Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuanberpikirkreatifmatematissiswa ditinjau dari creative personality (kepribadian kreatif) pada materi lingkaran. Penelitian ini menggunakan matode penelitian deskriptif kualitatif. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII A SMP Negeri 1 Rembang. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan angket, tes, wawancara, dan dokumentasi. Pemilihan subyek dalam penelitian ini menggunakan angket creative personality (kepribadian kreatif) dengan mengambil 3 siswa untuk kelompok kepribadian kreatif tinggi, sedang dan rendah. Teknik analisis data yang digunakan meliputi reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan kesimpulan (verification). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok siswa kepribadian kreatif tinggi mampu menguasai empat indikator kemampuanberpikirkreatifmatematissiswa yaitu berpikir lancar (fluent thinking), berpikir luwes (flexible thinking), berpikir orisinil (original thinking), keterampilan mengelaborasi (elaboration ability). Kelompok siswa kepribadian kreatif sedang mampu menguasai dua indikator kemampuanberpikirkreatifsiswa yaitu berpikir lancar (fluent thinking) dan keterampilan mengelaborasi (elaboration ability). Sedangkan kelompok siswa dengan kepribadian kreatif rendah juga mampu menguasai dua indikator kemampuanberpikirkreatifsiswa yaitu berpikir orisinil (original thinking) dan keterampilan mengelaborasi (elaboration ability).
Hasil analisis menunjukan bahwa ada implementasi positif pendekatan pembelajaran open ended terhadap kemampuanberpikirkreatifmatematis hal ini dibuktikan melalui hasil uji t yang menunjukan bahwa tingkat atau taraf sig. (2-tailed) antara kedua kelas tersebut sebesar 0.003, dimana berdasarkan ketentuan uji t dengan taraf sig. (2-tailed) < 0.05, artinya H 0 ditolak sehingga ada perbedaan penerapan pendekatan
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh hasil-hasil penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa kemampuanberpikirkreatif dan komunikasi serta disposisi berpikirkreatifmatematissiswa belum sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuanberpikirkreatif dan komunikasi matematis adalah pembelajaran inkuiri model Alberta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuanberpikirkreatif dan komunikasi matematis serta disposisi berpikirkreatifmatematis sebagai akibat dari pembelajaran Inkuiri model Alberta. Penelitian ini adalah kuasi eksperimen yang menerapkan dua model pembelajaran yaitu inkuiri model Alberta dan pembelajaran konvensional. Populasi dalam penelitian ini adalah salah satu SMP Negeri di kota Bandung, sekolah ini berjarak 3 km dari pusat kota (Gedung Sate). Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling, dan diperoleh kelas VII D dan VII E. Untuk kepentingan analisis masing- masing kelas penelitian dikategorikan menurut kemampuan awal matematis (KAM; tinggi, sedang, rendah). Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes kemampuanberpikirkreatif dan komunikasi, skala disposisi berpikirkreatifmatematis dan lembar observasi. Analisis data menggunakan uji-t, uji Mann-Whitney, dan analisis deskriptif. Analisis data ditinjau berdasarkan data keseluruhan dan kategori KAM. Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh kesimpulan: 1) pencapaian dan peningkatan kemampuanberpikirkreatifmatematissiswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri model Alberta lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional; 2) terdapat perbedaan peningkatan kemampuanberpikirkreatifmatematissiswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri model Alberta dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional berdasarkan kategori KAM (tinggi, sedang, rendah); 3) pencapaian dan peningkatan kemampuan komunikasi matematissiswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri model Alberta lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional; 4) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematissiswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri model Alberta dan pembelajaran konvensional berdasarkan kategori KAM (tinggi, sedang, rendah); 5) Disposisi berpikirkreatifmatematissiswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri model Alberta lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional; 6) Terdapat asosiasi antara kemampuanberpikirkreatif dengan kemampuan komunikasi matematissiswa, namun antara kemampuan dengan disposisi berpikirkreatifmatematissiswa tidak terdapat asosiasi.
Untuk mengembangkan berfikir kreatifmatematissiswa, peneliti menggunakan pendekatan secara proses, produk dan aspek-aspek dalam berpikirkreatif. Maksudnya tetap memperhatikan bagaimana seorang siswa mampu berpikir secara divergen untuk menyelesaikan soal atau menghasilkan berbagai macam cara jawaban yang tepat atas soal-soal yang diberikan. Dalam pendekatan produk divergen Guilford (Matlin, 2003) mengukur tingkat kreativitas seseorang yaitu dengan cara melihat hasil jawaban yang diperoleh siswa atau banyaknya siswa membuat respon bervariasi untuk tiap item test atau kemampuanberpikir dalam berbagai arah. Ketiga aspek dalam “ Structure of Intellectual ” model Guilford ada dimensi operasi, isi dan produk dapat bekerja bersama-sama untuk menciptakan (creating) ide baru.
Arti kata “pikir” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah akal budi, ingatan, angan-angan. 5 Berpikir artinya aktivitas menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu, menimbang- nimbang dalam ingatan. Menurut Gilmer, berpikir merupakan suatu pemecahan masalah dan proses penggunaan gagasan atau lambang- lambang pengganti suatu aktivitas yang tampak secara fisik. Selain itu, ia mendefinisikan bahwa berpikir merupakan suatu proses dari penyajian suatu peristiwa internal dan eksternal, kepemilikan masa lalu, masa sekarang, dan masa depan yang satu sama lain saling berinteraksi. 6
Beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan berdasarkan temuan dalam penelitian ini sebagai berikut: (1) Dalam mengukur disposisi matematissiswa, sebaiknya data hasil lembar angket disposisi matematis wajib ditopang dengan melakukan wawancara disposisi matematis agar disposisi matematissiswa yang diperoleh tidak keliru; (2) Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian kualitatif, sebaiknya mempersiapkan diri dengan banyak latihan dalam menggali informasi agar pada saat melakukan wawancara bisa memperoleh data yang mendalam; (3) Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian mengenai kemampuanberpikirkreatif, instrumen soal sebaiknya memberikan kebebasan bagi sisa dalam menjawab; (4) Menggunakan model wawancara klinis dalam melakukan wawancara terhadap siswa; (5) Bagi guru yang mengajar di sekolah, sebaiknya siswa dibiasakan untuk diberikan soal-soal yang menunjang berpikirkreatifsiswa.
Sebelum melakukan uji coba kepada siswa dalam satu kelas, peneliti melakukan uji coba instrumen kepada lima orang siswa kelas VIII SMP, dengan tujuan untuk melihat keterbacaan tes instrumen oleh siswa. Dari hasil uji coba terbatas, peneliti mendapatkan bahwa siswa sudah bisa memahami maksud dari setiap butir soal. Namun, dari beberapa komentar siswa setelah mengerjakan tes instrumen mengenai tingkat kesulitan soal yang membutuhkan waktu relatif lama, sehingga peneliti juga mempertimbangkan alokasi waktu. Selanjutnya, instrumen tes kemampuanberpikirkreatif dan komunikasi diujicobakan kepada siswa kelas VIII A di SMP tempat penelitian. Kemudian data tes diuji tingkat validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kedukaran untuk memperoleh instrumen tes yang baik. Perhitungan tingkat validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran soal tes dianalisis dengan bantuan Software Analisis Uraian Versi 4.0.5. berikut ini adalah hasil analisis butir soal kemampuanberpikirkreatif dan komunikasi matematis.
Pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk (Alberta, 2004): (1) mengembangkan keterampilan-keterampilan yang akan mereka butuhkan sepanjang kehidupan mereka; (2) belajar menghadapi masalah-masalah yang mungkin tidak memiliki solusi yang jelas; (3) berhubung dengan perubahan dan tantangan untuk pemahaman; dan (4) membimbing penyelidikan mereka untuk menemukan solusi pada saat sekarang dan di masa depan. Keterampilan yang diperoleh dalam pembelajaran ini penting dalam menyiapkan siswa untuk memecahkan masalah dan belajar seumur hidup. Dengan pembelajaran inkuiri model Alberta, usaha untuk meningkat kemampuanberpikirkreatifsiswa yang dilakukan secara sistematik dengan memusatkan perhatian kepada proses belajar, dengan tujuan bahwa akan memberi peluang kepada semua siswa untuk melakukan kegiatan-kegiatan kreatif dalam pembelajaran matematika.
Kenyataannya, hasil survei Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) menunjukkan skor rata-rata prestasi matematika siswa tingkat 8 setingkat dengan siswa kelas VIII SMP pada tahun 2011 sebesar 386 yang menurun jika dibandingkan pada tahun 2007 memperoleh skor rata-rata sebesar 397. 2 TIMSS merupakan lembaga penilaian matematika dan sains Internasional pada siswa tingkat ke-4 (kelas 4 SD) dan tingkat ke-8 (kelas 2 SMP). Penilaian ini diselenggarakan setiap 4 tahun sejak tahun 1995. Survei pada tahun 2011 diikuti oleh 600.000 siswa dari 63 negara. TIMS ini diselenggarakan oleh IEA (International Association for The Evaluation Achievement). Adapun dimensi kognitif matematis yang diukur dalam survei TIMSS ini adalah pengetahuan 30%, penerapan 40%, dan penalaran 25%. Soal-soal yang disajikan lebih banyak mengukur kemampuan pemecahan masalah yang konteksnya ada pada kehidupan sehari-hari daripada soal-soal yang mengukur kemampuan teknis yang berkaitan dengan ingatan dan penggunaan rumus-rumus umum atau secara algoritmik. Berdasarkan hasil survei TIMSS tahun 2007 dan 2011 prestasi matematika Indonesia masih berada pada tingkat rendah (low international benchmark). Menurut TIMSS, deskripsi pada level low (rendah) prestasi matematika adalah siswa memiliki pengetahuan dasar tentang bilangan-bilangan bulat dan desimal dan dapat melakukan perhitungan dasar. Mereka dapat mencocokkan tabel ke
teratur, intuitif dan menyeluruh. Otak kiri sebagai sumber kreativitas dan otak kanan sebagai sumber aktivitas pemecahan masalah. Meskipun demikian, terdapat keterkaitan antara pemecahan masalah dan berpikirkreatif. Hwang et al. sebagaimana dikutip oleh Mahmudi (2008) mendefinisikan kemampuanberpikirkreatif sebagai keterampilan kognitif untuk memberikan solusi terhadap suatu masalah atau membuat sesuatu yang bermanfaat atau sesuatu yang baru dari hal yang biasa. Keterkaitan lebih jelas antara pemecahan masalah dan berpikirkreatif dikemukakan Treffinger (Alaxeander, 2007) menyatakan bahwa kemampuanberpikirkreatif diperlukan untuk memecahkan masalah, khusunya masalah kompleks. Hal demikian dapat dipahami karena menurut Wheeler et al. (Alexander, 2007) tanpa kemampuanberpikirkreatif, individu sulit mengembangkan kemampuan imajinatifnya sehingga kurang mampu melihat berbagai alternatif solusi masalah. Hal ini menggambarkan bahwa keterampilan berpikirkreatif memungkinkan seorang individu memandang suatu masalah dari berbagai perspektif sehingga memungkinkannya untuk menemukan solusi kreatif dari masalah yang akan diselesaikan.
Untuk menggali proses berpikirkreatifsiswa peneliti menggunakan teknik tes dan wawancara dalam pengumpulan data. Proses pengumpulan data yang dilakukan adalah peneliti memberikan tes soal yang berhubungan dengan kemampuanberpikirkreatif pada materi lingkaran yang sudah divalidasi oleh 2 dosen matematika dan 1 guru mata pelajaran matematika yaitu Dr. Bambang Sri Anggoro, M.Pd., Suherman, M.Pd. dan Mesra Sinaga, S.Pd.. Setelah siswa menyelesaikan soal kemudian dilakukan wawancara mendalam kepada siswa bedasarkan instrumen wawancara yang sudah di validasi untuk melihat bagaimana proses dan hasil jawaban siswa.
pembelajaran masih menggunakan metode ceramah, dan pembelajaran hanya didominasi kegiatan mencatat serta menyalin. Siswa cenderung berorientasi pada satu jawaban benar dan tidak mengeksplorasi banyak cara penyelesaian. Siswa hanya terpacu pada salah satu contoh penyelesaian saat diberi suatu permasalahan oleh guru. Ketika model permasalahan diganti, hanya beberapa siswa saja yang mampu menyelesaikan soal tersebut dengan benar, sedangkan siswa yang lain masih mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya. Pada saat pengumpulan tugas, terdapat beberapa siswa yang belum mengerjakan dan tidak mengumpulkan tugas tepat waktu. Selain itu, pada saat guru menjelaskan materi pembelajaran, terlihat siswa tidak mudah dalam memahami materi. Hal itu disebabkan karena mereka belum mempelajari terlebih dahulu materi pembelajaran di rumah.
Matematika merupakan mata pelajaran yang jarang disukai oleh generasi muda Indonesia. Padahal matematika merupakan dasar dari segala ilmu. Pengaplikasian ilmu matematika ini selalu ditemui di persoalan kehidupan manusia sehari-hari, seperti menggunakan kalkulator, menghitung berat sayuran, dan lain-lain. Indonesia menempati peringkah terbawah di PISA 2012 dalam kemampuanmatematis. Ini berarti kemampuanmatematissiswa Indonesia perlu ditingkatkan. Rendahnya kemampuan ini disebabkan siswa yang terlalu fokus pada soal rutin.Untuk hal ini maka dibutuhkan kemampuanberpikir kritis dan kreatif untuk memecahkan soal non rutin tersebut. Hal lain yang mendukung opini ini adalah hasil studi pendahuluan di SMP Negeri 6 Cimahi menunjukkan kemampuanmatematissiswa khususnya kemampuanberpikir kritis dan kreatifmatematis siswanya masih rendah. Maka dari itu, penelitian ini menggunakan pembelajaran Problem- Centered Learning (PCL) untuk meningkatkan dua kemampuan itu. Metode yang digunakan adalah kuasi eksperimn, dengan pengambilan satu kelas eksperimen saja, dengan tujuan mengetahui kualitas dari pembelajaran PCL itu sendiri. Teknik pengumpulan data melalui hasil pretes dan postes pada kelas eksperimen yang dipilih secara acak. Dari hasil penelitian dengan melihat rata-rata indeks gain, diperoleh hasil terdapat peningkatan pada kemampuanberpikir kritis dan kreatifmatematis dengan kualitas sedang. Selain itu, diperoleh indikator yang paling tinggi peningkatannya pada kemampuanberpikir kritis adalah memberikan penjelasan dan paling rendah adalah menyimpulkan. Sedangkan pada kemampuanberpikir kretaif yang peningkatannya paling tinggi adalah berpikir luwes, dan paling rendah adalah berpikir orisinal.
Analisis data dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang self- concept siswa. Untuk melihat perbedaan self-concept siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, dilakukan uji statistic, yaitu uji perbedaan rerata. Karena data self- concept merupakan data ordinal, maka harus dikonversi terlebih dahulu ke dalam data interval. Setelah kedua daat menjadi data interval, diuji rerata kedua kelas, dengan terlebih dahulu menguji normalitas, uji homogenitas, dan kemudian uji-t. Untuk melihat koefisien korelasi antara kemampuanberpikir kritis, kreatifmatematis dan self-concept siswa, kedua jenis data harus sama, kemudian dilakukan uji korelasi dengan menggunakan program SPSS 16.0. Normalitas kedua data dari variabel tersebut sebelumnya diuji terlebih dahulu. Apabila kedua data berdistribusi normal, maka uji korelasi yang digunakan Pearson Product Moment, sementara untuk data berdistribusi tidak normal , digunakan uji non-parametrik korelasi Spearman.
1. Secara keseluruhan, peningkatan kemampuanberpikirkreatifsiswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Open-Ended lebih baik daripada menggunakan pembelajaran konvensional. Bila ditinjau berdasarkan kemampuan awal matematis, peningkatan kemampuanberpikirkreatifsiswa dengan kemampuan awal matematis kategori tinggi dan sedang lebih baik memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Open-Ended daripada pembelajaran konvensional. Selanjutnya, peningkatan kemampuanberpikirkreatif untuk siswa dengan kemampuan awal matematis kategori rendah tidak lebih baik memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Open-Ended daripada menggunakan pembelajaran konvensional.
4. Penerapan pendekatan pembelajaran Open-Ended direspon dengan baik oleh siswa, oleh sebab itu pendekatan pembelajaran ini dapat dijadikan sebagai salah satu upaya dalam mereformasi pengelolaan pembelajaran yang lebih berkualitas.
Tabel 3.21 Indeks Kesukaran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis 55 Tabel 3.22 Daya Pembeda Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis 56 Tabel 3.23 Revisi Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Setelah Uji Validitas Empirik ...................................................... 57
Berpikirkreatif merupakan salah satu kemampuan yang sangat diperlukan peserta didik dalam menyongsong kehidupan di era global dan informasi yang penuh tantangan dan persaingan. Matematika sebagai salah satu pelajaran yang mengembangkan kemampuan bernalar dan berpikir logis mempunyai peran untuk membekali dan mendorong peserta didik berpikirkreatif. Berpikirkreatif dalam matematika tentu berbeda pemaknaannya dengan bidang lain seperti seni dan sastra. Berpikirkreatif dalam matematika lebih menekankan pada kemampuansiswaberpikir terbuka atau open ended yang tidak hanya sebatas pada materi yang baru saja disampaikan tapi pada proses penyelesaian soal yang diberikan bersifat open ended. 1 Kemampuanberpikirkreatifmatematis yaitu kemampuan untuk menyelesaikan masalah matematika secara kreatif. Kemampuanberpikirkreatif dalam pemecahan masalah dapat dilihat dari kefasihan (fluency), fleksibilitas (flexibility), dan kebaruan (novelty). 2 Kefasihan dalam pemecahan masalah didasarkan pada kemampuansiswa dalam memecahkan masalah dengan memberi jawaban yang beragam dan benar. Beberapa jawaban dikatakan beragam jika