• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prodi Ilmu Administrasi negara FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Raya Jakarta Km. 4 Serang, Banten

E Mail: emma_top31@yahoo.co.id Abstrak

Pemberian otonomi daerah kepada Kabupaten atau Kota yang nyata dan bertanggungjawab telah membawa angin segar bagi pengembangan otonomi daerah. Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintahan Pusat dan Daerah, yang kemudian disempurnakan lagi dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menyebabkan adanya perubahan-perubahan mendasar sistem dan mekanisme pengelolaan pemerintahan khususnya bagi daerah dan otonomi bagi daerah akan diterapkan secara nyata, bertanggungjawab, serta tidak lagi hanya semacam slogan belaka. Salah satu upaya Pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak dalam rangka memperbaiki masalah pelayanan publik tersebut dan untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat adalah dengan membentuk sebuah badan atau instansi yang secara khusus bertugas mengkoordinasi berbagai macam tugas-tugas pemerintah yang berkaitan dengan pelayanan perijinan. Untuk itulah, berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No.3 Tahun 2005 tentang pembentukan Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (KPPT), maka Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak membentuk KPPT (Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu). KPPT sendiri dibentuk atas dasar tuntutan masyarakat yang semakin kompleks yang menginginkan adanya reformasi birokrasi atau perbaikan dalam birokrasi, khususnya dalam hal pelayanan publik.

Kata kunci: efektivitas, e-service, pemerintah daerah

I. PENDAHULUAN

Tuntutan perubahan dalam segala tatanan kehidupan masyarakat dan kenegaraan masih terus menggema, suatu kesadaran baru muncul untuk

menegakkan kedaulatan rakyat, demografi

pemerintah dan pemberdayaan ekonomi rakyat. Penyelenggaraan pemerintahan daerah di era

reformasi menuntut pengalokasian dan

pendistribusian kewenangan dalam penetapan publik serta alokasi sumber-sumber pembiayaan secara adil antara pusat dan daerah.

Pemberian otonomi daerah kepada

Kabupaten atau Kota yang nyata dan

bertanggungjawab telah membawa angin segar bagi pengembangan otonomi daerah. Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintahan Pusat dan Daerah, yang kemudian disempurnakan lagi dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menyebabkan adanya

perubahan-perubahan mendasar sistem dan

mekanisme pengelolaan pemerintahan khususnya bagi daerah dan otonomi bagi daerah akan diterapkan secara nyata, bertanggungjawab, serta tidak lagi hanya semacam slogan belaka.

Apabila melihat kondisi negara Indonesia pada saat sekarang ini, bisa dilihat buruknya birokrasi pada setiap level atau tingkatan pada

instansi pemerintahan. Mulai dari tingkat atas (pusat) hingga tingkat bawah (daerah), sudah menjadi rahasia umum bahwa birokrasi atau dalam hal ini pelayanan yang diberikan oleh aparatur pemerintahan yang terdapat pada instansi-instansi pemerintah tersebut sangat buruk. Hal tersebut bisa dilihat dari pelayanan yang diberikan kepada publik/masyarakat. Dimana selama ini buruknya pelayanan, kesan berbelit-belit dan menyulitkan masyarakat karena ditangani oleh banyak instansi, biaya tinggi karena pelayanan yang birokratis dan pungutan yang tidak jelas dan waktu yang lama,

serta banyaknya penyimpangan-penyimpangan

seperti praktek KKN, lekat sekali dengan sistem pelayanan publik di negara ini. Hal-hal tersebut di atas sangatlah ironis apabila dikaitkan dengan pelayanan publik yang sesuai dengan konsep good governance, dimana dalam birokrasi pemerintah harus bersih dari penyimpangan dan harus adanya transparansi di dalamnya. Mengacu pada hal tersebut, idealnya pemerintah menerapkan pelayanan yang baik pada masyarakat dalam kaitannya dengan pelayanan publik yang sesuai dengan konsep good governance tersebut diterapkan dengan baik di instansi-instansi pemerintah guna menciptakan pelayanan prima.

Menurut Kep.Men.PAN. No.63 Tahun 2003, ”Pelayanan publik mengandung artian bahwa segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai usaha

[184] pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksana ketentuan perundang-undangan”. Dan lahirnya pelayanan publik ini bisa didasarkan bahwa masyarakat membutuhkan sebuah pelayanan yang prima. Bila dilihat bahwa inti dari pelayanan adalah kepuasan pelanggan. Jadi, tolak ukur baik atau buruknya pelayanan diberikan tergantung kepada kepuasan pelanggan. Pelayanan sebagai tindakan seseorang atau organisasi untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan. Jadi tolak ukur baik atau buruknya pelayanan yang diberikan tergantung kepada kepuasan pelanggan. Pelayanan sudah menjadi sebuah kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat, disadari atau tidak disadari oleh setiap masyarakat selalu berhubungan dengan kepentingan umum. Pelayanan yang baik adalah kemampuan dalam memberikan pelayanan baik sektor privat maupun sektor publik yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan minimal telah memenuhi standar pelayanan, dimana suatu pelayanan sering dikaitkan dengan kepentingan umum.

Setiap penyelenggaraan pelayanan publik

harus memiliki standar pelayanan dan

dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan

merupakan ukuran yang dibakukan dalam

penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi atau penerima pelayanan. Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Pelayanan Publik, standar pelayanan sekurang-kurangnya, meliputi : prosedur pelayanan, waktu penyelesaianan, biaya pelayanan, produk pelayanan, sarana dan prasarana, kompetensi petugas pemberi layanan.

Idealnya, standar pelayanan harus melihat atau mengacu pada perkembangan masyarakat yang selalu berubah. Dengan kata lain, standar pelayanan tidak bersifat kekal atau tidak terpaku kepada suatu hukum tertentu, tapi bisa berubah seiring dengan perubahan sosial masyarakat yang dinamis.

Dituangkannya pelayanan prima ke dalam visi dan misi Nasional Indonesia menunjukkan bahwa tuntutan terhadap pelayanan prima aparatur

pemerintah kepada masyarakat merupakan

keharusan yang tidak dapat ditunda apalagi diabaikan. Pelayanan prima adalah pelayanan yang mengutamakan kebutuhan dan kepuasan pelanggan serta tidak pandang bulu atau tidak memihak.

Idealnya instansi pemerintah harus menerapkan pelayanan secara maksimal dalam tugasnya untuk melayani masyarakat sesuai dengan konsep pelayanan prima. Tapi pada pelaksanaannya, konsep pelayanan prima tersebut masih belum berjalan secara maksimal. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kinerja instansi pemerintah dalam melayani publik/masyarakat masih jauh dari memuaskan. Lemahnya koordinasi adalah salah satu

penyebab timbulnya pelayanan yang berbelit-belit dan menyulitkan masyarakat karena ditangani oleh banyak instansi, ditambah lagi etos kerja birokrat yang selalu ingin dilayani, semakin menambah buruk wajah instansi pemerintah. Seharusnya masalah-masalah mengenai pelayanan publik yang ditangani oleh instansi pemerintah tersebut harus sudah diperbaiki, mengingat pada saat ini perkembangan jaman sudah semakin maju, dan kebutuhan masyarakat pun semakin kompleks. Oleh karena itu, instansi-instansi pemerintah yang secara khusus memberikan pelayanan kepada masyarakat, dituntut untuk membenahi diri agar mampu memberikan pelayanan yang lebih baik lagi kepada masyarakat dalam kaitannya dengan konsep pelayanan prima. Pemangkasan alur birokrasi adalah salah satu cara untuk memperbaiki berbelit-belitnya pelayanan, karena dengan sendirinya waktu dan biaya pelayanan pun akan ikut terpangkas. Mengingat, pada saat ini masyarakat membutuhkan suatu pelayanan yang praktis, bersih dari praktek KKN, tidak diskriminatif, dan kalau bisa hanya ditangani dalam satu pintu.

Salah satu upaya Pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak dalam rangka memperbaiki masalah pelayanan publik tersebut dan untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat adalah dengan membentuk sebuah badan atau instansi yang secara khusus bertugas mengkoordinasi berbagai macam tugas-tugas pemerintah yang berkaitan dengan pelayanan perijinan. Untuk itulah, berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No.3 Tahun 2005 tentang pembentukan Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (KPPT), maka Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak membentuk KPPT (Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu). KPPT sendiri dibentuk atas dasar tuntutan

masyarakat yang semakin kompleks yang

menginginkan adanya reformasi birokrasi atau perbaikan dalam birokrasi, khususnya dalm hal pelayanan publik.

Latar belakang Pemerintah Kabupaten Lebak membentuk KPPT antara lain adalah untuk mewujudkan visi daerah ”Lebak mejadi kondusif untuk berinvestasi pada tahun 2009”, pelayanan prima merupakan suatu keharusan seiring dengan tuntutan peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan adanya tantangan persaingan global, kesan berbelit-belit dan menyulitkan masyarakat karena ditangani oleh banyak instansi, ekonomi biaya tinggi karena pelayanan yang birokratis, pungutan yang tidak jelas dan waktu yang lama, image pelayanan publik yang buruk karena adanya diskriminasi pelayanan dan pungli dianggap wajar. Pemberian pelayanan perijinan terpadu oleh aparatur pemerintah kepada masyarakat adalah perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara.

[185]

Secara garis besar KPPT yang

berkoordinasi dengan dinas teknis bertugas melayani berbagai macam kebutuhan masyarakat dalam hal

perijinan dengan mengusung konsep

profesionalisme dalam pelayanan prima, dalam arti berbagai macam tugas pemerintah yang menyangkut dengan pelayanan perizinan, yang tadinya dikerjakan oleh masing-masing dinas/instansi sesuai dengan bidangnya, kini tugas-tugas tersebut dikerjakan oleh KPPT. Jadi, berbagai macam pelayanan perijinan dapat dilayani oleh KPPT dalam satu pintu. Hal tersebut dapat memangkas waktu dan

biaya yang harus dikeluarkan oleh

konsumen/masyarakat, karena segala macam bentuk perijinan dapat dilayani di KPPT tersebut dalam jangka waktu yang singkat (maksimal 15 hari) tergantung jenis perijinannya, juga dijamin tidak ada pungutan liar.

Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (KPPT) dipimpin oleh seorang kepala kantor yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah, kewenangan KPPT itu sendiri meliputi penerimaan permohonan, pemrosesan, penerbitan, dan pencabutan perijinan berdasarkan rekomendasi dinas teknis.

Di Provinsi Banten sendiri, untuk saat ini kantor sejenis KPPT hanya terdapat di Kabupaten Lebak. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Kabupaten Lebak telah berani melakukan reformasi khususnya di bidang pelayanan publik. Hingga saat ini, setelah 2 (dua) tahun KPPT bekerja, apakah keberadaan KPPT sebagai implementasi dari Perda Kabupaten Lebak No.3 Tahun 2005 berjalan dengan efektif, atau dengan kata lain apakah keberadaan KPPT membawa perubahan terhadap kondisi pelayanan publik di Kabupaten Lebak?

II. PEMBAHASAN

2.1 Deskripsi Objek dan Susunan Kepegawaian

Objek makalah ini adalah Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Lebak, Jl. Abdi Negara No.3 Rangkas Bitung 42312, Tlp (0252) 202772.

Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Lebak dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 3 Tahun 2005, hal ini sebagai perwujudan Visi Kabupaten Lebak yaitu ”Kabupaten Lebak menjadi Daerah yang Menarik untuk Berinvestasi pada Tahun 2009”. Selanjutnya dengan keberadaan KPPT diharapkan akan

memberikan kemudahan bagi para calon

investor/pengusaha yang akan menanamkan

modalnya di Kabupaten Lebak, terutama dalam proses perijinannya. Di samping itu juga akan semakin meningkatkan pelayanan perijinan terhadap masyarakat secara cepat, tepat, murah dan transparan, baik biaya maupun lamanya proses perijinan.

Kemudian dalam melaksanakan pelayanan di KPPT Kabupaten Lebak dibutuhkan susunan kepegawaian dan struktur organisasi untuk keberlangsungan menjalankan tugas-tugas KPPT tersebut. Struktur organisasi diperlukan untuk memperoleh gambaran mengenai wewenang dan tanggung jawab masing-masing jabatan untuk dikoordinasikan sejalan dengan tujuan organisasi. Berikut adalah struktur organisasi dan tugas pokok serta fungsi dari KPPT Kabupaten Lebak, yaitu :

1. Kepala Kantor

Kepala Kantor mempunyai tugas memimpin, mengkoordinasikan, dan mengendalikan kegiatan kantor dalam melaksanakan pelayanan di bidang perijinan. Selain itu, Kepala Kantor mempunyai fungsi sebagai berikut :

1. Pelaksanaan pengkajian perencanaan dan perumusan kebijakan di bidang perijinan; 2. Penyusunan rencana dan program kerja

dalam pelaksanaan tugasnya;

3. Pelaksanaan pelayanan di bidang perijinan; 4. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan hasil

kegiatan di bidang perijinan;

5. Pemberian informasi, saran, dan

pertimbangan kepada Bupati sebagai bahan untuk menentukan kebijakan dan membuat keputusan;

6. Penandatangan perijinan;

7. Pertanggungjawaban tugas Kepala Kantor secara teknis administratif kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah.

2. Kepala Sub Bagian Tata Usaha

Sub Bagian Tata Usaha dipimpin oleh Kepala Sub Bagian yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Kepala Kantor serta mempunyai tugas melaksanakan urusan surat menyurat, kepegawaian, keuangan, rumah tangga, dan perencanaan. Selain itu, Sub Bagian Tata Usaha mempunyai fungsi sebagai berikut :

1. Penyiapan dan perumusan program kerja; 2. Pelaksanaan urusan keuangan;

3. Pelaksanaan urusan administrasi keuangan; 4. Pelaksanaan urusan surat menyurat; 5. Pelaksanaan urusan rumah tangga;

6. Menerima dan mengelola pembayaran retribusi perijinan untuk disetorkan kepada Kas Daerah dengan mata akun dari Satuan Kerja Terkait;

7. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan. 3. Seksi Perijinan

Seksi Perijinan mempunyai tugas melaksanakan tugas di bidang perijinan yang meliputi penerimaan

permohonan, pemeriksaan dan pemrosesan

perijinan. Seksi Perijinan mempunyai fungsi sebagai berikut :

1. Perumusan kebijakan teknis perijinan dan koordinasi dengan Satuan Kerja terkait;

2. Penerimaan permohonan perijinan,

[186] persyaratan teknis sesuai dengan peraturan yang berlaku;

3. Penghitungan dan penetapan besarnya retribusi.

4. Seksi Program dan Informasi

Seksi Program dan Informasi mempunyai tugas melaksanakan tugas di bidang program dan

informasi serta pengaduan yang meliputi

pengumpulan data, mengolah, memberikan

informasi dan tindak lanjut pengaduan masyarakat. Seksi program dan informasi mempunyai fungsi sebagai berikut :

1. Perumusan kebijakan teknis di bidang program dan informasi;

2. Pengumpulan dan pengolahan data

menjadi informasi;

3. Perencanaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan;

4. Pengembangan sistem informasi; 5. Pelayanan informasi dan pengaduan. 5. Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melaksanakan sebagian kegiatan kantor secara profesional sesuai dengan kebutuhan. Kelompok Jabatan Fungsional dalam melaksanakan tugasnya

bertanggungjawab kepada Kepala Kantor.

Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari sejumlah tenaga dalam jenjang jabatan fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan bidang keahliannya. Jumlah Jabatan Fungsional ditentukan menurut sifat, jenis, kebutuhan dan beban kerja. Jenis dan jenjang jabatan Fungsional diatur sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Berikut adalah gambaran struktur

organisasi Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (KPPT) Kabupaten Lebak :

2.2 Keadaan Pegawai

Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, maka faktor dominan yang paling menentukan bagi kelancaran dan keberhasilan

adalah faktor pegawai, sebab manusia lah yang melaksanakan berbagai aktivitas yang berupaya mencapai tujuan itu. Sejalan dengan itu, maka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Lebak, dilaksanakan oleh 20 orang pegawai.

Demi meningkatkan kualitas layanan, maka KPPT Lebak berusaha untuk meningkatkan skill dan pengalaman Sumber Daya Manusia di dalamnya melalui :

1. On the Job Training (Magang) pada KPT Kab. Sragen, unsur Pimpinan pada tanggal 27 Maret – 3 April 2005 dan unsur staf tanggal 10-16 Oktober 2005

2. Bimbingan Teknis Pelayanan Prima

3. Emotional Spiritual Quotiont (ESQ) Out Bound Training

4. Kenyamanan, Kerapihan, perubahan paradigma (Merubah dari dilayani menjadi melayani dengan tulus, Pelanggan adalah orang terpenting yang harus dihormati dan dilayani).

5. Komputerisasi melalui WAN dan LAN,

Teleconference

6. Membangun sistem yang akuntabel berdasarkan standar ISO 9001 – 2000.

2.3 Jenis Layanan dan Waktu Penyelesaian Berikut adalah beberapa jenis layanan dan standar waktu penyelesaian yang diberikan:

N

o Jenis Perijinan (44 + SM) a Proses Lam Dasar Hukum 1 IPPT (Ijin

Peruntukan Penggunaan Tanah)

7

hari Tahun 2001 Perda No.44

2 IMB (Ijin

Mendirikan Bangunan) hari 12 Tahun 2002 diubah Perda No.11 menjadi Perda No.6 Tahun 2006 3 SITU/SIGA (Surat

Ijin Tempat Usaha/Surat Ijin Gangguan)

6

hari Tahun 2001 diubah Perda No.41 menjadi Perda No.5 Tahun 2006 4 SIUP (Surat Ijin

Usaha Perdagangan) hari 6 Tahun 2001 Perda No.38 5 TDP (Tanda Daftar

Perusahaan) hari 6 Tahun 2001 Perda No.37 6 TDG (Tanda Daftar

Gudang) hari 6 Tahun 2001 Perda No.39 7 TDI/IUI (Tanda

Daftar Industri/Ijin Usaha Industri)

6

hari Tahun 2001 Perda No.40 8 Ijin Pertambangan

Umum – 3 SM hari 15 Tahun 2004 Perda No.7 9 Ijin Penyelenggaraan

Reklame hari 6 Tahun 1996 Perda No.34 1

0 Usaha Jasa Konstruksi) SIUJK (Surat Ijin hari 6 Tahun 2001 Perda No.34 1

1 Sarang Burung Walet Ijin Pengusahaan hari 6 Tahun 2005 Perda No.7 1

2 Kayu – 2 SM Ijin Penebangan hari 7 Tahun 2002 Perda No.12 1

3 Usaha Kepariwisataan ) – SIUK (Surat Ujin 11 SM

6

hari Tahun 1996 Perda No.32 1

[187] Keterangan : SM = Standar Minimal

Selanjutnya terdapat pula 10 Perijinan Tertentu Yang Memerlukan Persetujuan Bupati, antara lain : (1) Hotel; (2) Rumah Sakit, (3) Reklame Besar, (4) RMU (Rice Mealing Unit), (5) SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum); (6) Industri 1 M ke atas; (7) Pertambangan 5 Ha ke atas; (8) IMB (Ijin Mendirikan Bangunan) 500 m/500 jt ke atas; (9) IPPT (Ijin Peruntukkan Penggunaan Tanah) 1000 m ke atas; (10) Yang belum memiliki aturan yang baku.

2.4 Alur Proses Perijinan

Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Lebak memiliki model pelayanan dengan alur proses perijinan sebagai berikut :

2.5 Hubungan Dengan Dinas 1. Pembentukan Tim Pembina 2. Pembentukan Tim Teknis

3. Target dan pemasukan PAD ke rekening Dinas terkait

4. Laporan bulanan ke Dinas

5. Tidak menghapus seksi perijinan pada Dinas Teknis.

2.6 Realisasi Pencapaian PAD Dinas Teknis Secara Kumulatif

Dengan adanya Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (KPPT) Kabupaten Lebak, maka tercapai realisasi pencapaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dinas Teknis Secara Kumulatif sebagai berikut : 1. Target 2006 sebelum APBD Perubahan Rp. 1,6

ML terlampaui 25 September 2006.

2. Target setelah perubahan 1,7 ML terlampaui 19 Oktober 2006.

3. Realisasi s/d 16 Nopember 2006 Rp. 1,8 ML, kurang lebih 7081 ijin yang telah diterbitkan dari 7806 pemohon.

Sementara itu penghargaan yang pernah diperoleh adalah :

1. Kab. Lebak meraih DSI Tertinggi III

2. Pemenang I dalam Kompetisi Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik Tingkat Kabupaten

3. Harapan I Tingkat Propinsi

2.7 Daerah/Lembaga Yang Melaksanakan Studi Banding

Saat ini Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Lebak merupakan pusat percontohan pelayanan satu atap di Provinsi Banten, sehingga dijadikan model bagi pemerintah daerah di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten itu sendiri maupun bagi pemerintah daerah lainnya di Indonesia, antara lain :

1. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tanggal 19 April 2006

2. Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) Provinsi Banten pada tanggal 11 Mei 2006

3. Badan Pengawas Daerah (Bawasda) Provinsi Banten pada tanggal 12 Juli 2006

4. Pemerintah Kabupaten Pandeglang pada tanggal 12 Juli 2006

5. Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah pada tanggal 18 September 2006.

2.8 Model Usulan

Demi terlaksananya suatu pelayanan yang baik, maka pelayanan harus memenuhi segala tata aturan, mekanisme dan standar pelayanan tertentu yang berlaku sehingga apa yang diinginkan oleh masyarakat sebagai pelanggan dapat tercapai dan hal tersebut tentunya akan berdampak bagi kepuasan yang diterima oleh pelanggan.

Penulis dalam ini menggunakan Surat

Keputusan (SK) MENPAN No.

25/KEP/M.PAN/7/2004, sebagai pedoman umum penyusunan indeks kepuasan masyarakat unit pelayanan instansi pemerintah, sehingga suatu organisasi/instansi yang memberikan pelayanan jasa harus dapat mengetahui apa yang menjadi keinginan atau kepuasan masyarakat sebagai pelanggan.

Pelayanan dikatakan baik apabila paling tidak memenuhi rasa kepuasan pelanggan, kepuasan tercapai jika pelayanan yang mereka terima dapat melebihi apa yang mereka harapkan. Kepuasan pelayanan merupakan penilaian masyarakat terhadap kinerja pelayanan yang diberikan oleh aparatur penyelenggara pelayanan publik. Kepuasan atau ketidakpuasan (discomfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya atau harapan kinerja lainnya dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya.

Keterkaitan antara kepuasan pelanggan dengan pelayanan publik yang telah diberikan adalah kemampuan pegawai di dalam memberikan pelayanan sesuai dengan tata aturan yang telah

ditetapkan oleh Kep. M. PAN No.

[188] Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah”. Untuk menjelaskan uraian di atas, maka dapat digambarkan kerangka berpikir sebagai berikut :

Berdasarkan rumusan kerangka berpikir di atas, maka penulis mengajukan suatu model pelayanan di bidang perijinan secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut :

Dari sisi penyedia layanan :

Dengan mempertimbangkan fakta yang ada saat ini, dimana pada model/alur perijinan sebelumnya terdapat kebocoran pada tahap pemeriksaan lapangan karena tidak dilakukannya survei ke lokasi/tempat yang sedianya telah ditetapkan sebagai lokasi/tempat yang telah diberi ijin dan

ditemukannya proses tawar-menawar biaya

perhitungan retribusi. Sebagai contoh terdapatnya beberapa nama perusahaan dengan alamat dan lokasi yang sama, kemudian terdapatnya penentuan biaya retribusi di luar ketetapan yang berlaku. Maka penulis berargumen untuk memperbaiki model/alur yang telah ada dengan mengganti alur yang ketiga dari pemeriksaan lapangan menjadi pemeriksaan lapangan dan survey tempat. Kemudian mengganti langkah yang keenam

dengan perhitungan retribusi sesuai dengan dasar hukum yang berlaku agar proses perijinan menjadi steril.

Dari sisi penerima layanan :

Diharapkan sebaiknya penerima layanan sebagai pihak yang mengurus perijinan mematuhi aturan-aturan dan mekanisme pelayanan yang telah ada, tidak melakukan praktek-praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme untuk mempercepat proses pemberian ijin usaha, agar tidak memancing terjadinya kucurangan-kecurangan dari pemberi layanan karena situasi dan kondisi serta kesempatan yang mendukung.

Akhirnya ketika proses evaluasi terhadap kepuasan publik melalui analisis model/alur proses perijinan telah dilakukan, outputnya tentu juga dapat dirasakan meningkat baik bagi KPPT Kabupaten Lebak sebagai pemberi layanan maupun publik atau pun sektor privat sebagai penerima/pengguna layanan. Proses perubahannya dapat digambarkan sebagai berikut :

Perbedaan sebelum dan sesudah adanya KPPT

Sebelum Sesudah

Waktu dan biaya

tidak jelas dan pasti Waktu, biaya jelas

Pungli dianggap

wajar

Dijamin tidak ada pungli

Banyak instansi dan

berurutan profesional Pelayanan yang

Pelayanan yang

buruk transparan dan nyaman Mudah, cepat, III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dibentuknya Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (KPPT) lebak merupakan usaha untuk lebih

mengefisienkan pemanfaatan Sumber Daya

Manusia, pemanfaatan alat (prasarana) dan pemanfaatan keuangan dan pembiayaan. Artinya bahwa pelayanan akan lebih cepat, tepat, murah dan transparan, baik biaya maupun waktu.

Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu merupakan instansi yang tugasnya mengatur proses perizinan dengan menggunakan pola satu pintu yang