghasilkan produksi yang tinggi dibutuhkan kisaran kondisi lingkungantertentu (disebut juga syarat tumbuh tanaman kelapa sawit). Kondisi iklim, tanahdan bentuk wilayah merupakan faktor lingkungan utama yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan tanaman kelapa sawit (Hidayanti. et al, 2014)

Asal-usul tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) tidak dapat dipastikan dengan pasti. Namun, dugaan kuat menunjukkan bahwa tanamanini berasal dari dua wilayah, yaitu Amerika Selatan dan Afrika (Guinea). Spesies Elaeis melanococca Gaertn. atau Elaeis guineensis, berasal dari wilayah Afrika (Guinea). Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) menjadi salah satujenistanaman perkebunan yang mendominasi di Indonesia. Tanaman ini memiliki peran signifikan dalam meningkatkan devisa negara dan menciptakan lapanganpekerjaan bagi masyarakat.

Kelapa sawit memiliki nilai ekonomis yang tinggi, dan minyak nabati yang dihasilkannya menjadi salah satu yang terbaik di dunia. Oleh karena itu, permintaan terhadap produk kelapa sawit terus meningkat, memberikan kontribusi penting terhadap perekonomian Indonesia.

Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan di Indonesia sebagai penghasil minyak selain kelapa yang berasal dari hutan hujan tropis di daerah Afrika Barat terutama di Kamerun, Pantai Gading, dan Liberia. Kelapa sawit pertama kali ditemukan oleh Nicholaas Jacquin pada tahun 1763 oleh karena itu sawit diberi nama latin Elaeis guineensis jacq (Hidayanti. et al, 2014)

(38)

32 Di Indonesia sendiri kelapa sawit dikenalkan pertama kali sebagai tanaman hias di Kebun Raya Bogor pada tahun 1884. Kelapa sawit memiliki banyak potensi pemanfaatan baik dari batang digunakan untuk pembuatan pulp, bahan kontruksi, dan sumber energi. Buah sawit sendiri memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan dapat menjadi penyumbang pendapatan bagi negara, dimana buah sawit dimanfaatkan sebagai minyak pangan ataupun minyak non pangan. Bagian lain dari tanaman sawit yang dapat dimanfaatkan adalah sabut, bahkan tandan kosong.

Seperti tanaman pada umumnya, kelapa sawit memiliki beberapa syarat tumbuh untuk memperoleh hasil yang maksimal dan memiliki daya jual tinggi. Kelapa sawit merupakan jenis tanaman dengan waktu penyinaran pendek yaitu sekitar 5-7 jam/hari, untuk memperoleh penyinaran yang cukup maka jarak tanam antar kelapa sawit adalah 9m x 9m x 9m (hidayati, 2014).

Curah hujan optimal untuk kelapa sawit 2000-2500 mm/tahun, dengan suhu optimal 24-28°C. Tanaman ini tumbuh pada ketinggian 0-500 mdpl. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah Podzolik, Latosol, Hidromorfik Kelabu, Alluvial atau Regosol, tanah gambut saprik. Produksi kelapa sawit lebih tinggi jika ditanam di daerah bertanah Podzolik jika dibandingkan dengan tanah berpasir dan gambut.

Nama latin dari kelapa sawit adalah Elaeis guineensis jacq, sedangkan secara internasional kelapa sawit lebih dikenal dengan nama African Oil Palm. Berikut merupakan klasifikasi dari kelapa sawit, Kingdom: Plantae; Sub Kingdom:

Viridiplantae; Infra Kingdom: Streptophyta; Super Divisi: Embryophyta; Divisi:

Tracheophyta; Sub Divisi: Spermatophytina; Kelas: Magnoliopsida; Ordo:

Arecales; Family: Arecaceae; Subfamili: Cocoideae; Genus: Elaeis jacq; Spesies:

E. guineensis jacq (Hafip, 2020).

Indonesia membudidayakan beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang dapat memberikan nilai ekonomi tinggi untuk negara. Varietas utama yang dibudidayakan antara lain, E.guineensis dan E.oleifera. Pada umumnya dari kedua jenis kelapa sawit ini memiliki keunggulan masing-masing namun yang sering dibudidayakan di Indonesia adalah E.Guineensis. Keunggulan yang dimiliki oleh E.guineensis adalah produksivitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman minyak nabati lainnya. Sedangkan keunggulan dari jenis E.oleifera adalah bentuk fisik yang lebih rendah yaitu berdasarkan pada ukuran dan tinggi pokok tanaman.

Salah satu penyebab rendahnya mutu sawit tersebut adalah dari kualitas bibit yang kurang baik, segala jenis penyakit sering menyerang bibit kelapa sawit yangberdampak pada pertumbuhan dan kualitas buah sawit di ke depannya dan dapat membuat kerugian yang cukup berpengaruh pada tanaman sawit.

Kerugianyangditimbulkan dapat mencapai jutaan rupiah per 1 hektare tanaman sawit di setiaptahunnya. Jamur merupakan penyebab utama yang sering dijumpai pada bibit yang terserang penyakit. Sedangkan bakteri atau virus jarang dijumpai dantidakmenyebabkan masalah yang serius. Salah satu penghambat utama bagi tanamanuntuk menghasilkan produksi optimal sesuai dengan potensinya adalahkeberadaan penyakit pada tanaman kelapa sawit. Penyakit pada tanaman kelapasawit disebabkan oleh hama dan kekurangan unsur hara. Penyakit pada tanamankelapa sawit dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan dan mengurangi

(39)

33 hasil pertanian karena menghambat tanaman dalam memperoleh faktor tumbuh(air, cahaya, dan unsur hara) (Hafip, 2020).

Kelapa sawit merupakan tanaman multiguna. Tanaman ini mulai banyakmenggantikan posisi penanaman komoditas perkebunan lain, yaitu tanaman karet. Tanaman sawit kini tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Tanaman kelapasawit (Elaeis guineensis) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Kelapa sawit merupakanan tanaman monokotil. Tanaman ini berakar serabut yang berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah, respirasi tanaman dan sebagai penyangga berdirinya tanaman. Batangnya tidak mempunyai kambiumdanumumnya tidak bercabang. batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan diameter 20-75 cm. pada tanaman muda, batang tidak terlihat karena tertutup oleh pelepah daun (Hafip, 2020).

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dari sejak benih, pembibitan, penanaman, hingga gudang penyimpanan selalu tidak luput dari gangguan hama, patogen, gulma atau karena faktor lingkungan. Akibat dari gangguan itu seorangpeneliti dari India mengatakan bahwa kerugian tanaman akibat gulma 33%, patogen 26%, hama 7%, tikus 6% dan kerusakan penyimpanan sekitar 7%. Penyakit sering menimbulkan kerugian yang cukup berarti pada tanamankelapa sawit. Setiap tahun kerugian yang ditimbulkan oleh serangan penyakit bisamencapai jutaan rupiah setiap hektar tanaman kelapa sawit. Penyakit yang seringdijumpai pada tanaman sawit adalah serangan jamur, sedangkan bakteri atau virus jarang dijumpai dan tidak menimbulkan kerusakan yang berarti. Diulas beberapa jenis penyakit yang menyerang tanaman kelapa sawit di perkebunan yaitu, penyakit busuk pangkal batang, Penyakit busuk pucuk kelapasawit, penyakit layu Fusarium (Marchitez disease), penyakit bercak daun

Glomerella cingulata adalah jamur patogen yang menyebabkan penyakit bercak daun antraknosa pada tanaman kelapa sawit. Penyakit ini dapat menyebabkan kerugian yang signifikan

Gambar

Tabel  1 Identifikasi penyakit Tanaman pangan
Tabel  2 Identifikasi Penyakit Tanaman Holtikultura
Tabel  3 Identifikasi penyakit Tanaman Perkebunan
Tabel  4 Hasil identifikasi Pembuatan Preparat
+2

Referensi

Dokumen terkait

PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI (HDB) PADA TANAMAN PADI...

Laporan akhir ini menyajikan hasil praktikum [nama praktikum] yang telah dilakukan oleh kelompok 1 sebagai syarat untuk memperoleh nilai

Laporan praktikum tanaman jagung yang disusun untuk memenuhi nilai mata kuliah Dasar-dasar

Laporan praktikum mengenai budidaya tanaman sayuran dan pemanfaatan pupuk organik untuk meningkatkan kesuburan

Laporan mengenai praktikum pengantar virologi tanaman yang dilakukan oleh kelompok

Laporan praktikum spesialite dan alat kesehatan untuk diagnosis penyakit dan alat kesehatan untuk

Laporan ini adalah laporan praktikum Genetika Tanaman mengenai variasi genetik yang disusun oleh seorang mahasiswa Agroekoteknologi Universitas Sultan Ageng

Dokumen ini adalah laporan akhir praktikum Vertebrata Hama yang disusun oleh mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Andalas