• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemampuan Teknis

FAKTOR INTERNAL KERENTANAN SOSIAL

5.2 Keterampilan Pemulung 1 Kemampuan Komunikas

5.2.2 Kemampuan Teknis

Subbab ini akan memperlihatkan bagaimana kemampuan teknis pemulung dalam aktivitas yang erat kaitannya dengan pekerjaan pemulung. Kemampuan ternis tersebut adalah kemampuan pemulung dalam membedakan sampah organik

Mampu 2 6% Cukup 1 3% Kurang Mampu 5 14% Tidak Mampu 27 77%

dan non-organik, kemampuan pemulung mengolah sampah menjadi barang berdaya jual lebih tinggi dan kemampuan responden memperbaiki hasil pulung sehingga dapat dipakai kembali.

Tabel 13 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Keterampilan Kemampuan Teknis, Kelurahan Grogol Selatan, Kec. Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, 2011

Kemampuan Teknis

Kategori Sangat

Rendah

Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Membedakan Sampah

Organik dan Non-organik 2 6 0 0 0 0 1 3 32 91 Mengolah Sampah Menjadi

Barang Berdaya Jual Lebih

Tinggi 34 97 0 0 0 0 0 0 1 3

Memperbaiki Hasil Pulung Sehingga Dapat Dipakai Kembali

33 94 1 3 0 0 0 0 1 3

Hasil penelitian menunjukkan bahwa enam per sen responden memiliki frekuensi membedakan sampah organik dan non-organik yang sangat rendah, tiga per sen responden memiliki frekuensi membedakan sampah organik dan non- organik yang tinggi dan 91 per sen responden memiliki frekuensi membedakan sampah organik dan non-organik yang sangat tinggi seperti tampak pada Tabel 13. Dominannya responden dengan frekuensi membedakan sampah organik dan non- organik yang sangat tinggi dikarenakan aktivitas pencarian nafkah mereka sangat berkaitan dengan kegiatan membedakan sampah ogranik dan non-organik. Namun yang menarik adalah ketika profesinya sebagai pemulung namun terdapat dua responden yang sangat rendah dalam aktivitas membedakan sampah organik dan non-organik. Kedua responden tersebut adalah Bapak FD dan YN. Beberapa alasan yang menyebabkan kedua responden tersebut sangat rendah aktivitas membedakan sampah organik dan non-organik, yaitu karena penelitian ini dilakukan pada saat Bulan Ramadhan maka Bapak FD beralih sementara menjadi pengemis. Sedangkan Bapak YN beralih sementara mejadi kuli angkut buah- buahan di Pasar Bata Putih.

Keterampilan teknis yang kedua adalah mengolah sampah menjadi barang yang berdaya jual lebih tinggi. Berbeda dengan aktivitas membedakan sampah organik dan non-organik yang didominasi pada frekuensi yang sangat tinggi. Pada aktivitas mengolah sampah menjadi barang yang berdaya jual lebih tinggi menunjukkan persentase yang didominasi pada frekuensi yang sangat rendah yaitu sebesar 80 per sen responden. Sedangkan responden yang memiliki frekuensi mengolah sampah menjadi barang berdaya jual lebih pada kategori sangat tinggi hanya sebesar tiga persen. Adapun frekunesi pada kategori rendah, sedang dan tinggi tidak ditemukan seperti tampak pada Tabel 13. Dominannya responden dengan frekuensi mengolah sampah menjadi barang berdaya jual lebih tinggi yang sangat rendah, dikarenakan seluruh waktu pemulung digunakan untuk mencari barang-barang bekas saja. Sedangkan aktivitas pengolahan sampah dilakukan di pabrik-pabrik. Namun yang menarik ada satu responden yang melakukan aktivitas pengolahan sampah menjadi barang berdaya jual lebih tinggi, yaitu Ibu MS. Ibu MS mengolah hasil pulungan berupa kardus bekas yang diolah menjadi tali tambang untuk dijual kembali kepada temannya pembuat parsel lebaran. Kegiatan pengolahan hasil pulung yang dilakukan Ibu MS hanya dilakukan pada Ramadhan ini saja.

Keterampilan yang ketiga dalam penelitian ini adalah memperbaiki hasil pulung sehingga dapat dipakai kembali. Hasil penelitian menunjukkan persentase responden berdasarkan frekuensi memperbaiki hasil pulung sehingga dapat dipakai kembali oleh responden menunjukan persentase sebesar 94 per sen responden memiliki frekuensi yang sangat rendah. Sedangkan frekuensi memperbaiki hasil pulung sehingga dapat dipakai kembali pada kategori rendah adalah sebesar tiga per sen dan kategori sangat tinggi adalah sebesar tiga per sen. Dominannya responden dengan frekuensi memperbaiki hasil pulung sehingga dapat dipakai kembali yang sangat rendah, dikarenakan sebagian besar responden mengaku tidak mampu untuk memperbaiki hasil pulung. Sebagaian besar responden langsung menjual barang yang ditemukan seperti kipas rusak, panci rusak dan radio rusak. Namun yang menarik adalah ada satu responden yang memiliki frekuensi memperbaiki hasil pulung sehingga dapat dipakai kembali, yaitu Ibu MS. Ibu MS mengaku setiap hari selama Bulan Ramadhan selalu

menemukan barang-barang yang rusak baik yang didapat dari pembuangan maupun pemberian orang. Ibu MS pernah mendapatkan panci bekas, sepatu, sandal dan lain-lain. Namun Ibu MS tidak langsung menjualkan kepada lapak tetapi coba diperbaiki setiap malam. Jika mampu diperbaiki maka akan digunakan sendiri. Selain Ibu MS, ada juga Bapak AN yang pernah menemukan earphone

rusak. Bapak AN mampu memperbaiki earphone tersebut dan diberikan kepada anaknya.

Responden dalam frekuensi membedakan sampah organik dan non- organik menunjukkan tingkat yang sangat tinggi. Sedangkan dalam frekuensi mengolah hasil pulung dan memperbaiki hasil pulung oleh responden menunjukkan tingkat yang sangat rendah. Selain itu, penelitian ini juga memperlihatkan kemampuan teknis responden berdasarkan persepsinya terhadap kemampuan membedakan sampah organik dan non-organik, kemapuan mengolah hasil pulung menjadi barang berdaya jual lebih tinggi dan memperbaiki hasil pulung sehingga dapat dipakai kembali.

Persepsi responden terhadap kemampuannya dalam membedakan sampah organik dan non-organik dikategorikan menjadi lima tingkatan yaitu sangat mampu, mampu, cukup, kurang mampu dan tidak mampu. Berdasarkan Gambar 29 menunjukkan bahwa tiga per sen responden merasa sangat mampu, 57 per sen responden merasa mampu, 12 per sen responden merasa cukup, 14 per sen responden merasa kurang mampu dan14 per sen responden merasa tidak mampu membedakan sampah organik dan non-organik. Dominannya responden yang merasa mampu membedakan sampah organik dan non-organik karena responden telah mengerti istilah sampah organik dan non-organik. Reponden memahami sampah non-organik adalah sampah yang dicari dan laku dijual. Salah satu responden, yaitu Bapak BD yang mengetahui istilah sampah organik dan non- organik karena selalu memperhatikan tempat sampah di puskesmas dan rumah sakit yang memberikan label pembeda antara tempat sampah organik dan tempat sampah non-organik.

Gambar 29 Jumlah dan Persentase Persepsi Responden Terhadap Kemampuan Membedakan Sampah Organik dan Non-organik

Gambar 30 Jumlah dan Persentase Persepsi Responden Terhadap Kemampuan Mengolah Hasil pulung Menjadi Barang Berdaya Jual Lebih Tinggi

Persepsi responden terhadap kemampuannya dalam mengolah hasil pulung menjadi barang berdaya jual lebih tinggi juga dikategorikan menjadi lima tingkatan yaitu sangat mampu, mampu, cukup, kurang mampu dan tidak mampu. Berdasarkan Gambar 30 menunjukkan bahwa tiga per sen responden merasa mampu, tiga per sen responden merasa kurang mampu dan 94 per sen responden merasa tidak mampu mengolah hasil pulung menjadi barang berdaya jual lebih tinggi. Dominannya responden yang meresa tidak mampu mengolah hasil pulung menjadi barang berdaya jual lebih tinggi karena sebgaian besar responden tidak

Sangat Mampu 1 3% Mampu 20 57% Cukup 4 12% Kurang Mampu 5 14% Tidak Mampu 5 14% Mampu 1 3% Kurang Mampu 1 3% Tidak Mampu 33 94%

memiliki pengetahuan dan pengalaman mengolah hasil pulung. Selain itu sebagian besar pemulung telah disibukkan dengan aktivitas mencari barang yang laku dijual dan menurut sebagian besar pemulung pengolahan hasil pulung akan dilakukan oleh pabrik.

Gambar 31 Jumlah dan Persentase Persepsi Responden Terhadap Kemampuan Memperbaiki Hasil Pulung Sehingga Dapat Dipakai Kembali

Persepsi responden terhadap kemampuannya dalam memperbaiki hasil pulung sehingga dapat dipakai kembali juga dikategorikan menjadi lima tingkatan yaitu sangat mampu, mampu, cukup, kurang mampu dan tidak mampu. Berdasarkan Gambar 31 menunjukkan bahwa 14 per sen responden merasa mampu, 14 per sen responden merasa cukup, sebelas per sen responden merasa kurang mampu dan 69 per sen responden merasa tidak mampu memperbaiki hasil pulung sehingga dapat dipakai kembali. Dominannya responden yang merasa tidak mampu memperbaiki hasil pulung sehingga dapat dipakai kembali karena sebagian besar responden tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman memperbaiki hasil pulung. Selain itu sebagaian besar pemulung telah disibukkan dengan aktivitas mencari barang yang laku dijual dan memilih untuk menjualnya dari pada diperbaiki.

Mampu 5 14% Cukup 4 11% Kurang Mampu 2 6% Tidak Mampu 24 69%

BAB VI