• Tidak ada hasil yang ditemukan

Putusnya Pernikahan dan Akibat Hukumnya

Dalam dokumen PRANATA SOSIAL DI DALAM ISLAM (Halaman 162-165)

Putusnya ikatan pernikahan antara suami dan istri, dinamakan perceraian (talak). Hal ini disebabkan apabila suami dan istri tidak dapat mencapai tujuan pernikahan akibat suatu permasalahan yang timbul dan menurut pertimbangan sudah tidak bisa dilanjutkan lagi, bahkan jika dilanjutkan akan berakibat fatal, sehingga tidak ada jalan ikhtiar lain setelah dicari solusinya, melainkan harus berpisah secara baik-baik. Rasululllah SAW bersabda:

)هجام نباو دوادوبا هاور( قلاطلا للادنع للالا ضغبأ

Perbuatan yang halal, tetapi paling dibenci Allah ialah talak (HR Abu Daud dan Ibnu Majah dari Ibnu umar)

1. Thalaq

Jika perceraian terjadi atas inisiatif suami, disebut talak. Talak adalah hak suami untuk menceraikan istrinya dengan mengungkapkan kata-kata tertentu33. Menjatuhkan talak secara tertulis (melalui surat)

hukumnya sah, asal ditulis sendiri oleh suami dan dengan sengaja (bukan karena dipaksa) untuk mentaalak istrinya.

Hal-hal yang harus dipenuhi dalam talak (rukun talak), ada tiga, yaitu: (1) Yang menjatuhkan talak (suami), syaratnya: baligh, berakal, dan kehendak sendiri, (2) Yang dijatuhi talak adalah istrinya, (3) Ucapan talak, baik dengan cara sarih (tegas) maupun dengan cara kinayah (sindiran)34.

Talak dibagi menjadi dua macam, yaitu talak raj’i dan talak ba’in. Talak raj’i, yaitu talak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya untuk pertama kalinya atau kedua kalinya, dan suami boleh rujuk (kembali) kepada istri yang telah ditalaknya selama masih dalam masa iddah. Juga masih dapat menikah kembali setelah habis masa iddahnya. Adapun talak bain, yaitu suami yang tidak boleh rujuk (kembali) kepada istri yang ditalaknya, melainkan mesti dengan akad nikah baru. Ada dua jenis talak bain, yaitu bain sughra (kecil), seperti talak tebus (khuluk) dan mentalak istri yang belum pernah dicampurinya; dan bain kubra (besar), yaitu talak yang sudah dijatuhkan suami

33 Dahulu di Indonesia, dapat saja menceraikan istrinya dengan mengucapkan kata-kata tertentu “talak atau cerai” langsung kepada istrinya dihadapan saksi. Namun, setelah UU Perkawinan yang berlaku efektif mulai 1 Oktober 1975, cerai talak harus dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama, dengan kata-kata tertentu setelah dipenuhi alasan atau alasan-alasan perceraian.

34 Sarih (tegas/terang), yaitu kalimat yang tidak ragu-ragu lagi bahwa yang dimaksud adalah memutuskan ikatan pernikahan, seperti kata suami, “Engkau tertalak”, atau “Saya ceraikan kamu”. Kalimat yang sarih ini tidak perlu dengan niat, berarti apabila dikatakan oleh suami, berniat atau tidak berniat, keduanya terus bercerai, asal perkataannya bukan berupa hikayat. Adapun kinayah (sindiran), yaitu kalimat yang masih ragu-ragu, boleh diartikan untuk perceraian nikah atau yang lain, seperti kata suami, “Pulanglah engkau ke rumah orangtuamu”, atau ‘Pergilah dari sini” dan sebagainya. Kalimat sindiran ini tergantung pada niat, artinya kalau tidak diniatkan untuk perceraian nikah, tidaklah jatuh talak. Tetapi kalau diniatkan untuk menjatuhkan talak barulah menjadi talak (Lihat: Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap) Cet.33. Bandung: PT Sinar Baru Agensindo, 2000, hlm. 403).

sebanyak tiga kali dalam waktu yang berbeda. Setelah talak tiga ini, suami tidak boleh rujuk kembali kepada istri yang diceraikannya itu. Namun boleh menikah kembali asalkan bekas istrinya itu sudah menikah lagi dengan laki-laki lain, serta sudah bercerai darinya dan sudah habis masa iddahnya.

2. Fasakh

Fasakh adalah putusnya hubungan perkawinan karena tidak terpenuhinya syarat dan atau rukun nikah, atau dikarenakan oleh sebab-sebab tertentu35. Fasakh terjadi bukan karena kemauan kedua

mempelai untuk berpisah, tetapi karena sebab luar yang menyebabkan perkawinan menjadi tidak syah atau batal. Dan pembatalan nikah dengan fasakh dapat melalui proses pengadilan atau tidak. Dan Istri yang perkawinannya diputus oleh Pengadilan Agama dengan jalan fasakh, karena tidak dipenuhi syarat pernikahan, maka tidak dapat dirujuk kembali oleh mantan suaminya. Namun, fasakhnya pernikahan yang karena tidak memenuhi rukun nikah, kedua mempelai kalau ingin kembali sebagai suami istri harus melalui akad nikah baru36.

3. Khulu’

Khulu’ adalah jenis perceraian yang dijatuhkan istri kepada suaminya. Khulu’ adalah talak yang dijatuhkan atas tebusan dari istri kepada suami, baik dengan jalan mengembalikan mas kawin kepada suaminya, atau dengan jalan mengembalikan uang (harta) yang disetujui mereka berdua. Khulu’ diperbolehkan dalam Islam, sebagaima firman Allah SWT: “…Jika kamu kuatir bahwa keduanya (suami-istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri

35 Sebab-sebab yang membolehkan fasakh, yaitu: (1) sebab yang dapat merusak akad nikah, misalnya: setelah akad nikah diketahui bahwa istrinya termasuk mahram suaminya; suami atau istri murtad; pada mulanya suami istri sama-sama musyrik, kemudian salah satu dari keduanya masuk Islam. (2) sebab yang menghalangi tercapainya tujuan pernikahan, misalnya: (a) cacat (aib) yang terdapat di salah satu pihak, gila atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, sehigga tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri, (b) istri tidak memperoleh nafkah (belanja) dari suaminya, sehingga istri menderita dan tidak sabar dalam pebderitaannya, (c) ada unsur penipuan daalam pernikahan, (d) suami dinyatakan hilang (Lihat: Syamsuri, Pendidikan Agama Islam 3. Jakarta: Erlangga, 2004, hlm 141).

36 Fasakh tidak mempengaruhi bilangan talak, walaupun dilakukan lebih dari tiga kali, bekas suami istri itu boleh menikah kembali, tanpa istrinya harus menikah terlebih dahulu dengan laki-laki lain.

untuk menebus dirinya” (QS. Al-Baqarah: 229). Akibat perceraian dengan khulu’, suami tidak dapat rujuk, walaupun bekas istrinya masih berada dalam masa iddah. Akan tetapi, kalau bekas suami-istri tersebut ingin kembali, harus melalui akad nikah baru. Hal ini berbeda dengan fasakh, khulu’ dapat mempengaruhi bilangan talak. Artinya kalau sudah jatuh tiga kali dianggap tiga kali talak (talak bain kubra), sehingga suami tidak boleh nikah lagi dengan bekas istrinya, sebelum bekas istrinya itu menikah dulu dengan laki-laki lain, bercerai dan habis masa iddahnya.

G. Istilah dan Permasalahan-Permasalahan

Dalam dokumen PRANATA SOSIAL DI DALAM ISLAM (Halaman 162-165)