Child Workers Against Exploitation
(Case : Children Who Worked Kampung Lapai District Nanggalo Padang City)
Wibi Handhito 1Dr. Zusmelia, M.Si 2Ariesta, M.Si 3 Program Studi Pendidikan Sosiologi
STKIP PGRI Sumatera Barat
ABSTRACT
The presence of children who worked as collector of used goods, with the aim of helping parents economy is something which is certainly far from the rights of the child as enshrined in law number 23 of 2002 article 11 States that every child has the right to rest and make use of free time, hanging out with older peers, play, leisure, and creating in accordance with the interest, talent, and the talent level for the sake of self development. From the results of the study revealed that there were 8 children child workers employed by reason of poverty the first and the second is to be a single parent (single parent). The exploitation pattern is visible (1). Coercion (2) issues of the elderly. With worked the child then resulted in the parents bear the consequences in the form of (1) the decline in the interaction of the environment around and the child becomes lost time beermain, rest and also lost learning time
.
Key Words: eskploitasion, child worked, Kampung Lapai.
____________________
1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat 2011
2 Pembimbing I Dosen STKIP PGRI Sumatera Barat
3 Pembimbing I Dosen STKIP PGRI Sumatera Barat
PENDAHULUAN
Pekerja anak atau buruh anak secara umum didefinisikan sebagai anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk orang tuanya, untuk orang lain, atau untuk dirinya sendiri yang membutuhkan sejumlah besar waktu dengan menerima imbalan atau tidak. Sebenarnya, secara psikologis dengan melatih anak bekerja secara mandiri atau dalam rangka membantu orang tua memiliki efek pedagogis yang positif. Tetapi yang dikawatirkan oleh banyak pihak adalah, di lingkungan keluarga miskin sering kali beban pekerjaaan anak terlalu berlebihan anak-anak dari keluarga miskin diharapkan belajar dengan baik di sekolah, sambil bekerja kurang lebih penuh hal ini juga berkaitan dengan pekerja anak yang berada dilingkungan pekerja anak pemungut barang bekas (Suyanto, 2010:114).
Bagi bangsa Indonesia, masyarakat, keluarga miskin, dan terlebih lagi anak-anak, situasi krisis ekonomi adalah awal mula dari timbulnya berbagai masalah yang sepertinya makin mustahil untuk dipecahkan dalam waktu singkat. Situasi krisis ekonomi bukan cuma melahirkan kondisi kemiskinan yang makin parah, tetapi juga menyebabkan situasi menjadi teramat sulit. Krisis ekonomi, meski bukan merupakan satu-satunya faktor pencipta anak rawan, tetapi bagaimanapun krisis yang tak kunjung usai menyebabkan daya tahan, perhatian dan kehidupan anak-anak menjadi semakin termarginalkan, khususnya bagi pekerja anak (Suyanto, 2010:
4).
Anak-anak dari keluarga miskin diharapkan belajar dengan baik disekolah, merupakan tugas ganda yang jauh melampaui kemampuan anak-anak, sehingga disinilah awal mula terjadinya masalah putus sekolah.
Lingkungan keluarga miskin di desa, kerap ditemui anak-anak tidak sampai tamat sekolah dasar atau kalaupun tamat dilakukan dengan susah payah dan karena belas kasihan guru- gurunya. Disamping itu, yang memprihatinkan adalah dari segi hak anak. Anak-anak yang bekerja umumnya berada dalam posisi rentan untuk diperlakukan salah, termasuk
dieksploitasi oleh orang lain khususnya oleh orang dewasa atau suatu sistem yang memperoleh keuntungan dari tenaga kerja anak adapun deminikian anak-anak memang sangat rawan diperlakukan baik itu yang bekerja dilingkungan manapun termasuk kota Padang. (Suyanto, 2010:115).
Setiap anak bukanlah koloni atau jajahan bagi orang dewasa dan mereka tidak harus menjadi korban ketidak berdayaan orang tuanya, mereka tidak harus bertanggung jawab terhadap haus dahaga orang tua akan prestise dan materi. Mereka tidak harus menjadi korban kelalaian atau ketidak pedulian pihak pengambil kebijakan negeri ini. Mereka juga berhak mendapatkan kemerdekaan secara fisik maupun mental sesuai yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 pasal 28,”setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,” lebih rinci Undang Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan
anak dengan prinsip non
diskrimninasi,kepentingan terbaik buat anak, hak untuk hidup, hak kelangsungan hidup, perkembangan dan penghargaan terhadap anak dari sinilah dapat berpijak bahwa mempekerjakan anak lebih dari 3 jam perhari adalah sesuatu yang melanggar hukum
Berbicara dari segi etik dan moral anak-anak memang disadari bahwa tidak seharusnya bekerja, apalagi bekerja disektor berbahaya, karena dunia mereka adalah dunia anak-anak yang selayaknya dimanfaatkan untuk belajar bermain, bergembira dengan suasana damai, menyenangkan, dan mendapat kesempatan, serta fasilitas untuk mencapai cita-citanya sesuai dengan perkembangan fisik, psikologis, mental dan sosialnya (Suyanto, 2010:127-128).
Selain terbelenggu oleh kemiskinan yang dimiliki oleh orang tuanya, anak Indonesia masih terbelenggu oleh ketidak berdayaan orang tuanya yang tidak memiliki pengetahuan tentang kepatuhan dalam mendidik anak. kita menemukan dalam realita anak dieksploitasi oleh orang tua untuk kepentingan materi. Hak bermain anak, hak
belajar, hak bersosialisasi anak dengan teman sebayanya dan hak mengeluarkan pendapat terampas begitu saja. Pelaku orang tua semacam ini bukan karena miskin harta namun miskin hati nurani.(Werdangsih, 2012:159- 160).
Di Kelurahan Kampung Lapai Kecamatan Nanggalo Kota Padang peneliti menemukan fenomena pekerja anak yang bekerja sebagai pemungut barang bekas, pekerjaan sebagai pemungut barang bekas adalah pekerjaan yang berada dalam sector non formal. Yang dilakukan oleh pekerja anak adalah mengumpulkan botol plastik, kaleng minuman, kardus, kertas. Untuk kemudian di kumpulkan dan di jual. Pada dasarnya pekerjaan ini juga termasuk kedalam pekerjaan yang bersifat reduce atau daur ulang.
Pekerjaan ini seharusnya dilakukan oleh orang-orang dewasa yang sudah berumur di atas 18 tahun.
anak-anak yang bekerja seperti merasa tertekan, tergesa-gesa, dan kelelahan akibat dari pekerjaan yang mereka lakukan. Sehingga pekerjaan ini terpaksa mereka lakukan karena desakan dan paksaan dari orangtua . Hak- hak anak seperti yang telah disebutkan di pasal 11 diatas seperti dirampas oleh orang tua yang mempekerjakan anak sebagai pemungut barang bekas, hak untuk bergaul, bersitirahat setetelah pulang sekolah hilang begitu saja tergantikan oleh pekerjaan melelahkan sebagai pemungut barang bekas hak- hak yang terampas menjadikan dasar peneliti mengatakan bahwa kegiatan mempekerjakan anak sebagai pemungut barang bekas merupakan eksploitasi yang dilakukan oleh orang tua anak.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan Pendekatan kualitatif dengan tipe deskriptif. Informan dalam penelitian ini berjumlah keseluruhan informan sebanyak 18 orang dan dilakukan semenjak tanggal 01 Juni sampai 30 Juli 2015.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu berupa wawancara mendalam, observasi, studi dukomen. Unit analis data dalam penelitian ini yaitu keluarga terdiri dari orang
tua dan anak. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisa data yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman bahwa aktivitas dalam analisa data dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas sehingga datanya sudah jenuh (Bungin, 2008:66)
HASIL PENELITIAN
1. Faktor penyebab orang tua mempekerjakan anak
a. Kemiskinan
Kebutuhan yang harus dipenuhi oleh setiap anggota keluarga merupakan hal yang wajar jika dikaitkan dengan prinsip-prinsip ekonomi mendasar manusia. Kemiskinan yang ada di Indonesia tak pelak menjadikan keluarga harus memiliki strategi ekonomi yang baik guna keberlanjutan hidup mereka.
Seharusnya dalam kaidah hakiki, orang tua merupakan orang yang bertanggung jawab untuk keluarga dalam hal pencarian nafkah demi menyambung hidup keluarganya. Akan tetapi himpitan- himpitan ekonomi yang datang, seperti naiknya harga sembako dan sempitnya lapangan pekerjaan membuat para orang tua harus mempunyai cara untuk keluar dari tekanan tersebut. Untuk itu lah anak dipekerjakan sebagai pemungut barang bekas. Data yang telah peneliti temukan adalah bahwa penghasilan rata-rata orang tua yang memungut barang bekas perharinya tidak lebih dari 40 ribu dengan jumlah tanggungan keluarga 4 orang.dengan penghasilan pas-pasan dari memungut barang bekas tersebut.
Akhirnya anak tetap bekerja dikarenakan kebutuhan yang tidak dapat tercukupi.
b. Lingkungan
Selain kemiskinan yang menjadi faktor penyebab orang tua mempekerjakan anak adalah karena lingkungan tempat tinggal mereka kebanyakan orang tua yang bekerja sebagai pemungut barang bekas selalu membawa anaknya untuk ikut memungut barang bekas. Dengan demikian
lingkungan inilah yang kemudian mempengaruhi orang tua untuk mempekerjakan anak walaupun mereka sadar akan kesalahan yang dilakukan terkait mempekerjakan anak karena telah melanggar hak-hak anak.lingkuan empa inggal ini terletak diantara pekerja- pekerja pemungut baraang bekas, dalam lingkungan ini semenja usia dini yakni usia 8 tahun. Anak pemungut barang bekasa sudah diperkenalkan dengan pekeran yang dilakukan oleh orang tua, aki sebgai pemungut barang bekas 2. Pola-Pola eksploitasi yang dilakukan
orang tua terhadap anak.
a. Paksaan
Anak-anak yang bekerja adalah bukan karena keinginan sendiri dari hati mereka, melainkan sedikit atau bahkan dengan paksaan dari orang tua mereka.
Data diatas menunjukan bahwa anak bekerja karena tekanan-tekanan yang diberikan oleh orang tua dan anak juga tidak kuasa menolak kerena takut dimarahi Hal itu juga dipengaruhi oleh kemampuan ekonomi keluarga yang selalu berdampak negatif apabila tidak ditangani dengan baik, celakanya, orang tua anak-anak ini membenarkan adanya determinan yang dialami oleh anak mereka yang justru malah mereka sendiri yang telah melakukan eksploitasi. Di paksa maksudnyaa adalah keinginan anak tidaak pernah ada untuk bekerja akan tetapi kehendak oran tua berlainan degan hal tersebut.
Caci makian termasauk salah satu cara yang dilakukan oleh orang tua pekerja anak agar si anak mau dalam membantu bekerja sebagai pemungut barang bekas. Apabila si anak membangkang maka carut marut kata- kata yang dikeluarkan oleh orang tua sangat menunjukan betapa rendahnya tingkat penguasaan emosi dalam diri mereka. Anak cenderung ketakutan dalam bekerja dan cenderung pemurung dalam pergaulan sehari-harinya. Cara
orang tua mendidik anak memang menentukan akan menjadi apa kedepanya akan tetapi paksaan dalam bekerja tentunya hanya akan membuat si anak merasa tertekan dan tidak memiliki kepercayaan diri yang kuat apabila dibandingkan dengan anak yang tidak bekerja sebagai pemungut barang bekas b. Pembiaran anak bekerja
Ada sebagian anak yang mengaku tidak dipaksa bekerja oleh orang tuanya, memang lebih baik daripada anak yang bekerja dengan tanpa paksaan oleh orang tua mereka. Akan tetapi hal ini justru menjadikan orang tua lalai karena anak bekerja lebih dari 3 jam dalam sehari sehingga dapat menyebabkan anak kurang mendapatkan waktu istirahat dan bermain sebagaimana mesti yang dilakukan oleh anak-anak yang berusia seperti mereka. Dan hasil yang diperoleh sianak dikuasai sepenuhnya oleh orang tua anak menjadikan orang tua sebagai tersangka utama eksploitasi. Mengingat orang tua merupakan pelindung utama dalam keluarga. Akan tetapi lepasnya kontrol orang tua terhadap anak menunjukan bahwa lemahnya rasa sayang yang dimiliki oleh orang tua dalam menjaga tumbuh kembang anak 3. Konsekuensi orang tua
mempekerjakan anak a. Positif
Membantu perekonomian keluarga
Anak yang ikut bekerja juga membantu perekonomian keluarga menunjukan kekuatan ekonomi yang lemah dalam keluarga harus ditanggung bersama oleh semua anggota keluarga walaupun anaknya yang masih kecil terpaksa mengikuti kemauan orang tuanya dalam memenuhi kebutuhan atau menambah uang belanja keluarga dengan bekerja sebagai pemungut barang bekas.
Hari demi hari orang tua menganggap bahwa anak merupakan
aset yang harus dimanfaatkan guna meningkatkan ekonomi keluarga atau sekurang-kurangnya dapat membantu perekonomian keluarga tentunya dengan berbagai cara yang dilakukan oleh orang tua.
Data yang peneliti dapatkan menunjukan bahwa orang tua pekerja anak cenderung mengambil semua hasil yang telah didapatkan anak dalam bekerja sebagai pemungut barang bekas, demikian juga mengenai uang saku atau uang jajan yang dipotong sedemkian rupa sehina anak hanya bekerja dan bekerja tanpa merasakan betapa uang yang dikumpulkan untuk kepentingan orang tuanya saja. Tujuan awal dari mempekerjakan anak ini secara jelas telah disebutkan oleh orang tua yakni sebagai alat pemenuhan kebutuhan keluarga.
Mendidik anak untuk mandiri semenjak dini
Peneliti menemukan bahwa ternyata ada konsekuensi positif yang memang membantu tumbuh kembang si anak dengan ikut mempekerjakanya sebagai pemungut barang bekas, dikarenakan anak bekerja maka dengan demikian kemandirian anak terpupuk semenjak dini, si anak dapat merasakan betapa berharganya uang hasil pencarian sebagai pemungut barang bekas.
Bertanggung jawab semenjak dini dengan dirinya sendiri. Mulai dari kegiatan bersekolah yang dilakukan sendiri sampai dengan waktu istirahat yang digunakan se efektif mungkin untuk kemudian dilanjutkan dengan bekerja memungut barang bekas. Ini sudah dapat dipastikan anak menjadi pandai dalam memanfaatkan waktu walaupun terkadang si anak cenderung kelihatan blemah lesu karena kecapek an, dibalik itu semua ada tanggung jawab terhadap diri sendiri guna
membantu perekonomian keluarga karena himpitan ekonomi.
Ada baiknya mempekerjakan anak semenjak dini akan tetapi jika di imbangi dengan hak-hak anak yang memang diperlukan akan tetapi pekerja anak di Kampun Lapai in tidak terpenuhi hak-haknya sehinga melatih ana untuk mandiri hanyalah suatu kedok belaka bagi orang tua karena dengan demikian seoah-olah anak tidak merasa bekeja merupakan sebuah beban. Inilah sesunuhnya yang tersembunyi di balik alasan orang tua menyebutkan bahwa anak mereka bekerja agar supaya mandiri penanaman nilai-nilai inilah yang didalam sosiologi disebut dengan konsep sosialisasi dengan demikian orang tua telah menanam sebuah nilai kemandirian yang akan berlanjut dari generasi ke generasi berikutnya..
b. Negatif
1. Mengganggu Hubungan Sosial Orang tua Terhadap Lingkungan
Mempekerjakan anak sebagai pemungut barang bekas, merupakan hal yang wajar jika saja tidak membuat anak ikut bekerja bersama dengan orang tua hal ini tentunya akan berakibat pada hubungan sosial yang ada dalam lingkungan tempat tinggal si anak. Anak menjadi berkurang waktunya untuk bermain dan juga belajar serta orang tua juga harus kehilangan waktu bersosialisasi karena jarang sekali berada dirumah.
Karena keasyikan dalam bekerja sehingga orang tua pekerja anak kehilangan waktu-waktu untuk berinteraksi dengan lingkungan setempat. Dengan demikian orang tua cenderung hidup menyendiri dan kesepian. Tekanan ekonomi yang memaksa orang tua bekerja tanpa batas waktu istirahat yang cukup membuat orang tua harus kehilangan masa dimana tidak mendapatkan teman bicara atau sisi sosial dari sebuah masyarakat.
Kendati demikian hal ini tidak terlalu dipusingkan oleh orang tua pekerja anak karena memang itulah konsekuensi yang harus diterima.lain halnya dengan tetangga, orang tua pekerja anak juga harus menghadapi tantanga ketika memungut barang bekas yang ada di sekitar pekarangan atau rumah penduduk yang menjadi sasaran pencarian barang bekas. Tak jarang mereka mendapatkan caci makian dari pemilik rumah karena merasa tempat sampah mereka diporak- porandakan begitu saja oleh pemungut barang bekas.
Lingkungan tempat dimana mereka tinggal merupakan tempat yang setrategis untuk mencari barang bekas karena banya sekali toko-toko yang menjual berbagai perlengakapan rumah tangga dan juga kios makanan dan minuman sehingga memungkinkan banyaknya botol-botol bekas dan kardus-kardus yang dapat di jual. Akan tetapi interaksi yang dilakukan oleh pemungut barang bekas terhadap yang mempunyai kedai atau kios tidak terlihat, malah justru terkesan arogan dan awut-awutan. Pekerja anak hanya mengambil yang diperlukan dari sampah kemudian berlalu begitu saja.
Keresahan warga bukan tidak beralasan karena menurut mereka kegiatan memungut barang bekas ini hanya membuat rusuh saja dan mengacaukan sampah yang telah tersusun rapi di pekarangan kios atau lapak yang dilalui oleh pekerja anak pemungut barang bekas.
4. Konsekuensi mempekerjakan anak bagi anak
a. Anak Kehilangan Waktu Bermain dan Beristirahat
Bermain merupakan hal yang wajar dilakukan anak-anak sebagai bentuk refresing atau mengisitrahatkan diri dari kegiatan belajar disekolah akan tetapi hal itu justru hilang dari anak- anak yang bekerja sebagai pemungut
barang bekas karena waktunya dihabiskan untuk bekerja.
Tanpa adanya hiburan tentunya anak yang bekerja memiliki tubuh yang lemah dan rentan terhadap penyakit.
Resiko terkena pecahan beling atau benda tajam lainya tidak luput dari konsekuensi pekerjaan yang digeluti oleh para pemungut barang bekas, hal yang demikian ini kemudian malah menjadi momok yang luar biasa menyeramkan kepada sipemungut barang bekas.
Istirahat yang cukup merupakan syarat penting bagi tumbuh kembang anak yang masih berusia dini. Namun kegiatan yang penuh dalam seharian terus dilakukan guna mencukupi segala kebutuhan adalah alasan yang cukup bagi orang tua pekerja anak untuk terus mempekerjakan tanpa bats waktu yang jelas dan lebih dari 3(tiga) jam bekerja.
Rasa ingin istirahat yang besar terkadang membuat anak kelelahan dan tertidur saat pembelajaran sekolah sedang berlangsung. Hak ini tentunya membuat si anak kehilangan konsentrasi dalam belajar yang kemudian berdampak pada keberlangsungan sekolah mereka sendiri.
b. Anak Kehilangan Hak Belajar Seringkali orang tua yang mempekerjakan anak terkadang memarahi atau memaki si anak apabila si anak malas untuk pergi bekerja karena merasa lelah sehabis pulang sekolah akan tetapi orang tua tidak memperdulikan hal tersebut. Mengingat bahwa sekolah meru[akan hal yang penting. Namun hal ini menjadi sebuah sampingan ketika anak sudah dipekerjakan sepulang sekolah.
Rasa penat dan lelah seolah tidak diperdulikan oleh orang tua pekerja anak dan hal ini tentunya sangat berbahaya bagi kesehatan anak baik secara fisik maupun mental. Anak juga merosot dalam hal akademik disekolah karena nilai yang didapat tidak diusahak secara penuh. Akibat
habisnya waktu yang igunakan untuk bekerja. menanggapi resiko bahwa anak mereka mendapat nilai yang tidak memuaskan disekolah, dan beranggapan bahwa sekolah terkadang hanya membuang-buang uang dan waku saja. Tidak aneh memang. Orang tua yang beranggapan hal tersebut didukung pengalamanya hanya tamatan SD-SMP saja.
Tingkat pendidikan yang rendah orang tua juga menjadikan faktor penentu si anak dalam kekurangan waktu belajar. Sehingga mau-tidak mau si anak harus juga menndapatkan perilaku yang sama ketika bekerja maka terpangkaslah waktu untuk belajar dan nilai yang baik dalam sekolah hanyalah sebuah angan-angan yang tidak terwujudkan. Orang tua pekerja anak selalu mengedepankan bahwa anak mereka harus mempunyai kepandaian dalam mencarei nafkah terutama tentang pewarisan pengetahuan tentang pekerjaan memungut barang bekas hal ini tentunya sangat berperan besar dalam pola fikir anak karena semenjak dini sudah tertanam fikiran bahwa bekerja semenjak dini akan lebih baik ketimbang bersekolah, akan tetapi justru tidak mendapatkan sesuatu karena dengan bekerja sebagai pemungut barang bekas saja si anak kurang mendapatkan bidang keahlan yang lain sehingga akan kesulitan menghadapi masa depan dikemudian hari. Sedangkan teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori structural fungsional dari Robert K.
Merton yang menjelaskan bahwa keluarga merupakan satuan terkecil dari sebuah sistem dimana tidak setiap sistem berjalan dengan semestinya atau yang oleh Merton disebut dengan disfungsional dalam hal ini tindakan orang tua mempekerjakan anak dikarenakan ketidak mampuan orang tua dalam memenuhi tuntutan ekonomi sehingga anak bekerja dan menimbulkan konsekuensi-konsekuensi
yang positif dan negative seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Kesimpulan
Bedasarkan peneitian yang telah dilakukan di Kelurahan Kampung Lapai Kecamatan Nanggalo Kota Padang maka terdapat kesimpulan bahwa:
1. Alasan orang tua mempekerjakan anak ada 2 yang pertama adalah alasan ekonomi. Tuntutan ekonomi yang begitu tinggi membuat orang tua terpaksa mempekerjakan anak. Anak yang di pekerjakan sebagai pemungut barang bekas. Kedua adalah alasan lingkungan dikarenakan lingkungan sekitar tempat tinggal para orang tua mempekerjakan anak sehingga menjadi kebiasaan habbit untuk orang tua mempekerjakan anak untuk meringankan beban oranbg tua 2. Pola yang terjadi pada orang tua
yang mempekerjakan anak. Yang pertama adalah anak yang dipekerjakan dengan pola ancaman atau paksaan. Orang tua yang memaksa ini biasanya mengancam anaknya apabila tidak ikut serta bekerja maka tidak akan mendapatkan uang jajan dan malah mendapatkan kata-kata kotor yang seharausnya tidak didapatkan oleh anak. Kedua adalah anak dibiarkan bekerja oleh orang tua. Mereka yang mengaku bekerja dengan suka rela ternyata malah kehilangan banyak waktu untuk berstirahat karena waktu mereka hanya digunakan untuk bekerja dan membantu ekonomi keluarga.
3. Orang tua yang mempekerjakan anak mendapatkan konsekuensi dari tindakanya mempekerjakan anak, pertama adalah konsekuensi postitif.
Dengan mempekerjakan anak sebagai pemungut barang bekas 1.) orang tua mendapatkan keuntungan dengan mempekerjakan anak maka dapat membantu perekonomian keluarga.
2.) orang tua berhasil menanamkan kemandirian anak dengan melatih bekerja semenjak dini, maka
terbentuk mental yang tangguh guna menghadapi tantangan kehidupan kemudian hari. Kedua konsekuensi negative dari dipekerjakanya anak adalah 1.) berkurangnya sosialisasi anak dan orang tua dengan lingkungan tinggal mereka karena kesibukan bekerja sebagai pemungut barang bekas. Kemudian si anak menjadi kehilangan haknya untuk belajar, bermain dan beistirahat.
DAFTAR PUSTAKA
Bungin, Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif. Jakarta : Kencana
.
Suyanto, Bagong. 2010.Masalah Sosial Anak. Jakarta: Kencana Perdana.
Tjandraningsih,2000. Pemberdyaan pekerja anak . Bandung,AKATIGA.