• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jual Beli yang dilarang

Dalam dokumen PRANATA SOSIAL DI DALAM ISLAM (Halaman 41-47)

D. Transaksi Jual Beli dalam Islam

5. Jual Beli yang dilarang

Jual beli terlarang bentuknya bermacam-macam. Dan para ulama pun berbeda-beda di dalam mengklasifikasikanya. Prof Dr. Abdullah bin Muhammad at-Thayyar dalam bukunya Ensiklopedi Fiqh Muamalah, membagi jual beli terlarang ke dalam 21 (dua puluh satu) macam, yaitu: (1) riba, (2) ‘inah, (3) gharar, (4) Muzabanah, (5) ‘Urbun, (6) Makanan belum ditakar, (7) belum diterima/qabdh, (8) Ahlul hadhar dan ahlul badi, (9) talaqi rukban, (10) Menjual kepada Pembeli lain, (11) Najasy, (12) Memisahkan transaksi/ tafriq

as-shafqah, (13) dua transaksi dalam satu jual beli/Bai’atani fil bai’ah, (14) Talji’ah, (15) jual beli anjing, (16) jual beli alat permainan/musik, (17)jual beli berhala, (18) jual beli hutang dengan hutang/al-kali bil kali, (19) wafa’, (20) jual beli saat azan jum’at, dan (21) fudhuli.27 Hanya

saja, tidak semua jual beli terlarang yang tersebut di atas disepakati oleh para ulama (debatable). Dan dalam kajian ini dipaparkan 10 macam jual beli terlarang, yaitu:

1) Baí’al-‘Inah,

Jual beli ‘inah ialah jual beli dengan cara menjual barang kepada seorang pembeli dengan pembayaran tunda-dapat diangsur- dengan harga tertentu, kemudian pembeli menjual kembali kepada pemilik semula, dengan harga yang lebih murah dari pembeliannya dan dibayarkan kontan di tempat itu pula. Diduga praktik ini merupakan bagian dari jual beli manipulatif, yang orientasi utamanya untuk mendapatkan uang tambahan.

2) Jual Beli Najasy

Bentuk jual beli najasy adalah sebagai berikut: seseorang yang telah ditugaskan menawar barang mendatangi penjual lalu menawar barang tersebut dengan harga yang lebih tinggi dari biasa. Hal itu dilakukan dihadapan pembeli dengan tujuan memperdaya pembeli. Sementara ia sendiri tidak berniat untuk membellinya. Sedangkan tujuannya untuk memperdaya si pembeli, dengan tawaran tersebut. Hal tersebut dilarang (diharamkan) karena termasuk kategori penipuan.28 Sebelumnya orang ini telah mengadakan kesepakatan

dengan penjual untuk membeli dengan harga tinggi agar ada pembeli yang sesungguhnya dengan harga tinggi pula dengan maksud untuk menipu. Akibatnya terjadi “permintaan palsu” (false Demand), sehingga tingkat permintaan yang tercipta tidak dihasilkan secara alamiyah.29

3) Jual Beli Fudhuli

Jual beli Al-fudhuli adalah jual beli yang tidak ada mandat/

27 Abdullah bin Muhmmad at-thayyar, et al, Ensiklopedi Fiqh Muamalah, hlm. 33-70

28 Lihat Syaikh Salim Bin Ied Al-Hilali, Ensiklopedi Larangan Menurut Al-Qur’an Dan Sunnah

(Bogor:Pustaka Imam Syafi’I: 2005), hlm 236 29 Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro, h.152

kekuasaan untuk melakukan transaksi.30 Secara termonologis, jual

beli fudhuli adalah jika seseorang menjual sesuatu yang menjadi hak milik orang lain tanpa ada izin secara syar’i.31

4) Jual Beli Munabazah, Mulamasah, dan Muzabanah

Jual beli mulamasah adalah suatu akad dengan sistem rabaan atau sentuhan tanpa mengetahui barangnya dan tidak ada khiyar ketika melihatnya. Contohnya: seseorang menyentuh sebuah produk dengan tangannya di waktu malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh berarti telah membeli kain tersebut. Misalnya, pembeli hanya menyentuh pakaian yang dijualnya tampa melihatnya (memeriksanya). Sementara jual beli Munabadzah adalah penjualan dengan sistem melempar barang yang dijual; atau penjual menyerahkan pakaian yang dijualnya kepada pembeli tanpa diperiksa atau dilihat- lihat terlebih dahulu oleh si pembeli. Contohnya; seorang berkata, “Lemparkan padaku apa yang ada padamu, nanti kulemparkan pula padamu apa yang ada padaku”. Setelah terjadi saling melempar barang, maka terjadilah jual-beli. Sedangkan, jual beli muzabanah adalah menjual kurma basah dengan kurma kering dalam bentuk takaran atau menjual kismis dengan anggur dalam bentuk takaran. Atau, jual beli muzabanah adalah menjual kurma yang masih berada di pohon dengan kurma yang telah dipetik.32

5) Jual Beli Hashah

Jual beli hashah (kerikil) ialah jual beli dimana pembeli menggunakan krikil dalam jual beli. Kerikil tersebut dilemparkan kepada berbagai macam barang penjual. Dan ketika kerikil mengenai suatu barang, maka barang itu akan dibeli dan ketika itu terjadilah jual beli. Praktek jual beli hashah (lempar batu) dilarang sebagaimana hadis Nabi: “Rasulullah melarang praktek hashah (lempar batu) dalam jual beli, dan beliau malarang gharar.”33Jual beli hashah bentuknya

macam-macam, berikut ini adalah contohnya:

1. Si penjual berkata kepada si pembeli, ‘Saya menjual kepadamu

30 Mohammad Sholahudin, Kamus Istilah Ekonomi, Keuangan Dan Bisnis Syariah (Jakarta: Gramedia, 2011), hlm 8

31 Abdullah bin Muhmmad at-thayyar, et al, Ensiklopedi Fiqh Muamalah dalam Pandangan Empat Mazhab, alih bahasa Miftakhul Khairi, (Yogyakarta: Maktabah al-Hanif, 2009), hlm. 70 32 Abdullah bin Muhmmad at-thayyar, et al, Ensiklopedi Fiqh Muamalah, hlm. 40.

tanah ini, yaitu dari sini sampai dengan batas tempat jatuhnya batu yang dilemparkan.

2. Si pembeli mendatangi sekawanan kambing atau sejumlah hewan ternak atau sekelompok budak lalu ia berkata kepada penjualnya “aku lempar batu ini, apabila batu ini jatuh kepada salah satu kambing, hewan atau budak tersebut, maka ia menjadi milikku dengan harga sekian dan sekian”.

3. Si penjual berkata kepada pembeli “jika aku melembar batu ini kepadamu, berarti jadilah transaksi jual beli diantara kita”.

4. Si penjual mensyaratkan hak pilih hingga ia melempar batu tersebut. Ia berkata: “aku jual barang ini kepadamu dengan syarat adanya hak khiyar (pilih) hingga aku melempar batu ini”.34

6. Bay’ Kali bi Kali, Bay’ Dayn bi al-Dayn

Jual beli kali bil kali adalah menjual barang terhutang yang masih dalam tanggungan dengan cara kredit.35

7. Ihtikar

Ikhtikar sering diterjemahkan sebagai monopoli dan atau penimbunan.36 Padahal sebenarnya ikhtikar tidak identik dengan

monopoli37 dan atau penimbunan. Dalam Islam, siapapun boleh

berbisnis tanpa peduli apakah dia satu-satunya penjual (monopoli) atau ada penjual lain. Menyimpan stok barang untuk keperluan persedianpun tidak dilarang dalam Islam. Jadi monopli sah-sah saja, demikian juga menyimpan persediaan. Menurut ulama mazhab syafi’I, ihtikar yang diharamkan adalah penimbunan

34 Syaikh Salim Bin Ied Al Hilali, Ensiklopedi Larangan Menurut Al-Qur’an Dan Sunnah

(Bogor:Pustaka Imam Syafi’I: 2005), hlm 245

35 Abdullah binMuhammad at-Thayyar, Ensiklopedi Fiqh Muamalah, hlm. 64.

36 Sudirman M, “Penimbunan Barang Dalam Aktivitas Ekonomi Menurut Pandangan Hukum Islam”, Dalam Chuzaimah T. Yanggo & A. Hafiz Anshary AZ, Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995), III: 97.

37 Dalam ekonomi konvensional, praktik monopoli biasanya dikecam sebagai bentuk persaingan yang tidak sehat. Di Amerika Seikat, misalnya, sejak 1890 telah diberlakukan Sherman Act yang menyatakan setiap usaha monopoli atau usaha mengontrol perdagangan adalah illegal. Kemudian diikuti oleh Federal trade Commision Act dan Clayton Act (1914),

Robinson –Patman Act (1936), Celler – KeFauver (1950), Hart – Scott – Rodino (1976), dst.

Meskipun demikian, AS tetap memberikan penegcualian untuk beberapa jenis industri, (tujuh sector industri) seperti: pertanian dan perikanan, serikat Buruh, Asosiasi Eksport, Radio dan TV, Transportasi, Lembaga Keuangan dan Baseball. Sikap mendua ini tidak aneh karena dalam teori konvensional juga dikenal monopoli yang dibenarkan, misalnya natural monopoli, seperti PLTA yang memerlukan investasi sangat besa. Karena itu, sector ini perlu dilindungi dari masuknya pesaing baru. Lih. Adiwarman Karim, Ekonomi Islam: Suatu kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 30.

bahan makanan pokok tertentu, dimana ia menjual saat harga mahal untuk dijualnya kembali. Ia tidak menjualnya saat itu juga, namun ia simpan sampai harga malonjak naik. Namun apabila ia membeli barang dalam harga murah, lalu ia menyimpannya karna ia membutuhkan berang tersebut atau dijual pada saat itu juga dan tidak menimbulkan kemudharatan bagi masyrarakat umum, maka itu bukan termasuk kategori ihtikar yang diharamkan.38

Dengan kata lain, ikhtikar yang dilarang, yaitu mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi, atau istilah ekonominya disebut monopoly’s rent. Jadi dalam islam, monopli boleh, sedangkan monopily’s rent tidak boleh.39

Dan suatu kegiatan masuk dalam kategori monopoly’s rent, apabila komponen-komponen berikut ini terpenuhi, yaitu:

1. Mengupayakan adanya kelangkaan barang baik dengan cara menimbun stok atau mengenakan entry – barriers.

2. Menjual dengan harga yang lebih tinggi dibandigkan dengan harga sebelum munculnya kelangkaan.

3. Mengambil keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan keuntungan sebelum komponen 1 dan 2 dilakukan.

8) Talaqqi Rukban

Talaqqi rukhban merupakan usaha sabotase dengan mencegat penjual sebelum masuk pasar, dengan harapan penjual tidak mengatahui harga barang yang sesungguhnya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan harga yang lebih murah atau mendapatkan keuntungan yang besar jika barang tersebut dijual kembali.

9) Ghabn dalam Harga

Ghabn berarti membeli suatu barang dengan harga lebih tinggi atau lebih rendah dari rata-rata.

10) Jual Beli Gharar (yang tidak jelas sifatnya)

Yaitu segala bentuk jual beli yang di dalamnya terkandung

jahalah (unsur ketidakjelasan), sehingga dapat merugikan pihak yang

38 Lihat Syaikh salim Bin Ied Al Hilali, Ensiklopedi Larangan Menurut Al-Qur’an Dan Sunnah

(Bogor:Pustaka Imam Syafi’I: 2005), hlm 216 39 Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro, h.154.

bertransaksi. Tagrir berasal dari kata bahasa Arab gharar, yang berarti akibat, bencana, bahaya, resiko, dsb.40 Sebagai istilah, taghrir berati

melakukakn sesuatu secara membabi buta, tanpa pengetahuan yang mencukupi; atau mengambil resiko sendiri dari suatu perbuatan yang mengandung resiko tanpa mengetahui dengan persis apa akibatnya, atau memasuki kancah resiko tanpa memikirkan konsekuensinya.41

Sementara, dalam ilmu ekonomi, tagrir ini lebih dikenal sebagi ketidakpastian atau resiko. Dalam situasi kepastian, hanya ada satu hasil atau kejadian yang akan muncul dengan probabilitas sebesar satu. Dan dalam situasi ketidakpastian (uncertainty) lebih dari satu hasil atau kejadian yang mungkin akan muncul dengan probabilitas yang berbeda-beda.42 Bentuk – bentuk Gharar:

a. Bai’ ma’dum (barangnya tidak ada)

Yaitu tidak ada kemampuan penjual untuk menyerahkan obyek obyek akad pada waktu terjadi akad, baik obyek akad itu sudah ada maupun ada. Contohnya: Menjual anak unta yang masih dlm kandungan dan Menjual buah yang masih di pohon (belum matang) b. Bai’ Ma’juzi at-Taslim

Yaitu Jual beli barang yang barangnya sulit diserahkan. Contohnya, Jual beli motor yang hilang dan masih dalam pencarian, Jual beli HP yang masih dipinjam orang (teman) yang kabur, dan Menjual burung piaraan (seperti merpati) yang mungkin kembali ke sarangnya, tetapi Pada saat jual beli tidak ada di tempat.

c. Bai’ majhul (kualitas, kuantitas barang dan harga tidak diketahui) Yaitu jual beli barang yang tidak diketahui kualitas, jenis, merek atau kuantitasnya. Jual beli majhul yang dilarang adalah jual beli yang dapat menimbulkan pertentangan (munaza’ah) antara pembeli dan penjual. Hukum jual belinya fasid .Apabila tingkat majhulnya kecil sehingga tidak menyebabkan pertentangan, maka jual beli sah (tidak fasid), karena ketidaktahuan ini tidak menghalangi penyerahan dan penerimaan barang, sehingga tercapailah maksud jual beli. Contohnya:-Jual beli radio yang tidak dijelaskan merknya

40 Iggi H. Achsien, Investasi Syari’ah di Pasar Modal: Menggagas Konsep dan Praktek Manajemen Portofolio Syari’ah, ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), h. 50.

41 Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro, h.162 42 Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro, h.162 – 163.

E. AKAD-AKAD YANG DIGUNAKAN DALAM LEMBAGA

Dalam dokumen PRANATA SOSIAL DI DALAM ISLAM (Halaman 41-47)