• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Anggaran Berdasarkan Agenda Pembangunan Sumber Daya Manusia di

ANALISIS PENELUSURAN ANGGARAN APBD PROVINSI BANTEN DI SEKTOR PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA

E. Analisis Anggaran Berdasarkan Agenda Pembangunan Sumber Daya Manusia di

Provinsi Banten

Semua daerah harus menekan perbaikan proses penganggaran di sektor publik dengan cara penerapan anggaran berbasis perstasi kerja. Mengingat bahwa sistem anggaran berbasis prestasi kerja memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi serta dapat menghindari duplikasi dalam penyusunan rencana kerja perangkat daerah, perlu dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas kinerja

dalam sistem penganggaran dengan

memperkenalkan sistem penyusunan rencana kerja dan anggaran perangkat daerah.

Dengan penyusunan rencana kerja dan anggaran perangkat daerah tersebut dapat terpenuhi sekaligus kebutuhan akan anggaran prestasi kerja dan pengukuran akuntabilitas kinerja perangkat daerah yang bersangkutan. Selanjutnya, ada beberapa hal yang menyangkut kebaikan dari anggaran berbasis kinerja yaitu anggaran disusun

[109] berdasarkan program, fungsi serta aktivitas dengan ditetapkan satuan akur tertentu, dan tujuan telah dirumuskan, maka bisa dilakukan penilaian terhadap masukan dan keluarannya (input-output), atau penilaian terhadap pelaksanaan kegiatan.

Oleh karena itu, Anggaran harus diarahkan pada pemilihan program atau kegiatan yang terukur dan menyertakan kegiatan yang menjadi skala prioritas, kebutuhan atau tugas pokok dan fungsi dari lembaga pemerintah. Pada langkah-langkah pemilihan program/kegiatan serta penganggaran tersebut dicantumkan Visi-Misi daerah sampai dengan tujuan kegiatan sehingga tersusun anggaran. Untuk merealiasikan hal tersebut, maka perlu ada langkah-langkah yang strategis serta mengedepankan prioritas. Secara konseptual prioritas adalah suatu upaya mengutamakan sesuatu dari pada yang lain. Prioritas merupakan proses dinamis dalam pembuatan keputusan yang saat ini dinilai paling penting dengan dukungan komitmen untuk melaksanakan keputusan tersebut.

Indikator yang tidak kalah pentingnya adalah dengan cara melihat sejauhmana Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai pengguna anggaran dan pengguna barang dalam menyerap Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dapat memenuhi prinsip hemat, tidak mewah, efektif, efesien dan sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan. Sebab secara idiologis Anggaran Pendapatan Daerah (APBD) harus dapat mengedepankan kepentingan rakyat daerahnya, hal dikarenakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan milik rakyat, serta kembali kepada rakyat. Oleh karena itu, proses politik yang dilakukan oleh legeslatif sebagai lembaga representasi rakyat serta sekaligus mempunyai kewenangan budgeting harus mempunyai komitmen untuk mengawal hal tersebut.

Tetapi dalam perjalannya sistem pengelolaan APBD di era otonomi daerah ini masih terdapat permasalahan, diantaranya adalah belanja daerah masih di dominasi oleh belanja aparatur ketimbang belanja publik atau belanja yang dapat memenuhi kebutuhan publik. Walaupun ada beberapa daerah belanja publik lebih besar, namun pada dasarnya di dalam belanja tersebut masih terdapat, belanja-belanja administrasi umum dan biaya pegawai.

Jika APBD dikaitkan dengan tujuan

pembangunan daerah, maka seharusnya APBD menempatkan pembangunan manusia sebagai sasaran akhir dan fokus utama dari seluruh kegiatan pembangunan daerah yang dianggaran oleh APBD, baik melalui pemberian pelayanan kesehatan, pendidikan, sosial, dan ekonomi. Dengan konsep tersebut maka keberhasilan pembangunan daerah bukan semata-mata dilihat dari perkembangan atau pertumbuhan ekonomi, melainkan kemampuan pemerintah daerah untuk menciptakan atau memungkinkan orang menikmati hidup yang layak,

mendapatkan kesehatan yang layak, serta dapat meningkatkan kreativitas hidup menuju kehidupan yang sejahtera.

Oleh karenanya, analisis belanja pembangunan yang dilakukan oleh penulis adalah dengan cara menelusuri dokumen perencanaan program atau kegiatan SKPD melalui Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Penelusuran DPA tersebut dilakukan atas anggaran tahun 2010. Maksudnya adalah untuk mengetahui sejauh mana komitmen pemerintah daerah dalam mengalokasikan anggaran yang berorientasi pada upaya pembangunan sumber daya manusia di Provinsi Banten sebagai tujuan akhir pembangunan daerah. Komitmen Pemerintah Daerah Provinsi Banten dalam peningkatan sumber daya manusia masyarakat sebagai tujuan pembangunan daerah dapat terlihat dari proposi anggaran belanja yang direncanakan oleh masing-masing SKPD di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Banten dalam merealisasikan 4 agenda pembangunan, yaitu agenda pemerintahan, agenda pembangunan ekonomi, agenda pembangunan SDM, dan agenda pembangunan kewilayahan. Untuk jelasnya terlihat pada tabel di bahwah ini :

Data di atas menujukkan bahwa prioritas Pemerintah Daerah Provinsi Banten belum memaksimalkan dalam menyentuh pembangunan SDM masyarakat Provinsi Banten, hal ini terlihat dari proporsi target anggaran yang disediakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Banten untuk agenda

pembangunan SDM hanya sekitar Rp.

494.858.641.728 milyar, berbeda dengan agenda pemerintahan yang mempunyai target anggaran yang sangat besar, yaitu sekitar Rp. 1.680.068.854 trilun. Kondisi tersebut jelas mengakibatkan tujuan

pembangunan daerah yang utama, yaitu

pembangunan SDM masyarakat di daerah tidak akan maksimal. Gambaran proporsi target anggaran dari empat agenda pembangunan Provinsi Banten yang tersebar di beberapa SKPD yang menjadi leading sector agenda pemerintahan, agenda pembangunan SDM, agenda pembangunan ekonomi, serta agenda pembangunan kewilayahan terilustrasi pada grafik di bawah ini :

[110] Selanjutnya, jika diilustrasikan dengan cara membagai proporsi anggaran dengan persentase di empat agenda pembangunan Provinsi Banten tahun 2010 maka terlihat adanya ketimpangan anggaran terutama untuk anggaran agenda pemerintahan yang hampir setengah APBD, yakni sekitar 56,4 % dibandingan dengan agenda-agenda lain, terutama dengan agenda pembanguan SDM masyarakat yang hanya 16,6 % dari seluruh target APBD. Walaupun dalam agenda pemerintahan mempunyai SKPD yang banyak, yakni sekitar 18 SKPD, tetapi SKPD tersebut hanya SKPD yang tidak bersentuhan langsung dengan pelayanan publik atau sebagian besar anggaran tersebut digunakan untuk belanja aparatur.

Sementara itu, pembangunan SDM

masyarakat Banten tidak akan tercapai secara maksimal jika penganggarannya juga tidak maksimal. Oleh karena itu, penulis akan menganalisis sejauhmana gambaran antara target dan realisasi dimasing-masing SKPD yang menjadi leading sector pembangunan SDM masyarakat di Banten. Untuk jelasnya tergambarkan pada tabel di bawah ini :

Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa agenda pembangunan SDM masyarakat Provinsi Banten mendapatkan alokasi anggaran dari APBD sebesar Rp.494.854.641.728 milyar. Dari target anggaran pembangunan SDM masyarakat yang tersebar di 9 SKPD Provinsi Banten maka terdapat 2 SKPD yang mendapatkan anggaran paling besar, yaitu SKPD Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan,

yakni sekitar Rp. 222.272.056.951 milyar (44,9 %) dan Rp. 187.337.262.894 milyar (37,9 %). Adapun anggaran terkecil terdapat di SKPD Biro Kesejahteraan Rakyat, yakni sekitar Rp. 2.991.823.250 milyar (0,004 %).

Sementara itu, jika dilihat dari realisasi anggaran untuk pembangunan SDM masyarakat di Provinsi

Banten secara keseluruhan sekitar Rp.

473.323.930.842 milyar atau sekitar 95,7 % dari target anggaran yang sudah direncanakan. Dari kesembilan SKPD ada 7 SKPD yang realisasi anggarannya di atas 90 %, yakni Dinas Kesehatan (97,7 %), Dinas Pendidikan (94,6) BPPMD (94,1 %), Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (93,4 %), Dinas Sosial (93,3 %), Biro Kesejahteraan Rakyat (93,1 %). Dan Dinas Pemuda dan Olah Raga (92,3 %). Sedangkan SKPD yang realisasi anggarannya di bawah 90 % terdapat 2 SKPD yaitu RSU Malingping (83,3 %) dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (86,7 %).

Belum maksimalnya penyerapan penggunaan anggaran APBD oleh beberapa SKPD yang berkaitan dengan agenda pembangunan pada tahun 2010 menunjukkan bahwa SKPD tersebut belum mampu mamaksimalkan sumber dayanya. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain faktor kurang kompetennya dan profesionalnya sumber daya manusia di beberapa SKPD dalam menjalankan tugasnya, sehingga akan berdampak terhadap penggunaan anggaran yang tidak maksimal. Kondisi tersebut juga diperparah dengan kurang maksimalnya perencanaan program yang berkaitan dengan pembangunan SDM masyarakat Banten sehingga menyebabkan program tersebut dilaksanakan secara mendadak dan cenderung berulang-ulang.

Secara konseptual manajemen pengeluaran daerah harus mencangkup perencanaan dan pengendalian pengeluaran daerah. Hal tersebut sangat berkaitan dengan tujuan dasar dalam rumusan yang luas dan jangka penjang, yaitu berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Banten, terutama dalam peningkatan pembangunan SDM masyarakatnya. Oleh sebab itu, ke depan harus segera dimulai perbaikan-perbaikan perencanaan, peningkatan kualitas sumber daya manusia, baik melalui perbaikan rekruitmen dan peningkatan kapasitas SDM aparaturnya. Sehingga ke depannya juga SKPD-SKPD sebagai leading sector pembangunan SDM masyarakat Banten lebih memaksimalkan penyerapan anggaran, karena rendahnya penyerapan anggaran membuktikan rendahnya kualitas kinerja SKPD tersebut, sebab penyerapan anggaran bisa dijadikan sebagai alat evaluasi kinerja.

Faktor lain yang menyebabkan randahnya penyerapan anggaran oleh SKPD yang berakaitan dengan pembangunan SDM masyarakat Banten adalah belum maksimalnya penentuan prioritas

[111] dalam menciptakan program kegiatan, hal ini dikarenakan adanya kecenderungan SKPD yang lebih menyesuaikan arahan prioritas kebijakan pemerintah pusat, sehingga dalam penyusunan rencana program harus menunggu dan akibatnya terjadi keterlambatan serta berdampak terhadap penyerpan anggaran. Selain itu juga banyak faktor politis yang menghambat dalam penyerapan penggunaan anggaran sehingga menyebabkan kebingunan SKPD dalam memanfaat anggaran atau cenderung menunggu perintah.

Selanjutnya, adalah faktor waktu penetapan APBD masih belum sesuai dengan batas waktu yang diberikan UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, yang menyatakan APBD ditetapkan paling lambat Bulan November atau 1 bulan setelah APBN ditetapkan. Pertanyaannya adalah bagaimana kalau penetapan APBN mengalami kemoloran ?, maka kondisi tersebut juga akan berimplikasi terhadap molornya penetapan APBD dan perubahannya. Jelas, kondisi tersebut akan berdampak terhadap molornya program-program di daerah, terutama program-program pembangunan SDM masyarakat Banten. Contoh yang paling nyata adalah banyaknya kegiatan-kegiatan yang tidak penting atau tidak berkaitan langsung dengan pelayanan publik yang muncul pada akhir anggaran, baik berupa kegiatan lokakarya, seminar, pelatihan, dan sejenisnya.

Sementara itu, jika kita kaitkan dengan struktur belanja daerah, maka belanja daerah dibagi menjadi dua, yaitu belanja aparatur dan belanja publik. Secara konseptual belanja apartur adalah belanja yang terdiri dari belanja adminsitrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal atau pembangunan yang dialokasikan atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat, dan dampaknya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat (publik). Sedangkan, belanja publik adalah belanja yang terdiri dari belanja administrasi umum, belanja opererasi dan pemeliharaan, serta belanja modal atau pembangunan yang dialokasikan atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat, dan dampaknya secara langsung dinikmati oleh masyarakat (publik).

Oleh karena dengan konsep tersebut, maka jika kita kaitkan dengan realisasi anggaran yang dilakukan oleh sembilan SKPD sebagai leading sector pembangunan SDM masyarakat Banten maka nantinya akan terlihat sejauhmana SKPD tersebut memenuhi standar pengeluaran belanja daerah atau tidak, yakni alokasi belanja aparatur harus ditekan sampai 35% dan memperbesar belanja publik sekitar 54 % pada tahun 2011 dari total dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), hal tersebut disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Konsep tersebut seharusnya dapat direalisasikan oleh semua daerah, termasuk Pemerintah Daerah

Provinsi Banten, terutama bagi SKPD-SKPD yang berkaitan dengan pembangunan SDM masyarakat Banten, yakni Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial,Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Pemuda dan Olah Raga, Biro Kesejahteraan Rakyat, BPPMD, Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah, serta RSU Malingping. Sebab pada dasarnya semua pengeluaran pemerintah adalah untuk kepentingan pelayanan publik.

Oleh karennya untuk mengetahui

sejauhmana komposisi belanja publik dan belanja aparatur di kesembilan SKPD sebagai leading sector pembangunan SDM masyarakat Banten akan terlihat pada tabel di bawah ini :

Data di atas menujukkan bahwa sebagian besar proporsi anggaran antara belanja publik dan aparatur menujukkan proporsi yang baik, yakni 80:20. Tetapi jika melihat per-SKPD maka sebagian besar mempunyai proporsi rasio belanja aparatur lebih besar dibandingkan dengan belanja publik. Hanya lima SKPD saja dari Sembilan SKPD yang proporsi belanja publiknya lebih besar dibandingkan dengan belanja aparaturnya, yakni Dinas Kesehatan (95:5), Dinas Pendidikan (75:25), BPPMD (69:31), Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (54:46), dan Dinas Pemuda dan Olah Raga (59:41) Sedangkan SKPD lainnya menunjukkan proposi belanja aparaturnya lebih besar dibandingkan dengan belanja publiknya, seperti Dinas Sosial (57:43), Biro Kesejahteraan Rakyat (0:100), Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (15:85), dan RSU Malingping (30:70).

Dengan kondisi tersebut jelas menunjukkan bahwa masih ada beberapa SKPD sebagai leading sector-nya pembangunan SDM masyarakat Banten masih menekankan proporsi belanja aparaturnya lebih besar dibandingan dengan belanja publik, hal tersebut memperlihatkan bahwa SKPD-SKPD tersebut belum mampu memenuhi syarat proporsi belanja daerah sesuai dengan standar, yakni 35 % untuk belanja aparaturnya dan 54 % untuk belanja publiknya.

[112] Oleh karena itu kedepannya, perlu adanya pengawasan perencanaan anggaran dengan cara melakukan koreksi-koreksi, mana program yang hanya menekankan belanja aparatunya saja, dan mana program yang memang menekankan pada belanja publik atau belanja yang langsung dinikmati manfaatnya oleh masyarakat daerah. Hal tersebut juga sangat ditekankan oleh undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pelaksanaan otonomi daerah yang harus dapat mensejahterakan masyarakat daerahnya, serta menciptakan efesiensi dan efektivitas dalam pengelolaan anggaran.

F. Kesimpulan dan Saran

Setelah melakukan analisis penulusan anggaran agenda pembangunan SDM masyarakat Banten maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Pertama, penyerapan realisasi anggaran agenda pembangunan SDM masyarakat Banten secara keseluruhan mencapai 95,7 persen dari target anggaran. Tidak maksimalnya penyerapan anggaran tersebut, terutama SKPD Dinas Pendidikan dikarena faktor-faktor tertentu, misalnya perencanaan yang tidak matang, kompetensi sumber daya manusia pegawai yang kurang baik, terlambatnya terbitnya surat keputusan untuk calon PPTK di masing-masing SKPD, dan lain-lain; Kedua, dari segi pemanfaatan anggaran dalam agenda pembangunan SDM masyarakat dapat dilihat dari proporsi anggaran daerah, yaitu proporsi belanja public dan belanja aparaturnya. Secara garis besar proporsi belanja daerah menujukkan proporsi yang baik, yakni belanja publik 80 persen dan belanja aparatur 20 persen. Tetapi jika melihat per-SKPD maka sebagian besar mempunyai proporsi rasio belanja aparatur lebih besar dibandingkan dengan belanja publik.

Sementara itu, dalam rangka memaksimalkan peran anggaran dalam merealisasikan agenda pembangunan SDM masyarakat Banten pada tahun 2012 maka pelu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :Pertama, Pemerintah Daerah dan DPRD harus berkomitmen untuk meningkatkan anggaran

melalui APBD dalam rangka percepatan

pembangunan SDM masyarakat Banten; Kedua, harus ada koreksi terhadap SKPD-SKPD dan program-programnya yang hanya memperbesar proporsi belanja aparaturnya dibandingan dengan belanja publiknya, serta lemah dalam penyerapan anggarannya; dan Ketiga, SKPD-SKPD yang berkaitan dengan leading sector pembangunan SDM

masyarakat harus menekankan kebijakan

peningkatan SDM masyarakat di Kabupaten-Kabupaten yang masih di bawah standar IPM Provinsi Banten, yaitu Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, dan Kabupaten Serang.

DAFTAR PUSTAKA

Keban T, Yeremias. 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik : Konsep, Teori dan Isu, Gava Media, Yogyakarta.

Keban, T, Yeremias. 2000. Good Governance dan Capacity Building sebagai Indikator Utama dan Fokus Penilaian Kinerja Pemerintahan, dalam Jurnal Perencanaan Pembangunan, Jakarta. Lembaga Administrasi Negara. 2000. Akuntabilitas

dan Good Governance, Modul Sosialisasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP), Jakarta.

Mardiasmo, 2002. Otonomi Daerah dan Manjemen Keuangan Daerah, Penerbit Andi, Yogyakarta. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1995.

Metode Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta Thoha, Miftah. 2000. Peranan Administrasi Publik

dalam Mewujudkan Tata Kepemerintahan yang Baik, Disampaikan pada Pembukaan Kuliah Program Pasca Sarjana, UGM, Yogyakarta. Literatur Lain

Undang-undang No. 32 dan Undang-undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan Daerah

BPS 2010 BPS 2008

RPJMD Provinsi Banten Tahun 2007-2012

Data-data anggaran dari Biro Administrasi Pembangunan Provinsi Banten Tahun 2010 Biodata Penulis

Delly Maulana adalah dosen sekaligus ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Serang Raya. Memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial di Universitas Diponegoro dan MPA pada Program Pascasarjana Magister Administrasi Publik UGM.

[113]

KEBIJAKAN POPULIS PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL