• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Perbandingan Penafsiran Berkah dalam Tafsir al-Qurthubi dan Ibnu Katsir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Studi Perbandingan Penafsiran Berkah dalam Tafsir al-Qurthubi dan Ibnu Katsir"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PERBANDINGAN PENAFSIRAN BERKAH DALAM TAFSIR AL-QURTHUBȊ DAN IBNU KATSȊR

Skripsi ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Disusun Oleh : Dita Fiki Farchanti

(13210510)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA 1438 H/ 2017 M

(2)

STUDI PERBANDINGAN PENAFSIRAN BERKAH DALAM TAFSIR AL-QURTHUBȊ DAN IBNU KATSȊR

Proposal ini diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar S1 Usuluddhin

Disusun Oleh : Dita Fiki Farchanti

(13210510)

PRODI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA 2017 M/1437 H

(3)
(4)

i

Skripsi dengan judul“Studi Perbandingan Penafsiran Berkah dalam Tafsir al-Qurthubi dan Ibnu Katsȋr)” yang disusun oleh Dita Fiki Farchanti dengan Nomor Induk Mahasiswa 13210510 telah melalui proses bimbingan dengan baik dan disetujui untuk diujikan pada sidang munaqasyah.

Jakarta, 14 Agustus 2017 Pembimbing,

Drs. Arison Sani, MA

(5)

ii

Skripsi dengan judul “Studi Perbandingan Penafisran Berkah Menurut al- Qurthubî dan Ibnu Katsîr” oleh Dita Fiki Farchanti dengan NIM 13210510 telah diujikan pada sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta pada tanggal 18 Agustus 2017. Skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag).

Jakarta, 18 Agustus 2017 Dekan Fakultas Ushuluddin Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta

Dra. Hj. Maria Ulfah, MA

Sidang Munaqasyah

Ketua Sidang Sekretaris Sidang

Dra. HJ. Maria Ulfa, MA Dra. Suci Rahayuningsih

Penguji I, Penguji II,

Dr. Muhammad Ulinnuha, Lc, MA Dr. Hj. Romlah Widayati, M.Ag Pembimbing,

Drs. Arison Sani, MA

(6)

iii

PERNYATAAN PENULIS

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Dita Fiki Farchanti

NIM : 13210510

Tempat/Tgl. Lahir : Bekasi, 09 Juni 1996

Menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Studi Perbandingan Penafsiran Berkah dalam Tafsir al-Qurthubî dan Ibnu Katsîr” adalah benar-benar asli karya saya kecuali kutipan-kutipan yang sudah disebutkan. Kesalahan dan kekurangan di dalam karya ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab saya.

Jakarta, 14 Agustus 2017

Dita Fiki Farchanti

(7)

iv

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan sebuah karya kecil ini untuk Kedua Orang tuaku tercinta, Bapa Sudaryoto dan Mamah Mahenny, yang tiada pernah hentinya selama ini memberi Dita semangat, doa, dorongan, nasehat dan kasih sayang serta pengorbanan yang tak tergantikan hingga Dita selalu kuat menjalani setiap rintangan yang ada di depanku.

Ya Allah Ya Rahman Ta Rahim… Terimakasih telah tempatkan Dita diantara kedua malaikatmu yang setiap waktu ikhlas menjagaku, mendidikku, membimbingku dengan baik. Ya Allah berikanlah balasan setimpal syurga firdaus untuk mereka dan jauhkanlah mereka dari siksa api neraka.

(8)

v MOTTO

ُ قِبَتْساَف

ُِتاَرْ يَْلْا اوُ …

…”Berlomba-lombalah dalam kebaikan”

(9)

vi

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah Swt. atas hidayah dan kemurahan-Nya yang dianugerahkan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan tugas Skripsi ini dengan baik, dan tak lupa juga shalawat serta salam disampaikan kepada junjungan Nabi besar Muhammad Saw.

Keluarganya, para sahabatnya, para pengikutnya sampai akhir zaman.

Tujuan Penulisan Skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Strata 1 (S. Ag) dari Institut Ilmu Al-Qur‟an Jakarta, Fakultas Usuluddhin, Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir. Dalam rangka itulah penulis membuat Skripsi dengan judul “Studi Perbandingan Penafsiran Berkah dalam Tafsir al-Qurthubȋ dan Ibnu Katsȋr”.

Dalam menyelesaikan Skripsi ini, tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang dihadapi, dan dialami penulis, baik yang menyangkut pengaturan waktu, pengumpulan bahan-bahan (data), maupun pembiayaan dan lain sebagainya. Namun berkat kesungguhan hati dan kerja keras disertai dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, maka segala kesulitan dan hambatan itu dapat diatasi dengan sebaik-baiknya, sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak telah memberikan bantuan atas terselenggaranya Skripsi ini. Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada:

1. Allah swt, yang Mahasegalanya, yang selalu memberikan kemudahan dalam setiap kesulitan, apalah arti skripsi ini apabila tidak ada campur tangan-Nya.

2. Ibu Prof. Dr. Hj. Khuzaemah Tahido Yanggo, Lc, MA, Ibunda kita semua, RektorInstitut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta.

(10)

vii

atas kesediannya menyetujui judul penulis, juga merekomendasikan dospem yang baik.

4. Bapak Dr. H. M. Ulinnuha Husnan, Lc, MA, selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir yang telah memberi banyak bekal untuk menuju penulisan skripsi ini.

5. Bapak Drs. H. Arison Sani, MA, sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan banyak waktunya untuk membina, menelaah dan memberikan banyak perbincangan actual mengenai judul skripsi ini.

6. Kak A‟yuna, Ibu Mahmmudah, Ibu Sami‟ah, Ibu Muthmainnah, dan Bu Istiq. Instruktur tahfidz yang selalu jadi penyemangat dikala tumbang dan putus asa dalam menghafal, terimakasih telah membimbing penulis dari semester awal sampai semester akhir, semoga Allah membalas dengan kebaikan yang banyak.

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ushuluddin IIQ Jakarta, yang telah meniupkan ruh semangat dalam belajar dan membagikan ilmunya pada penulis, sehingga penulis mampu memahami banyak hal terkait ilmu-ilmu Al-Qur`an.

8. Seluruh staf Fakultas Ushuluddin, yang telah membantu setiap tangga proses yang penulis lalui.

9. Pimpinan dan staf perpustakaan IIQ Jakarta, perpustakaan Fakulats Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah, perpustakaan umum UIN Syarif Hidayatullah, perpustakaan PSQ, dan perputakaan umum Islam Iman Jama‟, terimakasih atas kesempatannya untuk penulis dalam mencari bahan yang diperlukan dalam penyusunan skripsi.

10. Kedua Orangtuaku, Mama Mahenny dan Bapak Sudaryoto, yang tiada hentinya memanjatkan doa kepada-Nya untuk kesuksesan penulis, ucapan terimakasih yang tiada hentinya penulis haturkan,

(11)

viii

shaghira, terimakasih telah menjadi orang tua terbaik untuk penulis.

11. Keluargaku, Mama Ikah, Bapa Jaja, Agus Priyanto, Evi Risdayanti, Ida sahli Mubarok, Sefira Azizatul Firdaus, Ninin Suryani, Dede Ikhwan, dan Siti Rahmah, terimakasih atas dukungan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis dikala penulis sedang tumbang.

12. Kak Darajat Kautsar terimakasih banyak atas semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, Motivasi, Doa, dan bantuan-bantuan yang telah diberikan dari awal penulisan skripsi hingga sekarang.

13. Lu‟luatul Ma‟Muroh, teman seperjuangan dalam menuntut ilmu di Institut Ilmu Al-Qur‟an, dan sekaligus sahabat sekamar yang selalu memberi energi positif dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

Terimakasih atas kebersaman dan kebaikannya dalam keaadaan senang maupun duka.

14. Teman-teman angkatan 2013, khususnya untuk teman-teman Ushuluddin yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas kebersamaan dan supportnya selama masa perkuliahan hingga sekarang.

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu dalam kata pengantar yang terbatas ini.

Semoga Allah Swt. memberikan balasan lebaikan yang tidak terhingga. Terakhir, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada siapa saja yang membacanya.

Jakarta, 14 Agustus 2017

Dita Fiki Farchanti

(12)

ix

PERSETUJUAN PEMBIMBINGi ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN PENULIS ... iii

PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

PEDOMAN TRANSLITERASI ... xii

ABSTRAKSI ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ... 7

D. Tinajuan Pustaka ... 8

E. Metodologi Penelitian ... 10

F. Teknik dan Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BERKAH A. Pengertian Berkah ... 13

B. Pentingnya Mencari Berkah dan Motivasi untuk Mencarinya . 17 C. Sebab-Sebab yang dapat mendatangkan keberkahan ... 19

D. Penghalang-penghalang Datangnya Keberkahan ... 24

E. Mencari Berkah yang Disyari‟atkan ... 26

F. Kosa Kata Berkah dalam Al-Qur‟an ... 37

(13)

x KATSIR

A. Deskripsi Tentang al-Qurthubi ... 43

1. Biografi al-Qurthubi ... 43

2. Pemikiran dan Karya-karya al-Qurthubi ... 43

3. Sumber, Metode dan Corak Penafsiran al-Qurthubi ... 44

4. Sistematika Penafsiran al-Qurthubȋ ... 47

B. Deskripsi Tentang Ibnu Katsir ... 48

1. Biografi Ibnu Katsir ... 48

2. Pemikiran dan Karya-karya Ibnu Katsir ... 49

3. Sumber, Metode dan Corak Penafsiran Ibnu Katsir ... 50

4. Sistematika Penafsiran Ibnu Katsir ... 51

BAB IV PENAFSIRAN AYAT-AYAT BERKAH DALAM TAFSIR al- QURTHUBI DAN IBNU KATSIR A. Penafsiran Ayat-ayat Berkah dalam Tafsir al-Qurthubȋ Dan Tafsir Ibnu Katsir ... 53

1. Penafsiran Surat al-A’raf ayat 96 ... 53

2. Penafsiran Surat Hud ayat 48 ... 56

3. Penafsiran Surat Hud ayat 73 ... 60

4. Penafsiran Surat Maryam ayat 31 ... 63

B. Analisis Penafsiran al-Qurthubi dan Ibnu Katsir ... 65

C. Berkah Menurut Pandangan Ibnu Katsȋr Dan Al-Qurthubi ... 68

1. Berkah Menurut al-Qurthubi ... 68

2. Berkah Menurut Ibnu Katsir ... 69

D. Berkah Menurut Pandangan Para Ulama ... 70

E. Relevansi Ayat-ayat Berkah dengan Keimanan ... 72

(14)

xi

A. Kesimpulan ... 81 B. Saran ... 82 DAFTAR PUSTAKA ... 83

(15)

xii A. Konsonan

Huruf

Arab Nama Huruf

Latin Keterangan

أ Alif - Tidak dilambangkan

ة bā` B Huruf “be”

ث tā` T Huruf “te”

ث tsā` Ts Huruf “te” dan “es”

ج Jim J Huruf je

ح hā` H Huruf “ha” dengan garis bawah

خ khā` kh Huruf “ka” dan “ha”

د Dal D Huruf “de”

ذ Dzal dz Huruf “de” dan “zet”

ز rā` R Huruf “er”

ش Zai Z Huruf “zet”

س Sin S Huruf “es”

ش Syin sy Huruf “es” dan “ye”

ص Shād sh Huruf “es” dan “ha”

ض Dhād dh Huruf “de” dan “ha”

ط thā` th Huruf “te” dan “ha”

ظ zhā` zh Huruf “zet” dan “ha”

ع „ain „ Koma terbalik di atas hadap

kanan

غ Ghain gh Huruf “ge” dan “ha”

ف fā` F Huruf “ef”

ق Qāf Q Huruf “qi”

ك Kāf K Huruf “ka”

ل Lām L Huruf “el”

و Mim M Huruf “em”

ن Nun N Huruf “en”

و wāwu W Huruf “we”

ھ hā` H Huruf “ha”

ء hamzah ` Apostrof

ي yā` Y Huruf “ye”

(16)

xiii B. Vokal

Vokal Tunggal Tanda Vocal

Arab

Tanda Vokal

Latin Keterangan

__َ__

A Harakat Fathah

__ِ__

I Harakat Kasrah

__ُ__

U Harakat Dhammah

Vokal Panjang Tanda Vokal

Arab

Tanda Vokal

Latin Keterangan

ا __ َ__

ȃ Huruf “a” dengan topi di

atas

ي __ ِ__

Î Huruf “i” dengan topi di atas

و __ ُ__

Û Huruf “u” dengan topi di

atas

Vokal Rangkap Tanda Vokal

Arab

Tanda Vokal

Latin Keterangan

__َ__

ي

Ai Huruf “a” dan “i”

__َ__

و

Au Huruf “a” dan “u”

C. Kata Sandang

1) Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (لا) qamariyyah ditransliterasi sesuai dengan bunyinya. Contohnya:

ةسقبنا: al-Baqarah تىيدمنا: al-Madînah

2) Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (لا) syamsiyyah ditransliterasi sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai bunyinya. Contoh:

(17)

xiv

سمشنا : asy-syams ىمزادنا : ad-Dȃrimî

3) Syaddah (Tasydîd) dalam sistem aksara Arab digunakan dengan lambang (_ّ_), sedangkan untuk alih aksara dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan cara menggandakan huruf yang bertanda tasydîd.

Aturan ini berlaku umum, baik tasydîd yang berada di tengah kata, di akhir kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Contoh:

ِللبِب بَّىَمأ : Âmannȃ billȃhi ءبَهَفُّسنا َهَمأ : Âmana as-Sufahȃ’u َهْيِرَّنا َّنِإ : Inna al-ladzîna ِعَكُّسناَو : wa ar-rukka’i 4) Ta Marbuthah (ة) apabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh kata

sifat (na’at), maka huruf tersebut dialih aksarakan menjadi huruf “h”.

Contoh:

ِةَدِئْفَلأا : al-Af`idah

تَّيِم َلَْسِلإا تَعِمبَجنا : al-Jȃmi’ah al-Islȃmiyyah

Sedangkan ta marbuthah yang diikuti atau disambungkan (di- washal) dengan kata benda (isim), maka dialih aksarakan menjadi huruf “t”. Contoh:

ٌتَبِصبَو ٌتهِمبَع :’Âmilatun Nashibah سْب كنا تَيلٱا

ى : al-Âyat al-Kubrȃ

(18)

xv Dita Fiki Farchanti (13210510)

Studi Perbandingan Penafsiran Berkah dalam Tafsir al-Qurthȗbi dan Ibnu Katsȋr

Skripsi ini membahas tentang berkah dalam al-Qur‟an dengan pendekatan studi perbandingan terhadap penafsiran al-Qurthȗbi dan Ibn Katsȋr. Karya al-Qurthȗbi dipilih karena salah satu kitab tafsir mu’tabar untuk dijadikan rujukan dalam memahami ayat ahkam. Dalam menafsirkan al-Qur‟an al-Qurthȗbi tidak berpegang terhadap pendapatnya sendiri atau terhadap pendapat mufassir saja. Sementara karya Ibnu Katsȋr tercatat dalam sejarah orang yang paling banyak mengetahui hadis, fatwa sahabat, ulama dan tabi‟in. Ibnu Katsir juga termasuk diantara para mufassir yang menggunakan kisah-kisah bani israil di dalam penafsirannya. Bagi penulis, hal ini menjadi dasar yang kuat merujuk tafsir Ibnu Katsȋr untuk mengetahui makna berkah secara akurat. Sehingga riwayat israiliyat menjadi pembeda dari tafsir al-Qurthubi.

Dalam al-Qur‟an ada beberapa terminologi; zakat, riba, berkah. Dari terminologi yang terdapat dalam al-Qur‟an tersebut, sengaja kami membahas berkah karena masih banyak manusia yang belum mengetahui makna berkah sesungguhnya. Banyak umat manusia yang salah salah kaprah memaknai makna berkah dalam kehidupan sehari-hari.

Penelitian ini bertujuan ntuk mengetahui cara dan hasil penafsiran al- Qurthȗbi dan Ibnu Katsir terhadap ayat-ayat berkah sekaligus mengetahui persamaan dan perbedaan penafsiran dari keduanya. Jenis penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini adalah kepustakaan (library research), analisis data bersifat penelitian kualitatif dengan menggunakan metode analisis komparatif sehingga diketahui secara detail baik perbedaan maupun persamaannya.

Di akhir pembahasan dapat disimpulkan bahwa keberkahan menurut al-Qurthȗbi ialah kebaikan yang secara langsung dirasakan oleh individu muslim. Bagi Ibnu katsȋr ialah kebaikan yang berlandaskan keimanan yang hakiki baik secara langsung atau tidak. Keberkahan hanya untuk kaum tertentu saja. Dan kaum beriman dan bertakwa.

(19)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya tidak dengan main-main.1 Segala hal yang Ia ciptakan pasti ada hikmah dan manfaat yang berjalan sesuai dengan ketentuan-Nya. Manusia diciptakan hanya untuk beribadah kepadanya dan tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain-Nya, manusia yang menuruti perintah-Nya, mendapat sebaik-baiknya balasan dan bagi manusia yang acuh terhadap perintah-Nya, mendapat siksaan yang sangat pedih. Padahal Allah Swt. tidak akan pernah butuh pada (perbuatan) mereka (manusia) tapi merekalah yang pasti membutuhkan-Nya di setiap situasi dan kondisi.2 Manusia yang mengikuti perintah Allah Swt.

berada di jalan kebaikan. Sedangkan manusia yang ingkar terhadap perintah- Nya berada di jalan kerugian.3 Jalan kebaikan akan mendatangkan kebaikan dan keberkahan. Jalan keburukan tentu akan mendatangkan kerugian dan jauh dari keberkahan. Oleh karena itu, iman dan takwa merupakan dua syarat penting bagi siapapun yang mengharapkan keberkahan dari Allah Swt.4 Setiap manusia mengharapkan keberkahan dalam hidup mereka. Dengan keberkahan manusia dapat meraih kebaikan dalam hidup bahkan dapat meraih kebesaran Allah Swt. Di dalam Al-Qur‟an, Allah Swt.

menggambarkan kebesaran-Nya sebagai Tuhan Pencipta alam semesta sekaligus Pengatur segala tindak-tanduk di dalam kehidupannya.5 Karenanya,

1 Jalaluddin al-Mahalli, Jalaluddin as-Suyuthi, Tafsir al-Jȃlalain (Kairo: Dar al- Hadits, tt.), cet ke-1, h. 601

2 Abu al-Fida Ismail Ibnu Katsȋr, Tafsir al-Qur‟an al-„Adzhim (Dar al-Thayyibah:

1999), cet-1, Vol. 7. h. 425

3 QS. Al-Baqarah (2): 64

4 Siti Chamamah Suratno, Ensiklopedia Al-Qur‟an Dunia Islam Modern (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 2002), h. 304

5 QS. Al-Mulk (67): 1-3

(20)

dari masa ke masa umat islam berlomba-lomba untuk mencari keberkahan di setiap sendi kehidupannya. Ada yang mengharapkan keberkahan rezeki, keberkahan ilmu, keberkahan umur, keberkahan anak dan lainnya.6

Sekalipun rezeki masing-masing manusia telah ditetapkan oleh Allah SWT. namun manusia dianjurkan untuk senantiasa berusaha mencari rezeki agar meraih bekal kebaikan dan meraih keberkahan harta supaya eksistensi di muka bumi tetap terjaga dengan menjauhkan diri dari kehendak dan kebutuhan yang hina.7 Sehingga usaha yang dijalani manusia dalam mencari rezeki berbuah kebaikan dan keberkahan serta menguntungkan, bukan kerugian dan kesusahan yang siapapun tidak menginginkannya. Sungguh dalam hal ini Islam melalui Al-Qur‟an telah menunjukkan umat manusia pada pintu rezeki dan keberkahan yang terus bertambah. Itu semua adalah kebaikan Allah terhadap hamba-hamba-Nya. Dalam firman-Nya;

هَاللّ َكَراَبَتَف َخ ِاَِاِل هخَل ا َن

8

Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik. (QS. al-Mu‟minun [23]:14)

Allah SWT. memberkahi setiap hamba-Nya yang beriman dan bertakwa dalam berbagai bentuk limpahan keberkahan. Berkah tidak berbentuk materi saja, karena apabila berkah hanya digambarkan dengan segala bentuk yang nyata saja, maka berapa banyak kekayaan dan kemegahan orang-orang yang ingkar kepada Allah SWT. mereka mendapatkannya tanpa sesuatu kebahagiaan, bahkan sebagai istidraj, uluran untuk menambah sesatnya mereka dalam dunia yang fana ini, untuk terazab dalam masa yang kekal dan

6 Novel bin Muhammad Alaydrus, Mana Dalilnya 1, (Surakarta: Taman Ilmu, 2005), Cet. Ke-1, h. 137

7 Abdullah Marhul al-Sawalamah, al-Barakah fi al-Rizqi wa al-Asbȃb al-Jalȋbah laha fi Dhaw al-Kitab wa al-Sunnah (Saudi Arabia: Universitas Islam Madinah

Munawwarah: 2003), h. 251

8 QS. al-Mu‟minun [23]: 14

(21)

abadi.9 Berkah bukan sekedar cukup dan mencukupi saja, tapi berkah juga menentukan kadar ketaatan kepada Allah SWT. dalam keadaan apapun, baik berlimpah atau sebaliknya. Istilah dalam bahasa Arab menyebutkan “Al- Barokatu tuzȋdukum fȋ ath-tho‟ah,” keberkahan meningkatkan ketaatanmu kepada Allah SWT. Begitu juga hidup yang diberkahi bukan hanya dalam keadaan sehat, tapi kadang sakit itu justru menjadi berkah, sebagaimana Nabiyullah Ayyub as, sakitnya menambah taatnya kepada Allah.10

Keberkahan yang diberikan kepada seorang hamba karena ketakwaan, keimanan, dan ketaatannya sudah semestinya akan berpengaruh terhadap suasana hati dan kondisi kejiwaannya yang senantiasa akan selalu merasa cukup dengan harta yang telah diperolehnya walaupun berjumlah sedikit.

Dan sebaliknya, barangsiapa yang tidak meraih keberkahan, suasana hati dan kondisi kejiwaannya tidak akan pernah merasa puas meskipun ia telah diberikan harta yang banyak.11

Keberkahan atau berkah memiliki pengertian sebagai pertumbuhan, penambahan, dan kebahagian (antonim kesengsaraan).12 Ibnu Hajar al- Asqallȃnȋ (w. 852 H.) menjelaskan makna berkah yaitu bertambahnya atau banyaknya kebaikan dan anugerah. Keberkahan itu penambahan yang tetap dan terus menerus. Karenanya orang Arab menyebut air yang terkumpul banyak di suatu tempat dengan birkah, dan unta yang menderum disebut barakat al-ibil (unta berhenti/menetap).13 Dari pengertian ini lalu muncul kata “berkah” untuk beberapa hal yang artinya menumpuknya kebaikan pada

9 M. Syafi‟i Hadzami, 100 Masalah Agama 5, (Jakarta: Menara Kudus, 1982), h. 22

10 An‟im Abu, Kiat Sukses Ulama Salaf dalam Mencari Ilmu, (Jawa Barat:

Mu‟jizat, 2015), h. 76

11 Nawwar bin as-Syalli, Meraih Hidup Penuh Berkah, (Jakarta: Khatulistiwa press, 2011), h. 2

12 Jamaluddin Ibnu Manzhur, Lisȃn al-„Arab (Bairut: Dar Shadir, 1414 H.) Vol. 10.

h. 395-396. Lihat juga: Al-Fairuzbadawi, al-Qamȗs al-Muhȋth (Bairut: Muassasah al- Risalah, 2005), j. 3. h. 293,

13 Ibnu Hajar al-„Asqallȃnȋ, Fath al-Bȃri (Bairut: Dar al-Ma‟rifah, 1379 H.), Vol.

11. h. 162-163

(22)

sesuatu dan bersifat menetap. Pengertian berkah menurut Ibnu Hajar al- Asqallȃnȋ memperkuat pengertian berkah menurut Ibnu al-Atsir dan an- Nawawi dengan menunjukkan sebuah hadis Nabi sebagai dasar pengambilan maknanya. Pusat keberkahan hanya pada Allah semata, makhluk mana pun tidak akan bisa menyajikan dan mendatangkan keberkahan dari dirinya sendiri. Allah menyatakan bahwa diri-Nya lah sumber keberkahan.14

Pengertian keberkahan atau berkah dapat dibaca dari penafsiran al- Qurthubî dan Ibnu Katsȋr sebagai dua mufassir klasik –yang bentuk dan cara penafsirannya memepengaruhi terhadap perkembangan tafsir pada masa setelahnya. Berkah menurut al-Qurthubî (w. 671 H.) ialah segala bentuk kebaikan yang melimpah.15 Pengertian ini teridentifikasi dari penafsirannya terhadap ayat pertama dari surat Al-Furqan. Ibnu Katsȋr mengartikannya dengan kebaikan yang tetap dan terus menerus.16 Pengertian makna berkah dari dua tokoh mufassir klasik merupakan asumsi dasar penulis untuk mengembangkan gagasan dua mufassir klasik ini di dalam mengungkap makna berkah yang ada di dalam Al-Qur‟an.

Dalam penelitian ini, penulis menunjuk kata berkah dalam Al-Qur‟an yang sering disebutkan dan diharapkan untuk meraihnya dalam berbagai bentuk kegiatan setiap manusia beriman dan bertakwa melalui dua tafsir klasik. Tafsir al-Qurtubi yang pada dasarnya adalah salah satu kitab tafsir mu‟tabar (diakui) untuk dijadikan rujukan dalam memahami ayat aḥkam.

Dalam menafsirkan Al-Qur‟an, al-Qurtubi tidak berpegang terhadap pendapatnya sendiri atau terhadap pendapat satu mufassir saja. Akan tetapi ia banyak menuqil pendapat ulama di atasnya seperti Ibn Jarȋr al-Tabarȋ, Ibn

„Aṭiyah, Ibn al-„Arabȋ, al-Kiya‟ al-Hirasiy, dan Abu Bakar al-Jashshash.

14 Akhsin Sakho Muhammad, Keberkahan Al-Qur‟an, (PT Qaf Media Kreativa, 2017), Cet. , h. 14

15 Syamsuddin al-Qurthubȋ, al-Jami‟ li Ahkam al-Qur‟an, (Kairo: Dar al-Kutub al- Misriyah, 1964), Vol. 13. h. 1

16 Ibnu Katsȋr, Tafsȋr al-Qur‟ȃn al-„Adzhim, Vol. 6. h. 92

(23)

Karena, ia punya prinsip bahawasanya di antara ilmu yang berkah ialah menyandingkannya dengan pendapat orang lain.17 Selain itu juga, al- Qurthubî merupakan salah satu mufassir yang tidak fanatik dengan madzhab yang dianutnya, bahkan ia melakukan penggalian hukum terhadap dalil sehingga sampai kepada pendapat yang benar, siapapun itu ulamanya.18 Dalam mukadimah kitabnya, al-Qurṭubî menyebutkan bahwa, Allah telah menjadikan perumpamaan-perumpamaan yang ada di dalamnya sebagai pelajaran bagi orang yang mau mentadaburinya (merenunginya). Perintah- perintah yang ada di dalamnya adalah petunjuk bagi orang yang mampu melihatnya dengan mata hati.19

Sedangkan Ibnu Katsȋr tercatat dalam sejarah di antara orang yang paling banyak mengetahui hadis, fatwa sahabat, dan ulama dari tabi‟in.20 Sehingga kitab tafsirnya memiliki corak bil ma‟tsȗr, di dalamnya terdapat banyak riwayat dan pendapat para sahabat dan tabi‟in. Secara pendakatan tafsir Ibnu Katsȋr menggunakan normatif-historis yang berbasis utama kepada periwayatan. Meskipun begitu, Ibnu Katsȋr sesekali menggunakan pendekatan rasio atau penalaran dalam menafsirkan ayat.21 Kemudian yang menjadi daya tarik dari tafsir Ibnu Katsȋr di dalam membahas tema berkah ini adalah langkah penafsirannya yang menyeluruh dengan menjelaskan suatu ayat dengan ayat yg lain, lalu membandingkannya sampai makna dari ayat yang ditafsirkannya menjadi jelas. Ia juga mennggunakan hadis marfu‟ untuk menjelaskan suatu ayat. Tidak ketinggalan pendapat para sahabat dan ulama

17 Dr. Muhammad Husain al-Dzahabi, Al-Tafsȋr wa al-Mufassirȗn (Kairo:Dar al- Ḥadits, 2005), Vol. 2. h. 402

18 Al-Dzahabi, Al-Tafsȋr wa al-Mufassirȗn, Vol. 2. h. 403.

19 Al-Qurṭubi, Al-Jȃmi‟ li Ahkȃm al-Qur‟ȃn, Vol. 1. h.1.

20 Harun Nasution, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Percetakan Sapdodadi, 1992) h. 366.

21 Tim Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Studi Kitab Tafsir (Yogyakarta: Penerbit Teras), h. 136-137

(24)

dari tabi‟in, ia jadikan juga penjelas terhadap suatu ayat.22 Ibnu Katsȋr juga termasuk di antara para mufassir yang menggunakan kisah-kisah bani Israil di dalam penafsirannya. Bagi penulis, hal ini menjadi dasar yang kuat menunjuk Tafsir Ibnu Katsȋr untuk mengetahui makna berkah secara akurat.

Sehingga riwayat Israilliyat menjadi pembeda dari tafsir al-Qurthubȋ yang sangat penting untuk disandingkan di dalam penelitian ini.

Pemilihan topik berkah dalam penelitian ini berangkat dari kekeliruan sebagian manusia beriman dan bertakwa dalam memahami makna berkah di dalam kehidupan sehari-hari. Berkah tidak bisa dipaksakan begitu saja yang hanya terjadi pada sesuatu yang banyak. Tapi bisa saja terjadi pada sesuatu yang sedikit seperti yang terjadi pada sesuatu yang banyak.23 Dengan demikian, penulis menganggap penelitian ini penting dilakukan untuk memberikan pemahaman yang universal bagi umat manusia yang senantiasa tunduk dan patuh terhadap perintah Allah SWT. Sesungguhnya mengetahui sebab dan pencegah datangnya keberkahan adalah hal utama bagi setiap individu yang mencintai kebaikan.

Di dalam Al-Qur‟an terdapat ayat-ayat lain yang berbicara tentang berkah, tetapi keempat ayat yang penulis ambil yaitu (QS. Al-A‟rȃf [7]:96, QS. Hȗd [11]:48, QS. Hȗd [11]:73), QS. Maryam [19]:31 secara tegas menyatakan bahwa pada hakikatnya keberkahan diberikan kepada orang- orang yang beriman dan bertakwa. Selanjutnya ayat tesebut menyatakan bahwa semestinya manusia menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan- Nya agar mendapatkan keberkahan dari Allah SWT baik yang bersifat materi maupun non materi.

22 Tim Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,

Studi Kitab Tafsir, h. 139-400

23 Ibnu Hajar, Fath al-Bȃri, Vol. 3. h. 337

(25)

Atas dasar latar belakang di atas penulis memberi judul “Studi Perbandingan Penafsiran Berkah Menurut al-Qurthubî dan Ibnu Katsȋr”.

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Dari judul yang dibahas oleh penulis dapat ditemukan beberapa masalah yang patut untuk dibahas, antara lain adalah:

a. Adanya kekeliuran tentang mengenai makna hakikat berkah

b. Adanya kisah kisah didalam Al-Qur‟an tentang kaum yang mendapat berkah

c. Adanya sebab-sebab diturunkannya berkah 2. Pembatasan Masalah

Penelitian tentang hakikat berkah dalam Al-Qur‟an ini akan dibatasi dengan meneliti ayat al-Qur‟an Surat al-A‟rȃf ayat 96, Surat Hȗd ayat 48 dan 73, dan Surat Maryam ayat 31, Penelitian tentang makna-makna ayat-ayat tersebut akan dibatasi dengan memilih dua buah kitab tafsir klasik yaitu Kitab al-Jami‟ li Ahkam Al-Qur‟an karya Abu „Abdillah bin Ahmad al- Anshari al-Maliki al-Qurthubî dan kitab Tafsir Al-Qur‟an al-„Adzim karya Imam al-Din abi al-Fida‟ Isma‟il bin Katsȋr yang lebih dikenal dengan nama Ibn Katsȋr.

3. Rumusan Masalah

Sedangkan rumusan masalahnya dinyatakan dalam bentuk mendasar dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana penafsiran al- Qurthubî dan Ibnu Katsȋr terhadap ayat-ayat yang berbicara tentang berkah?

2. Bagaimana persamaan dan perbedaan penafsiran al-Qurthubî dan Ibnu Katsȋr tentang berkah?

(26)

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Secara Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan pengetahuan ilmiah dibidang ilmu agama islam dan tafsir. khususnya tentang berkah dan pengaruhnya terhadap manusia.

b. Dengan mengetahui dalil-dalil tentang barakah di dalam Al-Qur‟an, diharapkan agar masyarakat muslim dapat mengetahui makna hakikat berkah yang sebenarnya dan mengetahui manfaat berkah.

c. Dengan mengetahui dan memahami dalil-dalil tentang bekah di dalam Al-Qur‟an, diharapkan agar masyarakat muslim lebih taat kepada Allah dan lebih dekat kepada kebajikan serta menjauhkan diri dari sifat keji dan munkar.

D. Tinjauan Pustaka

Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan barakah antara lain:

Pertama, Skripsi yang ditulis oleh Diah Pranitasari Fakultas Agama Islam jurusan Muammalat (Syari‟ah) Universitas Muhammadiyyah Surakarta yang berjudul “Konsep Berkah Menurut Pandangan Para Pedagang Pasar Klewer”.24 Di skripsi tersebut ia mencoba untuk mengungkapkan konsep keberkahan dalam mencari rizki melalui berdagang menurut pandangan para pedagang pasar klewer, apakah telah sesuai dengan konsep berkah menurut pandangan islam.

Diantara skripsi yang ditulis oleh Diah dengan skripsi yang akan penulis kaji saat ini sama-sama membahas tantang berkah. Sedangkan perbedaannya terletak pada pokok pembahasan, penulis berdasarkan pokok penafsiran para mufassir bukan pada para pedagang pasar klewer.

24 Diah Pranitasari, “Konsep Berkah Menurut Pandangan Para Pedagang Pasar Klewer”, (Skripsi S1 Fakultas Agama Islam jurusan Muammalat (Syari‟ah) Universitas Muhammadiyyah Surakarta, 2012)

(27)

Kedua, Skripsi yang ditulis oleh Sari Nur Rizqillah Fakultas Usuluddhin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Jakarta yang berjudul “Tabarruk Masyarakat Prespektif Hadis”.25 ia membahas tentang konsep tabarruk secara global dilengkapi dengan pembahasan media dan tata cara yang disyariatkan serta memasukkan dukungan dari ayat-ayat Al-Qur‟an. Selain itu, ia juga menjadikan hadis-hadis dalam penelitiannya sebagai objek yaitu bagaimana kualitas hadis tentang berkah dan hadis tersebut yang akan menjadikan alasan dan penguat hukum tabarruk dalam skripsi tersebut.

Ketiga, Skripsi yang ditulis oleh Farihah Jadwa Izzaty Fakultas Usuluddhin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Jakarta yang berjudul

“Berkah Dalam Prespektif Hadis”.26 Ia membahas pada analisa hadis-hadis tentang berkah, serta menjelaskan kandungan dan kualitas hadisnya.

Didalam skripsi yang ditulis Sari dan Farihah dengan yang akan penulis kaji masih sama sama mebahas tentang berkah, perbedaannya pada pokok pembahasan, penulis berdasarkan pokok penafsiran sedangkan Sari dan Farihah berdarkan pada hadis.

Keempat, Tesis yang ditulis oleh Jamaludin Konsentrasi Al-Qur‟an dan Al-Hadis Institut Ilmu Al-Qur‟an Jakarta yang berjudul “Barakah dalam Prespektif Mufassirin”.27

Didalam tesis yang ditulis oleh Jamaludin dengan skripsi yang akan penulis kaji saat ini sama-sama membahas tentang ayat-ayat berkah.

Sedangkan perbedaannya terletak pada mufasirnya.

Kelima, Skripsi yang ditulis oleh Uswatun Khasanah Fakultas Usuluddhin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

25 Sari Nur Rizqillah, “Tabarruk Masyarakat Prespektif Hadis”, (Skripsi S1 Fakultas usuluddhinn dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2007)

26 Farihah Jadwa Izzaty, “Berkah Dalam Prespektif Hadis”, (Skripsi S1 Fakultas

usuluddhinn dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013)

27 Jamaludin, “Barakah dalam Prespektif Mufassirin”, (Tesis Konsentrasi Al-Qur‟an

dan Al-Hadtis, Institut Ilmu Al-Qur‟an Jakarta, 2006)

(28)

Yogyakarta yang berjudul “Relasi Rahmah dan Berkah dalam Al-Qur‟an”.28 Ia membahas hubungan anatara berkah dengan rahmat di dalam Al-Qur‟an.

Didalam skripsi yang ditulis Uswatun Khasanah dengan yang akan penulis kaji masih sama sama mebahas tentang berkah, perbedaannya pada pokok pembahasan, penulis fokus kepada penafsiran ayat-ayat berkah.

E. Metododologi Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang diterapkan dalam skripsi ini adalah kepustakaan (library research), yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian.29 Penelitian telaah pustaka ini merupakan penelitian kualitatif, yaitu metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan).30

2. Sumber Penelitian

Untuk mendapatkan data, maka penulis menggunakan sumber data primer dan sekunder yang relevan dengan penulisan skripsi ini. Adapun sumber yang penulis gunakan sebagai sumber data primer adalah Al- Qur‟an, kitab-kitab tafsir khususnya kitab Tafsir al-Qurthubî karya Abu

„Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshari al-Maliki al-Qurthubî, dan Tafsir Al-Qur‟an al-„Adzim karya „Imaduddin Abul Fida Isma‟il bin „Amr bin Katsȋr.

Sedangkan sumber lain yang merupakan sumber data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain adalah ensiklopedi Al-

28 Uswatun Hasanah, Relasi Rahmah dan Berkah dalam Al-Qur‟an, (Skripsi S1 Fakultas usuluddhinn dan Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016)

29 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

2008), Edisi ke-2, Cet. Ke-1, h. 3

30 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung:

Alfabeta, 2009), Cet. Ke-8, h.9

(29)

Qur‟an, kamus-kamus bahasa, jurnal, dan buku buku yang berkaitan dengan pembahasan dalam skripsi ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data, penulis mengumpulkan dokumentasi data dengan cara penelusuran kepustakaan dari berbagai sumber di beberapa perpustakaan serta mencari informasi terkait dari berbagai artikel di internet sebagai bahan yang selanjutnya ditelaah secara intens sehingga dapat mendukung dalam kejelasan dan pembuktian suatu masalah.

4. Metode Analisis Data

Adapun penerapan dalam penelitian ini adalah metode analisis- komparatif. Metode analisis-komparatif.31, yaitu suatu pendekatan dengan cara mengumpulkan data yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas yaitu tentang “Berkah”. Kemudian data tersebut dideskripsikan, yaitu memaparkan penafsiran al-Qurthubî dan Ibnu Katsîr untuk memperoleh kejelasan masalah tentang “Berkah”.

Kemudian bersifat komparatif yaitu antara dua pendapat tadi dikomparasikan, sehingga penulis dapat mengetahui persamaan dan perbedaannya.

F. Teknik dan Sistematika Penulisan

Mengenai teknik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi Institut Ilmu Al-Qur‟an Jakarta yang diterbitkan oleh IIQ Jakarta Press tahun 2011.

Skripsi ini terbagi menjadi lima bab, setiap bab terdiri dari beberapa sub-sub bab yang dimasukkan untuk memperoleh dalam penyusunan serta mempelajarinya, dengan sistematika sebagai berikut:

31 Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999), Cet. Ke-4, h.

63

(30)

Bab pertama, berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan,

Pada bab kedua ini penulis membahas tentang tinjauan umum tentang berkah yang meliputi pengertian berkah, pentingnya mencari berkah, sebab dan penghalang keberkahan, dan kosa kata berkah. Hal ini untuk mengetahui bagaimana ayat-ayat Al-Qur‟an menggunakan kata berkah beserta maknanya dan bagaimana cara agar manusia mendapatkan keberkahan.

Pada bab ketiga penulis membahas tentang dua orang mufassir, yaitu al-Qurthubî dan Ibnu Katsȋr, yang karyanya dijadikan acuan dalam penelitian ini dan meliputi biografi, pemikiran dan karya-karya yang dihasilkan, metode serta corak tafsir yang digunakan. Penulis juga memaparkan pandangan umum tentang berkah menurut dari masing- masing Mufassir tersebut; al-Qurthubî dan Ibnu Katsȋr.

Pada bab keempat ini merupakan inti pembahasan mengenai penafsiran ayat-ayat berkah didalam Al Qur‟an. Dari penafsiran tersebut tujuannya untuk mengetahui penafsiran aya-ayat berkah menurut al- Qurthubî dan Ibnu Katsȋr, selain itu dijelaskan juga persaman perbedaan kedua tafsir tersebut, serta mencantumkan relevansi ayat-ayat berkah dengan keimanan.

Pada bab terakhir ini akan dikemukakan kesimpulan adalah; jawaban penulis atas pertannyaan penelitian pada rumusan masalah yang menjadi fokus kajian penulis.

(31)

13 BAB II

TINAJUAN UMUM TENTANG BERKAH

A. Pengertian Berkah

Berkah menurut arti lughat adalah berkat, bahagia, untung, tumbuh dan berkembang, menurut kamus Al Muhith, Barakah artinya ialah bergerak, tumbuh, bertambah atau bahagia.

Kata berkah sendiri dalam Al-Qur‟an secara bahasa sama dengan zakat dan riba yaitu sama-sama mempunyai arti “bertambah dan tumbuh”. Yang membedakannya adalah:

Menurut Imam Syamsuddin al-Sakhawi, berkah adalah:

ْاِب ُداَرُمْلَا ِةَماَرَكْلاَو ِْيَْْلْا َنِم ُةَداَيِّزلاَو ُّوُمُّنلَا ِةَكَرَ ب ل

“yang dimaksud dengan barakah adalah berkembang dan bertambahnya kebaikan dan kemuliaan”.1

Sedangkan Zakat menurut bahasa berasal dari kata:

ُءىَشلا اَكَز

ْوُكُزَ ي

: sesuatu itu bertambah dan tumbuh. Bila dikatakan

ُعْرَّزلا اَكَز

:

itu artinya tanaman itu tumbuh, dan

ُةَراَجِّتلا ِتَكَز

: perniagaan itu tumbuh dan berkembang.2

pengertian zakat menurut istilah syari‟at islam, kata-kata zakat tersebut digunakan dalam arti seukuran tertentu dari beberapa jenis harta, yang wajib dikeluarkan kepada golongan-golongan tertentu dari manusia, dikala telah terpenuhinya syarat-syarat tertentu. Bagian harta ini disebut

1 An‟im Abu, Kiat Sukses Ulama Salaf dalam Mencari Ilmu, (Jawa Barat: Mu‟jizat,

2015), h. 74-75

2 Islamiwiki.blogspot.co.id

(32)

zakat, karena harta yang asli akan tumbuh berkat dikeluarkannya zakat dan berkat didoakan oleh si penerima.3

Sedangkan riba menurut bahasa adalah

ةَداَيِز

: tambahan atau berkembang.

menurut istilah pengertian dari riba adalah penambahan pada harta dalam akad tukar-menukar tanpa adanya imbalan atau pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.4

Berkah juga bisa diartikan dengan „kebahagiaan‟ Dalam firman Allah Ta‟ala disebutkan

ُذَّ ۡحَز َِللّٱ ُُٗز ََٰوَسَثَٚ

ۥ

“(Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya.” (QS. Hȗd [11]:73) Imam al-Farra‟ berkata, “Yang dimaksud dengan barakah dalam ayat tersebut adalah „kebahagiaan‟.5

Ar- Raghib (W 502 H) berkata, “Berkah adalah tetapnya kebaikan ilahi pada sesuatu.” Allah Ta‟ala berfirman,

ٌََۡٛٚ

ًََۡ٘أ ََْأ ََٰٜسُمٌۡٱ َٚ ْإَُِٛاَء ْا َۡٛمَرٱ َِِّٓ ٖذ ََٰوَسَث ُِٙۡ١ٍََع بَٕ ۡحَزَفٌَ

ِء بََّسٌٱ ِض ۡزَ ۡلۡٱ َٚ

ْاُٛثَرَو ِٓىٌَََٰٚ

َُْٛجِس ۡىَ٠ ْاُٛٔبَو بَِّث ََُُٰٙٔ ۡرَخَأَف ٦٩

Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS. al-A‟rȃf [7]:96) Dinamakan demikian karena tetapnya kebaikan pada sesuatu tersebut

3 Islamiwiki.blogspot.co.id

4 Islamiwiki.blogspot.co.id

5 Nawwar binas-Syalli, Meraih Hidup Penuh Berkah, (Jakarta: Khatulistiwa press,

2011), h. 7

(33)

seperti tetapnya air di dalam kolam. Sedangkan yang dimaksud dengan yang diberkahi adalah apa yang ada di dalamnya berupa kebaikan.6

Ibnu Al-Atsir (W 606 H) berkata di dalam penjelasannya terhadap hadits shalawat atas Nabi Shallahu Alaihi wa Sallam,

َمْيِىاَرْ بِإ ِلآ يَلَعَو َمْيِىاَرْ بِإ يَلَع َتْكَراَب اَمَك ٍدَّمَُمُ ِلآ يَلَعَو ٍدَّمَُمُ يَلَع ْكِراَب

“Dan berkahilah kepada Nabi Muhammad beserta keluarganya, sebagaimana Engkau memberkahi Nabi Ibrahim beserta keluarganya.

Maksudnya, teguhkanlah baginya dan tetapkanlah atas apa yang telah Engkau beri kepadanya berupa kemuliaan dan karunia. Itu diambil dari kata Baraka al-Ba‟ȋru yang artinya unta itu duduk (menetap diatas tanah).

Ibnu Al-Qayyim (W 751 H) berkata, Doa keberkahan ini mengandung arti pemberian kebaikan terhadap apa yang telah diberi pada keluarga Ibrahim. Maksud keberkahan tersebut adalah langgengnya kebaikan dan berlipat ganda atau bertambahnya kebaikan. Inilah hakikat keberkahan.7

Dengan demikian menjadi jelaslah bahwa keberkahan adalah langgengnya kebaikan dan berlipat ganda atau banyaknya kebaikan dan bertambahnya, bahkan bisa bermakna kedua-duanya.8

Berkah adalah ciptaan Allah yang diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya Seberapa pun banyak harta yang telah didapatkan, jika keberkahan telah dicabut darinya, maka tidaklah akan mampu memberikan suatu kepuasan apapun. Namun, jika kita masih ragu akan adanya barakah di dalam harta, rezeki dan sebagainya, maka renungilah sebuah perumpamaan nyata yang pernah dijelaskan Rasulullah saw. Kepada sahabatnya berikut ini.

6 Amin bin Abdullah Asy-Syaqawi, Kiat Meraih Keberkahan, (Jakarta: Darus

Sunnah, 2013), h. 1

7 Jala Al-Afham, h. 354

8 Nashir bin „Abdurrahman, At-Tabarruk, Anwa‟uhu wa Ahkamuhu, (Dâr Ibnil

Jauzi, 2005), h. 37-38

(34)

Dari Hakim bin Hizam (W 54 H), ia berkata, “Aku pernah meminta (harta) kepada Rasulullah saw. lalu beliau memberiku. Kemudian aku memintanya lagi, maka beliau kembali memberiku. Kemudian aku memintanya lagi, dan beliau juga memberiku. Namun beliau bersabda,

“Sesungguhnya harta itu manis dan enak. Siapa yang mengambilnya dengan rasa syukur dan rasa cukup, dia akan diberi barakah dengan harta itu. Dan, siapa yang mengambilnya dengan nafsu serakah, ia tidak akan mendapat barakah dengan harta itu, bahkan ia seperti orang makan yang tidak pernah merasa kenyang. Tangan yang di atas (memberi) lebih baik daripada tangan yang di bawah (meminta atau menerima).” Mendengar sabda Rasulullah tersebut, Hakim bin Hizam bersumpah, “Ya Rasulullah, demi Allah yang mengutus engkau dengan agama yang hak, aku berjanji tidak akan meminta-minta apapun kepada siapa saja sesudah ini. Dan aku berjanji, tidak akan mengambil sesuatu dari orang lain sampai aku berpisah dengan dunia.”9 (HR. Bukhari) Mengenai hadits di atas, Ibnu Abi Jamroh (W 699 H) menjelaskan,

“Hadits ini membolehkan kita membuat perumpamaan untuk sebuah pesan yang kiranya sulit di fahami oleh lawan bicara. Dengan perumpamaan itu akan mudah bagi orang tersebut untuk memahami pesan yang akan disampaikan. Hal ini perlu dilakukan karena kebanyakan orang selama ini tidak mengetahui hakikat barakah kecuali dalam bentuk harta kekayaan yang melimpah. Maka Rasulullah saw. ingin menjelaskan kepada para sahabatnya dengan membuat sebuah perumpamaan yang mudah untuk mereka fahami.

Bahwa barakah itu termasuk ciptaan Allah Swt. dan tidaklah seperti yang mereka kira selama ini. Dengan perumpamaan itu beliau menegaskan bahwa seseorang makan agar perutnya kenyang kenyang dan hilang rasa lapar. Tapi, jika ternyata ada orang yang banyak makan namun tidak juga merasa kenyang, ini menunjukkan bahwa makanan yang telah dimakannya itu menjadi sia-sia. Tidak memberi manfaat apapun kepadanya.

9 al-Bukhȃrî, Shahih al-Bukhȃrî (Daar Thuq al-Najȃt, 1422 H), Vol. 2. h. 123

(35)

Begitu juga dengan harta. Manfaat yang sebenarnya dari harta bukanlah dari bendanya itu, tapi manfaat apa saja yang bisa kita dapatkan melalui harta tersebut. Bila ia punya harta berlimpah, namun ia tidak bisa memperoleh banyak manfaat dari harta tersebut seperti yang ia inginkan, maka harta itu seolah-olah telah lenyap dari genggamannya. Maksudnya, adanya harta itu seperti tidak ada.10

Dengan demikian, sabda Rasul ini benar-benar nyata. Kita bisa melihat sendiri, tidak sedikit orang kaya yang punya banyak harta masih juga mengeluh kalau hati mereka sedih dan merasa hidupnya hampa. Rumah tangga mereka retak, dan anak-anak pun tidak patuh. Problematika yang mereka hadapi itu banyak terdengar di masyarakat. Dan masyarakat pun banyak yang penasaran, bagaimana mungkin harta melimpah itu tidak mampu membuat hidup mereka jadi bahagia?

Bahkan, banyak diantara mereka yang lantas frustasi, kemudian mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Mengapa hal seperti ini bisa terjadi? Tentu karena keberkahan telah dihilangkan dari kekayaan rezeki mereka.11

B. Pentingnya Mencari Berkah dan Motivasi untuk Mencarinya “Mengapa perlu ada motivasi mencari berkah?”

Pertama, telah dibahas bahwasannya berkah adalah tetapnya kebaikan ilahi pada sesuatu bersamaan dengan bertambahnya kebaikan tersebut padanya, Apabila keberkahan ada pada suatu hal maka tidaklah perlu dipertanyakan lagi akan kemanfaatannya dan kelanggengannya, akan tetapi jika pada suatu hal tersebut tidak terdapat keberkahan didalamnya maka hal itu tidak ada artinya.12

10 Ibnu Abi Jamroh, Bahjatun Nufȗs, Vol. 2 h. 151

11 Nawwar bin as-Syalli, Meraih Hidup Penuh Berkah, h. 10-13

12 Nawwar bin as-Syalli, Meraih Hidup Penuh Berkah, h. 6

(36)

Kedua, sesungguhnya Allah memberikan karunia kepada makhluk-Nya dengan keberkahan, dan ini merupakan bukti betapa besar keutamaan dan manfaatnya..13 Allah Ta‟ala berfirman,

َهَعَِ َِِّّٓ َُُِٖأ ٍَََٰٝعَٚ َهۡ١ٍََع ٍذ ََٰوَسَثَٚ بَِِّٕ ٍَََُٰٖسِث ۡظِجۡ٘ٱ ُحََُٰٕٛ٠ ًَ١ِل ۚ

"Wahai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu. (QS. Hȗd [11]:48)

Ketiga, sesungguhnya para Nabi dan para shalihin memohon keberkahan kepada Allah Ta‟ala dan tidaklah mereka memohon melainkan terhadap hal- hal yang besar manfaatnya.14

Diriwayatkan oleh al-Bukhârî di dalam Shahihnya dari hadits Urwah al- Bariqi ra, bahwasannya Nabi saw. memberinya satu dinar untuk dibelikan seekor kambing. Dengan uang itu ia beli dua ekor kambing, kemudian salah satunya dijual seharga satu dinar, lalu dia menemui beliau dengan membawa seekor kambing dan uang satu dinar. Maka beliau mendoakan baginya keberkahan dalam jual belinya itu.” Sungguh apabila dia berdagang debu sekalipun pasti dapat mendatangkan keuntungan.15

Keempat, sesungguhnya Nabi saw. telah mengajarkan kita untuk memohon berkah dalam doa kita, dan agar kita bersemangat dalam mencari keberkahan tersebut, dan tidak pernah merasa cukup terhadap berkah-Nya.

Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi di dalam Sunannya dari hadits Al-Hasan bin Ali ra berkata, “Rasulullah saw. mengajariku beberapa kalimat yang aku ucapkan dalam shalat witir, yaitu:

13 Nawwar bin as-Syalli, Meraih Hidup Penuh Berkah, h. 7

14 Nawwar bin as-Syalli, Meraih Hidup Penuh Berkah, h. 7

15 al-Bukhârî, Shahih al-Bukhârî, Vol. 4. h. 28.

(37)

َتْيَدَى ْنَمْيِف ْ ِنِِدْىا َّمُهّللَا َتْيَ فاَع ْنَمْيِف ِْنِِفاَعَو

ْكِراَبَو َتْيَّلَوَ ت ْنَمْيِف ِنَِّلَوَ تَو

َمَّرَش ِْنِِقَو َتْيَطْعَأ اَمْيِف ِْلِ

َضْقُ ي َلََو يِضْقَ ت َكَّنِإَف َتْيَضَق ا َلَ ُوَّنِإَو َكْيَلَع

َتْكَراَبَ ت َتْيَلاَو ْنَم ُّلِذَي َتْيَلاَعَ تَو اَنَّ بَر

Ya Allah! Berilah aku petunjuk sebagaimana orang yang telah Engkau beri petunjuk, berilah aku perlindungan (dari penyakit dan apa yang tidak disukai) sebagaimana orang yang telah Engkau lindungi, sayangilah aku sebagaimana orang yang telah Engkau sayangi. Berilah berkah pada apa yang Engkau berikan kepadaku, jauhkan aku dari kejelekan apa yang Engkau takdirkan, sesungguhnya Engkau yang menjatuhkan qadha, dan tidak ada orang yang memberikan hukuman kepada-Mu. Sesungguhnya orang yang Engkau bela tidak akan terhina, dan orang yang Engkau musuhi tidak akan mulia. Mahasuci Engkau, wahai Tuhan kami dan Mahatinggi Engkau.16

C. Sebab-sebab yang dapat mendatangkan keberkahan 1. Takwa kepada Allah Azza wa jalla

Tidaklah seorang pun yang bertakwa kepada Allah dalam suatu urusan melainkan Allah akan memberikan keberkahan di dalamnya, Allah Ta‟ala berfirman,

ٌََۡٛٚ

ًََۡ٘أ ََْأ ََٰٜسُمٌۡٱ َٚ ْإَُِٛاَء ْا َۡٛمَرٱ َِِّٓ ٖذ ََٰوَسَث ُِٙۡ١ٍََع بَٕ ۡحَزَفٌَ

ِء بََّسٌٱ ِض ۡزَ ۡلۡٱ َٚ

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS. Al-A‟rȃf [7]:96)

Al-Fakhrurazi berkata, “Allah Ta‟ala menjelaskan di dalam ayat tersebut bahwa seandainya mereka taat niscaya Allah akan membukakan bagi mereka pintu-pintu kebaikan dengan keberkahan dari langit berupa hujan dan kebaikan dari bumi berupa tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, banyaknya pangan dan hewan ternak serta mendapatkan rasa aman dan ketentraman.17

16 at-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi (Beirut: Dȃr al-Gharn al-Islami, 1998), Vol. 1. h.

587

17 ar-Razi, Tafsir ar-Razi, Vol. 14, h. 151

(38)

Allah Ta‟ala berfirman,

ٌََِٛأَٚ

ْاََُّٰٛمَز ۡسٱ ٍََٝع ِخَم٠ِسَطٌٱ ب ٗلَدَغ ًء بَِ ََُُٰٕٙۡ١َم ۡسَ َلۡ

ٔ٩

“jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak).” (QS. al-Jinn [72]:16) dan juga firman- Nya,

ٌََۡٛٚ

ًََۡ٘أ ََْأ ِتََٰزِىٌۡٱ َٚ ْإَُِٛاَء ْا َۡٛمَرٱ َفَىٌَ

ِّ١َس َُُٕۡٙۡع بَٔ ۡس ِذَََٰٕن ٍَََُُٰٕۡٙۡخ ۡخَ َلَۡٚ ُِِۡٙرب َ

ُِ١ِعٌَٕٱ ٩٦

“Dan sekiranya Ahli Kitab beriman dan bertakwa, tentulah Kami tutup (hapus) kesalahan-kesalahan mereka dan tentulah Kami masukkan mereka kedalam surga-surga yang penuh kenikm`atan.”

(QS. al-Mȃidah: [5]:65)

Oleh karenanya, tatkala Nabi Shallallahu Alaihi wa sallam bersama para sahabatnya menjadi pribadi-pribadi yang tinggi dalam tingkat ketakwaannya, serta konsisten dalam menjalankan konsekuensi-konsekuensinya maka keberkahan pun besar merata terhadap mereka.18

Thalaq bin Habib berkata, “Takwa adalah beramal dengan menaati Allah diatas cahaya dari-Nya, dengan mengharap pahala dari-Nya dan meninggalkan maksiat kepada-Nya, termasuk ketakwaan yang sempurna yaitu melaksanakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan hal-hal yang haram dan syubhat.”19

2. Sedekah Harta

Sedekah harta benda, baik yang sifatnya wajib (zakat) atau pun sunnah, adalah mengeluarkan sebagian harta benda yang dimiliki karena Allah kepada orang yang berhak menerimanya. Sedekah adalah perbuatan yang

18 Amin bin Abdullah Asy-Syaqawi, Kiat Meraih Keberkahan, h. 53-54

19 Amin bin Abdullah Asy-Syaqawi, Kiat Meraih Keberkahan, h. 52-54

(39)

dapat menjadikan harta jadi bertambah banyak dan juga bisa melindunginya dari musibah dan bencana.20 Allah akan melipatgandakan harta yang disedekahkan. Allah Swt. telah berfirman,

ُكَح َّۡ٠ َُللّٱ ْا ََٰٛثِّسٌٱ ِٟث ۡسُ٠َٚ

ِذََٰلَدَصٌٱ

“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.” (QS. al- Baqarah [2]:276)

Maksud dari „menyuburkan‟ adalah melipatgandakan dan memberkahi harta tersebut.

Dan Allah Swt. juga telah berfirman:

َِْإ َٓ١ِلِّدَصٌُّۡٱ َٚ

ِذََٰلِّدَصٌُّۡٱ ْاُٛضَسۡلَأَٚ

ََللّٱ ُٞ٠ِسَو ٞس ۡنَأ ٌََُُۡٙٚ ٌَُُۡٙ ُفَع ََٰضُ٠ بَٕٗسَح بًض ۡسَل

ٔ١

“Sesungguhnya orang-orang yang membenarkan (Allah dan Rasul- Nya) baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipatgandakan (pembayarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” (QS. al-Hadȋd [57]:18)

3. Mencari harta dengan cara yang halal

Diriwayatkan oleh al-Bukhârî, dari hadits Abu Said Al-Khudri ra., bahwasannya Nabi saw. memberitahu kepada para sahabatnya akan dibukakannya kenikamatan dunia, kemudian beliau bersabda pada akhir hadits, “Maka barangsiapa yang mengambil harta yang menjadi haknya ia akan diberikan keberkahan padanya. Dan barangsiapa yang mengambil harta yang bukan menjadi haknya maka ia adalah seperti hewan yang selalu makan dan tidak pernah kenyang.21

4. Mencari harta dengan cara yang baik tidak rakus ataupun meminta-minta

Diriwayatkan oleh al-Bukhârî, dari hadits Hakim bin Hizam ra, ia berkata, “Aku pernah meminta sesuatu kepada Rasalullah saw. lalu beliau

20 Amin bin Abdullah Asy-Syaqawi, Kiat Meraih Keberkahan, h. 129

21 al-Bukhârî, Shahih al-Bukhârî, Vol. 8, h. 91.

(40)

memberiku, kemudian aku meminta lagi, maka beliau pun memberiku kembali. Kemudian aku meminta lagi, maka beliau pun masih memberiku lagi seraya beliau bersabda.

“Wahai Hakim, sesungguhnya harta itu hijau lagi manis, maka barangsiapa yang mencarinya untuk kedermawanan dirinya maka harta itu akan memberkahinya. Namun barangsiapa yang mencarinya untuk keserakahan maka harta itu tidak akan memberkahinya, seperti orang yang makan namun tidak kenyang.”22

Maksud dari perkataan mencari harta dengan baik yaitu tanpa meminta ataupun tamak.

Di antara manfaat yang bisa diambil dari hadits ini, bahwa sifat qana‟ah (merasa cukup) seorang mukmin dan keridhaannya terhadap pembagian rezeki Allah kepadanya, serta penjagaan dirinya dari meminta-minta dan sikap tidak tamak terhadap apa yang dimiliki oleh orang lain adalah sebagai sebab terbesar dari keberkahan, walupun rezeki yang didapatkannya itu sedikit. Sebagaimana halnya sikap suka meminta-minta dan sikap tamak terhadap apa yang ada pada orang lain merupakan sebab terbesar dari hilangnya keberkahan, walaupun harta yang dimilikinya itu banyak.23

5. Jujur dalam interaksi jual beli dan berdagang serta usaha

Diriwayatkan oleh al-Bukhârî, dari hadits Hakim bin Hizam ra bahwasannya Nabi saw. bersabda,

“Dua orang yang melakukan jual beli boleh melakukan khiyar (pilihan untuk melangsungkan atau membatalkan jual beli) selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan menampakkan dagangannya maka keduanya diberkahi dalam jual belinya, namun bila menyembunyikan dan berdusta maka akan dimusnahkan keberkahan jual belinya.24

22 al-Bukhârî, Shahih Bukhârî, Vol. 2. h. 123.

23 Amin bin Abdullah Asy-Syaqawi, Kiat Meraih Keberkahan, h. 71

24 al-Bukhârî, Shahih Bukhârî, Vol. 3. h. 58.

(41)

Sabda beliau saw. “jika keduanya jujur dan menampakkan dagangannya.”Maksudnya, setiap pihak menjelaskan akan cacat dagangannya kepada pihak lainnya baik pada barangnya maupun harganya dan dia jujur dalam hal itu.25

Adapun arti dari sabdanya beliau saw. “Maka keduanya diberkahi dalam jual belinya.” Yaitu akan menjadi lebih banyak manfaat pada barangnya tersebut atau harganya. Dan arti dari sabda beliau saw. “Maka akan dimusnahkan keberkahan jual belinya.” Yaitu akan hilang keberkahannya dari bertambahnya dan berkembangnya hal itu.26

6. Ridha kepada pembagian Allah Dalam sebuah hadits dikatakan.

ُوَّللا َمَسَق َِبِ َيِضَر ْنَمَف ُهاَطْعَأ اَِبِ ُهَدْبَع يِلَتْيَ ب َلَاَعَ تَو َكَراَبَ ت َوَّللا َّنِإ ْنَمَو ُوَعَّسَوَو ِوْيِف ُوَل ُوَّللا َكَرَ ب ُوَل َّلَجَو َّزَع ُوَل ْكِراَبُ ي َْلَ َضْرَ ي َْلَ

“Sesungguhnya Allah akan menguji hamba-Nya dengan sesuatu yang telah Dia berikan kepadanya. Maka, barangsiapa yang ridha dengan pembagian Allah, Dia akan memberi berkah padanya dan meluaskan pembagian rezeki tersebut. Dan barangsiapa yang tidak ridha dengan pembagian tersebut, maka Allah tidak akan memberkahinya dan tidak akan menambahkan dari apa yang telah ditetapkan oleh-Nya.”27 Termasuk ridha dengan pembagian Allah adalah qana‟ah dengan sesuatu yang sedikit. Maka, barangsiapa yang qana‟ah saat mendapatkan keuntungan yang sedikit, ia akan tetap bersemangat dalam berbisnis, sehingga bisnisnya it uterus berjalan. Dan, ia akan mendapatkan keuntungan yang besar dari bisnisnya itu. Dari sinilah muncul keberkahan karena sifat qana‟ah.28

D. Penghalang-penghalang Datangnya Keberkahan 1. Maksiat dan dosa

25 al-Nawawi, Syarah An-Nawawi fi Shahih Muslim, Jil 4, h. 167

26 Amin bin Abdullah Asy-Syaqawi, Kiat Meraih Keberkahan, h. 77

27 Ahmad ibn Hambal, Musnad Ahmad, Vol. 33. h. 403.

28 Nawwar bin as-Syalli, Meraih Hidup Penuh Berkah, h. 128

(42)

Pada pembahasan sebelumnya takwa adalah sebagai sebab terbesar yang dapat mendatangkan keberkahan, demikian halnya dengan maksiat memiliki dampak yang sangat besar dalam menghancurkan keberkahan dan menghilangkannya.

Allah Ta‟ala berfirman,

ٌََۡٛٚ

ُرِخاَؤُ٠ َُللّٱ َضبٌَٕٱ ٖخَث اَخ ِِٓ بَِ٘سَۡٙظ ٍَََٰٝع َنَسَر بَِ ْاُٛجَسَو بَِّث

“Dan sekiranya Allah menghukum manusia disebabkan apa yang telah mereka perbuat, niscaya Dia tidak akan menyisakan satu pun makhluk bergerak yang bernyawa di bumi ini.” (QS. Fathir [35]: 45) Ibnu Al-Qayyim berkata, “Di antara hukuman perbuatan maksiat ialah kemaksiatan akan menghapuskan keberkahan umur, rezeki, ilmu, amalan, ketaatan, dan secara global kemaksiatan menjadi penghapus keberkahan setiap urusan agama dan dunia. Karenanya tidak akan engkau dapatkan orang yang umur, agama, dan dunianya paling sedikit keberkahannya disbanding orang yang bergelimang dalam kemaksiatan kepada Allah.

Tidaklah keberkahan dihapuskan dari bumi kecuali dengan sebab perbuatan maksiat manusia.29

2. Memakan harta yang tidak halal Dalam sebuah hadits dikatakan,

“sesungguhnya (harta) dunia itu bagaikan sayuran yang hijau segar.

Barangsiapa yang bisa mendapatkannya secara halal, ia akan diberkahi di dalamnya. Dan banyak sudah orang yang berusaha mencari harta Allah dan Rasul-Nya secara tidak benar maka ia akan mendapatkan neraka di hari kiamat nanti.” (HR. ath-Thabrani)

Hadits ini secara manthuq-nya (makna yang bisa diambil dari susunan kata yang diucapkan) menunjukkan makna bahwa keberkahan itu akan diberikan khusus kepada orang yang bisa mendapatkan harta secara halal.

Sedangkan secara mafhum-nya (makna yang diambil dari kebalikan susunan

29 Amin bin Abdullah Asy-Syaqawi, Kiat Meraih Keberkahan, h. 97

(43)

kata yang diucapkan), hadits ini menunjukkan bahwa harta yang dihasilkan dengan cara yang haram itu tidaklah akan diberkahi.30

3. Dusta dan berbuat curang

Telah lalu hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, dari hadits Hakim bin Hizam bahwasannya Nabi saw. bersabda,

“Dua orang yang melakaukan jual beli boleh melakukan khiyar (pilihan untuk melangsungkan atau membatalakan jual beli) selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan menampakkan dagangannya maka keduanya di berkahi dalam jual belinya, dan bila menyembunyikan serta berdusta maka akan dimusnahkan keberkahan jual belinya.”

4. Meng-ghashab (memakai tanpa izin) milik orang lain

Ghasab adalah perbuatan tercela karena mengandung unsur penzaliman.

Terkadang orang yang melakukan ghasab itu akan berdalih dengan menggunakan sumpah. Maka sumpah bohong yang seperti ini tidaklah akan memberikan manfaat apapun kepadanya kecuali jauh kepada Allah. Karena sumpah bohong itu justru akan menjerumuskan pelakunya ke Neraka Jahanam.31

5. Memakan riba

Memakan riba dapat menghalangi datangnya berkah. Allah Swt. telah berfirman,

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar manusia bertambah pada harta manusia, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksdukan untuk memperoleh keridaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).” (ar-Rȗm [30]:39) 6. Mencurangi takaran dan timbangan

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah di dalam sunannya, dari hadits Ibnu Umar bahwasannya Nabi saw. bersabda, “Wahai golongan Muhajirin, lima perkara

30 Nawwar bin as-Syalli, Meraih Hidup Penuh Berkah, h. 152-154

31

Gambar

Tabel 1. Ayat-Ayat Berkah

Referensi

Dokumen terkait

Mengingat dalam setiap penafsiran Ibnu Arabi selalu menghubungkan makna yang tersirat dari suatu ayat dengan pandangannya, demikian juga dalam surat al-fatihah tidak

Ibnu Katsir menjelaskan pada ayat tersebut tentang apa saja yang bisa didapatkan oleh kaum muslim ketika melakukan jihad walaupun pada awalnya berat terasa untuk

Tafsir Ibnu Katsir Q.S Luqman ayat 12-19 , Nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Q.S Luqman ayat 12-19 dan

7 Al-Imam Abul Fida Isma‟il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir Juz 3 al-Baqarah 253 s.d.. Allah tidak dapat memberi syafa‟at. “Yakni, mereka tidak kuasa

Sejauh pengamatan penulis bahwa belum ada karya tulis yang secara khusus mengkaji permasalahan mengenai memelihara lingkungan menurut Tafsir Al-Thabari dan Tafsir Ibn Katsir

Taha 43-44 Tentang Metode Dakwah Nabi Muda Kepada Firaun, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Pertama, Penafsiran Ibnu Katsir terhadap Quran Surah Thaha Ayat 43-44 tentang metode

Ibnu Katsir mengenai ayat ini menjelaskan bahwa segala cerita yang diceritakan oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw, seperti cerita para Rasul yang terdahulu beserta umat mereka,

Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1 Mendeskripsikan konsep tasawuf menurut Ibnu Arabi 2 Menjelaskan tentang penafsiran ayat-ayat tentang sufistik dalam perspektif tafsir Ibnu Arabi