Top PDF MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBANTUAN WINGEOM.
Kreativitas siswa akan tumbuh apabila dilatih melakukan eksplorasi, inkuiri, penemuan dan memecahkan masalah (Ruseffendi 2006, 239). Komputer dengan berbagai software yang banyak tersedia saat ini merupakan media yang dapat membantu memudahkan siswa bereksplorasi, dan melatih siswa menemukan berbagai jawaban dalam menyelesaikan masalah dengan memanfaatkan teknologi tersebut. Hal ini didukung pula pendapat Alagic dan Palenz (2004) bahwa sebagai sebuah alat kognitif, dynamics geometry software memungkinkan pengguna membuat konstruksi yang cepat dan akurat
1. Untuk guru bidang studi matematika, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaranmatematikaberbantuanWinGeom dapat meningkatkankemampuanberpikirkreatif dan komunikasimatematiksiswa, sehingga dapat menjadi alternatif pendekatan pembelajaranmatematika. Guru sebagai fasilitator disarankan untuk selalu mendorong siswa untuk mencoba hal yang baru berkaitan dengan penggunaan software pada saat pembelajaran dan mengantisipasi kendala-kendala yang
Menurut NCTM (1989) peserta didik harus mempunyai pengalaman mengenal dan memformulasikan soal-soal mereka sendiri, yang merupakan kegiatan utama dalam pembelajaranmatematika. Kemudian dalam NCTM (1991) disarankan pentingnya bagi guru-guru untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengajukan soal-soal (problem posing). Siswa seharusnya diberi kesempatan untuk merumuskan soal-soal dari situasi yang diberikan dan membuat soal-soal baru dengan cara memodifikasi kondisi-kondisi dari soal-soal yang diberikan. Membentuk soal atau membuat pertanyaan merupakan bagian yang penting dalam pengalaman matematis siswa dan perlu ditekankan dalam pembelajaranmatematika (Freudenthal dan Polya, dalam Silver, 1997).
Teti Roheti, 2012 Pendekatan Problem Posing Pada Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Dan Self Esteem Siswa Sekolah Menengah Atas Universit[r]
Proses pembelajaran yang dilakukan seringkali menggunakan media pembelajaran untuk melakukan proses transfer informasi atau pesan bahkan digunakan membentuk pemahaman konsep peserta didik. Menurut Arsyad (2004: 3) menyebutkan bahwa media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti “tengah”, perantara atau pengantar, serta media dalam bahasa Arab adalah perantara (wasaail) atau pengatar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Menurut Santyasa (2007: 2) mendefinisikan media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar. Pesan yang disampaikan melalui media dalam bentuk isi atau materi pengajaran harus dapat diterima oleh penerima pesan (peserta didik), dengan menggunakan salah satu ataupun gabungan beberapa alat indera mereka.
Hutajulu, Masta. 2014. PembelajaranMatematika dengan Pendekatan Metakognitif Untuk MeningkatkanKemampuanKomunikasi Matematis SiswaSekolahMenengahAtas . Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi. Vol.2, Hal.88-91. ISSN:2338-8315.
Kemampuanberpikirsiswa, baik berpikir kritis maupun berpikirkreatif merupakan kemampuan yang penting untuk dimiliki agar dapat memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi dalam dunia yang senantiasa berubah. Pembelajaranmatematika dengan pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs) merupakan suatu alternatif pendekatan yang berupaya meningkatkankemampuanberpikir kritis dan kreatifmatematiksiswa agar terus terlatih dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah peningkatan kemampuanberpikir kritis dan kreatifmatematik antara siswa yang memperoleh pembelajaranmatematika dengan pendekatan MEAs dan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pembelajaran biasa baik ditinjau secara keseluruhan maupun ditinjau secara kelompok siswa (kelompok atas dan kelompok bawah). Selain itu diungkap pula sikap siswa terhadap pembelajaranmatematika dengan pendekatan MEAs. Desain penelitian ini adalah pre-test post-test control group design. Penelitian ini dilakukan di SMA pada level menengah. Data penelitian dikumpulkan melalui tes dan angket. Analisis data dilakukan terhadap rerata gain ternormalisasi antara kedua kelompok sampel dengan menggunakan kesamaan dua rerata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuanberpikirkreatifmatematiksiswa yang belajar dengan pendekatan MEAs lebih baik secara signifikan daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran biasa, dan peningkatan kemampuanberpikir kritis matematiksiswa yang belajar dengan pembelajaran biasa secara signifikan lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pendekatan MEAs. Selanjutnya peningkatan kemampuanberpikirkreatifmatematiksiswa baik kelompok atas maupun kelompok bawah yang memperoleh pembelajaranmatematika dengan pendekatan MEAs lebih baik secara signifikan daripada siswa kelompok atas dan kelompok bawah yang mendapatkan pembelajaran biasa, dan peningkatan kemampuanberpikir kritis matematiksiswa baik kelompok atas maupun kelompok bawah yang belajar dengan pembelajaran biasa lebih baik secara signifikan daripada siswa kelompok atas dan kelompok bawah yang belajar dengan pendekatan MEAs. Selanjutnya analisis data angket sikap siswa memperlihatkan bahwa siswa menunjukan sikap positif terhadap pembelajaranmatematika dengan pendekatan MEAs.
Pendekatan pemecahan masalah (Problem Solving Approach) dapat dijadikan salah satu alternatif untuk menjawab tuntutan pembelajaranmatematika dalam meningkatkankemampuanberpikirkreatifsiswa. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Pehkonen (dalam Siswono, T.Y.E. & Novitasari, W., 2009, hlm. 2) yang berpendapat bahwa ‘cara yang bisa digunakan untuk meningkatkankemampuanberpikirkreatif adalah dengan pendekatan pemecahan masalah’. Siswa yang belajar menggunakan pendekatan pemecahan masalah akan mampu mengembangkan kemampuan berpikirnya. Hal tersebut dikarenakan pendekatan pemecahan masalah memusatkan pada keterampilan siswaberpikir secara divergen. Pendekatan pemecahan masalah lebih mengarahkan siswa untuk memahami masalah, menemukan berbagai gagasan atau strategi dalam menyelesaikan masalah, menerapkan berbagai gagasan atau strategi penyelesaian masalah, dan memeriksanya kembali. Hal tersebut sejalan dengan komponen berpikirkreatif yaitu adanya kelancaran, keluwesan, keaslian dan elaborasi. Sehingga kemampuanberpikirkreatifsiswa dapat meningkat melalui penggunaan pendekatan pemecahan masalah.
Siswono, Y.E. T. (2004). Identifikasi Proses BerpikirKreatif dalam Pengajuan Masalah (Problem Posing) Matematika. Berpandu dengan Model Wallas dan Creative Problem Solving (CPS) .Jurusan Matematika FMIPA Unesa. Steven, T., & Arizpe, O. (2006). Mathematical self-efficacy of Middle School
Sumarmo, U. (2010). Berpikir dan Disposisi Matematis: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik . [Online]. in http://www.docstoc.com/docs/ 62326333/Pembelajaran-Matematika. [5 Maret 2012]. Paper published in Sumarmo, U. (2013) and Suryadi, D. Turmudi, Nurlaelah, E . (Editors).. Kumpulan Makalah Berpikir dan Disposisi Matematis serta Pembelajarannya. Mathematics Deparment of Faculty Mathematics and Science Education UPI. Bandung
Ibrahim. (2011). Peningkatan KemampuanKomunikasi, Penalaran, dan Pemecahan Masalah Matematis serta Kecerdasan Emosional melalui Pembelajaran Berbasis-Masalah pada SiswaSekolahMenengahAtas. Disertasi Doktor pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Memasuki abad ke-21 sekarang ini pendidikan Indonesia mengalami pergeseran paradigma dari behavioristik ke konstruktivistik . Menyikapi perubahan ini, guru bukan hanya sekedar mengajar (transfer of knowledge) melainkan harus menjadi manajer belajar. Hal ini mengandung arti, setiap guru diharapkan mampu mengintergrasikan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam kegiatan pembelajaran, menciptakan kondisi belajar yang menantang kreativitas dan aktivitas siswa, memotivasi siswa, menggunakan multimedia, multimetode, dan berbagai sumber belajar agar mencapaui tujuan pembelajaran yang diharapkan, (Rusman, 2013:35). Pendapat ini menegaskan bahwa guru memiliki tugas dan tanggung jawab secara optimal mampu melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik yang ditandai dengan tingginya keaktifan siswa. Keaktifan siswa yang dimaksud adalah keterlibatan siswa dalam melaksanakan aktifitas mulai dari pembahasan konsep, proses penemuan solusi hingga penarikan kesimpulan atas konsep yang dipelajari. Dengan tingginya keaktifan siswa maka dalam pembelajaran akan terjadi komunikasi multi arah sehingga proses pembelajaran tidak didominasi oleh guru melainkan guru hanya sebagai fasilitator.
Indonesia sebagai negara yang berkembang, terus berupaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional adalah meningkatkan kualitas manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, produktif serta sehat jasmani dan rohani. Sesuai dengan tujuan pendidikannasionaltersebutdanselarasdengantuntutanzamanmakapeningkatank ualitas pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat mendesak.
4. Mengingat hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kedua katagori sekolah sedang dan rendah kemampuan penalaran siswa pada kelompok permanen lebih baik daripada kemampuansiswa pada kelompok tidak permanen, hal ini disebabkan kebiasaan yang cenderung memilih teman belajar yang tetap lebih diminati siswa. Keadaan ini bertolak belakang dengan tantangan kehidupan di era global yang menuntut semua orang untuk bersikap dinamis seperti dapat hidup dan bergaul dengan siapa saja, oleh karenanya kultur belajar di kelas harus banyak berubah, diantaranya melalui penggunaan setting belajar kelompok dengan pasangan yang berubah-ubah hendaknya lebih banyak dilakukan.
Arifah, T. (2010). Peningkatan KemampuanBerpikirKreatifSiswa Dalam PembelajaranMatematika Menggunakan Strategi Rotation Trio Exchange. (PTK Di Kelas VII Semester Genap MTs Muhammadiyah Blimbing Tahun Ajaran 2009/2010).Tersedia[online]
Pengembangan Pembelajaran dengan Mathematical Discourse dalam Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Pada Siswa Sekolah Menengah Pertama... Kadis, Hartono, Ahmad Sopyan.[r]
Nasution, S.L. (2010). Pembelajaran Metamatika Melalui Pendekatan Keterampilan Metakognitif dengan Model Advance Organizer untuk MeningkatkanKemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis SiswaSekolahMenengah Pertama. Tesis Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak diterbitkan
perangkat fakta-fakta yang harus dihapal, kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan serta proses pembelajaran yang belum optimal. Selama ini, kebanyakan guru menggunakan metode yang tidak bervariasi, bersifat monoton dan hanya berpusat pada guru. Dalam proses pembelajaran umumnya guru asyik sendiri menjelaskan apa-apa yang telah dipersiapkannya. Demikian juga siswa asyik sendiri menjadi penerima informasi yang baik. Akibatnya siswa hanya mencontoh apa yang dikerjakan guru, tanpa makna dan pengertian sehingga dalam menyelesaikan soal siswa beranggapan cukup dikerjakan seperti apa yang dicontohkan. Hal tersebut menyebabkan siswa kurang memiliki kemampuan menyelesaikan masalah dengan alternatif lain. Akan tetapi seharusnya guru memberi penyelesaian masalah yang dapat meningkatkankemampuanmatematika (Doing Match).
Hendriana, H. (2009). Pembelajaran dengan Pendekatan Metaphorical Thinking untuk meningkatkanKemampuan Pemahaman Matematik, KomunikasiMatematik dan Kepercayaan DIri SiswaSekolahMenengah Pertama. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: Tidak Diterbitkan. Jiang, Z. (2008). Explorations and Reasoning in the Dynamic Geometry
Krismiati, A. (2009). MeningkatkanKemampuan Pemecahan Masalah dan BerpikirKreatif Geometri SiswaSekolahMenengah Pertama Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Program Cabri Geometry II. Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan.