• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aksesibilitas Kebutuhan Dasar

TARAF HIDUP KELOMPOK MISKIN KOTA

8.2 Aksesibilitas Kebutuhan Dasar

Aksesibilitas kebutuhan dasar dalam penelitian ini adalah kemampuan responden dalam mengakses kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan dan modal. Sehingga aksesibilitas kebutuhan dasar diukur berdasarkan kemampuan responden mengakses lembaga pendidikan seperti SD, SMP dan SMA. Selain itu aksesibilitas kebutuhan dasar juga diukur berdasarkan kemampuan responden mengakses lembaga kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas dan bidan serta diukur berdasarkan kemampuan responden mengakses bantuan modal seperti bank keliling, teman, tokoh masyarakat dan pemerintah.

Hasil penelitian menunjukkan persentase responden berdasarkan aksesibilitas kebutuhan dasar pada kategori tidak mampu sebesar tiga per sen. Sedangkan persentase responden berdasarkan aksesibilitas kebutuhan dasar pada kategori kurang mampu sebesar sebelas per sen dan pada kategori cukup sebesar 86 per sen seperti tampak pada Gambar 49.

Gambar 49 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Aksesibilitas Kebutuhan Dasar

Tabel 23 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Akses Terhadap Pendidikan, Kelurahan Grogol Selatan, Kec. Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, 2011

Akses Terhadap Pendidikan Jumlah %

Tinggi 1 3

Rendah 23 66

Sangat Rendah 11 31

Total 35 100

Dominannya responden yang memiliki aksesibilitas kebutuhan dasar pada kategori kurang mampu dikarenakan sebesar 31 per sen responden memiliki akses terhadap pendidikan yang sangat rendah, 66 per sen responden memiliki akses

Cukup 4 11% Kurang Mampu 30 86% Tidak Mampu 1 3%

terhadap pendidikan yang rendah dan tiga per sen responden memiliki pendapatan yang tinggi seperti tampak pada Tabel 23.

Selain itu dominannya responden yang memiliki aksesibilitas kebutuhan dasar pada kategori kurang mampu dikarenakan persentase responden yang memiliki akses terhadap kesehatan pada kategori sangat rendah sebesar 37 per sen, pada kategori rendah sebesar 60 per sen dan pada kategori tinggi sebesar tiga per sen seperti tampak pada Tabel 24.

Tabel 24 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Akses Terhadap Kesehatan, Kelurahan Grogol Selatan, Kec. Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, 2011

Akses Terhadap Kesehatan Jumlah %

Tinggi 1 3

Rendah 21 60

Sangat Rendah 13 37

Total 35 100

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa persentase aksesibilitas kebutuhan dasar pada perolehan modal responden pada kategori sangat rendah sebesar 100 per sen. Sedangkan kategori rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi tidak ditemukan.

8.3 Partisipasi

Partisipasi dalam penelitian ini adalah keterlibatan responden dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Partisipasi responden diukur berdasarkan kehadiran, sumbangsih pemikiran dan kritik pada kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase responden yang memiliki partisipasi pada kategori.

Seluruh responden dalam penelitian ini menunjukkan partisipasi yang sangat rendah terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan seperti kerja bakti, siskamling, pengajian, penggalangan dana dan rapat RT. Partisipasi yang sangat rendah dikarenakan sebagian besar responden hidup menggelandang sehingga kesempatan untuk menghadiri, bersumbangsih pemikiran dan kritik sangat rendah dalam kegiatan kemasyarakatan.

BAB X

PENUTUP

10.1 Kesimpulan

Kelompok miskin di Kota Jakarta seluruhnya adalah pendatang dari berbagai daerah pedesaan. Mereka bermigrasi ke Jakarta karena tekanan ekonomi di daerah mereka. Kelompok miskin hidup di Jakarta dengan menggelandang dan beristirahat setiap malam di tempat yang relatif tetap. seperti tidur di kolong jembatan, di trotoar, pinggir rel kereta, bawah pepohonan dan ada pula yang memiliki kontrakan. Mereka hidup secara berkelompok dengan sesama profesi yaitu pemulung dan ada yang hidup menyendiri. Kelompok miskin kota hidup berkelompok berdasarkan persamaan profesi seperti pemulung.

Hal tersebut mereka lakukan karena kelompok miskin yang hidup di Jakarta tidak memiliki kerabat atau memiliki kekerabatan yang sangat rendah. Rendahnya kekerabatan kelompok miskin kota dikarenakan komunikasi dan silaturahmi yang sangat sulit dengan kerabat. Komunikasi dan silaturahmi dengan kerabat sulit dilakukan karena keterbatasan pemulung memiliki alat komunikasi seperti telepon genggam dan keterbatasan biaya untuk pulang ke kampung halaman. Keterbatasan tersebut menjadikan kelompok miskin kota tidak mengandalkan kerabat untuk dapat mencapai kehidupan yang lebih baik. Kelompok miskin kota yang berasal dari desa ini tidak meninggalkan kebudayaan mereka di desa seperti bahasa daerah dan perilaku yang menunjukkan kedaerahan mereka. Mereka memiliki rasa solidaritas yang tinggi kepada teman dari suku yang sama seperti Jawa dan Sunda dan menunjukkan kolektivitas yang sedang meski hidup di Kota Jakarta.

Dalam penelitian ini terbukti bahwa kekerabatan (objektif), keterampilan (objektif), etnisitas (persepsi), kolektivitas (persepsi sikap) dan kolektivitas (persepsi total) berpengaruh negatif terhadap kondisi ekonomi. Selain itu kekerabatan (persepsi), keterampilan (persepsi), etnisitas (objektif) dan kolektivitas (objektif) berpengaruh positif terhadap kondisi ekonomi. Dalam penelitian ini juga terbukti bahwa kekerabatan (objektif), keterampilan (objektif),

etnisitas (persepsi) dan kolektivitas (persepsi sikap) berpengaruh negatif terhadap aksesibilitas kebutuhan dasar. Selain itu kekerabatan (persepsi), keterampilan (persepsi), kolektivitas (objektif) dan kolektivitas (persepsi total) berpengaruh positif terhadap aksesibilitas kebutuhan dasar. Dan penelitian ini juga membuktikan bahwa kekerabatan (objektif), keterampilan (objektif), keterampilan (persepsi), etnisitas (persepsi) dan kolektivitas (persepsi total) berpengaruh positif terhadap partisipasi. Selain itu kekerabatan (persepsi), etnisitas (objektif), kolektivitas (objektif) dan kolektivitas (persepsi sikap) berpengaruh negatif terhadap partisipasi.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kelompok miskin kota memiliki kerentanan sosial yang dikategorikan sangat tinggi sebesar 63 per sen, pada ketegori tinggi sebesar 31 per sen, pada ketegori sedang sebesar tiga per sen dan pada ketegori rendah sebesar tiga per sen. Kelompok miskin kota cenderung memiliki kerentanan sosial yang sangat tinggi. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang diungkapkan Hizbaron (2008) bahwa isu kerentanan sosial sering ditemukan di daerah perkotaan seperti Jakarta.

10.2 Saran

Kerentanan sosial dan taraf hidup kelompok miskin kota dapat diupayakan menjadi lebih baik. Upaya dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada mereka hidup secara berkelompok di Jakarta dan memberikan kesempatan untuk membentuk pemukiman. Sehingga terbentuk suatu kelompok miskin atas persamaan etnis. Tingginya etnisitas pada kelompok miskin kota dapat memberikan kekuatan terhadap suatu tekanan ketika terdapat orang lain yang memberikan bantuan karena rasa solidaritas hidup berkelompok. Maka tindakan- tindakan yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah kerentanan sosial dan kemiskinan di kota adalah sebagai berikut:

1. Akademisi perlu melakukan pengkajian dan penelitian terkait dengan masalah kerentanan sosial dan kemiskinan di kota. Hasil penelitian tersebut nantinya dapat melengkapi dan mengkoreksi hasil penelitian sebelumnya. Sehingga akademisi mampu memberikan rekomendasi program yang tepat dalam mengatasi masalah kerentanan sosial dan kemiskinan di kota.

2. Masyarakat perlu menyadari bahwa peningkatan hubungan kekerabatan, keterampilan, etnisitas dan kolektivitas mampu mengatasi masalah kerentanan sosial dan kemiskinan di daerah perkotaan.

3. Peran pemerintah dalam mengatasi kemiskinan kota adalah memberikan akses lahan, tempat tinggal, dan usaha kepada kelompok miskin kota agar memiliki taraf hidup yang lebih baik. Melakukan tindakan preventif oleh pemerintah dengan memperketat urbanisasi penduduk ke kota-kota besar dengan melakukan pembangunan multisektor secara merata hingga ke pelosok desa.

KERENTANAN SOSIAL PEMULUNG ASAL DESA