Sanksi Pelanggaran Pasal 113
Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
- JONGKERS TAMPUBOLON -
EKONOMI MAKRO
Pengantar Teori Dan Kebijakan Penulis:
Jongkers Tampubolon Editor:
Yahya Alhidayah Desainer:
Tim Mafy Tata Letak:
Idzmah U.
Sumber Gambar Cover:
www.freepik.com Ukuran:
vi, 127 hlm., 15,5 cm x 23 cm ISBN:
978-623-8575-88-6 Cetakan Pertama:
April 2024
Hak Cipta Dilindungi oleh Undang-undang. Dilarang menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.
PT MAFY MEDIA LITERASI INDONESIA ANGGOTA IKAPI 041/SBA/2023
Kota Solok, Sumatera Barat, Kode Pos 27312 Kontak: 081374311814
Website: www.penerbitmafy.com E-mail: [email protected]
KATA PENGANTAR
EBAGAI bekal dalam mengikuti perkuliahan lanjutan seperti Perdagangan dan Bisnis Internasional, Pembangunan Pertanian dan Manajemen Pemasaran Produk Pertanian, mahasiswa Program Studi Agribisnis diperlengkapi dengan mata kuliah Ekonomi Makro. Di Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen, mata kuliah ini ditawarkan dengan bobot 3 SKS (2 SKS teori dan 1 SKS praktikum/responsi yang bersifat pendalaman). Dengan waktu yang sangat terbatas, maka perkuliahan difokuskan pada pengenalan teori-teori umum dengan penekanan pada aspek kebijakan sehingga mahasiswa memahami manfaat teori yang dipelajarinya untuk aplikasi pada perkuliahan berikutnya, selain peningkatan wawasan memahami isu-isu aktual di bidang Ekonomi Makro dalam kehidupan sehari-hari.
Materi perkuliahan dalam buku ajar ini mencakup enam topik dasar utama dalam Ekonomi Makro, meliputi: Perhitungan Pendapatan Nasional, Pengeluaran Agregat dan Pendapatan Nasional Kesetimbangan, Alat Analisa Kebijakan Ekonomi Makro (IS-LM untuk jangka pendek dan AD-AS untuk jangka panjang), Perekonomian Terbuka (termasuk Model Mundell-Fleming), Pengangguran dan Inflasi. Teori dirancang untuk perkuliahan tatap muka sebanyak 14 kali, sedangkan pendalaman berupa praktikum/responsi berelangsung 12 kali masing-masing 2 x 45 menit. Untuk itu, setelah perkuliahan (teori) mahasiswa diberi tugas (soal) untuk dikerjakan baik secara mandiri maupun
S
kelompok dan soal-soal akan dibahas bersama pada saat praktikum/responsi.
Perkuliahan yang materinya disusun menjadi buku ajar ini, menggunakan dua rujukan utama, yaitu karya Sadono Sukirno,
“Makroekonomi Modern: Perkembangan Pemikiran Dari Klasik Hingga Keynesian Baru” yang cetakan keduanya terbit tahun 2007 dan Gregory N. Mankiw, “Macroeconomics” yang telah memasuki cetakan kesebelas dan terbit 2022. Bab 1 sampai dengan Bab 7 buku ajar ini banyak mengacu pada Sadono Sukirno, sedangkan Bab 8 hingga Bab 14 dominan mengacu pada Gregory N. Mankiw.
Selain kedua rujukan utama ini, beberapa buku Ekonomi Makro juga dijadikan rujukan terutama untuk gambar-gambar sebagai alat bantu dalam memperkenalkan konsep sebagaimana tercantum pada daftar pustaka. Oleh karena itu, buku ajar ini tidak dikomersialkan.
Semoga kehadiran Buku Ajar ini dapat membantu mempermudah mahasiswa memahami materi Ekonomi Makro yang akan menuntun mereka mendalami lebih lanjut melalui berbagai literatur yang mudah diperoleh secara gratis dan atau mengikuti pendalam topik tertentu secara visual melalui YouTube.
Medan, April 2024 Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ---i
DAFTAR ISI --- iii
1 | PENDAHULUAN --- 1
2 | INDIKATOR EKONOMI MAKRO DAN PERHITUNGAN PENDAPATAN NASIONAL --- 5
2.1. Aliran Melingkar Pendapatan --- 6
2.2. Pendekatan Perhitungan Pendapatan Nasional --- 7
2.3. Komponen Pendapatan Nasional --- 10
3 | MENGHITUNG PERTUMBUHAN EKONOMI --- 15
3.1. Indeks Harga, Inflasi dan GDP Deflator --- 16
3.2. Mengukur Tingkat Pertumbuhan Ekonomi --- 18
4 | KESEIMBANGAN EKONOMI DAN PENGELUARAN AGREGAT --- 21
4.1. Pendapatan Nasional Dari Sisi Pengeluaran/ Perbelanjaan -- 22
4.2. Pengeluaran Rumah Tangga --- 22
4.3. Perekonomian Tiga Sektor --- 24
4.4. Perekonomian Terbuka --- 26
4.5. Perubahan Pengeluaran Agregat dan Multiplier --- 27
5 | PASAR BARANG DAN PASAR UANG (KURVA IS-LM) --- 31
5.1. Kurva IS: Kesetimbangan di Pasar Barang --- 33
5.2. Kurva LM: Keseimbangan Pasar Uang --- 36
6 | KESEIMBANGAN SERENTAK DI PASAR BARANG DAN PASAR
UANG --- 39
6.1. Keseimbangan IS-LM: Keseimbangan Serentak di Pasar Barang dan Pasar Uang --- 40
6.2. Perubahan IS-LM menuju keseimbangan Baru --- 43
7 | MODEL IS-LM: KEBIJAKAN FISKAL DAN KEBIJAKAN MONETER - 47 7.1. Kebijakan Ekonomi Makro --- 49
7.2 Pandangan Mazhab Klasik --- 50
7.3. Teori Keynes --- 51
7.4. Bentuk-Bentuk Kurva LM dan Implikasinya Bagi Kebijakan Ekonomi Makro --- 54
7.5. Kebijakan Campuran (Analisa Kuantitatip) --- 55
8 | PEREKONOMIAN TERBUKA --- 59
8.1. Perbedaan Perekonomian Tertutup dan Perekonomian Terbuka --- 60
8.2. Model Perekonomian Terbuka Negara Kecil --- 62
8.3. Pengaruh Kebijakan Terhadap Neraca Perdagangan (Ekspor Neto) --- 64
9 | PEREKONOMIAN TERBUKA (II): NILAI TUKAR MATA UANG --- 67
9.1. Nilai Tukar Mata Uang --- 68
9.2. Determinan Nilai Tukar Ril --- 69
9.3. Pengaruh Kebijakan Terhadap Nilai Tukar Ril --- 70
10 | PEREKONOMIAN TERBUKA DALAM JANGKA PENDEK --- 75
10.1. Model Mundell-Fleming --- 76
10.2. Pengaruh Kebijakan Terhadap Pendapatan Nasional dan Nilai Tukar --- 78
11 | MODEL AD – AS (I): PANDANGAN MAZHAB KLASIK DAN KEYNES --- 87
11.1. Pembentukan Kurva AD --- 88
11.2. Bentuk Kurva AS --- 90
12 | MODEL AD-AS (II): MENURUT MAZHAB NEO-KLASIK DAN POST-
KEYNESIAN --- 95
12.1. Ciri Khas Pasar Tenaga Kerja --- 96
12.2. Bentuk Kurva AS Menurut Mazhab Neo-Klasik dan Post- Keynesian --- 97
12.3. Keseimbangan AD-AS dan Pergeseran Titik Keseimbangan 101 13 | PENGANGGURAN --- 107
13.1. Definisi Pengangguran --- 108
13.2. Mengukur Jumlah Pengangguran dan Jumlah Angkatan Kerja --- 109
13.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pekerja Kehilangan Pekerjaan dan Penganggur Memperoleh Pekerjaan (l dan f) --- 111
13.4. Kebijakan Mengatasi Pengangguran --- 113
13.5. Hubungan Antara Pendapatan Nasional dan Pengangguran --- 113
13.6. Pengangguran, Angkatan Kerja dan Penawaran Tenaga Kerja --- 114
13.7. Angkatan Kerja, Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja --- 116
14 | UANG DAN INFLASI --- 117
14.1. Teori Kuantitas Uang --- 118
14.2. Inflasi dan Suku Bunga (Efek Fisher) --- 121
14.3. Pandangan Mazhab Keynes --- 123
DAFTAR PUSTAKA --- 127
PENDAHUL UAN
PENDAHULUA N
ANPA disadari, masyarakat awam telah akrab dengan istilah Ekonomi Makro dalam kehidupan sehari-hari.
Ketika pemerintah menaikkan harga jual BBM (bahan bakar minyak) karena harus mengurangi beban subsidi dalam anggaran belanjanya, itu merupakan penerapan kebijakan ekonomi makro. Demikian juga halnya saat membaca atau mendengar berita Bank Indonesia melakukan operasi pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, itu juga merupakan implementasi dari kebijakan ekonomi makro. Setiap hari melalui berbagai media, publik disuguhi informasi mengenai harga saham, inflasi, tingkat pengangguran dan pertumbuhan ekonomi. Informasi ini dibutuhkan para pengusaha (pebisnis) dalam merencanakan kegiatan usahanya.
Subsidi, nilai tukar valuta asing, inflasi, pengangguran dan pertumbuhan ekonomi merupakan variabel penting dalam ekonomi makro.
Persoalan ekonomi makro tidak hanya sekedar diketahui dan didiskusikan, tetapi dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Ketika pemerintah mengurangi subsidi BBM untuk mengurangi tekanan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), maka secara langsung akan berdampak pada peningkatan biaya operasional transportasi karena komponen BBM berkontribusi besar terhadap biaya. Oleh perusahaan angkutan, beban ini sebagian akan dialihkan kepada konsumen sehingga tidak lama setelah kenaikan harga BBM biaya transport akan naik yang selanjutnya secara berantai akan menaikkan harga-harga barang konsumsi karena barang-barang itu membutuhkan transportasi dari titik produksi ke lokasi konsumen.
Dalam konteks yang lebih luas, persoalan makro ekonomi yang tidak terkendali dapat mengakibatkan pemerintahan jatuh.
Banyak pemerintahan berakhir karena inflasi yang tidak terkendali, yang mengakibatkan harga barang menjadi tidak terjangkau. Pemerintahan orde lama dan orde baru di Indonesia
T
jatuh akibat kondisi ekonomi makro yang tidak terkendali (inflasi tinggi saat orde lama dan krisis ekonomi diakhir era orde baru).
Inflasi dan pengangguran merupakan penyakit utama ekonomi makro. Inflasi dan pengangguran akan mempengaruhi total produksi/pendapatan nasional dan distribusinya dalam masyarakat. Oleh karena itu, tujuan utama dari kebijakan ekonomi makro adalah pertumbuhan ekonomi (mengurangi pengangguran) tanpa menimbulkan inflasi. Terkait dengan kebijakan mendorong pertumbuhan ekonomi, ada dua catatan penting yaitu: (i) masalah-masalah ekonomi makro ada kaitannya dengan kebijakan pemerintah dan (ii) pemerintah juga menjadi pelaku ekonomi. Itulah sebabnya kebijakan ekonomi makro sering bernuansa politik.
Berkaitan dengan peranan pemerintah dalam perekonomian, terdapat dua aliran pemikiran/mazhab dalam ekonomi makro, yaitu mazhab klasik dan mazhab Keynes. Aliran klasik berpandangan bahwa setiap perekonomian mempunyai kemampuan untuk mengatur diri sendiri dan memulihkan diri dari krisis (tidak ada krisis yang permanen), oleh karena itu pemerintah tidak perlu campur tangan cukup menyediakan infrastruktur dan perangkat hukum yang menjamin kelancaran aktivitas ekonomi. Disisi lain, aliran Keynes melihat bahwa kekuatan-kekuatan otomatis yang membuat ekonomi pulih bisa saja hancur atau bekerja terlalu lamban atau terlalu lemah, untuk itu harus dilakukan sesuatu untuk menyelamatkan perekonomian melalui campur tangan pemerintah.
Kebijakan ekonomi makro pada dasarnya terdiri dari dua, yaitu kebijakan fiskal (intervensi di pasar barang) dan kebijakan moneter (intervensi di pasar uang). Kebijakan fiskal dijalankan oleh pemerintah melalui program kabinetnya, sedangkan kebijakan moneter dijalankan oleh bank sentral (Bank Indonesia).
Skema pendekatan dasar terhadap ekonomi makro dirangkum pada gambar 1.
Gambar 1. Pendekatan Dasar Terhadap Ekonomi Makro
Perkuliahan ini akan memperkenalkan teori-teori ekonomi makro dan menganalisis dampak kebijakan ekonomi makro baik fiskal maupun moneter dengan memperhatikan perbedaan pandangan antara aliran klasik dan Keynes. Mahasiswa Program Studi Agribisnis perlu menguasai ekonomi makro sebagai bekal untuk mengikuti perkuliahan lebih lanjut seperti Pembangunan Pertanian atau Perdagangan dan Bisnis Internasional. Selain itu, mengingat produksi pertanian dewasa ini sudah banyak terkait dengan rantai nilai global (global value chain), maka memahami aspek makro dari ekonomi menjadi keharusan. Sumatera Utara yang merupakan produsen utama CPO dan karet alam sangat tergantung kepada pasar ekspor.
Tanpa bekal penguasaan ekonomi makro, akan sulit menjelaskan kepada seorang manajer kebun kelapa sawit bahwa perusahaan membukukan keuntungan yang besar tahun ini meskipun produksi TBS yang dihasilkan sama baiknya dengan tahun lalu baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Perbedaan hanya terletak pada nilai tukar Rupiah terhadap Dollar yang meningkat tajam setahun terakhir. Singkatnya, penguasaan ekonomi makro akan menjadi nilai tambah bagi seorang Sarjana Pertanian Program Studi Agribisnis.
INDIKATOR EKONOMI MAKRO DAN PERHITUNGAN PENDAPATAN
NASIONAL
Topik Bahasan:
• Lembaga/pelaku ekonomi makro dan perkembangannya dari yang sederhana hingga perekonomian modern.
• Pendekatan perhitungan produksi/pendapatan nasional (pengeluaran, pendapatan dan nilai tambah).
• Komponen pendapatan nasional (dari GDP dan GNP hingga pendapatan disposibel).
2.1. Aliran Melingkar Pendapatan
Dalam perekonomian sederhana, pelaku ekonomi dikelompokkan ke dalam dua sektor, yaitu sektor rumah tangga (household) dan sektor perusahaan (firm). Perusahaan menggunakan tenaga kerja dan faktor produksi lainnya dari rumah tangga dan untuk itu rumah tangga memperoleh pendapatan (income). Perusahaan merubah faktor produksi menjadi barang dan jasa (goods and services) yang dijual kepada rumah tangga dan untuk itu perusahaan memperoleh pendapatan, yang merupakan pengeluaran (expenditure) dari sisi rumah tangga. Proses ini digambarkan dalam aliran melingkar pendapatan dan pengeluaran dalam perekonomian sederhana sebagaimana gambar 2.1.
Gambar 2.1. Aliran Melingkar Pendapatan dan Pengeluaran dalam Perekonomian Sederhana
Dalam perekonomian modern pelaku ekonomi semakin banyak. Selain munculnya sektor pemerintah, hubungan antara perusahaan dan rumah tangga dimediasi oleh sektor keuangan.
Dalam perekonomian modern sangat jarang ditemukan perekonomian autarki (tertutup terhadap dunia luar). Perusahaan sering harus mengimpor bahan baku (faktor produksi) dari luar
negeri dan menjual hasil produksinya ke pasar dunia. Aliran melingkar pendapatan dalam perekonomian modern dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Aliran Melingkar Pendapatan Dalam Perekonomian Modern
2.2. Pendekatan Perhitungan Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional adalah keseluruhan barang dan jasa yang dihasilkan oleh satu perekonomian (negara) dalam satu tahun. Ada tiga pendekatan dalam menghitung pendapatan nasional yaitu: (i) pendekatan pengeluaran/perbelanjaan, (ii) pendekatan pendapatan, (iii) pendekatan produksi. Menghitung pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran/
perbelanjaan pada dasarnya menjumlahkan semua golongan pengeluaran yang terdapat pada gambar 2.2 meliputi: pengeluaran pemerintah (7), konsumsi rumah tangga (3), investasi perusahaan (6), ekspor neto (ekspor dikurangi impor), (8) minus (5).
Pendekatan ini bertitiktolak dari pemikiran bahwa dari aliran melingkar semua pendapatan habis dibelanjakan, sehingga
pendapatan sama dengan pengeluaran. Dengan demikian, dengan menjumlahkan semua pengeluaran maka jumlah itu sekaligus sama dengan pendapatan. Pada tabel 2.1 disajikan perhitungan pendapatan nasional Indonesia menurut pengeluaran.
Tabel 2.1.
Produk Domestik Bruto Indonesia Menurut Jenis Pengeluaran (dalam miliar rupiah, atas dasar harga berlaku)
Jenis Pengeluaran 2010 2020
Pengeluaran konsumsi rumah tangga 3.643.425 9.101.370 Pengeluaran konsumsi pemerintah 587.283 1.491.172 Investasi domestik (pembentukan modal
tetap bruto) 2.064.994 4.897.050
Ekspor barang dan jasa 1.584.674 2.676.513
Impor barang dan jasa (minus) 1.476.620 2.415.496 Produk Domestik Bruto (GDP) 6.446.852 15.443.353
Sumber: Bank Indonesia. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (https://www.bi.go.id/id/ statistik/ ekonomi-keuangan/seki/Default.aspx)
Pendekatan pendapatan memandang bahwa menghitung pendapatan nasional dari sisi pengeluaran bisa menghasilkan nilai yang bias, karena asumsi semua pendapatan habis dibelanjakan hanya relevan dalam perekonomian yang sederhana. Dalam perekonomian modern ada gangguan terhadap pendapatan sehingga tidak sama dengan pengeluaran. Pada gambar 2.2., (3) + (6) + (7) + (8) ≠ (1) karena adanya pajak tidak langsung, penyusutan dan subsidi. Oleh karena itu, pendapatan nasional harus dihitung berdasarkan pendapatan. Tabel 2.2. memberi contoh perhitungan pendapatan nasional Indonesia dengan pendekatan pendapatan.
Tabel 2.2.
Produk Domestik Bruto Indonesia Menurut Lapangan Usaha (dalam miliar rupiah, atas dasar harga berlaku)
Lapangan Usaha 2010 2020
1. Pertanian, kehutanan dan perikanan 985.471 2.115.495 2. Pertambangan dan penggalian 719.710 993.542
3. Industri pengolahan 1.599.073 3.068.042
4. Listrik, gas dan air bersih 49.119 191.047
5. Konstruksi 660.891 1.652.660
6. Perdagangan, hotel dan restoran 882.487 2.378.044 7. Pengangkutan dan komunikasi 423.172 1.385.515 8. Keuangan, real estat dan jasa
perusahaan 466.564 1.344.110
9. Jasa-jasa 660.366 1.919.957
Produk Domestik Bruto (GDP) 6.446.852 15.443.353 Sumber: Bank Indonesia. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (https://www.bi.go.id/id/ statistik/ ekonomi-keuangan/seki/Default.aspx)
Pendekatan nilai tambah dalam perhitungan pendapatan nasional menjumlahkan nilai tambah yang dihasilkan oleh perusahaan dalam berbagai lapangan usaha dalam perekonomian, karena produk neto pada dasarnya merupakan penciptaan nilai tambah dalam proses produksi. Pada tabel 2.3. diilustrasikan perhitungan nilai tambah.
Tabel 2.3.
Nilai Tambah Berbagai Kegiatan Ekonomi (contoh hipotetis) Jenis Kegiatan Nilai Penjualan
(Rp miliar)
Nilai Tambah (Rp miliar)
1. Pertanian 50 50
2. Industri tekstil katun 150 100
3. Pabrik pembuat pakaian 350 200
4. Toko penjual pakaian 400 50
Jumlah nilai tambah 400
Tabel diatas dapat disusun ulang ke dalam lapangan usaha, misalnya pertanian, industri pengolahan dan jasa sebagai berikut:
Jenis Kegiatan Nilai Tambah
(Rp miliar)
1. Pertanian 50
2. Industri pengolahan 100 + 200 = 300
3. Jasa-jasa 50
Sumbangan kepada Produk Domestik
Bruto 400
Beberapa catatan dari tabel 2.3: (i) pendapatan merupakan penjumlahan dari nilai tambah yang dihasilkan oleh masing- masing pelaku ekonomi, (ii) nilai penjualan akhir (nilai barang jadi yang dibeli konsumen) sama dengan penjumlahan nilai tambah, oleh karena itu pendekatan nilai tambah tidak berbeda dari pendekatan pengeluaran, (iii) pendekatan nilai tambah dapat menggambarkan bagaimana pendapatan nasional didistribusikan pada sektor-sektor perekonomian yang terlibat dalam proses produksi (penciptaan nilai tambah). Dengan demikian, perhitungan pendapatan nasional pada umumnya menggunakan pendekatan pendapatan (produksi) dan pendekatan pengeluaran, dengan memperhitungkan/ melakukan koreksi atas pajak, subsidi dan penyusutan maka hasil perhitungan yang diperoleh oleh kedua pendekatan ini akan sama.
2.3. Komponen Pendapatan Nasional
Ada dua konsep yang berbeda terkait Pendapatan Nasional. Pada contoh-contoh diatas digunakan istilah Produk Domestik Bruto (GDP = gross domestic product) adalah nilai barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri dengan menggunakan faktor-faktor produksi baik yang dimiliki penduduk negara tersebut maupun penduduk negara asing. Disisi lain, konsep Produk Nasional Bruto (GNP = gross national product) untuk pendapatan nasional. GNP didefiniskan sebagai GDP ditambah dengan pendapatan neto dari produksi diluar
negeri dengan menggunakan faktor-faktor produksi dalam negeri.
Faktor produksi ini antara lain adalah penghasilan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja diberbagai negara.
Apabila produksi faktor produksi asing yang ada di dalam negeri sama dengan nilai produksi yang dihasilkan faktor produksi domestik diluar negeri, maka nilai GDP akan sama dengan GNP. Tetapi, apabila nilai produksi yang dihasilkan oleh faktor produksi domestik yang ada di luar negeri lebih tinggi dari nilai produksi yang dihasilkan faktor produksi asing di dalam negeri, maka GNP akan lebih besar dari GDP sebagaimana dialami oleh Indonesia pada tahun 2020, dimana pendapatan faktor produksi neto dari luar negeri minus 424,047 triliun Rupiah (pendapatan faktor produksi asing yang ada di Indonesia lebih besar dari pendapatan faktor produksi Indonesia yang ada diluar negeri dengan selisih 400 triliun Rupiah lebih). Sehingga GDP Indonesia tahun 2020 sebesar Rp 15.443 triliun lebih besar dari GNP dengan nilai Rp 15.019 triliun.
GNP harus dikurangi pajak tidak langsung, karena pajak akan meningkatkan nilai walaupun jumlah barang dan jasa yang dihasilkan tidak bertambah. Barang-barang modal akan berkurang nilainya karena aus (penyusutan nilai). Oleh karena itu,
Pendapatan Nasional (NI = National Income) =GNP – Pajak tidak langsung – Penyusutan + Subsidi
Tujuan perhitungan adalah untuk mendapatkan nilai pendapatan nasional (baik melalui pendekatan pengeluaran maupun melalui pendekatan pendapatan). Pada tabel 2.4. dapat dilihat perhitungan pendapatan nasional Indonesia tahun 2020.
Tabel 2.4.
GNP dan Pendapatan Nasional Indonesia, 2020 (dalam miliar Rupiah)
Jenis Pendapatan Nilai
Produk Nasional Bruto (GNP) 15.019.306
Kurang: Penyusutan 2.943.805
Produk Nasional Neto (NNP = Net National Product)
12.075.501
Kurang:
Pajak tidak langsung setelah dikurangi subsidi 657.020 Pendapatan Nasional (NI = National Income) 11.418.481
Sumber: Bank Indonesia. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (https://www.bi.go.id/id/ statistik/ ekonomi-keuangan/seki/Default.aspx)
Dua konsep penting lainnya terkait dengan pendapatan nasional adalah pendapatan pribadi (PI = Personal Income) dan pendapatan disposibel (DI = Disposable Income). Pendapatan pribadi adalah semua jenis pendapatan yang diterima oleh penduduk suatu negara, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa melakukan kegiatan apapun. Contoh pendapatan pribadi yang diperoleh tanpa melakukan kegiatan apapun adalah Bantun Langsung Tunai (BLT) dalam rangka membantu peningkatan daya beli masyarakat miskin misalnya karena pemerintah mengurangi subsidi BBM sehingga secara berantai mengakibatkan naiknya harga barang dan jasa konsumsi masyarakat (dibukukan sebagai transfer). Perhitungan pendapatan pribadi,
Pendapatan Pribadi = Pendapatan Nasional Dikurangi:
▪ Keuntungan (dividen) perusahaan yang tidak dibagi
▪ Pajak keuntungan perusahaan
▪ Kontribusi kepada dana pensiun
Ditambah:
▪ Pembayaran transfer (pindahan)
▪ Bunga pinjaman konsumen
▪ Bunga pinjaman pemerintah
Dalam analisa ekonomi, pendapatan disposibel lebih penting dibandingkan dengan pendapatan pribadi. Karena pendapatan disposible mencerminkan daya beli masyarakat.
Pendapatan pribadi masih harus dikurangi pajak pendapatan agar ia dapat dibelanjakan. Dengan demikian, pendapatan disposibel merupakan pendapatan pribadi dikurangi pajak pendapatan.
MENGHITUNG PERTUMBUHAN EKONOMI
Topik Bahasan:
• Mendapatkan GDP deflator dari data inflasi
• Menghitung GDP ril
• Menghitung Tingkat pertumbuhan ekonomi
3.1. Indeks Harga, Inflasi dan GDP Deflator
Pendapatan nasional baik GDP atau GNP cenderung untuk naik dari tahun ke tahun. Kenaikan bersumber dari dua faktor, yaitu (i) pertumbuhan ekonomi dan (ii) inflasi. Inflasi dapat diukur dengan menggunakan indeks harga. Indeks harga yang umum adalah indeks harga produsen (PPI = producer price indices) dan indeks harga konsumen (CPI = consumer price indices). Prinsip perhitungan PPI dan CPI sama, dimana harga dan jumlah barang tahun t nilainya dibandingkan dengan harga pada tahun dasar (tahun 0) untuk jumlah barang yang sama dengan rumus:
CPIt = P1tQ10+P2tQ20+P3tQ30+⋯+PntQn0
P10Q10+P20Q20+P30Q30+⋯+Pn0Qn0 x 100 Ilustrasi perhitungan CPI dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1
Ilustrasi Perhitungan Indeks Harga Konsumen Antara Tahun 2010 dan 2020
Jenis Barang
Harga barang (P) dalam Rupiah
Jumlah barang (Q)
Nilai perbelanjaan
(PQ) Tahun 2010:
1. Air mineral
(galon) 9.000 10 90.000
2. Baju 60.000 2 120.000
3. Sewa rumah 200.000 1 200.000
4. Transportasi 3.000 30 90.000
5. Menonton di
bioskop 15.000 2 30.000
6. Makan di
restoran 20.000 4 80.000
Jumlah 610.000
Tahun 2020:
1. Air mineral
(galon) 16.000 10 160.000
2. Baju 75.000 2 150.000
3. Sewa rumah 300.000 1 300.000
4. Transportasi 5.000 30 150.000
5. Menonton di
bioskop 25.000 2 50.000
6. Makan di
restoran 30.000 4 120.000
Jumlah 930.000
Tingkat inflasi diukur dengan memperbandingkan nilai CPI dengan rumus:
Inflasi = CPI1−CPI0
CPI0 x 100
Dari ilustrasi pada tabel 3.1. tingkat inflasi antara tahun 2010 dan 2020 adalah (930.000 – 610.000)/610.000 x 100 = 52,46 % atau rata-rata 4,77 % pertahun (2010 hingga 2020 terdiri dari 11 tahun)
Data inflasi dapat digunakan untuk merubah GDP nominal (atas dasar harga berlaku) menjadi GDP ril (atas dasar harga konstan). Untuk itu data inflasi dirubah menjadi GDP deflator, yang merupakan penjumlahan kumulatip nilai inflasi dengan tahun dasar bernilai 100. Menghitung GDP ril sebagai berikut:
GDP ril = 100
GDP deflator x GDP nominal t
Pada tabel 3.2 dapat dilihat nilai GDP nominal dan indeks harga konsumen Indonesia tahun 2010 hingga 2020. Dari data, nilai GDP ril tahun 2015 dapat dihitung, yaitu (100/128,18) x 11.526.333 = 8.992,3 triliun Rupiah. Dengan cara yang sama GDP ril tahun 2019 adalah 11.256,89 triliun Rupiah.
Tabel 3.2
GDP Nominal dan Indeks Harga Konsumen Indonesia, 2010 – 2020 Tahun GDP nominal
(miliar Rp)
Inflasi (%)
GDP deflator
GDP ril (2010=100)
2010 6.446.852 6,96 100 6.446.852
2011 7.419.187 3,79 103.79 7.148.268
2012 8.615.704 4,30 108.09 7.970.861
2013 9.546.134 8,38 116.47 8.196.217
2014 10.569.050 8,36 124.83 8.466.755
2015 11.526.333 3,35 128.18 8.992.302
2016 12.401.729 3,02 131.2 9.452.537
2017 13.589.826 3,61 134.81 10.080.725
2018 14.838.312 3,13 137.94 10.757.077
2019 15.833.943 2,72 140.66 11.256.891
2020 15.443.353 1,68 142.34 10.849.623
3.2. Mengukur Tingkat Pertumbuhan Ekonomi
Pendapatan Nasional (GDP) baik absolut atau per kapita digunakan untuk membandingkan kinerja perekonomian antar negara dan antar waktu. Mengingat kenaikan harga terjadi dari waktu ke waktu maka bisa saja terjadi, nilai GDP meningkat walaupun perekonomian tidak menghasilkan tambahan produksi barang dan jasa. Kenaikan harga-harga ini disebut sebagai inflasi.
Untuk itu, agar dapat menjadi tolok ukur perbandingan yang sahih maka nilai pendapatan nasional dihitung berdasarkan satu harga yang disebut dengan harga konstan. Artinya, dengan menjadikan tahun 2010 sebagai patokan (tahun dasar) maka produksi barang dan jasa tahun 2011, 2012 dan seterusnya dikalikan dengan tingkat harga pada tahun 2010. Nilai yang diperoleh disebut sebagai GDP ril dan dalam ststistik dituliskan secara lengkap sebagai GDP berdasarkan harga konstan (2010 = 100).
Dengan memperbandingkan GDP berdasarkan harga konstan, pertumbuhan ekonomi dapat diukur dengan rumus:
𝑔 = GDPril1−GDPril0
GDPril0 x 100 %
Jika GDP ril Indonesia tahun 2016 berdasarkan tahun dasar 2010 adalah 9.452,54 triliun rupiah dan tahun 2015 sebesar 8.992,3 triliun rupiah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia antara tahun 2015 dan 2016 adalah {(9.452.537 – 8.992.302)/8.992.301} x 100 % = 5.13 %. Sedang pertumbuhan ekonomi selama lima tahun dari 2015 hingga 2019 adalah {(11.256.891 – 9.452.537)/ 9.452.537} x 100 % = 25,18 %. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi tahunan 2015 sampai dengan 2019 adalah 5,04 % yang diperoleh dari 25.18 dibagi 5 tahun. Pada tabel 3.1. dapat dilihat nilai GDP Indonesia atas dasar harga konstan tahun 2010 atau GDP ril (2010
= 100) serta pertumbuhan ekonomi tahunan 2010 – 2020. Pada tabel juga terlihat, tahun 2020 ketika terjadi pandemi Covid-19, perekonomian Indonesia mengalami kemunduran sehingga pertumbuhan bernilai negatip.
Tabel 3.2.
GDP dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2010 – 2020 (GDP dalam miliar Rupiah)
Tahun GDP ril
(2010 = 100)
Pertumbuhan (%)
2010 6.446.852 -
2011 7.148.268 10.88
2012 7.970.861 11.51
2013 8.196.217 2.83
2014 8.466.755 3.30
2015 8.992.302 6.21
2016 9.452.537 5.12
2017 10.080.725 6.65
2018 10.757.077 6.71
2019 11.256.891 4.65
2020 10.849.623 -3.62
KESEIMBANGAN EKONOMI DAN PENGELUARAN AGREGAT
Pokok Bahasan:
• Mengenal atribut konsumsi rumah tangga.
• Menggambar keseimbangan ekonomi dua dan tiga sektor dan menghitung pendapatan nasional keseimbangan.
• Menggambar keseimbangan perekonomian terbuka (empat sektor) dan menghitung pendapatan nasional keseimbangan.
• Mengenal multiplier effect
4.1. Pendapatan Nasional Dari Sisi Pengeluaran/
Perbelanjaan
Pengeluaran agregate (AE = Aggregate Expenditure) terdiri dari empat komponen, yaitu:
▪ Pengeluaran (konsumsi) rumah tangga.
▪ Investasi swasta
▪ Pengeluaran (belanja) pemerintah
▪ Expor neto (selisih antara penerimaan ekspor dan pengeluaran untuk impor)
4.2. Pengeluaran Rumah Tangga
Secara umum, pengeluaran rumah tangga merupakan komponen terbesar dari pengeluaran agregat. Proporsi pengeluaran rumah tangga akan semakin tinggi apabila produksi nasional suatu negara rendah.
Konsumsi rumah tangga tergantung pada pendapatan, yang dirumuskan sebagai:
Yd = C + S
dimana C adalah lambang konsumsi dan S sebagai simbol tabungan. Pada tingkat pendapatan yang tinggi, tidak semua pendapatan yang diterima digunakan untuk konsumsi, sebagian pendapatan akan ditabung. Sebaliknya, pada tingkat pendapatan yang sangat rendah konsumsi rumah tangga akan melebihi pendapatan. Konsumsi yang melebihi pendapatan ini akan dibiayai oleh tabungan dimasa lalu atau hutang ( S bernilai negatip).
Fungsi konsumsi rumah tangga dirumuskan sebagai berikut:
C = a + bYd
dimana a adalah konsumsi otonom (autonomous consumption), yaitu pengeluaran minimum untuk bertahan hidup. Artinya, ada atau tidak ada pendapatan rumah tangga, rumah tangga itu harus
berbelanja dengan pengeluaran sejumlah a. Sedangkan b merupakan kecondongan konsumsi marjinal (MPC = marginal propensity to consume) yang menunjukkan kecenderungan peningkatan konsumsi rumah tangga apabila pendapatan rumah tangga itu mengalami peningkatan. Yd merupakan pendapatan disposibel, yaitu pendapatan yang siap dibelanjakan.
Pendapatan disposibel adalah pendapatan dikurang pajak, oleh karena itu dapat dirumuskan sebagai berikut:
Yd = Y –T
Dengan mengganti Yd pada persamaan fungsi konsumsi, maka fungsi konsumsi dapat ditulis ulang menjadi:
C = a + b (Y-T)
T yang adalah pajak dapat dipungut secara proporsional (pajak sebagai prosentase tertentu dari pendapatan nasional), maka T = t Y. Dalam situasi seperti ini, fungsi konsumsi menjadi:
C = a + b Yd C = a + b (Y-T) C = a + b (Y – tY) C = a + b (1 – t) Y
dimana t merupakan prosentase pajak yang dipungut.
Dalam situasi tanpa pajak, maka Yd = Y – T menjadi Yd = Y – 0 atau Yd = Y. Oleh karena itu fungsi konsumsi dirumuskan sebagai berikut:
C = a + b Y
Apabila pajak dikenakan secara konstan (besaran pajak tanpa memperhatikan pendapatan), maka persamaan konsumsinya adalah:
C = a + b Yd
C = a + b (Y – T)
C = a + b Y – bT atau C = a –bT + bY
a merupakan konsumsi otonom, b merupakan kecondongan mengkonsumsi (marginal propensity to consume), yang menggambarkan hubungan antara pertambahan pendapataan dan pertambahan konsumsi. Sebagai contoh, bila nilai b = 0,8 berarti MPC = 0,8 dan menggambarkan bahwa 80 % dari tambahan pendapatan rumah tangga akan digunakan untuk konsumsi. Dengan demikian, MPC dapat dirumuskan sebagai berikut:
MPC = ∆ C
∆ Yd
Ada hubungan antara konsumsi dan tabungan, dimana Yd
= C + S dengan demikian:
ΔYd = ΔC + ΔS
Dengan membagi semua komponen dengan ΔYd akan diperoleh:
ΔYd ΔYd = ΔC
ΔYd + ΔS
ΔYd atau 1 = MPC + MPS dan MPS = 1 - MPC
▪ ΔS
ΔYd merupakan kecondongan menabung marjinal (marginal propensity to save = MPS).
▪ ΔYd adalah pertambahan pendapatan; ΔC pertambahan konsumsi dan ΔS pertambahan tabungan.
4.3. Perekonomian Tiga Sektor
Dalam perekonomian tertutup (tanpa perdagangan internasional), komponen pengeluaran agregat terdiri dari:
▪ Pengeluaran (kosumsi) rumah tangga
▪ Investasi swasta, dan
▪ Pengeluaran (belanja) pemerintah
Model perekonomian ini disebut perekonomian tiga sektor dengan persamaan:
Y = C + I + G
dimana Y menunjukkan pendapatan/produksi nasional, C konsumsi rumah tangga, I investasi swasta dan G belanja pemerintah.
Karena pada tingkat bunga tertentu investasi konstan dan anggaran belanja pemerintah sudah tertentu (konstan), maka penambahan atau pengurangan investasi dan/atau belanja pemerintah akan menggeser kurva fungsi konsumsi keatas atau kebawah sebagaimana gambar 4.1.
Gambar 4.1 Keseimbangan Ekonomi Tiga Sektor
Keseimbangan pendapatan nasional tercapai pada perpotongan kurva AE = C + I + G dengan garis 450 yang merupakan Y = AE (produksi atau pendapatan nasional sama dengan pengeluaran agregat).
Contoh numerik perhitungan keseimbangan pendapatan nasional dalam sistim perekonomian tiga sektor diilustrasikan dengan data berikut:
▪ Fungsi konsumsi diketahui sebagai, C = 150 + 0,6 Yd
▪ Investasi swasta sebesar I = 100
▪ Belanja Pemerintah, G = 75
Jika Pemerintah menetapkan pajak sebesar 15 % dari produksi nasional, berapa keseimbangan pendapatan nasional dan apakah anggaran pendapatan dan belanja pemerintah surplus, defisit atau berimbang ? Pertanyaan ini diselesaikan sebagai berikut:
Y = AE Y = C + I + G
Y = 150 + 0,6 Yd + 100 + 75
Y = 150 + 0,6 (Y – 0,15Y) + 100 + 75 Y = 150 + 0,6 Y – 0,09 Y + 100 + 75 Y = 150 + 0,51Y + 100 + 75
Y = 0,51 Y + 325 Y – 0,51 Y = 325 0,49 Y = 325
Y = 325/0,49 = 663,
jadi pendapatan nasional keseimbangan adalah 663.
Pajak yang dipungut pemerintah sebesar 15 % dari pendapatan nasional = 0,15x 663 = 99. Jika pendapatan pemerintah dari pajak sebesar 99 sedang belanja pemerintah hanya 75 (lebih kecil dari pendapatan), maka anggaran pendapatan dan belanja pemerintah berada dalam posisi surplus.
4.4. Perekonomian Terbuka
Perekonomian terbuka ditandai dengan berlangsungnya perdagangan internasional, melalui kegiatan ekspor dan impor.
Oleh karena itu, komponen keempat adalah ekspor neto yang merupakan nilai ekspor dikurangi nilai impor diberi simbol NX =
EX – IM. EX untuk ekspor dan IM untuk impor. Dengan demikian, pengeluaran agregat (AE) dirumuskan sebagai berikut:
AE = C + I + G + NX
dan syarat keseimbangan AE = Y = C + I + G + NX
Masuknya komponen NX akan menggeser kurva AE keatas atau kebawah, tergantung pada neraca perdagangan apakah surplus (ekspor lebih besar dari impor, sehingga NX positip) atau defisit (ekspor lebih kecil dari impor, sehingga NX negatip).
Pergeseran AE akan menghasilkan perpotongan yang baru dengan garis 450 (Y = AE) sehingga menghasilkan kesetimbangan pendapatan nasional yang baru (gambar 4.2).
Gambar 4.2 Keseimbangan Perekonomian Terbuka
4.5. Perubahan Pengeluaran Agregat dan Multiplier
Perubahan pengeluaran agregat (AE) akan menimbulkan pergeseran kurva AE sehingga titik perpotongan kurva AE garis 450 (AE = Y) berubah dan selanjutnya keseimbangan pendapatan nasional juga akan berubah. Proses ini ditunjukkan oleh gambar 4.3.
Gambar 4.3. Perubahan Keseimbangan dan Multiplier
Gambar 4.3. menunjukkan, bahwa pertambahan AE akan meningkatkan Y dan peningkatan Y selalu lebih tinggi dari peningkatan AE. Semakin condong (semakin curam) kurva AE maka peningkatan Y karena pertambahan AE akan semakin besar.
Multiplier (diberi simbol α) merupakan angka yang menunjukkan besar perubahan Y karena pertambahan AE. Sementara kecuraman kurva AE semata-mata ditentukan oleh kecuraman kurva konsumsi.
Δ Y = 1
1−mpc. Δ AE α = Δ Y
Δ AE = 1
1−mpc
Contoh soal dan perhitungan numerik:
Sebuah perkonomian rekaan menunjukkan data sebagai berikut:
Konsumsi rumah tangga: C = 75 + 0,8 Yd Investasi swasta: I = 80
Belanja pemerintah: G = 40
Ekspor: X = 60
Impor: M = 30
Pemerintah mengenakan pajak pendapatan sebesar 10 %
Berdasarkan informasi diatas,
▪ Gambarkan kurva keseimbangan perekonomian tiga sektor.
▪ Hitunglah pendapatan nasional keseimbangan.
▪ Apakah anggaran pendapatan dan belanja pemerintah surplus, berimbang atau defisit ?
▪ Berapa pendapatan nasional keseimbangan dalam perekonomian terbuka ?
▪ Apakah dalam perekonomian terbuka anggaran pendapatan dan belanja pemerintah surplus, berimbang atau defisit ?
▪ Berapa angka pengganda (multiplier) ? Penyelesaian:
▪ Kurva keseimbangan ekonomi tiga sektor
▪ Perhitungan pendapatan nasional keseimbangan Y = AE = C + I + G
Y = 75 + 0,8 Yd + 40 + 80 Y = 75 + 0,8 (Y – T) + 40 + 80 Y = 75 + 0,8 (Y – 0,1 Y) + 40 + 80 Y = 75 + 0,8 Y – 0,08 Y + 40 + 80 Y = 0,72 Y + 195
Y – 0,72 Y = 195
0,28 Y = 195 Y = 195
0,28 = 696 Pendapatan nasional pada keseimbangan ekonomi tiga sektor = 696
▪ Penerimaan pajak oleh pemerintah adalah 10 % dari pendapatan nasional = 0,1 x 696 = 69,6.
Sedangkan belanja pemerintah sebesar 80, oleh karena itu belanja pemerintah lebih besar dari penerimaan pajak, sehingga anggaran pendapatan dan belanja pemerintah defisit 10,4.
▪ Perhitungan pendapatan nasional dalam perekonomian terbuka
Y = AE = C + I + G + NX Y = AE = C + I + G + X - M
Y = 75 + 0,8 Yd + 40 + 80 + 60 - 30 Y = 75 + 0,8 (Y – T) + 40 + 80 + 60 - 30 Y = 75 + 0,8 (Y – 0,1 Y) + 40 + 80 + 60 - 30 Y = 75 + 0,8 Y – 0,08 Y + 40 + 80 + 60 - 30 Y = 0,72 Y + 225
Y – 0,72 Y = 225 0,28 Y = 225 Y = 225
0,28 = 803,57 Pendapatan nasional pada keseimbangan ekonomi terbuka = 803,57
▪ Penerimaan pajak oleh pemerintah adalah 10 % dari pendapatan nasional = 0,1 x 803,57 = 80,36. Sedangkan belanja pemerintah sebesar 80, oleh karena itu belanja pemerintah lebih besar dari penerimaan pajak, sehingga anggaran pendapatan dan belanja pemerintah surplus 0,36.
▪ Perhitungan nilai pengganda (multiplier) α = 1
1−mpc = 1
1−0,8 = 1
0,2 = 5
PASAR BARANG DAN PASAR UANG (KURVA IS-LM)
Pokok Bahasan:
• Menurunkan kurva IS melalui perubahan keseimbangan ekonomi tiga sektor (sektor ril/pasar barang).
• Memperkenalkan pasar uang
• Menurunkan kurva LM melalui perubahan keseimbangan pasar uang
ALAM penjelasan mengenai pendekatan dasar dalam ekonomi makro (gambar 1.1), telah ditunjukkan adanya dua pasar, yaitu pasar barang (disebut juga sektor ril) dan pasar uang (sektor moneter). Sejalan dengan itu, upaya untuk mempengaruhi pendapatan nasional pada dasarnya terdiri dari dua kebijakan, yaitu kebijakan fiskal (intervensi melalui pasar barang) dan kebijakan moneter (intervensi melalui pasar uang). Kebijakan fiskal merupakan wilayah pemerintah melalui belanja pemerintah (G naik atau turun) dan atau melalui penarikan pajak (yang akan mempengaruhi/merubah C), karena C = a + b Yd dan Yd = (Y – T) sehingga menaikkan T akan mengakibatkan C turun.
Kebijakan ekonomi makro dapat dijelaskan dengan bantuan model IS-LM dan untuk jangka panjang model AD-AS (permintaan agregat dan penawaran agregat). Dalam model IS- LM, IS (investasi dan tabungan) menggambarkan keseimbangan di pasar barang dan LM (likuiditas dan uang) menggambarkan keseimbangan di pasar uang. Langkah-langkah dalam penggunaan model IS-LM disajikan pada Gambar 5.1.
Gambar 5.1. Langkah-langkah Dalam Analisa Model IS-LM
D
5.1. Kurva IS: Kesetimbangan di Pasar Barang
Kurva IS diturunkan dari model keseimbangan tiga sektor.
Kurva IS menggambarkan keadaan keseimbangan di pasar barang pada berbagai suku bunga dan pendapatan nasional. Investasi dan suku bunga memiliki hubungan yang berbanding terbalik: kalau suku bungan (r) naik, maka investasi (I) akan turun dan sebaliknya, jika suku bunga turun maka investasi akan naik.
Selanjutnya, perubahan investasi akan menimbulkan perubahan dalam pengeluaran agregat (AE) sehingga keseimbangan pendapatan nasional juga akan berubah.
Dalam pembentukan kurva IS, yang diperhatikan hanyalah perubahan keseimbangan perekonomian yang diakibatkan oleh perubahan suku bunga. Proses pembentukan kurva IS ditunjukkan oleh gambar 5.2.:
▪ Situasi awal pengeluaran agregat ditunjukkan oleh garis AE0, dimana keseimbangan tercapai di titik E0, pada tingkat pendapatan Y0.
▪ Jika suku bunga turun, I akan meningkat dari I menjadi I1
dengan kenaikan sebesar Δ I. Sebagai akibatnya pengeluaran agregat bergeser dari AE0 = C + I + G ke AE1 = C + I1 + G.
▪ Keseimbangan pendapatan nasional yang baru tercapai di E1
pada tingkat pendapatan nasional Y1.
▪ Kurva IS menggambarkan hubungan antara tingkat suku bunga dan pendapatan nasional: E0 (r0, Y0) dan E1 (r1, Y1). Garis yang menghubungkan E0 dan E1 disebut sebagai kurva IS, yaitu kurva yang menggambarkan keadaan kesetimbangan di pasar barang pada berbagai tingkat suku bunga dan pendapatan nasional.
Gambar 5.2. Pembentukan Kurva IS
Kurva IS merupakan kurva keseimbangan karena dibentuk dari keseimbangan pendapatan nasional (AE = Y) pada perekonomian tiga sektor. Bahwa titik E merupakan titik keseimbangan dijelaskan oleh gambar 5.3. Pada titik A perekonomian tidak berada dalam keseimbangan karena pengeluaran agregat berada dibawah pendapatan/produksi nasional. Dalam situasi seperti itu produksi akan terus meningkat hingga terhenti pada titik E. Ilustrasi sederhana dapat pedagang bakso sebagai contoh. Seorang pedagang bakso menyediakan 50 porsi bakso (Y) tetapi dalam tempo dua jam, dagangannya habis terjual. Keesokan harinya dia menambah produksi menjadi 60 porsi dan habis terjual dalam 3 jam. Dia lalu menambah baksonya menjadi 75 porsi dan baru habis terjual setelah 5 jam. 75 porsi bakso menjadi jumlah produksi yang akan habis terjual.
Sebaliknya, titik B menunjukkan ketidakseimbangan karena pendapatan/produksi nasional lebih besar dari pengeluaran agregat. Melanjutkan contoh pedagang bakso, pada hari pertama berjualan dia menyediakan 100 porsi, tetapi hanya terjual 75 porsi.
Keesokan harinya dia mengurangi produksi menjadi 90 dan yang terjual hanya 75 porsi. Pada hari ketiga produksi dikurangi menjadi 80 porsi dan terjual 75 porsi. Selanjutnya pedagang ini mempersiapkan dagangan sebanyak 75 porsi. Dengan demikian, setiap titik di sebelah kiri E adalah titik pengeluaran agregat lebih tinggi dari produksi nasional (AE > Y pada tingkat suku bungan tetap r0) dan oleh karena itu kegiatan ekonomi akan meningkat dan hal ini akan mendorong peningkatan pendapatan nasional dari Y1 ke Y0. Setiap titik disebelah kanan E (AE < Y pada tingkat suku bunga tetap) menggambarkan situasi produksi nasional lebih tinggi dari pengeluaran agregat dan karena itu kegiatan ekonomi akan lesu ditandai dengan penurunan produksi, yang mendorong penurunan pendapatan nasional dari Y2 ke Y0. Dengan demikian titik E adalah titik keseimbangan dan karena itu garis yang dibentuk dari titik E merupakan kumpulan titik-titik yang seimbang.
Gambar 5.3. Penyesuaian Dari Ketidakseimbangan Menuju Keseimbangan Pasar Barang
5.2. Kurva LM: Keseimbangan Pasar Uang
Dalam jangka pendek, penawaran uang (MS) dapat dianggap tetap. Sementara pemintaan uang dipengaruhi oleh pengeluaran agregat (AE). Apabila pengeluaran agregat meningkat, maka permintaan uang (MD) akan meningkat. Dalam keadaan penawaran uang yang tetap, peningkatan permintaan uang akan menaikkan suku bunga (gambar 5.4).
Kenaikan AE akan meningkatkan MD dan selanjutnya meningkatkan suku bunga (r). Disisi lain, kenaikan AE akan meningkatkan pendapatan nasional (Y). Dengan demikian, semakin tinggi Y maka r (suku bunga) akan semakin tinggi. Kurva LM dibentuk berdasarkan perubahan-perubahan keseimbangan di pasar uang yang diakibatkan oleh perubahan dalam permintaan uang. Proses pembentukan garis LM ditunjukkan gambar 5.4.
Gambar 5.4. Pembentukan Kurva LM
Proses pada gambar 5.4 diuraikan sebagai berikut:
▪ Kenaikan pendapatan dari Y0 ke Y1 meningkatkan permintaan uang dari M0D ke M1D.
▪ Karena penawaran uang konstan (MS), maka kenaikan pendapatan nasional yang menggeser permintaan uang menghasilkan perubahan keseimbangan di pasar uang dari E0
dengan tingkat bunga r0, menjadi E1 dengan tingkat bunga r1.
▪ Titik keseimbangan di pasar uang E0 (Y0, r0) digambarkan oleh titik A pada kurva yang menunjukkan hubungan antara tingkat bunga dan pendapatan nasional. Garis yang menghubungkan titik-titik ini disebut kurva LM.
Secara umum, permintaan uang tergantung pada suku bunga. Kalau suku bunga tinggi, masyarakat akan mengurangi memegang uang, dengan kata lain kenaikan suku bunga akan menurunkan permintaan terhadap uang, sebaliknya kalau suku bunga rendah maka masyarakat akan memilih memegang uang, yang berarti permintaan uang tinggi. Kurva LM merupakan kurva kesetimbangan di pasar uang karena berupa kumpulan dari titik- titik keseimbangan sebagaimana dapat dilihat pada gambar 5.5.
Gambar 5.5. Penyesuaian Dari Ketidakseimbangan Menuju Keseimbangan Pasar Uang
Pada titik A, penawaran uang lebih tinggi dari permintaannya sehingga suku bunga akan turun menuju titik keseimbangan E melalui peningkatan permintaan uang.
Sebaliknya pada titik B, permintaan uang lebih tinggi dari penawarannya sehingga suku bunga naik menuju keseimbangan di titik E melalui penurunan permintaan uang. Dengan demikian setiap ketidakseimbangan akan mengakibatkan pergerakan dalam suku bunga menuju kesetimbangan melalui perubahan permintaan uang sehingga MS = MD.
KESEIMBANGAN SERENTAK DI
PASAR BARANG DAN PASAR UANG
Pokok bahasan:
• Menggambar titik keseimbangan serentak pasar barang dan pasar uang disertai langkah-langkah perhitungan pendapatan nasional keseimbangan.
• Memperkenalkan faktor-faktor yang dapat menggeser kurva IS sebagai instrumen kebijakan fiskal.
• Memperkenalkan faktor-faktor yang dapat menggeser kurva LM sebagai instrument kebijakan moneter.
6.1. Keseimbangan IS-LM: Keseimbangan Serentak di Pasar Barang dan Pasar Uang
Melalui kekuatan pengeluaran agregat (AE) dan permintaan uang (MD), setiap ketidakseimbangan IS-LM akan kembali kepada keseimbangan. Proses ini dijelaskan melalui gambar 6.1 dimana titik A, B, C dan D berada diluar titik keseimbangan (titik E) dan melalui perubahan AE dan MD bergeser ke titik E (titik keseimbangan).
Gambar 6.1 Keseimbangan Serentak di Pasar Barang dan Pasar Uang
Contoh numerik perhitungan keseimbangan IS-LM.
Dengan informasi berikut, ingin diketahui nilai pendapatan nasional pada keseimbangan IS-LM.
Asumsi:
▪ Fungsi konsumsi rumah tangga: C = 70 + 0,75 Yd, dimana Yd adalah pendapatan disposibel (disposable income), yaitu GNP (Y) dikurangi pajak atau Yd = Y – T.
▪ Pemerintah memungut pajak sebanyak 80 dan membelanjakan semua pendapatan dari pajak ini (G = 80 dan anggaran pendapatan dan belanja pemerintah berimbang).
▪ Investasi tergantung pada suku bunga dengan fungsi I = 140 – 10 r.
▪ Penawaran uang konstan: MS = 170
▪ Fungsi permintaan uang: MD = 130 – 10r + 0,2 Y Langkah I: Penentuan persamaan kurva IS.
Keseimbangan pada pasar barang tercapai bila pendapatan nasional (Y) sama dengan pembelanjaan agregat (AE):
Y = AE = C + I + G
Y = 70 + 0,75 Yd + (140 – 10 r) + 80 Y = 70 + 0,75 (Y – 80) + 140 – 10 r + 80 Y = 70 + 0,75 Y – 60 + 140 – 10 r + 80 Y = 230 + 0,75 Y – 10 r
Y – 0,75 Y = 230 – 10 r 0,25 Y = 230 – 10 r
dengan membagi sisi kiri dan sisi kanan 0,25 akan diperoleh hasil Y = 920 – 40 r, yang merupakan persamaan garis kurva IS
Langkah II: Penentuan persamaan kurva LM
Keseimbangan di pasar uang tercapai bila penawaran uang sama dengan permintaannya (MD = MS):
MS = MD
170 = 130 – 10 r + 0,2 Y 170 – 130 + 10 r = 0,2 Y
40 + 10 r = 0,2 Y apabila sisi kiri dan sisi kanan dibagi dengan 0,2 akan diperoleh
200 + 50 r = Y, jadi persamaan garis kurva LM adalah Y = 200 + 50 r
Langkah III: Penentuan keseimbangan IS-LM
(keseimbangan serentak di pasar barang dan pasar uang):
Keseimbangan serentak di pasar barang dan pasar uang tercapai pada perpotongan kurva IS dan kurva LM (IS = LM):
Persamaan garis kurva IS: Y = 920 – 40 r Persamaan garis kurva LM: Y = 200 + 50 r IS = LM
920 – 40 r = 200 + 50 r 920 – 200 = 50 r + 40 r 720 = 90 r
r = 8
dengan memasukkan nilai r = 8 ke salah satu persamaan IS atau LM akan diperoleh nilai Y
Y = 920 – 40 r Y = 920 – (40 x 8) Y = 920 – 320 Y = 600
Dengan demikian, keseimbangan serentak di pasar barang dan pasar uang tercapai pada tingkat suku bunga, r = 8 %. Pada tingkat suku bunga 8 %, pendapatan nasional adalah 600.
Secara grafis, keseimbangan IS-LM ini disajikan pada gambar 6.2.
Gambar 6.2 Keseimbangan IS-LM Contoh Numerik
6.2. Perubahan IS-LM menuju keseimbangan Baru
Keseimbangan IS-LM dapat berubah apabila (i) IS berubah, (ii) LM berubah dan atau (iii) IS dan LM secara serentak berubah. Perubahan keseimbangan akibat pergeseran kurva IS hanya dapat terjadi kalau komponen kurva IS yaitu C (konsumsi), I (investasi) dan G (belanja pemerintah) berubah. Apabila komponen ini berubah maka IS akan bergeser. Peningkatan C atau I atau G akan menggeser IS ke kanan dan penurunan setidaknya salah satu dari tiga komponen itu akan menggeser IS ke kiri.
Contoh perubahan keseimbangan IS-LM akibat pergeseran kurva IS didemonstrasikan gambar 6.3.
Gambar 6.3 Perubahan Keseimbangan IS-LM Akibat Pergeseran Kurva IS
Pada gambar 6.3 IS mula-mula adalah IS0, yang seimbang pada titik E dengan Y0 dan r0. Akibat peningkatan setidaknya salah satu dari komponen IS (C, I, dan atau G), IS bergeser ke kanan menjadi IS1. Karena penawaran uang tetap, kurva LM tidak berubah sehingga titik keseimbangan yang baru bukan di E2
melainkan di E1 dengan pendapatan nasional Y1 dan suku bunga r1. Pergeseran LM menuju keseimbangan IS-LM yang baru terjadi karena penawaran dan atau permintaan uang yang berubah, misalnya melalui peningkatan tabungan rumah tangga pada lembaga-lembaga keuangan. Peningkatan penawaran uang akan menggeser kurva LM ke kanan sebagaimana ditunjukkan gambar 6.4.
Gambar 6.4 Perubahan Keseimbangan IS-LM Akibat Pergeseran Kurva LM
Pada gambar 6.4, kurva LM mula-mula adalah LM0, yang berpotongan dengan kurva IS pada titik E0, dimana pendapatan nasional Y0 dan suku bunga r0. Peningkatan penawaran uang menggeser LM ke LM1. Karena IS tidak berubah, keseimbangan yang baru bukan di E2 tetapi sementara di E3. Karena r sangat rendah maka permintaan uang akan meningkat sehingga r terangkat naik menghasilkan keseimbangan yang baru di E1
dengan tingkat pendapatan nasional Y1 dan suku bunga r1. Jadi, peningkatan penawaran uang akan meningkatkan Y dan menurunkan r.
Biasanya, peningkatan investasi (I) yang menggeser IS ke kanan akan diikuti oleh peningkatan penawaran uang yang akan menggeser LM ke kanan. Pergeseran serentak IS dan LM ini akan menghasilkan kemungkinan tiga titik keseimbangan yang baru, yaitu: (i) apabila peningkatan I yang menggeser IS ke kanan diikuti dengan peningkatan penawaran uang yang sedikit, maka pendapatan nasional (Y) akan meningkat relatip lebih sedikit dan r akan naik, (ii) apabila peningkatan penawaran uang disesuaikan dengan tambahan permintaan uang karena peningkatan I, maka
pendapatan nasional akan meningkat cukup besar dari Y0 ke Y2
dan r tidak berubah dan (iii) peningkatan penawaran uang yang terlalu besar akan mengakibatkan peningkatan Y yang besar dan suku bunga turun. Ketiga kemungkinan ini dapat dilihat pada gambar 6.5.
Gambar 6.5 Keseimbangan IS-LM yang Baru Akibat Pergeseran Serentak Kurva IS dan Kurva LM
MODEL IS-LM: KEBIJAKAN FISKAL DAN KEBIJAKAN MONETER
Pokok Bahasan:
• Memperkenalkan perbedaan pandangan Mazhab Klasik dan Mazhab Keynes terkait kurva LM dan implikasinya bagi kebijakan ekonomi makro.
• Menunjukkan hasil kebijakan tunggal (fiskal maupun moneter) dan kebijakan campuran disertai contoh numerik perhitungan.
RODUKSI nasional mengalami fluktuasi dari waktu ke waktu, sehingga dalam ekonomi makro dikenal masa ekspansi (booming) dimana produksi nasional meningkat dengan pesat dan setelah itu terjadi konstraksi (resesi), yaitu masa dimana produksi menurun.
Fluktuasi ini berada diatas dan dibawah trend pertumbuhan jangka panjang yang linier. Trend pertumbuhan menunjukkan produksi nasional potensial sedangkan kurva yang berfluktuasi (disebut juga siklus bisnis) menunjukkan produksi nasional ril (gambar 7.1).
Gambar 7.1 Siklus Bisnis
Bila GDP ril lebih rendah dari GDP potensial (produksi nasional berada dibawah trend jangka panjangnya) akan terjadi pengangguran, sebaliknya saat GDP ril lebih tinggi dari GDP potensial (produksi nasional berada diatas trend jangka panjangnya) maka yang terjadi adalah inflasi. Penganguran dan inflasi merupakan penyakit utama perekonomian karena itu kebijakan ekonomi ditujukan untuk menekan pengangguran dan inflasi melalui langkah-langkah yang bertujuan agar GDP ril berada pada trend jangka panjangnya.
P
7.1. Kebijakan Ekonomi Makro
Alat kebijakan ekonomi makro pada dasarnya terdiri dari dua jenis, yaitu (i) kebijakan fiskal dan (ii) kebijakan moneter.
Kebijakan fiskal dijalankan oleh pemerintah melalui intervensi atas dua komponen pengeluaran agregat (AE), yaitu dengan meningkatkan atau menurunkan belanja pemerintah (merubah G) dan meningkatkan atau menurunkan konsumsi rumah tangga (merubah C). Belanja pemerintah (G) dapat dirubah secara langsung melalui realisasi anggaran pendapatan dan belanja pemerintah, sedangkan konsumsi masyarakat hanya dapat dirubah secara tidak langsung melalui pajak. Dari fungsi konsumsi C = a + bYd yang ditulis ulang menjadi C = a + b (Y – T) terlihat bahwa kalau T berubah maka C akan berubah. Jika pemerintah menaikkan pajak maka C akan turun dan sebaliknya. Kebijakan fiskal melalui G dan T akan mengakibatkan produksi nasional (Y) berubah. Jika perubahan G dan atau T mengakibatkan Y meningkat maka kebijakan fiskal dimaksud merupakan kebijakan yang ekspansif, sebaliknya kebijakan yang mengakibatkan Y turun disebut sebagai kebijakan fiskal yang kontraktif.
Kebijakan moneter dijalankan oleh otoritas keuangan (bank sentral) yang di Indonesia berada ditangan Bank Indonesia (BI). Instrumen kebijakan moneter hanya ada satu, yaitu merubah (menaikkan atau menurunkan) jumlah penawaran uang (MS).
Dalam hal kebijakan moneter mengakibatkan produksi nasional (Y) meningkat maka kebijakan itu disebut bersifat ekspansif dan sebaliknya jika mengakibatkan Y turun disebut kebijakan moneter kontraktif.
Dalam model IS-LM, kebijakan fiskal bertujuan menggeser kurva IS, sedangkan kebijakan moneter bertujuan untuk menggeser kurva LM. Terkait efektivitas kebijakan fiskal dan kebijakan moneter untuk pertumbuhan ekonomi, terdapat perbedaan pandangan antara Mazhab Klasik dan Mazhab Keynes.