• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian, Tujuan dan Prinsip-Prinsip Pernikahan

Dalam dokumen PRANATA SOSIAL DI DALAM ISLAM (Halaman 145-149)

1. Pengertian

Munakahat diterjemahkan dengan pernikahan atau perkawinan. Pernikahan adalah bentukan kata benda dari kata dasar nikah; kata itu berasal dari bahasa Arab yaitu kata nikah (bahasa Arab: حاكنلا) yang berarti perjanjian perkawinan; berikutnya kata itu berasal dari kata lain dalam bahasa Arab yaitu kata nikah (bahasa Arab: حاكن) yang berarti persetubuhan.1 Kata ini bisa dimutlakkan pada dua perkara

yaitu akad dan jima’ (“hubungan” suami istri). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pernikahan diambil dari kata nikah yang diartikan dengan “ikatan (akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama”2. Sedangkan perkawinan dari

kata kawin yang artinya, “membentuk keluarga dengan lawan jenis”3.

1 Makna etimologi ini diakses dari: http://id.wikipedia.org/wiki/Pernikahan; Fadelput (2010- 02-25), Nikah, Scribd, hlm. 1, diakses pada 28 Maret 2010; Badawi, El-Said M.; Haleem, M. A. Abdel (2008), Arabic-English dictionary of Qur'anic usage, Brill Academic Publishers, hlm. 962, ISBN 9789004149489, diakses pada 28 Maret 2010.

2 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka, 2007. Hlm 782.

Dalam UU No 1 Tahun 1974 pasal 1, dijelaskan,”perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang maha Esa”. Menurut istilah syara’, nikah berarti melakukan suatu akad atau perjanjian4

untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan seorang perempuan serta menghalalkan hubungan kelamin antara keduanya dengan dasar suka rela dan persetujuan bersama, demi terwujudnya keluarga (rumah tangga) bahagia, yang diridhai oleh Allah SWT5.

Firman Allah SWT:

َنِم ْمُكَل َباَط اَم اوُحِكْناَف َماَتَ ْلا ِف اوُطِسْقُت لاَأ ْمُتْفِخ ْنِإَو

اَم ْوَأ ًةَدِحاَوَف اوُلِدْعَت لاَأ ْمُتْفِخ ْنِإَف َعاَبُرَو َثلاُثَو َنْثَم ِءاَسِّنلا

)٣( اوُلوُعَت لاَأ َنْدَأ َكِلَذ ْمُكُناَمْيَأ ْتَكَلَم

Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.6

(QS. An-Nisa’:3) 2. Tujuan

Tujuan pernikahan secara umum menurut ajaran Islam adalah untuk memenuhi hajat manusia (pria terhadap wanita atau sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang tentram, damai, dan bahagia lahir dan batin, sesuai dengan ketentuan-ketentuan ajaran Islam. Sebagaimana firman Allah SWT:

4 Akad nikah merupakan mitsaq (perjanjian) di antara sepasang suami istri. Allah SWT berfirman:“Dan mereka (para istri) telah mengambil dari kalian (para suami) perjanjian yang kuat.” (An-Nisa`: 21). Akad ini mengharuskan masing-masing dari suami dan istri memenuhi apa yang dikandung dalam perjanjian tersebut, sebagaimana firman Allah SWT: “Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad (perjanjian-perjanjian) kalian.” (Al- Ma`idah: 1).

5 Syamsuri, Pendidikan Agama Islam 3. Jakarta: Erlangga, 2004, hlm 129

6 Berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah. Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. sebelum turun ayat Ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh para nabi sebelum nabi Muhammad s.a.w. ayat Ini membatasi poligami sampai empat orang saja.

اَهْ َلِإ اوُنُكْسَتِل اًجاَوْزَأ ْمُكِسُفْنَأ ْنِم ْمُكَل َقَلَخ ْنَأ ِهِتاَيآ ْنِمَو

)21( َنوُرَّكَفَتَي ٍمْوَقِل ٍتاَيل َكِلَذ ِف َّنِإ ًةَ ْحَرَو ًةَّدَوَم ْمُكَنْيَب َلَعَجَو

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (Ar-Rum:21).

Di samping pengertian makna ayat di atas, pernikahan juga dapat meneruskan regenerasi umat manusia, yaitu untuk mendapatkan keturunan, sebagaimana firman Allah SWT:

ٍ ُيْعَأ َةَّرُق اَنِتاَّيِّرُذَو اَنِجاَوْزَأ ْنِم اَ َلن ْبَه اَنَّبَر َنوُلوُقَي َنيِ َّلاَو

)٧٤( اًماَمِإ َيِقَّتُمْلِل اَنْلَعْجاَو

Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (Al-Furqaan: 74)

Apabila tujuan pernikahan yang bersifat umum diuraikan secara terperinci, tujuan pernikahan yang Islami dapat dikemukakan sebagai berikut: a) Untuk memperoleh rasa cinta dan kasih sayang, b) Untuk memperoleh ketenangan hidup (sakinah), c) Untuk memenuhi kebutuhan seksual (birahi) secara sah dan diridhai Allah SWT, d) Untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat, e) Untuk mewujudkan keluarga bahagia di dunia dan akhirat.

3. Prinsip-Prinsip Pernikahan

Islam memperhatikan pentingnya sebuah pernikahan dalam membentuk sebuah lembaga keluarga yang sakinah, dengan memperhatikan beberapa prinsip, yaitu:

a. Islam adalah agama fitrah, dan pernikahan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan untuk nikah, karena nikah merupakan  gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan). Firman Allah SWT: “Maka hadapkanlah wajahmu

dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Ar-Ruum : 30).

b. Islam telah menjadikan ikatan pernikahan sebagai sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan pernikahan sebanding dengan separuh agama. Anas bin Malik R.A berkata: “Telah bersabda Rasulullah SAW: “Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi”. (Hadist Riwayat Thabrani dan Hakim).

c. Islam tidak menyukai membujang dan menolak sistem kerahiban. Rasulullah SAW memerintahkan untuk menikah dan melarang keras kepada orang yang tidak mau menikah. Anas bin Malik RA berkata: “Rasulullah SAW memerintahkan kami untuk menikah dan melarang kami membujang dengan larangan yang keras”. Dan beliau bersabda: “Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat”. (HR. Ahmad dan di shahihkan oleh Ibnu Hibban).7

d. Islam memerintahkan untuk menikah, karena Allah SWT akan menjanjikan rizki dan memberi pertolongan. Firman Allah SWT: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (An- Nur: 32). Rasulullah SAW menguatkan janji Allah itu dengan sabdanya: “Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka, dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya”. (HR Ahmad 2: 251,

7 Para Salafus-Shalih sangat menganjurkan untuk nikah dan mereka anti membujang, serta tidak suka berlama-lama hidup sendiri.Ibnu Mas’ud radliyallahu ‘anhu pernah berkata : “Jika umurku tinggal sepuluh hari lagi, sungguh aku lebih suka menikah daripada aku harus menemui Allah sebagai seorang bujangan”. (Ihya Ulumuddin dan Tuhfatul ‘Arus hal. 20).

Nasa’i, Tirmidzi, Ibnu Majah hadits No. 2518, dan Hakim 2: 160 dari Abu Hurairah RA).

e. Islam memberi kebebasan kepada seseorang untuk memilih calon pasangan seorang suami atau istri dengan beberapa kriteria. Namun demikian terdapat satu kriteria yang diharapkan untuk dinominasikan dari kriteria yang lain. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: “Perempuan dinikahi karena empat hal, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Pilihlah agamanya niscaya engkau mendapat keuntungan (HR Bukhari). Hadits tersebut sekaligus berlaku pada anjuran pilihan bagi perempuan, hal ini dapat difahami dari firman Allah SWT: “Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS Al-Baqarah: 221)

f. Islam memberi jalan pemecahan apabila dihadapkan kepada dua atau lebih alternatif yang dihadapi untuk menentukan pilihan, yaitu dengan jalan memohon kepada Allah SWT melalui shalat istikharah, yaitu dengan melakukan shalat dua rekaat dan kemudian berdoa untuk memohon petunjuk. Anjuran ini sebagaimana Sabda Rasulullah SAW: “Tidak (akan) kecewa orang-orang yang beristikharah. Tidak menyesal orang yang bermusyawarah. Dan tidak pula (akan) kekurangan orang yang berhemat” (HR Tabrani)

Dalam dokumen PRANATA SOSIAL DI DALAM ISLAM (Halaman 145-149)