BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH TUGAS 2
Nama Mahasiswa : M. AKSAY NUR JAMAL
Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 050733906
Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4210/Hukum Lingkungan Kode/Nama UT Daerah : TARAKAN
Masa Ujian : 2024/2025 Ganjil (2024.2)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS TERBUKA
1. a. Apa yang dimaksud dengan RPPLH dan siapa yang berwenang menyusun RPPLH?
Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) adalah suatu dokumen yang berisi rencana tindakan untuk melindungi dan
mengelola lingkungan hidup yang dapat dipengaruhi oleh suatu kegiatan atau proyek. RPPLH bertujuan untuk mengidentifikasi potensi dampak negatif terhadap lingkungan, merencanakan upaya mitigasi atau
perlindungan, serta memastikan bahwa kegiatan tersebut tidak merusak lingkungan secara berkelanjutan. RPPLH ini merupakan bagian dari
pengelolaan lingkungan hidup yang lebih komprehensif.
Pihak yang berwenang menyusun RPPLH adalah:
1. Instansi Pemerintah: Terutama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atau lembaga yang ditunjuk.
2. Pengusaha atau Pemilik Proyek: Dalam hal ini, PT DJP Pilangsari, jika diharuskan, mereka harus menyusun RPPLH sebagai bagian dari prosedur pengelolaan lingkungan hidup.
3. Konsultan Lingkungan: Sebagai pihak yang mengolah data dan informasi terkait dampak lingkungan serta merancang rencana perlindungan dan pengelolaan yang sesuai.
RPPLH ini harus disusun untuk kegiatan yang memiliki dampak besar terhadap lingkungan dan wajib disertakan dalam proses perizinan.
b. Pabrik Garmen PT DJP wajib memiliki AMDAL atau UKL-UPL? Jelaskan pendapat Anda!
Dalam kasus PT DJP Pilangsari, pabrik garmen yang sudah beroperasi lebih dari setahun tanpa izin Amdal, seharusnya wajib memiliki Amdal atau UKL- UPL, tergantung pada kategori dampak lingkungan yang ditimbulkan.
• AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan): Diperlukan untuk kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak besar atau signifikan terhadap lingkungan. Berdasarkan ukuran dan potensi dampak dari pabrik garmen, yang melibatkan banyak tenaga kerja dan beroperasi dalam waktu lama, kemungkinan besar kegiatan ini harus memiliki AMDAL.
• UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan): Merupakan bentuk penilaian untuk kegiatan yang dampaknya lebih kecil dan tidak signifikan terhadap lingkungan. UKL-
UPL lebih cocok untuk kegiatan yang berdampak terbatas dan dapat diatasi dengan upaya pengelolaan sederhana.
Namun, karena pabrik ini disebutkan melanggar zonasi RTRW dan belum memiliki izin Amdal, maka dapat disimpulkan bahwa pabrik ini seharusnya wajib memiliki Amdal karena berpotensi berdampak besar terhadap
lingkungan dan tidak sesuai dengan peruntukan ruang di wilayah tersebut.
c. Kriteria kegiatan yang dikecualikan dari wajib AMDAL menurut PP No. 22 Tahun 2021
Dalam PP No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, ada kegiatan yang dikecualikan dari wajib AMDAL dan hanya memerlukan UKL-UPL atau Surat Pernyataan
Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan (SPPL), yaitu:
1. Kegiatan yang tidak menimbulkan dampak besar dan signifikan
terhadap lingkungan. Kegiatan-kegiatan ini biasanya memiliki dampak terbatas dan dapat dikelola dengan upaya pengelolaan sederhana.
2. Kegiatan yang telah memiliki prosedur dan mekanisme pengelolaan lingkungan hidup yang jelas dan dapat dipantau.
3. Kegiatan dengan skala kecil atau lokal, yang dampaknya terhadap lingkungan tidak luas dan tidak berpotensi merusak ekosistem atau kualitas hidup manusia.
Contoh kegiatan yang dikecualikan dari AMDAL dalam PP ini biasanya mencakup kegiatan dengan dampak terbatas, seperti rumah tangga, usaha kecil, atau kegiatan yang memiliki upaya pengelolaan yang sudah
dijalankan.
Namun, pabrik garmen PT DJP Pilangsari karena beroperasi dengan jumlah karyawan yang besar dan potensi dampaknya yang besar terhadap
lingkungan, jelas tidak termasuk dalam kategori ini dan harus memenuhi kewajiban AMDAL.
d. Siapa yang memiliki kewenangan untuk melakukan penilaian AMDAL?
Menurut Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
kewenangan untuk melakukan penilaian AMDAL adalah pada Komisi Penilai AMDAL yang dibentuk oleh pemerintah di tingkat pusat atau daerah.
Penilaian ini melibatkan tim yang terdiri dari ahli-ahli di bidang lingkungan,
yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu, seperti ahli lingkungan, teknisi, dan lainnya yang memiliki kompetensi dalam menilai dampak lingkungan dari suatu kegiatan.
• Tim Penilai AMDAL: Biasanya terdiri dari pihak yang ditunjuk oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atau
pemerintah daerah sesuai dengan lokasi kegiatan.
• Pemerintah Daerah (Dinas Lingkungan Hidup) berperan dalam menyarankan, mengawasi, serta memastikan pelaksanaan dan pemantauan dampak lingkungan.
Jadi, dalam kasus PT DJP Pilangsari, jika Amdal belum disusun atau diproses, pihak Dinas Lingkungan Hidup dan Komisi Penilai AMDAL yang memiliki kewenangan untuk menilai kelayakan lingkungan dari kegiatan tersebut.