• Tidak ada hasil yang ditemukan

Agama sebagai Sumber Kekuatan untuk Perubahan Sosial

Dalam dokumen KATA PENGANTAR Pengantar Sosiologi Agama (Halaman 63-66)

PERSPEKTIF TEORI KONFLIK TENTANG AGAMA

C. Agama sebagai Sumber Kekuatan untuk Perubahan Sosial

Menurut Marx, agama secara esensial adalah produk dari masyarakat kelas.

Ide Marx tentang agama menjadi bagian dari teorinya tentang alienasi di dalam mayarakat yang terbagi ke dalam kelas. Agama dilihatnya sebagai produk dari alienasi sekaligus juga sebagai ekspresi dari kepentingan kelas. Keduanya di saat yang sama merupakan alat manipulasi dan opresi terhadap kelas subordinat di dalam masyarakat, ekspresi protes terhadap penindasan, bentuk kepasarahan dan pelarian dari penindasan.

Sebaliknya, Maduro menegaskan agama bisa menjadi elemen pendorong perubahan sosial terutama bagi kelas tersubordinasi. Hal ini dikarenakan agama merupakan sumber kekuatan simbolik (symbolic power) yang bisa didayagunakan oleh kelas terdominasi untuk keluar situasi marjinal yang mereka alami. Untuk mendapat kekuatan sendiri kelas tersubordinasi harus berusaha mendapat otonomi keagamaan di mana mereka dapat secara mandiri menafsirkan ajaran-ajaran agama mereka sendiri. Dengan tafsir terhadap ajaran agama sendiri, mereka akan mendapatkan kekuatan sehingga bisa digunakan untuk melakukan perlawanan dan keluar dari situasi marjinalisasi.

Dengan demikian, agama dapat menjadi sumber bagi perubahan sosial.

Agama menjadi solusi bagi kelas tersuborinasi untuk merubah penderitaan mereka dan keluar mendapatkan kekuatan mereka sendiri. Kerangka fikir konflik kontemporer memberikan alat analisis dalam memahami peran agama sebagai pendorong perubahan sosial.

D. Rangkuman

Kerangka fikir Marx tentang masyarakat bertumpu pada analisis bahwa struktur masyarakat dipengaruhi oleh basis strukturnya yaitu ekonomi. Menurut Marx ekonomilah yang mempengaruhi bentuk tatanan sosial kemasyarakatan. Marx membagi sistem kemasyarakatan (societal system) menjadi basis struktur yaitu ekonomi yang mempengaruhi dan suprastruktur yang dipengaruhi yang meliputi politik, ideologi, kebudayaan, agama dan seterusnya.

Ekonomi mempengaruhi suprastruktur masyarakat melalui mode produksi.

Dalam mode produksi yang paling esensial mempengaruhi tatanan suprastruktur

adalah penguasaan alat produksi. Perbedaan penguasaan alat produksi mengakibatkan terjadinya perbedaan kekuasaan di dalam masyarakat dan membagi masyarakat ke dalam kelas yang berkuasa (kelas borjuis dalam sistem ekonomi kapitalis) dan kelas tidak berkuasa (kelas proletar). Perbedaan kelas ini mengakibatkan terbentuknya relasi produksi yang dominatif. Relasi produksi yang dominatif ini terlihat dari terjadinya ekploitasi dari kelas borjuis kepada kelas proletar.

Dampaknya terhadap kelas proletar adalah mereka mengalami alienasi (keterasingan) yang terjadi baik dalam proses produksi maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam situasi keterasingan itu, kelas proletar menggunakan agama sebagai medium penyaluran keluh kesah mereka akibat dieksploitasi dalam proses produksi oleh kelas borjuis. Agama menjadi alat penghiburan diri bagi mereka. Menurut Marx, agama merupakan ilusi yang melenakan kelas proletar dari stuasi ketertindasan mereka. Agama adalah candu bagi masyarkat, menurut Marx.

Bagi Marx, agama secara esensial adalah produk dari masyarakat kelas. Ide Marx tentang agama menjadi bagian dari teorinya tentang alienasi di dalam mayarakat yang terbagi ke dalam kelas. Agama dilihatnya sebagai produk dari alienasi sekaligus juga sebagai ekspresi dari kepentingan kelas. Keduanya di saat yang sama merupakan alat manipulasi dan opresi terhadap kelas subordinat di dalam masyarakat, ekspresi protes terhadap penindasan, bentuk kepasarahan dan pelarian dari penindasan.

Sementara, Otto Maduro (1989) menjelaskan bahwa dalam dinamika konflik yang terdapat dalam setiap masyarakat kelas selalu bersifat asimetris. Yang menyebabkan terbelahnya masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial adalah adanya kekuatan yang tidak seimbang (unequal power). Kekuatan yang tidak seimbang ini disebabkan oleh beragamnya sektor pembagian kerja yang meliputi: (1) penguasaan alat produksi; (2) distribusi tenaga kerja; dan (3) pembagian kepemilikan atau konsumsi hasil produksi.

Agama menjadi sumber kekuatan atau kekuasaan bersama dengan kekuatan simbolik lainnya seperti sastra, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lainnya. Sebagai sumber kekuatan, agama akan berguna bagi kelas dominan dalam upaya mereka untuk mempertahankan dominasi di dalam masyarakat. Agama akan digunakan oleh kelas dominan untuk memperluas, memperdalam dan mengonsolidasikan dominasinya. Agama akan digunakan untuk memperluas dominasi dengan menggalang sekutu untuk mendukung kelas dominan dengan menggunakan legitimasi dari agama misal dengan justifikasi ajaran agama terhadap tindakan kelas dominan.

Sehingga, para sekutu mau berkolaborasi dengan keals dominan.

Agama juga digunakan untuk memperdalam kekuatan kelas dominan misalnya dengan menggali dan memperkuat sumberdaya yang ada dengan justifikasi dan legitimasi agama. Misalnya dalam konteks negara, untuk memperdalam kekuatan di bidang pendidikan, maka sumberdaya daya pendidikan akan dioptimalisasi untuk mendukung kelas dominan. Di sini agama baik ajarannya ataupun tokoh-tokoh akan dimobilisasi untuk membuat pendidikan (sistem sekolah, kurikulum, guru, anggaran, sarana dan prasarana) memberi dukungan optimal bagi kelas dominan.

Kelas terdominasi untuk mendapat otonomi dan kekuatannya sendiri akan berusaha untuk mencapai otonomi keagamaan. Hal tersebut meliputi keinginan untuk mengonstruksi sendiri sistem pemikiran dan praktek keagamaan keagamaan yang relevan dengan kebutuhan dan tujuan mereka. Karena itu, seluruh agen keagamaan di dalam kelas terdominasi akan berusaha mencapai otonomi keagamaan ini.

Menurut Marx, agama secara esensial adalah produk dari masyarakat kelas. Ide Marx tentang agama menjadi bagian dari teorinya tentang alienasi di dalam mayarakat yang terbagi ke dalam kelas. Agama dilihatnya sebagai produk dari alienasi sekaligus juga sebagai ekspresi dari kepentingan kelas. Keduanya di saat yang sama merupakan alat manipulasi dan opresi terhadap kelas subordinat di dalam masyarakat, ekspresi protes terhadap penindasan, bentuk kepasarahan dan pelarian dari penindasan.

Sebaliknya, Maduro menegaskan agama bisa menjadi elemen pendorong perubahan sosial terutama bagi kelas tersubordinasi. Hal ini dikarenakan agama merupakan sumber kekuatan simbolik (symbolic power) yang bisa didayagunakan oleh kelas terdominasi untuk keluar situasi marjinal yang mereka alami. Untuk mendapat kekuatan sendiri kelas tersubordinasi harus berusaha mendapat otonomi keagamaan di mana mereka dapat secara mandiri menafsirkan ajaran-ajaran agama mereka sendiri. Dengan tafsir terhadap ajaran agama sendiri, mereka akan mendapatkan kekuatan sehingga bisa digunakan untuk melakukan perlawanan dan keluar dari situasi marjinalisasi.

Dengan demikian, agama dapat menjadi sumber bagi perubahan sosial.

Agama menjadi solusi bagi kelas tersuborinasi untuk merubah penderitaan mereka dan keluar mendapatkan kekuatan mereka sendiri. Kerangka fikir konflik kontemporer memberikan alat analisis dalam memahami peran agama sebagai pendorong perubahan sosial.

Bab 5

PERSPEKTIF TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK

Dalam dokumen KATA PENGANTAR Pengantar Sosiologi Agama (Halaman 63-66)