• Tidak ada hasil yang ditemukan

Memahami Tindakan Sosial Keagamaan Masyarakat

Dalam dokumen KATA PENGANTAR Pengantar Sosiologi Agama (Halaman 75-79)

PERSPEKTIF TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK TENTANG AGAMA

B. Perspektif Interaksionisme Simbolik tentang Agama

3. Memahami Tindakan Sosial Keagamaan Masyarakat

Weber cenderung menyamakan agama dengan kemunculan rasionalisasi etika, dan ia melihat perkembangan agama dari sudut pandang perkembangan rasionalisasi etika. Manusia, karena perkembangan rasionalisasi, telah menggeser peran spririt atau kharisma (sebagai simbolisasi tuhan) dari dunia. Manusia cenderung semakin bertumpu pada kemampuan dan tekniknya sendiri untuk survive dan sejahtera dalam kehidupan dunia. Tuhan menjadi lebih sebagai ikatan pertimbangan etik. Nilai dan prinsip-prinsip cenderung meningkat menjadi pertimbangan diri manusia.

Weber mengasosiasikan rasionalisasi etika dalam agama dengan kemunculan para rabi. Sebelumnya, ahli supernatural menjadi satu-satunya ahli yang ada dalam kehidupan keagamaan dan magik untuk mendapatkan hasil material bagi para kliennya. Kemunculan rabi adalah dengan kapasitas intelektual dan dengan elaborasi doktrin yang secara umum melibatkan pemikiran etik. Weber menghubungkan kemunculan para rabi dengan perkembangan rasionalisasi di dalam masyarakat yang semakin kompleks. Di dalam masyarakat yang semakin kompleks kehidupan sosial mesti didasarkan atas hukum dan aturan dan prosedur formal.

Dalam kerangka fikir interaksionisme simbolik, agama menjadi rasionalitas aktor dalam melakukan tindakan sosial. Asumsi interaksionimse simbolik yang bertumpu pada pemikiran Mead dan Herbert Blumer bahwa seseorang melakukan tindakan beradasarkan atas pemaknaannya terhadap tindakan tersebut. Tindakan seseorang sering disimbolisasi ke dalam pemahaman tertentu dan diberi isi dengan makna tertentu yang dibentuk oleh proses interaksi sosial di dalam masyarakat.

Agama berlaku seperti sistem simbol yang mengandung makna. Hanya saja makna tersebut ada di dalam kepala si aktor. Maksudnya si aktor lah yang merasionalisasi makna yang terdapat dalam sistem simbol agama. Dengan rasionalisasi itu, si aktor akan melakukan atau tidak melakukan tindakan keagamaan.

Menurut Geertz, agama melakukan hal tersebut dengan memformulasi konsep-konsep tatanan umum tentang eksistensi. Masyarakat membutuhkan konsep tersebut. mereka perlu melihat dunia sebagai suatu yang bermakna dan tertata.

Mereka tidak akan menoleransi pandangan bahwa kehidupan ini sebagai suatu kacau dan tanpa makna. Konsep kekacauan dan tanpa makan menurut agama yang diidentifikasi oleh Geertz adalah kebingunan, penderitaan, dan kejahatan.

Agama merupakan rasionalitas aktor, ketika agama dipahami oleh si aktor sebagai kerangka penjelasan suatu tindakan apakah harus dilakukan atau harus ditinggalkan. Weber mengkategorisasi rasionalitas ini sebagai rasionalitas nilai. Nilai keagamaan menjadi dasari bagi seseorang untuk mempertimbangkan apakah sebaiknya melakukan sesuatu seperti yang disuruh oleh ajaran agama atau meninggalkan sesuatu seperti yang dilarang oleh ajaran agama. Pertimbangan nilai ini menjadi pertimbangan rasional si aktor.

Terbentuknya rasionalitas aktor tentang agama dapat dirujukkan pada konsepsi 0HDG WHQWDQJ ³generalized other´ \DQJ GDSDW GLKXEXQJNDQ GHQJDQ NRQVHSVL seseorang tentang Tuhan. Konsepsi Mead juga membantu memahami proses sosialisasi diri ke dalam komunitas keagamaan, dan mempelajari bahasa, simbol dan gestur keagamaan. Mead juga menawarkan konsep untuk menganalisis pembentukan diri relijius, dan identitas relijius. Sosialisasi seseorang dengan lingkungaan baik dalam keluarga, sekolah dan komunitas keagamaan, membentu rasionalisasi aktor tentang agama. Dan pada gilirannya membentuk tindakan keagamaan aktor.

C. Rangkuman

Setelah melakukan pembahasan tentang pandangan Weber dan interaksionisme simbolik tentang agama maka di sini kita dapat menyusun garis besar pemikiran Weber dan Interaksionisme simbolik tentang agama. Weber cenderung

menyamakan agama dengan kemunculan rasionalisasi etika, dan ia melihat perkembangan agama dari sudut pandang perkembangan rasionalisasi etika.

Manusia karena perkembangan rasionalisasi telah menggeser peran spririt atau kharisma (sebagai simbolisasi tuhan) dari dunia. Manusia cenderung semakin bertumpu pada kemampuan dan tekniknya sendiri untuk survive dan sejahtera dalam kehidupan dunia. Tuhan menjadi lebih sebagai ikatan pertimbangan etik. Nilai dan prinsip-prinsip cenderung meningkat menjadi pertimbangan diri manusia.

Pendekatan Weber tentang agama sangat kaya dan kompleks. Ia menekankan pencarian dan penggalian terhadap makna. Hal ini didorong oleh sumber emosional untuk mencari jawaban terhadap persoalan teodisi tentang nasib baik dan nasib buruk.

Di dalam karyanya Protestan Ethic, Weber mengintroduksi perkembangan ekonomi yang disebutnya sebagai kapitalisme rasional, yang semakin dominan yang mendorong pertumbuhan teknonologi dan produksi. Perkembangan tersebut menurutnya berakar sebagiannya pada perkembangan agama terutama pada masa reformasi. Pemikirannya tersebut menentang pemikiran materalis historis di dalam penekanannya terhadap faktor agama di dalam proses perkembangan dan perubahan historis. Menurut Weber, perkembangan ekonomi dan peran gagasan keagamaan saling melengkapi.

Interaksionisme simbolik merupakan pendekatan mikro karena berpijak pada pemaknaan dan tindakan sosial aktor. Dalam kerangka sosiologi agama, pemikiran interaksionisme simbolik dapat digunakan dalam memahami tindakan sosial keagamaan aktor sebagai hasil dari pemaknaannya terhadap agama. Agama berisi simbol-simbol yang pemaknaan tergantung pada rasionalitas ataupun refleksi individual aktor. Pemaknaan individual aktor terhadap agama melahirkan tindakan sosial keagamaan. Karena itu, perspektif interaksionisme simbolik menjadi berguna dalam memahami tindakan sosial keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat dan implikasinya terhadap kehidupan sosial lainnya.

Dalam kerangka fikir interaksionisme simbolik agama menjadi rasionalitas aktor dalam melakukan tindakan sosial. Asumsi interaksionimse simbolik yang bertumpu pada pemikiran Mead dan Herbert Blumer menyatakan bahwa seseorang melakukan tindakan beradasarkan atas pemaknaannya terhadap tindakan tersebut. Tindakan seseorang sering disimbolisasi ke dalam pemahaman tertentu dan diberi isi dengan makna tertentu yang dibentuk melalui proses interaksi sosial di dalam masyarakat.

Agama merupakan rasionalitas aktor, ketika agama dipahami oleh si aktor sebagai kerangka penjelasan suatu tindakan apakah harus dilakukan atau harus

ditinggalkan. Weber mengkategorisasi rasionalitas ini sebagai rasionalitas nilai. Nilai keagamaan menjadi dasar bagi seseorang untuk mempertimbangkan apakah sebaiknya melakukan sesuatu seperti yang disuruh oleh ajaran agama atau meninggalkan sesuatu seperti yang dilarang oleh ajaran agama. Pertimbangan nilai ini menjadi pertimbangan rasional si aktor.

Agama berlaku seperti sistem simbol yang mengandung makna. Hanya saja makna tersebut ada di dalam kepala si aktor. Maksudnya si aktor-lah yang merasionalisasi makna yang terdapat dalam sistem simbol agama. Dengan rasionalisasi itu, si aktor akan melakukan atau tidak melakukan tindakan keagamaan.

Bab 6

Dalam dokumen KATA PENGANTAR Pengantar Sosiologi Agama (Halaman 75-79)