• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis dan Kesimpulan

Temuan‐temuan di atas menunjukkan bahwa dengan semangat, keyakinan, dan pemahaman yang benar terhadap tugas dan perannya, guru‐guru di MIN yang diketengahkan ini mampu berbuat dan ber‐ karya yang melampaui hasil yang mungkin diekspektasikan terhadap guru‐guru madrasah kebanyakan (lihat temuan‐temuan internasio‐ nal tentang ini misalnya Geringer, 2003; Hill, 2002). Etos kerja me‐ reka tinggi dan daya improvisasi serta inovasi juga kuat yang mem‐ buat mereka eksepsional sebagai guru profesional. Mereka secara bersama‐sama belajar dan terus belajar untuk meningkatkan kapasi‐

tas mereka. Namun demikian, kualitas seperti ini tidaklah berdiri sendiri. Ada beberapa faktor penting yang ikut berperan meningkat‐ kan mutu profesionalitas guru‐guru pada madrasah ini.

Pertama, sebagaimana dalam temuan‐temuan studi internasio‐ nal, faktor kepemimpinan sekolah (school leadership) menjadi salah satu determinant dalam kesuksesan sekolah dan guru‐gurunya dalam proses pendidikan. Kepemimpinan di sini memang banyak bertumpu kepada kepala sekolah sebagai orchestrator, director, initiator, dan peran‐peran strategis lainnya. Ini juga yang terjadi pada MIN yang sedang kita bahas sekarang. Kepala MIN ini digambarkan sebagai so‐ sok yang cerdas, muda, visioner, partisipatif, dan exemplary atau mampu menjadi model bagi anggota komunitas madrasah yang lain. Keterbukaan dan keadilan dalam proses manajemen madrasah me‐ nimbulkan kepercayaan yang tinggi dari para guru kepada kepala madrasah dan sesamanya. Komunikasi dan koordinasi akhirnya berjalan efektif. Trust itu tidak hanya dari guru kepada kepala mad‐ rasah, akan tetapi juga sebaliknya, dan terlihat dari upaya pende‐ legasian wewenang yang sangat besar kepada para guru dan staf. Peran kepala madrasah yang giat membangun kolaborasi dan kerja sama juga berpengaruh pada semangat para guru. Kepala madrasah mempunyai satu tim khusus untuk hubungan keluar dalam rangka kemitraan dan kolaborasi dengan lembaga mana pun, di samping dia sendiri sebagai inisiator cerdas.

Kedua, fasilitasi dari pemerintah atau organisasi‐organisasi fun‐ ding lainnya dalam menyelenggarakan pelatihan‐pelatihan kepada stakeholder madrasah merupakan determinant lainnya dalam kesuk‐ sesan MIN ini. Paradigma manajemen baru membutuhkan beliefs, mindset, dan values yang baru pula, dan semua ini didapat melalui berbagai upaya pengembangan profesionalisme stakeholder di anta‐ ranya workshop dan pelatihan yang efektif. Perlu dicatat, efektivitas pelatihan ini tidak hanya diukur pada daya serap peserta terhadap materi yang difasilitasi, akan tetapi harus pula diukur pada tahap im‐ plementasi dan proses knowledge management yang terjadi di tem‐ pat kerja (Caldwell & Harris, 2008). Karena itu, fasilitator menye‐ diakan pendampingan kontinu atas upaya peningkatan kualitas te‐ naga pengajar dan stakeholder lainnya, memonitor tahap implemen‐

tasi, dan mendorong terus‐menerus upaya sharing pengetahuan dan keterampilan yang didapat dan dikembangkan. Ketiga, partisipasi orang tua dan masyarakat di MIN ini ditemu‐ kan cukup aktif. Sebagian orang tua dan masyarakat diikutkan pela‐ tihan MBS yang membuat mereka paham akan peran masing‐masing. Selain mekanisme interaksi melalui paguyuban dan patembayan ser‐ ta komite madrasah, mujāhadah (pengajian) yang mengumpulkan orang tua dan masyarakat menjadi daya tarik tersendiri bagi masya‐ rakat yang haus akan spiritualitas. Pada saat inilah informasi kebu‐ tuhan dan perkembangan madrasah disampaikan kepada mereka, dan dari momen ini juga terkumpul dukungan dana dan spiritual bagi pengembangan madrasah dan anak didik. Dukungan spiritual secara khusus biasanya dilakukan bagi siswa‐siswa kelas enam yang akan ikut UN.

Menjadi penting untuk dicatat bahwa pola egalitarian yang di‐ kembangkan oleh madrasah dalam hubungannya dengan orang tua dan masyarakat ternyata mampu menarik simpati dan partisipasi mereka secara luas. Prinsip‐prinsip demokrasi seperti keterbukaan, kejujuran, keadilan, dan akuntabilitas mengemuka dan menjadi ca‐ tatan penting bagi orang tua sehingga mereka tertarik untuk lebih dalam terlibat. Pada satu sisi, madrasah jelas memetik keuntungan dari pola hubungan seperti ini, dan pada sisi lain, terjadi pula proses pembelajaran bagi masyarakat dalam rangka pembentukan civil so‐ ciety melalui keterlibatan masyarakat pada ranah public services (Shatkin & Gershberg, 2007). Ini akan lebih memantapkan proses demokratisasi yang digagas di Indonesia.

Keempat, walaupun minim dan secara sistem politik pemerin‐ tahan dapat dikatakan diskriminatif, bantuan dan dukungan dari Ke‐ menag dan pemerintah daerah tidak bisa dikesampingkan. Kabupa‐ ten di mana madrasah ini berdiri mampu memberikan bantuan yang lumayan besar terhadap madrasah karena keberhasilannya membuat harum nama kabupaten tersebut. Walaupun bantuan itu tidak rutin, tetapi komunitas madrasah merasa diperhatikan dan disemangati. Setahu penulis, tidak banyak pemerintah daerah yang mempunyai perhatian besar terhadap madrasah dengan alasan sistem kebijakan seperti yang diuraikan di awal tulisan ini. Ini sangat bergantung ke‐

pada political will dan bagaimana pemerintah daerah mengkarakteri‐ sasi bantuan tersebut dalam anggaran mereka.

Referensi

Bandur, A. (2008). A Study of The Implementation of School‐Based Ma‐ nagement in Flores Primary Schools in Indonesia. Unpublished PhD, The University of Newcastle, Australia, Newcastle. Bjork, C. (2005). Indonesian Education: Teachers, Schools, and Central Bureaucracy. New York: Routledge. Caldwell, B. J., & Harris, J. (2008). Why Not the Best Schools? What We Learned from Outstanding Schools around the World. Camberwell: ACER Press.

Effendy, B. (2001). Teologi Baru Politik Islam. Yogyakarta: Galang Press.

Geringer, J. (2003). Reflections on Professional Development: To‐ ward High‐Quality Teaching and Learning. Phi Delta Kappan, 84 (5), 373–377.

Hasbullah. (1995). Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta:

Rajawali Pers.

Hill, P. W. (2002). What All Principals Should Know About Teaching and Learning. In M. S. Tucker & J. B. Codding (Editor), The Principal Challenge (hlm. 43–75). San Francisco: Jossey‐Bass. McNeil, L., & Cronnin, D. (2008). Working in Partnership‐‐the Pains

and Gains of Parent‐School Partnership. Paper presented at the Working in Partnership Conference. Hobart:

Parker, L., & Raihani. (2009). Policy Briefs: Governing Madrasah. Canberra: Australia Indonesia Governance Research Partnership (AIGRP) ‐ The Australian National University.

Raihani. (2009). Curriculum Construction in the Indonesian Pesantren. Koln: Lambert Academic Publishing.

Shatkin, G., & Gershberg, A. I. (2007). Empowering Parents and Building Communities: The Roles of the School‐Based Councils in Educational Governance and Accountability. Urban Education, 42(6), 582–615.

Bab 6