• Tidak ada hasil yang ditemukan

Amil Zakat

Dalam dokumen PRANATA SOSIAL DI DALAM ISLAM (Halaman 69-72)

Para ulama berbeda pendapat mengenai bagaimana cara yang lebih utama dilakukan untuk mentasarufkan harta zakat. Ada yang berpendapat bahwa harta zakat sebaiknya dikumpulkan lewat petugas pengumpul zakat atau disebut dengan amil zakat. Ini disandarkan pada cara Rasulullah yang biasa mengirim petugas untuk mengumpulkan zakat dan membagikanya kepada para mustahik38

Pada zaman Rasulullah SAW dan para sahabatnya, hampir tidak pernah zakat diserahkan langsung dari muzaki kepada mustahik, kecuali infak. Zakat selalu diambil atau diserahkan melalui amil zakat. Amil zakatlah yang mendistribusikannya berdasarkan kebutuhan dan skala prioritas.39

Memberikan zakat secara langsung kepada fakir miskin memang tidak disalahkan secara syari’ah, tetapi belum memenuhi semangat dan tujuan zakat itu sendiri sebagai sebuah sistem dalam kehidupan sosial (ijtimaiyah) dalam Islam.40 Oleh karena itu sesungguhnya

berzakat melalui amil bukanlah ijtihad ulama pada masa sekarang, melainkan telah menjadi praktek dan produksi intelelktual ulama pada masa silam.

Al Quran dalam surat Attaubah ayat 60 mengemukakan bahwa salah satu golongan yang berhak menerima zakat (mustahik zakat) adalah orang-orang yang bertugas mengurus urusan zakat (‘amiliina ‘alaiha). Sedangkan dalam QS Attaubah ayat 103 dijelaskan bahwa zakat itu diambil (dijemput) dari orang-orang yang berkewajiban untuk berzakat (muzaki) untuk kemudian diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya (mustahik). Yang mengambil dan menjemput tersebut adalah para petugas (amil). Imam Qurthubi ketika menafsirkan ayat tersebut (Attaubah 9: 60) menyatakan bahwa amil itu adalah orang-orang yang ditugaskan (diutus oleh imam atau pemerintah) untuk mengambil, menuliskan, menghitung, dan mencatat zakat yang diambil dari para muzaki untuk kemudian 38 Sayyid Syabiq. Fiqh Sunnah. (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2004) hlm.582

39 Didin Hafiduddin, Karakteristik Zakat (Republika, 19 Juli 2009)

40 Didin Hafidhudin, Gerakan Zakat dan Penanggulangan Kemiskinan, Republika, 2 Agustus 2010 .

diberikan kepada yang berhak menerimanya (mustahik).41

Terdapat tiga instrumen utama dalam Islam terkait distribusi pendapatan yaitu aturan tentang kepemilikan aset ekonomi yang tidak bole merugikan kepentingan orang banyak, penerapan zakat, serta menganjurkan qordul hasan, infak dan wakaf. Islam mendorong pengentasan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, pengembangan sektor real serta pemerataan hasil pembangunan.42

Dalam kaitanya di atas, peran amil zakat sangatlah urgen. Amil zakat dituntut untuk memainkan peran yang efektif dalam mengubah pemahaman dan pengetahuan masyarakat yang masih menganggap bahwa zakat merupakan urusan individu antara manusia dengan Allah atau urusan muzaki sebagai pembayar zakat dengan mustahik sebagai penerimanya. Padahal zakat sejatinya harus menjadi sebuah gerakan yang didukung oleh semua komponen umat Islam.43

Kreatifitas amil zakat dalam pengelolaan zakat sangat dibutuhkan, sebab paradigma pengelolaan yang selama ini berjalan masih terkesan tradisional dan konfensional. Harus ada upaya modernisasi dalam tata kelola zakat. Sehingga cara demikian akan mengantarkan lembaga amil zakat menjadi lembaga yang akomodatif dan visioner dalam pelaksanaanya. Menurut Prof. Didin Hafiduddin pengelolan zakat yang modern profesional memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut :

Pertama, dilakukan secara full time, yaitu pengelolaan zakat yang dilakukan dalam jam kerja sehari 8 jam atau minimal 5 hari dalam sepekan. Kedua, amil adalah orang-orang yang terseleksidan memiliki kompetensi, dalam arti memiliki komitmen, kapasitas, kapabilitas dan integritas sesuai dengan tugas keamilan yang mensyaratkan standar moral dan keamanahan yang tinggi. Ketiga, amil mendapatkan balas jasa yang wajar berupa gaji yang berasal dari hak amil dan memenuhi kebutuhan standar untuk hidup layak. Keempat, penilaian kinerja perorang maupun team work berorientasi pada prestasi, yakni setiap amil dituntut untuk bekerja dan memberikan hasil yang terbaik.

Kelima, bekerja sesuai dengan standar managemen modern, seperti

41 Hafiduddin, Karakteristik Zakat, (Republika 19 Juli 2009)

42 Surur, Naharus, Zakat Sebagai Sistem Distribusi Kekayaan, (Republika, 27 Desember 2010) 43 Didin Hafidhudin, Gerakan Zakat dan Penanggulangan Kemiskinan, (Republika, 2 Agustus

adanya visi, misi, strategi, perencanaan tahunan, sasaran mutu, monitoring dan evaluasi perkembangan secara periodik. Keenam, mengimplementasikan prinsi-prinsip transparansi dan akuntabilitas secara baik dan benar, yaitu melakukan pencatatan setiap kegiatan dengan benar, menyusun laporan dan selanjutnya mempublikasikan laporan kegiatan tersebut kepada masyarakat.44

Peran signifikan amil zakat akan mampu mengurangi tingkat kemiskinan ditengah masyarakat. Dengan cara demikian maka zakat akan terberdayakan dengan semestinya. Untuk meningkatkan daya guna zakat dan mengentaskan kemiskinan ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh lembaga amil zakat. Pertama, lakukan pengelolaan zakat secara professional dan akuntable. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan para wajib zakat bahwa dana yang telah mereka salurkan akan disalurkan kepada yang berhak  untuk  mendapatkan.

Kedua, sasaran diutamakan kepada bagaimana para mustahik (orang yang berhak menerima zakat) dari dana zakat tersebut dapat meningkatkan kemampuan berwirausaha sehingga mereka tidak menjadikan zakat sebagai gantungan hidup. Ketiga, mengelola dana zakat menjadi dana abadi yang dapat berkembang sehingga dana zakat tersebut tidak habis tetapi memiliki kontinuitas dan berkelanjutan.

Keempat, segmentasi sasaran yang jelas dan terencana. Sasaran dari pembagian zakat ini tidak perlu banyak tetapi cukup mengambil kelompok yang dapat memberikan pengaruh dan menggerakkan kegiatan ekonomi rakyat. Bila simpul-simpul ini dapat berkembang tentu  akan mampu menciptakan lapangan kerja yang pada akhirnya mengurangi kemiskinan di daerah sekitarnya.

Kelima, membangun jaringan dengan pemberdayaan penerima zakat. Jaringan ini sangat penting guna memperlancar proses pembinaan dan pemberdayaan para penerima zakat dalam bentuk modal usaha. Dengan adanya jaringan akan mempermudah untuk mengembangkan usaha dan penyaluran hasil usaha. Meski penting, akan tetapi pembangunan jaringan ini menjadi tanggung jawab yang sering terabaikan oleh badan pengelola zakat.45 Sehingga perlu

diupayakan secara semaksimal mungkin untuk memperluas jejaring

44 Didin Hafiduddin, Budaya Kerja Amil Sebagai Prasyarat Kepercayaan Publik, (Republika, 11 April 2011)

agar penghimpunan dan pemberdayaan zakat dapat berjalan secara optimal.

Dalam dokumen PRANATA SOSIAL DI DALAM ISLAM (Halaman 69-72)