• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan dengan Generasi Orang Tua

FAKTOR INTERNAL KERENTANAN SOSIAL

5.1 Kekerabatan Pemulung

5.1.1 Hubungan dengan Generasi Orang Tua

Pada umumnya pemulung di Kota Jakarta berasal dari luar Kota Jakarta. Kata lainnya mereka bermigrasi dari kampung ke Jakarta untuk mencari nafkah. Mereka meninggalkan sanak saudara atau kerabat di kampung. Hal tersebut menjadikan hubungan pemulung dengan kerabat menjadi sedikit renggang karena frekuensi komunikasi dan silaturahmi dengan kerabat terbatas. Kerabat yang dimiliki pemulung digolongkan menjadi tiga, yaitu generasi orang tua, generasi setara dan generasi bawah.

Pemulung di Kota Jakarta umumnya memiliki frekuensi komunikasi yang rendah dengan generasi orang tua. Generasi orang tua yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orang tua, mertua dan paman-bibi.

Tabel 9 Jumlah dan Persentase Hubungan dengan Generasi Orang Tua menurut Kekerabatan Responden, Kelurahan Grogol Selatan, Kec. Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, 2011

Tingkat Kekerabatan

Generasi Orang Tua

Kategori

Sangat Rendah Sangat Tinggi Jumlah % Jumlah % Frekuensi

Komunikasi

Orang Tua 33 94 2 6

Mertua 35 100 0 0

Paman dan Bibi 35 100 0 0 Frekuensi

Silaturahmi

Orang Tua 34 97 1 3

Mertua 35 100 0 0

Paman dan Bibi 35 100 0 0

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 94 per sen responden memiliki frekuensi berkomunikasi yang sangat rendah dengan orang tua. Sedangkan, responden yang memiliki frekunesi komunikasi yang sangat tinggi dengan orang tua hanya sebesar enam per sen seperti tampak pada Tabel 9. Adapun komunikasi responden dengan tingkat frekuensi yang rendah, sedang dan

tinggi tidak ditemukan. Dominannya responden yang memiliki tingkat frekuensi komunikasi yang sangat rendah dikarenakan sebagian besar orang tua responden berada di kampung halaman. Terlebih, sebagian besar responden tidak memiliki alat komunikasi seperti telepon genggam sehingga tidak dapat menghubungi orang tua di kampung halaman dan beberapa orang tua responden sudah meninggal dunia.

Gambar 2 Jumlah dan Persentase Persepsi Responden terhadap Frekuensi Aktivitas Komunikasi dengan Orang Tua dalam Enam Bulan Terakhir

Persepsi responden terhadap frekuensi komunikasi dengan orang tua menunjukan hasil yang berbeda dengan persentase frekuensi berkomunikasi responden dengan orang tua. Persentase persepsi tersebut adalah 63 per sen responden mengaku tidak pernah berkomunikasi dengan orang tua, 26 per sen responden mengaku jarang berkomunikasi dengan orang tua, delapan per sen responden mengaku sering berkomunikasi dengan orang tua dan tiga per sen responden mengaku sangat sering berkomunikasi dengan orang tua seperti tampak pada Gambar 2. Perbedaan hasil antara persentase frekuensi responden berkomunikasi dengan orang tua dan persentase persepsi responden terhadap frekuensi aktivitas komunikasi dengan orang tua dikarenakan anggapan umum responden bahwa sekali setahun berkomunikasi dengan orang tua dirasa sudah cukup. Dimana aktivitas komunikasi dilakukan ketika sebagian besar responden pulang ke kampung halaman.

Sangat Sering 1 3% Sering 3 8% Jarang 9 26% Tidak Pernah 22 63%

Hasil penelitian pada Tabel 9 menunjukkan bahwa seratus per sen responden memiliki frekuensi berkomunikasi yang sangat rendah dengan mertua. Adapun komunikasi responden dengan tingkat frekuensi yang rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi tidak ditemukan. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar mertua responden berada di kampung halaman. Terlebih sebagian responden tidak memiliki alat komunikasi seperti telepon genggam sehingga tidak dapat menghubungi mertua di kampung halaman. Selain itu, beberapa responden belum dan sudah tidak memiliki mertua. Hubungan komunikasi responden dengan mertua terputus ketika mertua mereka telah meninggal dunia dan karena status perceraian. Sehingga tidak memungkinkan bagi responden untuk berkomunikasi dengan mertua mereka. Seperti yang dialami oleh dua responden yang menjanda, yaitu Ibu IL dan Ibu RS.

Gambar 3 Jumlah dan Persentase Persepsi Responden terhadap Frekuensi Aktivitas Komunikasi dengan Mertua dalam Enam Bulan Terakhir

Keseluruhan responden yang memiliki tingkat frekuensi komunikasi dengan mertua yang sangat rendah merupakan data objektif. Namun jika responden mengungkapkan persepsi mereka terhadap frekuensi komunikasi dengan mertua yang mereka lakukan, ternyata menunjukan hasil persentase yang berbeda. Persentase persepsi tersebut adalah 66 per sen responden mengaku tidak pernah berkomunikasi dengan mertua, delapan per sen responden mengaku jarang berkomunikasi dengan mertua, enam per sen responden mengaku cukup berkomunikasi dengan mertua, 17 per sen responden mengaku sering

Sangat Sering 1 3% Sering 6 17% Cukup 2 6% Jarang 3 8% Tidak Pernah 23 66%

berkomunikasi dengan mertua dan tiga per sen responden mengaku sangat sering berkomunikasi dengan mertua seperti tampak pada Gambar 3. Perbedaan hasil antara persentase frekuensi responden berkomunikasi dengan mertua dan persentase persepsi responden terhadap frekuensi aktivitas komunikasi dengan mertua dikarenakan anggapan umum responden bahwa sekali setahun berkomunikasi dengan mertua dirasa sudah cukup. Aktivitas komunikasi dilakukan ketika sebagian besar responden pulang ke kampung halaman.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa seratus per sen responden memiliki frekuensi berkomunikasi yang sangat rendah dengan paman dan bibi seperti tampak pada Tabel 9. Adapun komunikasi responden dengan tingkat frekuensi yang rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi tidak ditemukan. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar paman dan bibi responden berada di kampung halaman. Terlebih sebagian responden tidak memiliki alat komunikasi seperti telepon genggam sehingga tidak dapat menghubungi paman dan bibi di kampung halaman dan beberapa paman dan bibi responden sudah meninggal dunia.

Gambar 4 Jumlah dan Persentase Persepsi Responden terhadap Frekuensi Aktivitas Komunikasi dengan Paman dan Bibi dalam Enam Bulan Terakhir

Persepsi responden terhadap frekuensi komunikasi dengan paman dan bibi menunjukan hasil yang berbeda dengan persentase frekuensi berkomunikasi responden dengan paman dan bibi. Persentase persepsi tersebut adalah 57 per sen responden mengaku tidak pernah berkomunikasi dengan paman dan bibi, 31 per sen responden mengaku jarang berkomunikasi dengan paman dan bibi, enam per

Sering 2 6% Cukup 2 6% Jarang 11 31% Tidak Pernah 20 57%

sen responden mengaku cukup berkomunikasi dengan paman dan bibi, dan enam per sen responden mengaku sering berkomunikasi dengan paman dan bibi seperti tampak pada Gambar 4. Perbedaan hasil antara persentase frekuensi responden berkomunikasi dengan paman dan bibi dan persentase persepsi responden terhadap frekuensi aktivitas komunikasi dengan paman dan bibi dikarenakan anggapan umum responden bahwa sekali setahun berkomunikasi dengan paman dan bibi dirasa sudah cukup. Aktivitas komunikasi dilakukan ketika sebagian besar responden pulang ke kampung halaman.

Penelitian ini mengukur hubungan responden dengan kerabatnya tidak hanya dengan mengukur frekuensi komunikasi tetapi juga mengukur frekuensi silaturahmi dengan kerabat. Sebesar 97 per sen dari jumlah responden memiliki tingkat frekuensi silaturahmi yang sangat rendah dengan orang tua. Sedangkan responden yang memiliki frekuensi silaturahmi yang sangat tinggi dengan orang tua hanya sebesar tiga per sen. Adapun silaturahmi responden yang memiliki tingkat frekuensi yang rendah, sedang dan tinggi tidak ditemukan seperti tampak pada Tabel 9. Dominannya responden yang memiliki tingkat frekuensi silaturahmi yang sangat rendah dikarenakan sebagian besar orang tua responden berada di kampung halaman. Terlebih, sebagian besar responden hanya sekali setahun pulang ke kampung halaman dan itupun tidak rutin setahun sekali. Selain itu beberapa orang tua responden sudah meninggal dunia.

Persepsi responden terhadap frekuensi silaturahmi dengan orang tua menunjukan hasil yang berbeda dengan persentase frekuensi silaturahmi responden dengan orang tua. Persentase persepsi tersebut adalah 68 per sen responden mengaku tidak pernah bersilaturahmi dengan orang tua, 20 per sen responden mengaku jarang bersilaturahmi dengan orang tua, sembilan per sen responden mengaku sering bersilaturahmi dengan orang tua dan tiga per sen responden mengaku sangat sering bersilaturahmi dengan orang tua seperti tampak pada Gambar 5. Perbedaan hasil antara persentase frekuensi responden bersilaturahmi dengan orang tua dan persentase persepsi responden terhadap frekuensi aktivitas silaturahmi dengan orang tua dikarenakan anggapan umum responden bahwa sekali setahun bersilaturahmi dengan orang tua dirasa sudah

cukup. Dimana aktivitas silaturahmi dilakukan ketika sebagian besar responden pulang ke kampung halaman.

Gambar 5 Jumlah dan Persentase Persepsi Responden Terhadap Frekuensi Aktivitas Silaturahmi dengan Orang Tua dalam Enam Bulah Terakhir

Hasil penelitian pada Tabel 9 menunjukkan seratus per sen responden memiliki frekuensi silaturahmi yang sangat rendah dengan mertua. Adapun silaturahmi responden dengan tingkat frekuensi yang rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi tidak ditemukan. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar mertua responden berada di kampung halaman. Terlebih sebagian besar responden hanya sekali dalam setahun pulang ke kampung halaman. Selain itu, beberapa responden belum dan sudah tidak memiliki mertua. Hubungan silaturahmi responden dengan mertua terputus ketika mertua mereka telah meninggal dunia dan karena status perceraian. Sehingga tidak memungkikan bagi responden untuk berkomunikasi dengan mertua mereka. Seperti yang dialami oleh dua responden yang menjanda, yaitu Ibu IL dan Ibu RS.

Keseluruhan responden yang memiliki tingkat frekuensi silaturahmi dengan mertua yang sangat rendah merupakan data objektif. Namun jika reponden mengungkapkan persepsi mereka terhadap frekuensi silaturahmi dengan mertua yang mereka lakukan, ternyata menunjukan hasil persentase yang berbeda. Persentase persepsi tersebut adalah 66 per sen responden mengaku tidak pernah bersilaturahmi dengan mertua, sebelas per sen responden mengaku jarang bersilaturahmi dengan mertua, enam per sen responden mengaku cukup

Sangat Sering 1 3% Sering 3 9% Jarang 7 20% Tidak Pernah 24 68%

bersilaturahmi dengan mertua, 14 per sen responden mengaku sering bersilaturahmi dengan mertua dan tiga per sen responden mengaku sangat sering bersilaturahmi dengan mertua seperti tampak pada Gambar 6. Perbedaan hasil antara persentase frekuensi responden bersilaturahmi dengan mertua dan persentase persepsi responden terhadap frekuensi aktivitas silaturahmi dengan mertua dikarenakan anggapan umum responden bahwa sekali setahun bersilaturahmi dengan mertua dirasa sudah cukup. Aktivitas silaturahmi dilakukan ketika sebagian besar responden pulang ke kampung halaman.

Gambar 6 Jumlah dan Persentase Persepsi Responden Terhadap Frekuensi Aktivitas Silaturahmi dengan Mertua dalam Enam Bulan Terakhir

Hasil penelitian juga menunjukkan seratus per sen responden memiliki frekuensi silaturahmi yang sangat rendah dengan paman dan bibi seperti tampak pada Tabel 9. Adapun silaturahmi responden dengan tingkat frekuensi yang rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi tidak ditemukan.Hal tersebut dikarenakan sebagian besar paman dan bibi responden berada di kampung halaman. Terlebih sebagian besar responden hanya setahun sekali pulang ke kampung halaman dan itu pun tidak rutin setahun sekali. Selain itu, beberapa paman dan bibi responden sudah meninggal dunia.

Sangat Sering 1 3% Sering 5 14% Cukup 2 6% Jarang 4 11% Tidak Pernah 23 66%

Gambar 7 Jumlah dan Persentase Persepsi Responden Terhadap Frekuensi Aktivitas Silaturahmi dengan Paman dan Bibi dalam Enam Bulan Terakhir 5.1.2 Hubungan dengan Generasi Setara

Pemulung yang ada di Kota Jakarta pada umumnya hidup sendiri dan jauh dari kerabat.Setelah pada subbab sebelumnya menggambarkan bagaimana hubungan kekerabatan pemulung dengan generasi orang tua. Pada subbab ini akan meperlihatkan bagaimana hubungan pemulung dengan generasi setara dalam sistem kerabatnya. Generasi setara yang dimaksud adalah kakak dan adik kandung, saudara sepupu dan kakak dan adik ipar.

Tabel 10 Jumlah dan Persentase Hubungan dengan Generasi Setara menurut Kekerabatan Responden, Kelurahan Grogol Selatan, Kec. Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, 2011

Tingkat

Kekerabatan Generasi Setara

Kategori

Sangat Rendah Sangat Tinggi Jumlah % Jumlah %

Frekuensi Komunikasi

Kakak dan Adik

Kandung 33 94 2 6

Saudara Sepupu 35 100 0 0 Kakak dan Adik

Ipar 33 94 2 6

Frekuensi Silaturahmi

Kakak dan Adik

Kandung 33 94 2 6

Saudara Sepupu 35 100 0 0 Kakak dan Adik

Ipar 33 94 2 6 Sering 2 6% Cukup 2 6% Jarang 11 31% Tidak Pernah 20 57%

Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa sebaran frekuensi komunikasi dan frekuensi silaturahmi responden tidak merata. Responden cenderung memiliki frekuensi komunikasi dan frekuensi silaturahmi yang sangat rendah dengan generasi setara yaitu, kakak dan adik kandung, saudara sepupu dan kakak dan adik ipar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 94 per sen responden memiliki frekuensi berkomunikasi yang sangat rendah dengan kakak dan adik kandung. Sedangkan, responden yang memiliki frekunesi komunikasi yang sangat tinggi dengan kakak dan adik kandung hanya sebesar enam per sen seperti tampak pada Tabel 10. Adapun komunikasi responden dengan tingkat frekuensi yang rendah, sedang dan tinggi tidak ditemukan. Dominannya responden yang memiliki tingkat frekuensi komunikasi yang sangat rendah dikarenakan sebagian besar kakak dan adik kandung responden berada di kampung halaman, berada di daerah Jakarta lainnya seperti di Jakarta Utara, Jakarta Barat dan daerah lain di luar Jakarta seperti di Kota Tangerang. Terlebih, sebagian besar responden tidak memiliki alat komunikasi seperti telepon genggam sehingga tidak dapat menghubungi kakak dan adik kandungnya.

Gambar 8 Jumlah dan Persentase Persepsi Responden Terhadap Frekuensi Aktivitas Komunikasi dengan Kakak dan Adik Kandung dalam Enam Bulan

Terakhir

Persepsi responden terhadap frekuensi komunikasi dengan kakak dan adik kandung menunjukan hasil yang berbeda dengan persentase frekuensi berkomunikasi responden dengan kakak dan adik kandung. Persentase persepsi

Sangat Sering 1 3% Sering 4 11% Cukup 3 9% Jarang 8 23% Tidak Pernah 19 54%

tersebut adalah 54 per sen responden mengaku tidak pernah berkomunikasi dengan kakak dan adik kandung, 23 per sen responden mengaku jarang berkomunikasi dengan kakak dan adik kandung, sembilan per sen responden mengaku cukup berkomunikasi dengan kakak dan adik kandung, sebelas per sen responden mengaku sering berkomunikasi dengan kakak dan adik kandung dan tiga per sen reponden mengaku sangat sering berkomunikasi dengan kakak dan adik kandung seperti tampak pada Gambar 8. Perbedaan hasil antara persentase frekuensi responden berkomunikasi dengan kakak dan adik kandung dan persentase persepsi responden terhadap frekuensi aktivitas komunikasi dengan kakak dan adik kandung dikarenakan anggapan umum responden bahwa sekali setahun berkomunikasi dengan kakak dan adik kandung dirasa sudah cukup. Aktivitas komunikasi dilakukan ketika sebagian besar responden pulang ke kampung halaman.

Hasil penelitian pada Tabel 10 menunjukkan bahwa seratus per sen responden memiliki frekuensi berkomunikasi yang sangat rendah dengan saudara sepupu. Adapun komunikasi responden dengan tingkat frekuensi yang rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi tidak ditemukan. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar saudara sepupu responden berada di kampung halaman dan di daerah yang berbeda di Jakarta. Terlebih sebagian responden tidak memiliki alat komunikasi seperti telepon genggam sehingga tidak dapat menghubungi saudara sepupu. Sebagian besar hubungan komunikasi responden dengan saudara sepupu terputus ketika responden bermigrasi ke Jakarta. Sehingga tidak memungkikan bagi responden untuk berkomunikasi dengan saudara sepupu.

Keseluruhan responden yang memiliki tingkat frekuensi komunikasi dengan saudara sepupu yang sangat rendah merupakan data objektif. Namun jika reponden mengungkapkan persepsi mereka terhadap frekuensi komunikasi dengan saudara sepupu yang mereka lakukan, ternyata menunjukan hasil persentase yang berbeda. Persentase persepsi tersebut adalah 68 per sen responden mengaku tidak pernah berkomunikasi dengan saudara sepupu, 17 per sen responden mengaku jarang berkomunikasi dengan saudara sepupu, sembilan per sen responden mengaku cukup berkomunikasi dengan saudara sepupu dan enam per sen responden mengaku sering berkomunikasi dengan saudara sepupu seperti tampak

pada Gambar 9. Perbedaan hasil antara persentase frekuensi responden berkomunikasi dengan saudara sepupu dan persentase persepsi responden terhadap frekuensi aktivitas komunikasi dengan saudara sepupu dikarenakan anggapan umum responden bahwa sekali setahun berkomunikasi dengan saudara sepupu dirasa sudah cukup. Aktivitas komunikasi tersebut dilakukan ketika sebagian besar responden pulang ke kampung halaman, sehingga dimungkinkan untuk berkomunikasi secara langsung dengan saudara sepupu.

Gambar 9 Jumlah dan Persentase Persepsi Responden Terhadap Frekuensi Aktivitas Komunikasi dengan Saudara Sepupu dalam Enam Bulan Terakhir

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 94 per sen responden memiliki frekuensi berkomunikasi yang sangat rendah dengan kakak dan adik ipar. Sedangkan, responden yang memiliki frekuensi komunikasi yang sangat tinggi dengan kakak dan adik ipar hanya sebesar enam per sen seperti tampak pada Tabel 10. Adapun komunikasi responden dengan tingkat frekuensi komunikasi yang rendah, sedang dan tinggi tidak ditemukan. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar kakak dan adik ipar responden berada di kampung halaman. Terlebih sebagian besar responden tidak memiliki alat komunikasi seperti telepon genggam sehingga tidak dapat menghubungi kakak dan adik ipar di kampung halaman.

Persepsi responden terhadap frekuensi komunikasi dengan kakak dan adik ipar menunjukan hasil yang berbeda dengan persentase frekuensi berkomunikasi responden dengan kakak dan adik ipar. Persentase persepsi tersebut adalah 63 per sen responden mengaku tidak pernah berkomunikasi dengan kakak dan adik ipar,

Sering 2 6% Cukup 3 9% Jarang 6 17% Tidak Pernah 24 68%

23 per sen responden mengaku jarang berkomunikasi dengan kakak dan adik ipar, enam per sen responden mengaku cukup berkomunikasi dengan kakak dan adik ipar, tiga per sen responden mengaku sering berkomunikasi dengan kakak dan adik ipar dan lima per sen responden mengaku sangat sering berkomunikasi dengan kakak dan adik ipar seperti tampak pada Gambar 10. Perbedaan hasil antara persentase frekuensi responden berkomunikasi dengan kakak dan adik ipar dan persentase persepsi responden terhadap frekuensi aktivitas komunikasi dengan kakak dan adik ipar dikarenakan anggapan umum responden bahwa sekali setahun berkomunikasi dengan kakak dan adik ipar dirasa sudah cukup. Aktivitas komunikasi tersebut dilakukan ketika sebagian besar responden pulang ke kampung halaman.

Gambar 10 Jumlah dan Persentase Persepsi Responden Terhadap Frekuensi Aktivitas Komunikasi dengan Kakak dan Adik Ipar dalam Enam Bulan

Penelitian ini mengukur hubungan responden dengan kerabatnya tidak hanya dengan mengukur frekuensi komunikasi tetapi juga mengukur frekuensi silaturahmi dengan kerabat. Sebesar 94 per sen dari jumlah responden memiliki tingkat frekuensi silaturahmi yang sangat rendah dengan kakak dan adik kandung. Sedangkan responden yang memiliki frekuensi silaturahmi yang sangat tinggi dengan kakak dan adik kandung hanya sebesar enam per sen seperti tampak pada Tabel 10. Adapun silaturahmi responden yang memiliki tingkat frekuensi yang rendah, sedang dan tinggi tidak ditemukan. Dominannya responden yang memiliki tingkat frekuensi silaturahmi yang sangat rendah dikarenakan sebagian besar

Sangat Sering 2 5% Sering 1 3% Cukup 2 6% Jarang 8 23% Tidak Pernah 22 63%

kakak dan adik kandung responden berada di kampung halaman, berada di daerah Jakarta lainnya seperti di Jakarta Utara, Jakarta Barat dan daerah lain di luar Jakarta seperti di Kota Tangerang. Terlebih, sebagian besar responden hanya sekali setahun pulang ke kampung halaman dan itu pun tidak rutin setahun sekali.

Persepsi responden terhadap frekuensi silaturahmi dengan kakak dan adik kandung menunjukan hasil yang berbeda dengan persentase frekuensi silaturahmi responden dengan kakak dan adik kandung. Persentase persepsi tersebut adalah 54 per sen responden mengaku tidak pernah bersilaturahmi dengan kakak dan adik kandung, 23 per sen responden mengaku jarang bersilaturahmi dengan kakak dan adik kandung, sembilan per sen responden mengaku cukup bersilaturahmi dengan kakak dan adik kandung, sebelas per sen responden mengaku sering bersilaturahmi dengan kakak dan adik kandung dan tiga per sen responden mengaku sangat sering bersilaturahmi dengan kakak dan adik kandung seperti tampak pada Gambar 11. Perbedaan hasil antara persentase frekuensi responden bersilaturahmi dengan kakak dan adik kandung dan persentase persepsi responden terhadap frekuensi aktivitas silaturahmi dengan kakak dan adik kandung dikarenakan anggapan umum responden bahwa sekali setahun bersilaturahmi dengan kakak dan adik kandung dirasa sudah cukup. Aktivitas silaturahmi dilakukan ketika sebagian besar responden pulang ke kampung halaman.

Gambar 11 Jumlah dan Persentase Persepsi Responden Terhadap Frekuensi Aktivitas Silaturahmi dengan Kakak dan Adik Kandung dalam Enam Bulan

Terakhir Sangat Sering 1 3% Sering 4 11% Cukup 3 9% Jarang 8 23% Tidak Pernah 19 54%

Hasil penelitian pada Tabel 10 menunjukkan bahwa seratus per sen responden memiliki frekuensi silaturahmi yang sangat rendah dengan saudara sepupu. Adapun silaturahmi responden dengan tingkat frekuensi yang rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi tidak ditemukan. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar saudara sepupu responden berada di kampung halaman. Terlebih sebagian besar responden hanya sekali dalam setahun pulang ke kampung halaman. Hubungan silaturahmi responden dengan sudara sepupu terputus ketika responden merantau dari kampung halamannya. Sehingga tidak memungkikan bagi responden untuk berkomunikasi dengan saudara sepupu mereka.

Gambar 12. Jumlah dan Persentase Persepsi Responden Terhadap Frekuensi Aktivitas Silaturahmi dengan Saudara Sepupu

Keseluruhan responden yang memiliki tingkat frekuensi silaturahmi dengan saudara sepupu yang sangat rendah merupakan data objektif. Namun jika reponden mengungkapkan persepsi mereka terhadap frekuensi silaturahmi dengan saudara sepupu yang mereka lakukan, ternyata menunjukan hasil persentase yang berbeda. Persentase persepsi tersebut adalah 68 per sen responden mengaku tidak pernah bersilaturahmi dengan saudara sepupu, 17 per sen responden mengaku jarang bersilaturahmi dengan saudara sepupu, sembilan per sen responden mengaku cukup bersilaturahmi dengan saudara sepupu dan enam per sen responden mengaku sering bersilaturahmi dengan saudara sepupu seperti tampak pada Gambar 12. Perbedaan hasil antara persentase frekuensi responden bersilaturahmi dengan saudara sepupu dan persentase persepsi responden terhadap frekuensi aktivitas silaturahmi dengan saudara sepupu dikarenakan anggapan

Sering 2 6% Cukup 3 9% Jarang 6 17% Tidak Pernah 24 68%

umum responden bahwa sekali setahun bersilaturahmi dengan saudara sepupu dirasa sudah cukup. Aktivitas silaturahmi tersebut dilakukan ketika sebagian besar responden pulang ke kampung halaman.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 94 per sen responden memiliki frekuensi silaturahmi yang sangat rendah dengan kakak dan adik ipar. Sedangkan