• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anak domba yang disembelih

Dalam dokumen publikasi e-sh (Halaman 100-103)

Judul: Tahu, tetapi tidak melakukan

Pada waktu rezim apartheid di Afrika Selatan berhasil digulingkan, Nelson Mandela naik untuk menjadi pemimpin Afrika Selatan. Ia adalah seorang tokoh lokal yang memimpin perjuangan Afrika Selatan untuk terbebas dari politik apartheid. Politik apartheid memisahkan orang kulit hitam dari orang kulit putih. Orang kulit putih berlaku sebagai kaum yang berkuasa. Hal yang menarik adalah ketika ia menjadi presiden, Nelson Mandela justru mengajak orang-orang kulit putih untuk bekerja bersamanya. Keputusannya itu menuai banyak protes dari orang-orang di sekitarnya, termasuk rakyatnya. Namun Nelson Mandela tetap pada keputusannya. Pada akhirnya ia dapat membuat orang-orang kulit hitam dan kulit putih berdamai dan bersama membangun Afrika Selatan.

Sepenggal kisah mengenai Nelson Mandela di atas sangat menarik karena menunjukkan seorang pemimpin yang tegas dalam mengambil keputusan yang menurutnya baik tanpa terpengaruh suara-suara lain di sekitarnya. Hal ini bertolak belakang dengan sikap yang ditunjukkan oleh Pilatus dalam bacaan kita kali ini. Pilatus sebagai seorang pemimpin tidak memiliki sikap yang tegas dalam mengambil keputusan. Ia mengetahui kebenaran bahwa Yesus tidak bersalah (23). Akan tetapi ia tidak mengikuti apa yang ia tahu benar melainkan mendengarkan kata-kata rakyatnya yang terbakar emosi (26). Ia menuruti istrinya untuk tidak terlibat dalam kasus ini. Solusi yang ia tawarkan hanyalah untuk keamanan diri (17). Padahal ia bertanggung jawab untuk menyelesaikan dan memiliki wewenang untuk memutuskan. Ia melakukan cuci tangan dan tidak mau dianggap bersalah (24).

Sebagai seorang pengikut Kristus, di manakah posisi kita pada saat ini? Apakah kita menjadi seorang pengikut yang memperjuangkan kebenaran ataukah kita adalah seorang pengikut yang mencari aman, bahkan akan cuci tangan kalau hal tersebut mengandung risiko? Apalagi kalau kita dipercaya menjadi seorang pemimpin, beranikah kita menegakkan kebenaran dengan tidak mencari kepentingan atau keuntungan diri sendiri?

Diskusi renungan ini di Facebook:

101 Jumat, 29 Maret 2013

Bacaan : Matius 27:32-56

(29-3-2013)

Matius 27:32-56

Berapa lama lagi?

Judul: Taat dan setia sampai akhir

Apa perasaan kita ketika membaca kisah kematian Yesus dalam Injil? Dibaca berapa kali pun, kisah tersebut selalu meninggalkan kesan mengerikan. Bayangkan bagaimana penderitaan Yesus dalam proses menuju penyaliban dan akhirnya mati di kayu salib. Sebuah proses yang sangat tidak manusiawi, tetapi dijalani dengan setia oleh Yesus. Apakah Yesus tidak pernah mengeluh? Alkitab memperlihatkan betapa Yesus juga tidak tahan terhadap berbagai perlakuan yang Ia terima. Sangat manusiawi. Akan tetapi, apakah Yesus melarikan diri? Tidak! Yesus

menunjukkan ketaatan dan kesetiaan yang begitu besar pada kehendak Bapa-Nya di surga. Ketaatan itu Ia tunjukkan dengan mati di kayu salib. Ketaatan yang luar biasa tersebut dilakukan demi keselamatan umat manusia.

Kematian adalah hal yang pasti akan dialami oleh semua orang. Yang membedakan kematian tiap-tiap orang adalah jalan menuju kematiannya. Apakah proses yang kita jalani dalam kehidupan kita sudah menunjukkan bahwa kita menjalani hidup ini secara total atau tidak? Apakah tujuan-tujuan hidup kita terpenuhi atau tidak? Apakah kita berguna bagi diri kita sendiri dan bagi orang-orang di sekitar kita?

Dengan membaca kisah kematian Yesus ini kita diingatkan, betapa kehidupan adalah sesuatu yang sangat berharga. Perjalanan kehidupan kita mirip dengan perjalanan Yesus dalam bacaan kita hari ini. Ada beban yang harus dipikul, ada jalan panjang yang harus ditempuh, ada

cemoohan dan ejekan dari orang-orang yang tidak suka pada kita. Namun akhirnya apabila kita taat dan setia mengikut Tuhan, kita akan menjadi pemenang. Karya-Nya yang sudah selesai di salib memberikan kita kekuatan untuk menyelesaikan hidup kita dengan baik.

Jumat Agung merupakan peristiwa agung karya keselamatan Allah. Jumat Agung juga

mengajarkan kita makna ketaatan dan kesetiaan dalam menjalani kehidupan kita sebagai umat Tuhan di dunia. Tuhan Yesus telah memberikan teladannya, oleh karena itu marilah kita mengikuti teladannya dan menjadi umat yang setia dan taat sampai akhir.

Diskusi renungan ini di Facebook:

102 Sabtu, 30 Maret 2013

Bacaan : Matius 27:57-66

(30-3-2013)

Matius 27:57-66

Masa anugerah juga

Judul: Berjaga, berdoa, dan percayalah!

Ketika orang yang kita kasihi meninggalkan kita untuk selama-lamanya, apakah yang kita

rasakan? Sedih, bingung, kehilangan, tidak terima, tidak percaya, dan lain-lain hal yang mungkin kita rasakan. Kira-kira mungkin seperti inilah yang dirasakan oleh orang-orang terdekat Yesus pada hari setelah Ia mati di kayu salib. Orang yang selama ini mereka kasihi, mengayomi mereka, mengajar mereka, sekarang tidak bersama dengan mereka lagi. Secara manusiawi, pasti ada goncangan psikis yang muncul ketika orang yang kita kasihi pergi meninggalkan kita. Dalam bacaan kita hari ini, dikatakan bahwa murid-murid perempuan Yesus, Maria Magdalena dan Maria yang lainnya duduk di depan kubur Yesus (61). Bisa dipastikan perasaan yang mereka rasakan pasti tidak jauh dari terguncang dan kesepian. Tidak jauh beda perasaan para murid yang lainnya. Mungkin mereka telah hancur hati dan kehilangan harapan.

Dalam tradisi gereja tertentu, hari Sabtu antara Jumat Agung dan Paskah disebut sebagai Sabtu Sunyi. Apa maknanya? Apa yang harus dilakukan pada hari Sabtu Sunyi? Mungkin tidak banyak dari kita sekalian yang menghayati makna Sabtu Sunyi. Ketika kita diliputi oleh perasaan yang tidak menentu karena kematian Yesus di kayu salib, Sabtu Sunyi ada sebagai hari di mana kita seharusnya merenungkan peristiwa kematian Yesus. Direnungkan sebagai apa? Direnungkan sebagai sebuah momen di mana kita berjaga dan berharap akan kebangkitan Yesus. Sabtu Sunyi adalah sebuah ruang kosong yang di dalamnya Allah bekerja untuk membuktikan bahwa Yesus pernah ada dalam alam kubur, hal yang sangat manusiawi karena Yesus juga sepenuhnya manusia. Melalui Sabtu Sunyi kita disadarkan juga bahwa pada saat inilah Yesus berjuang melawan kematian, melawan kuasa kegelapan yang sedang membelenggu manusia berdosa. Sabtu Sunyi merupakan momen kita seharusnya berjaga dan berdoa, bukan merasa takut dan gentar. Biarlah kita menjadi murid-murid Kristus yang percaya bahwa keesokan hari, batu besar yang menutup kubur itu akan terguling, dan Yesus telah bangkit.

Diskusi renungan ini di Facebook:

103 Minggu, 31 Maret 2013

Bacaan : Matius 28:1-10

(31-3-2013)

Matius 28:1-10

Dalam dokumen publikasi e-sh (Halaman 100-103)