• Tidak ada hasil yang ditemukan

Definisi Operasional

Taraf Hidup Kelompok Miskin Kota

2.4 Definisi Operasional

A. Kerentanan sosial, adalah kondisi individu yang mengakibatkan ketidakmampuan menghadapi suatu tekanan. Variabel yang diteliti antara lain: A.1 Faktor Internal adalah faktor yang berasal dari dalam individu.

A.1.1 Kekerabatan

a.Hubungan generasi orang tua adalah sebaik apakah hubungan responden kepada ayah, ibu, paman, bibi dan mertua. Hal ini dapat diukur dengan indikator:

Indeks Kerentanan Sosial

Pengaruh Kerentanan Sosial terhadap Taraf Hidup Kelompok Miskin Kota

Sangat Baik 0 5

Baik 0,15 4

Cukup Baik 0,5 3

Kurang Baik 0,85 2

Tidak Baik 1 1

b.Hubungan generasi setara adalah sebaik apakah hubungan responden kepada kakak, adik, sepupu dan ipar. Hal ini dapat diukur dengan indikator:

Indeks Kerentanan Sosial

Pengaruh Kerentanan Sosial terhadap Taraf Hidup Kelompok Miskin Kota

Sangat Baik 0 5

Baik 0,15 4

Cukup Baik 0,5 3

Kurang Baik 0,85 2

c.Hubungan generasi anak adalah sebaik apakah hubungan responden kepada anak, menantu dan keponakan. Hal ini dapat diukur dengan indikator:

Indeks Kerentanan Sosial

Pengaruh Kerentanan Sosial terhadap Taraf Hidup Kelompok Miskin Kota

Sangat Baik 0 5

Baik 0,15 4

Cukup Baik 0,5 3

Kurang Baik 0,85 2

Tidak Baik 1 1

Penilaian terhadap kekerabatan yaitu dengan mengakumulasi jumlah skor dari hubungan responden dengan generasi orang tua, setara dan bawah. Kekerabatan dapat dikategorikan menjadi:

Kategori Akumulasi Indeks Sangat Tinggi < 0,45 Tinggi 0,45 ≤ X < 1,5 Cukup 1,5 Rendah 1,5 < X ≤ 2,55 Sangat Rendah > 2,55 A.1.2 Keterampilan

a.Kemampuan komunikasi adalah seberapa besar kemampuan komunikasi responden dapat diterima oleh orang lain. Hal ini dapat diukur dengan indikator:

Indeks Kerentanan Sosial

Pengaruh Kerentanan Sosial terhadap Taraf Hidup Kelompok Miskin Kota

Sangat Mampu 0 5 Mampu 0,15 4 Cukup Mampu 0,5 3 Kurang Mampu 0,85 2 Tidak Mampu 1 1

b.Teknis adalah kemampuan responden dalam mengolah hasil memulung menjadi barang yang dapat dijual. Hal ini dapat diukur dengan indikator:

Indeks Kerentanan Sosial

Pengaruh Kerentanan Sosial terhadap Taraf Hidup Kelompok Miskin Kota

Sangat Mampu 0 5

Mampu 0,15 4

Cukup Mampu 0,5 3 Kurang Mampu 0,85 2

Tidak Mampu 1 1

Penilaian terhadap keterampilan yaitu dengan mengakumulasi indeks dari kemampuan berkomunikasi dan teknis responden. Keterampilan dapat dikategorikan menjadi:

Kategori Akumulasi Indeks Sangat Tinggi < 0,3 Tinggi 0,3 ≤ X < 1

Cukup 1

Rendah 1 < X ≤ 1,7 Sangat Rendah > 1,7

Penilaian terhadap faktor internal yaitu dengan mengakumulasi jumlah indeks dari kekerabatan dan keterampilan. Faktor internal dapat dikategorikan menjadi:

Kategori Akumulasi Indeks Sangat Tinggi < 0,75 Tinggi 0,75 ≤ X < 2,5

Cukup 2,5

Rendah 2,5 < X ≤ 4,25 Sangat Rendah > 4,25

A.2 Faktor Eksternal

Faktor yang berasal dari luar individu. A.2.1 Etnisitas

a.Bahasa adalah seberapa sering responden berkomunikasi dengan bahasa daerah asalnya. Hal ini dapat diukur dengan indikator:

Indeks Kerentanan Sosial

Pengaruh Kerentanan Sosial terhadap Taraf Hidup Kelompok Miskin Kota Sangat Sering 0 5

Sering 0,15 4

Cukup Sering 0,5 3

Jarang 0,85 2

Tidak Pernah 1 1

b.Asal daerah adalah seberapa sering responden berkumpul dengan sedaerah dengannya. Hal ini dapat diukur dengan indikator:

Indeks Kerentanan Sosial

Pengaruh Kerentanan Sosial terhadap Taraf Hidup Kelompok Miskin Kota Sangat Sering 0 5

Sering 0,15 4

Cukup Sering 0,5 3

Jarang 0,85 2

Tidak Pernah 1 1

c.Perilaku adalah seberapa besar pola perilaku yang menunjukkan kebersamaan responden dengan orang sesama daerahnya. Hal ini dapat diukur dengan indikator:

Indeks Kerentanan Sosial

Pengaruh Kerentanan Sosial terhadap Taraf Hidup Kelompok Miskin Kota Sangat Sesuai 0 5

Sesuai 0,15 4

Cukup Sesuai 0,5 3 Kurang Sesuai 0,85 2

Penilaian terhadap etnisitas yaitu dengan mengakumulasi indeks dari bahasa, asal daerah dan perilaku responden. Etnisitas dapat dikategorikan menjadi:

Kategori Akumulasi Indeks Sangat Tinggi < 0,45 Tinggi 0,45 ≤ X < 1,5 Cukup 1,5 Rendah 1,5 < X ≤ 2,55 Sangat Rendah > 2,55 A.2.2 Kolektivitas

a.Sikap terhadap kepentingan bersama adalah sebesar apa responden setuju dengan kegiatan sosial. Hal ini dapat diukur dengan indikator:

Indeks Kerentanan Sosial

Pengaruh Kerentanan Sosial terhadap Taraf Hidup Kelompok Miskin Kota Sangat Setuju 0 5

Setuju 0,15 4

Cukup Setuju 0,5 3 Kurang Setuju 0,85 2

Tidak Setuju 1 1

b.Perilaku terhadap kepentingan bersama adalah sesering apa responden terlibat dalam kegiatan sosial. Hal ini dapat diukur dengan indikator:

Indeks Kerentanan Sosial

Pengaruh Kerentanan Sosial terhadap Taraf Hidup Kelompok Miskin Kota Sangat Sering 0 5

Sering 0,15 4

Cukup Sering 0,5 3

Jarang 0,85 2

Penilaian terhadap kolektivitas yaitu dengan mengakumulasi indeks dari sikap dan perilaku responden terhadap kegiatan kepentingan bersama. Kolektivitas dapat dikategorikan menjadi:

Kategori Akumulasi Indeks Sangat Tinggi < 0,3 Tinggi 0,3 ≤ X < 1

Cukup 1

Rendah 1 < X ≤ 1,7 Sangat Rendah > 1,7

Penilaian terhadap faktor eksternal yaitu dengan mengakumulasi jumlah indeks dari etnisitas dan kolektivitas. Faktor eksternal dapat dikategorikan menjadi:

Kategori Akumulasi Indeks Sangat Tinggi < 0,75 Tinggi 0,75 ≤ X < 2,5

Cukup 2,5

Rendah 2,5 < X ≤ 4,25 Sangat Rendah > 4,25

B. Taraf hidup kelompok miskin kota adalah kondisi atau keadaan yang dialami oleh kelompok miskin kota. Variabel yang diteliti antara lain:

B.1 Kondisi Ekonomi

a.Pendapatan adalah sejumlah uang yang didapat dari hasil bekerja selama satu hari oleh responden. Hal ini dapat diukur dengan indikator yang mengacu dari UMR kota Jakarta sebesar Rp 1.290.000 per bulan: 1. Sangat tinggi = 5 (> Rp 60.000)

2. Tinggi = 4 (Rp 43.000 < P ≤ Rp 60.000) 3. Cukup = 3 (Rp 43.000)

4. Rendah = 2 (Rp 20.000 ≤ P < Rp 43.000) 5. Sangat rendah = 1 (< Rp 20.000)

b.Tanggungan adalah jumlah orang yang dibiayai responden. Hal ini dapat diukur dengan indikator:

1. Tidak ada = 5 (0 orang) 2. Sedikit = 4 (1-2 orang) 3. Cukup = 3 (3 orang) 4. Banyak = 2 (4-5 orang) 5. Sangat banyak = 1 (> 5 orang)

c.Pemenuhan kebutuhan pokok adalah kemampuan responden untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Hal ini dapat diukur dengan indikator: 1. Sangat mampu = 5 2. Mampu = 4 3. Cukup = 3 4. Kurang mampu = 2 5. Tidak mampu = 1

Penilaian terhadap kondisi ekonomi pada taraf hidup kelompok miskin kota yaitu dengan mengakumulasi jumlah skor dari pendapatan, tanggungan dan pemenuhan kebutuhan pokok. Kondisi ekonomi pada taraf hidup kelompok miskin kota dapat dikategorikan menjadi:

Kategori Akumulasi Skor Sangat Tinggi > 12

Tinggi 9 < X ≤ 12

Cukup 6 < X ≤ 9

Rendah 3 < X < 6

Sangat Rendah < 3

B.2 Aksesibilitas Kebutuhan Dasar

a.Pendidikan adalah kemampuan responden untuk menyekolahkan anaknya. Hal ini dapat diukur dengan indikator:

1. Sangat mampu = 5 2. Mampu = 4 3. Cukup = 3 4. Kurang mampu = 2 5. Tidak mampu = 1

b.Kesehatan adalah kemampuan responden untuk berobat ke lembaga kesehatan. Hal ini dapat diukur dengan indikator:

1. Sangat mampu = 5 2. Mampu = 4 3. Cukup = 3 4. Kurang mampu = 2 5. Tidak mampu = 1

c.Modal adalah responden untuk mendapatkan bantuan modal dari orang lain. Hal ini dapat diukur dengan indikator:

1. Sangat mampu = 5 2. Mampu = 4 3. Cukup = 3 4. Kurang mampu = 2 5. Tidak mampu = 1

Penilaian terhadap aksesibilitas kebutuhan dasar pada taraf hidup kelompok miskin kota yaitu dengan mengakumulasi jumlah skor dari pendidikan, kesehatan dan modal. Aksesibilitas kebutuhan dasar pada taraf hidup kelompok miskin kota dapat dikategorikan menjadi:

Kategori Akumulasi Skor Sangat Tinggi > 12 Tinggi 9 < X ≤ 12 Cukup 6 < X ≤ 9 Rendah 3 < X < 6 Sangat Rendah < 3 B.3 Partisipasi

a.Kehadiran adalah keikutsertaan responden dalam kegiatan sosial. Hal ini dapat diukur dengan indikator:

1. Selalu ikut = 5 2. Sering ikut = 4 3. Kadang-kadang ikut = 3 4. Jarang ikut = 2 5. Tidak ikut = 1

b.Sumbangsih pemikiran adalah keterlibatan responden dalam menyumbangkan pemikirannya dalam pengambilan keputusan kegiatan sosial. Hal ini dapat diukur dengan indikator:

1. Selalu terlibat = 5 2. Sering terlibat = 4 3. Kadang-kadang terlibat = 3 4. Jarang terlibat = 2 5. Tidak terlibat = 1

c.Kritik dan saran adalah aktivitas kritik, saran atau argumen responden pada kegiatan sosial. Hal ini dapat diukur dengan indikator:

1. Selalu terlibat = 5 2. Sering terlibat = 4 3. Kadang-kadang terlibat = 3 4. Jarang terlibat = 2 5. Tidak terlibat = 1

Penilaian terhadap partisipasi pada taraf hidup kelompok miskin kota yaitu dengan mengakumulasi jumlah skor dari kehadiran, sumbangsih pemikiran, kritik dan saran. Partisipasi pada taraf hidup kelompok miskin kota dapat dikategorikan menjadi:

Kategori Akumulasi Skor Sangat Tinggi > 12 Tinggi 9 < X ≤ 12 Cukup 6 < X ≤ 9 Rendah 3 < X < 6 Sangat Rendah < 3

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Grogol Selatan, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Kelurahan Grogol Selatan merupakan salah satu kelurahan di wilayah Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Wilayah administrasi Kelurahan Grogol Selatan sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Gunung di Kecamatan Kebayoran Baru. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Kebayoran Lama Selatan. Sebelah barat berbatasan dengan Kali Pesanggrahan di Kelurahan Ulujami dan sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Grogol Utara. Kelurahan ini memiliki luas wilayah sebesar 2, 85 Km per segi. Kelurahan Grogol Selatan terdiri dari 5.042 keluarga yang tersebar di 114 Rukun Tetangga (RT) dan sepuluh Rukun Warga (RW).

Kelurahan Grogol Selatan adalah kawasan yang padat penduduk. Selain sebagai kawasan pemukiman juga sebagai kawasan perkantoran dan bisnis. Hal tersebut dapat dilihat dari infrastruktur bangunan dan jalan sebagai pendukung aktivitas penduduk. Objek-objek bangunan yang terdapat di Grogol Selatan adalah Pasar Simprug Gallery, Rukan Simprug Indah, Apartemen Simprug Indah, Apartemen Simprug Teras, Komplek Kementerian Luar Negeri, Komplek Hankam, Komplek Sekretaris Negara, Perumahan Griya Kebayoran, Pasar Kebayoran Lama, Flyover Kebayoran Lama, Pasar Bata Putih, Griya BNI Simprug Apartemen, Universitas Bina Nusantara, Komplek IAPCO, Komplek Pusdiklat Pertamina, Gedung Phapros dan SMA 82. Selain itu terdapat pula infrastruktur jalan di Grogol Selatan yaitu Jalan Permata Hijau II, Jalan Cidodol, Jalan Kweni, Jalan Seha I, II, III; Jalan Rawa Simprug IA, IB, IC, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X; Jalan Seha Buntu, Jalan Kubur Islam C, Jalan Mesjid Annur, Jalan Jiban Raya I, II, III; Jalan Patal Senayan, Jalan Simprug Garden I, II, III, IV, V, VI, VII; Jalan Teuku Nyak Arif, Jalan Toa Pekong, Jalan Kampus Jaya, Jalan Loka Permai, Jalan Kampus Jaya, Jalan Kangkung, Jalan Cenderawasih, Jalan

Guntur, Jalan Kebayoran Baru, Jalan Terusan Hang Lekir I, II, III, IV, V, VI; Jalan Terusan Sinabung, Jalan Simprug Permata, Jalan Simprug Golf I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, XIV, XV, XVII

Penelitian mengenai kerentanan sosial pemulung asal desa di Jakarta diawali dengan pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Agustus 2011. Pengumpulan data primer dilakukan selama dua minggu pada Bulan Agustus 2011. Dalam kurun waktu tersebut, peneliti melakukan pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan dari beberapa sumber kemudian diakhiri dengan penyusunan laporan akhir skripsi dan sidang penelitian yang dilakukan pada Bulan September hingga November 2011.

3.2 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari studi literatur guna mendapatkan data dan informasi yang relevan mengenai penelitian ini. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung di lokasi penelitian. Lokasi penelitian tersebut dilakukan wawancara mendalam kepada informan dan responden yang mengacu kepada panduan pertanyaan dan kuesioner.

Kuesioner ditanyakan kepada anggota dari kelompok pemulung. Dimana responden didapatkan secara accidental sampling yaitu mengambil responden sebagai sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti digunakan sebagai sampel bila orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber data. Dimana pemulung yang dijadikan responden harus memenuhi persyaratan, yaitu berasal dari daerah pedesaan dan responden yang satu dan yang lainnya tidak dalam satu keluarga. Jumlah responden yang didapatkan dalam penelitian ini sebanyak 35 orang.

3.3 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data kualitatif yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan informan seperti pemilik lapak, pemilik warung makan, dan beberapa responden yang komunikatif dengan peneliti.

Faktor Internal = KR + KT Keterangan: KR : Kekerabatan KT : Keterampilan Faktor Eksternal = ET + KL Keterangan: ET : Etnisitas KL : Kolektivitas Kerentanan Sosial = KR + KT + ET + KL Keterangan: KR : Kekerabatan ET : Etnisitas KT : Keterampilan KL : Kolektivitas

Data kuantitatif diperoleh dengan menggunakan Indeks Komposit untuk melihat pengaruh kerentanan sosial berdasarkan faktor internal dan faktor eksternal yang dimiliki oleh responden. Adapun rumus yang digunakan sebagai berikut:

Selanjutnya analisis Regresi Linear digunakan untuk melihat hubungan antara kerentanan sosial dengan taraf hidup kelompok miskin kota yaitu pada kondisi ekonomi, aksesibilitas kebutuhan dasar dan partisipasi. Pengolahan data ini dilakukan menggunakan program komputer excel 2007 dan SPSS 16 for windows.

BAB IV

KARAKTERISTIK RESPONDEN

4.1 Jenis Kelamin Responden

Responden dalam penelitian ini dikelompokkan berdasarkan jenis kelaminnya, yaitu laki-laki dan perempuan. Responden yang didapatkan terdiri dari 77 per sen laki-laki dan 27 per sen perempuan seperti tampak pada Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Jenis Kelamin, Kelurahan Grogol Selatan, Kec. Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, 2011

Jenis Kelamin Jumlah %

Laki-laki 27 77

Perempuan 8 23

Total 35 100

4.2 Agama yang Dianut Responden

Responden dalam penelitian ini dikelompokkan berdasarkan agama yang dianut. Agama yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Islam, Katolik, Protestan, Hindu dan Budha. Hasil penggolongan berdasarkan agama yang dianut adalah 100 per sen responden beragama Islam.

4.3 Status Pernikahan Responden

Responden dalam penelitian ini dikelompokkan berdasarkan status pernikahannya. Status pernikahan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah belum menikah, menikah, duda dan janda.

Tabel 2 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Status Pernikahan Kelurahan Grogol Selatan, Kec. Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, 2011

Status Pernikahan Jumlah %

Belum Menikah 5 14

Menikah 28 80

Janda 2 6

Hasil penggolongan responden berdasarkan status pernikahan adalah 80 per sen responden berstatus menikah, 14 per sen berstatus belum menikah dan enam per sen responden berstatus janda seperti tampak pada Tabel 2.

4.4 Tempat Biasa Tidur Responden

Responden dalam penelitian ini dapat dikelompokkan berdasarkan tempat biasa untuk tidurnya. Pengelompokkan tempat biasa tidur responden adalah pepohonan pinggir rel Pasar Bata Putih, Stasiun Kebayoran, rel non-aktif Stasiun Kebayoran, kolong Jembatan Simprug, trotoar dan rumah kontrakan.

Tabel 3 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tempat Biasa Tidur Tahun 2011

Tempat Biasa Tidur Jumlah %

Pepohonan Pinggir Rel Pasar Bata

Putih 10 29

Stasiun Kebayoran 10 29

Rel Non-aktif Stasiun Kebayoran 6 17

Kolong Jembatan Simprug 5 14

Trotoar 3 8

Rumah Kontrakan 1 3

Total 35 100

Hasil penggolongan responden berdasarkan tempat biasa tidur adalah 29 per sen responden biasa tidur di pepohonan pinggir rel Pasar Bata Putih, 14 per sen responden biasa tidur di kolong jembatan Simprug, 29 per sen responden biasa tidur di Stasiun Kebayoran, 17 per sen biasa tidur di rel non-aktif Stasiun Kebayoran, delapan per sen responden biasa tidur di trotoar dan tiga per sen responden biasa tidur di rumah kontrakan seperti tampak pada Tabel 3.

4.5 Tingkat Pendidikan Responden

Responden dalam penelitian ini dapat dikelompokkan berdasarkan tingkat pendidikannya. Tingkat pendidikan yang dimaksud adalah tidak sekolah, SD, MI, SMP, MTS, SMA, MA, SMK, DI/II, DIII dan S1. Hasil pengelompokkan responden berdasarkan tingkat pendidikan adalah 14 per sen responden tidak

sekolah, 74 per sen responden hingga tingkat SD dan 12 per sen hingga tingkat SMP seperti tampak pada Tabel 4.

Tabel 4 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan Kelurahan Grogol Selatan, Kec. Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, 2011

Tingkat Pendidikan Jumlah %

Tidak Sekolah 5 14

SD 26 74

SMP 4 12

Total 35 100

4.6 Status Tempat Tinggal Responden

Responden dalam penelitian ini dapat dikelompokkan berdasarkan status tempat tinggalnya. Status tempat tinggal yang dimaksud adalah bebas sewa, kontrakan, milik sendiri, sewa orang tua/anak/saudara, dan sewa kepada Satpol PP.

Hasil pengelompokkan responden berdasarkan status tempat tinggal adalah 69 per sen responden memiliki tempat tinggal berstatus bebas sewa, 20 per sen responden memiliki tempat tinggal berstatus kontrak dan sebelas per sen responden memiliki tempat tinggal berstatus sewa kepada Satpol PP seperti tampak pada Tabel 5.

Tabel 5 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Status Tempat Tinggal, Kelurahan Grogol Selatan, Kec. Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, 2011

Status Tempat Tinggal Jumlah %

Bebas Sewa 24 69

Kontrakan 7 20

Sewa Kepada Satpol PP 4 11

Total 35 100

4.7 Asal Daerah, Etnis dan Tahun ke Jakarta Responden

Responden dalam penelitian ini seluruhnya adalah pendatang dari pedesaan di berbagai Kabupaten. Terdapat sebelas per sen responden berasal dari Kabupaten yang sama yaitu Lebak. Selain itu terdapat sembilan per sen responden

berasal dari kabupaten yang sama yaitu Kabupaten Tegal, Pandeglang dan Brebes. Data responden berdasarkan asal daerah lebih jelas tampak pada Tabel 6.

Tabel 6 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Asal Kabupaten, Kelurahan Grogol Selatan, Kec. Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, 2011 Kabupaten Jumlah % Lebak 4 11 Tegal 3 9 Pandeglang 3 9 Brebes 3 9 Pemalang 2 6 Garut 2 6 Kebumen 2 6 Lampung 2 6 Bogor 2 6 Sukoharjo 1 3 Yogyakarta 1 3 Jepara 1 3 4L 1 3 Kediri 1 3 Grobogan 1 3 Demak 1 3 Batang 1 3 Pasawaran 1 3 Solo 1 3 Subang 1 3 Pringsewu 1 3 Total 35 100

Tabel 7 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Etnis yang Dimiliki, Kelurahan Grogol Selatan, Kec. Kebayoran Lama, Jakarta Selatan

Etnis Jumlah %

Jawa 26 74

Sunda 8 23

Palembang 1 3

Total 35 100

. Terdapat 74 per sen responden merupakan etnis Jawa. Selain itu terdapat 23 per sen responden merupakan etnis Sunda dan tiga per sen responden

murupakan etnis Palembang. Data responden berdasarkan etnis yang dimiliki lebih jelas tampak pada Tabel 7.

Tabel 8 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tahun ke Jakarta, Kelurahan Grogol Selatan, Kec. Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, 2011

Tahun ke Jakarta Jumlah %

0 – 5 tahun lalu 14 40 6 – 10 tahun lalu 5 14 11 – 15 tahun lalu 4 11 16 – 20 tahun lalu 3 9 21 – 25 tahun lalu 2 6 >25 tahun lalu 7 20 Total 35 100

Responden datang ke Jakarta pada tahun-tahun yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 40 per sen responden datang ke Jakarta pada nol sampai lima tahun yang lalu. Selain itu terdapat 14 per sen responden datang ke Jakarta pada enam sampai sepuluh tahun yang lalu. Data responden berdasarkan tahun ke Jakarta lebih jelas tamapk pada Tabel 8.

BAB V

FAKTOR INTERNAL KERENTANAN SOSIAL

5.1 Kekerabatan Pemulung

5.1.1 Hubungan dengan Generasi Orang Tua

Pada umumnya pemulung di Kota Jakarta berasal dari luar Kota Jakarta. Kata lainnya mereka bermigrasi dari kampung ke Jakarta untuk mencari nafkah. Mereka meninggalkan sanak saudara atau kerabat di kampung. Hal tersebut menjadikan hubungan pemulung dengan kerabat menjadi sedikit renggang karena frekuensi komunikasi dan silaturahmi dengan kerabat terbatas. Kerabat yang dimiliki pemulung digolongkan menjadi tiga, yaitu generasi orang tua, generasi setara dan generasi bawah.

Pemulung di Kota Jakarta umumnya memiliki frekuensi komunikasi yang rendah dengan generasi orang tua. Generasi orang tua yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orang tua, mertua dan paman-bibi.

Tabel 9 Jumlah dan Persentase Hubungan dengan Generasi Orang Tua menurut Kekerabatan Responden, Kelurahan Grogol Selatan, Kec. Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, 2011

Tingkat Kekerabatan

Generasi Orang Tua

Kategori

Sangat Rendah Sangat Tinggi Jumlah % Jumlah % Frekuensi

Komunikasi

Orang Tua 33 94 2 6

Mertua 35 100 0 0

Paman dan Bibi 35 100 0 0 Frekuensi

Silaturahmi

Orang Tua 34 97 1 3

Mertua 35 100 0 0

Paman dan Bibi 35 100 0 0

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 94 per sen responden memiliki frekuensi berkomunikasi yang sangat rendah dengan orang tua. Sedangkan, responden yang memiliki frekunesi komunikasi yang sangat tinggi dengan orang tua hanya sebesar enam per sen seperti tampak pada Tabel 9. Adapun komunikasi responden dengan tingkat frekuensi yang rendah, sedang dan

tinggi tidak ditemukan. Dominannya responden yang memiliki tingkat frekuensi komunikasi yang sangat rendah dikarenakan sebagian besar orang tua responden berada di kampung halaman. Terlebih, sebagian besar responden tidak memiliki alat komunikasi seperti telepon genggam sehingga tidak dapat menghubungi orang tua di kampung halaman dan beberapa orang tua responden sudah meninggal dunia.

Gambar 2 Jumlah dan Persentase Persepsi Responden terhadap Frekuensi Aktivitas Komunikasi dengan Orang Tua dalam Enam Bulan Terakhir

Persepsi responden terhadap frekuensi komunikasi dengan orang tua menunjukan hasil yang berbeda dengan persentase frekuensi berkomunikasi responden dengan orang tua. Persentase persepsi tersebut adalah 63 per sen responden mengaku tidak pernah berkomunikasi dengan orang tua, 26 per sen responden mengaku jarang berkomunikasi dengan orang tua, delapan per sen responden mengaku sering berkomunikasi dengan orang tua dan tiga per sen responden mengaku sangat sering berkomunikasi dengan orang tua seperti tampak pada Gambar 2. Perbedaan hasil antara persentase frekuensi responden berkomunikasi dengan orang tua dan persentase persepsi responden terhadap frekuensi aktivitas komunikasi dengan orang tua dikarenakan anggapan umum responden bahwa sekali setahun berkomunikasi dengan orang tua dirasa sudah cukup. Dimana aktivitas komunikasi dilakukan ketika sebagian besar responden pulang ke kampung halaman.

Sangat Sering 1 3% Sering 3 8% Jarang 9 26% Tidak Pernah 22 63%

Hasil penelitian pada Tabel 9 menunjukkan bahwa seratus per sen responden memiliki frekuensi berkomunikasi yang sangat rendah dengan mertua. Adapun komunikasi responden dengan tingkat frekuensi yang rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi tidak ditemukan. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar mertua responden berada di kampung halaman. Terlebih sebagian responden tidak memiliki alat komunikasi seperti telepon genggam sehingga tidak dapat menghubungi mertua di kampung halaman. Selain itu, beberapa responden belum dan sudah tidak memiliki mertua. Hubungan komunikasi responden dengan mertua terputus ketika mertua mereka telah meninggal dunia dan karena status perceraian. Sehingga tidak memungkinkan bagi responden untuk berkomunikasi dengan mertua mereka. Seperti yang dialami oleh dua responden yang menjanda, yaitu Ibu IL dan Ibu RS.

Gambar 3 Jumlah dan Persentase Persepsi Responden terhadap Frekuensi Aktivitas Komunikasi dengan Mertua dalam Enam Bulan Terakhir

Keseluruhan responden yang memiliki tingkat frekuensi komunikasi dengan mertua yang sangat rendah merupakan data objektif. Namun jika responden mengungkapkan persepsi mereka terhadap frekuensi komunikasi dengan mertua yang mereka lakukan, ternyata menunjukan hasil persentase yang berbeda. Persentase persepsi tersebut adalah 66 per sen responden mengaku tidak pernah berkomunikasi dengan mertua, delapan per sen responden mengaku jarang berkomunikasi dengan mertua, enam per sen responden mengaku cukup berkomunikasi dengan mertua, 17 per sen responden mengaku sering

Sangat Sering 1 3% Sering 6 17% Cukup 2 6% Jarang