• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masalah‐Masalah dalam Kurikulum PAI tentang Pendidikan Pluralisme

Tujuan‐tujuan Kurikulum PAI 2006 sudah disajikan di atas. Di‐ bandingkan dengan kurikulum sebelumnya (1994 & 1999), diturun‐ kan dari tujuan‐tujuan, kurikulum saat ini menentukan kompetensi standar bagi masing‐masing siswa di tiap tingkatan, yang tidak dite‐ mukan dalam Kurikulum 1994 dan 1999 (Departemen Pendidikan Nasional, 2003d). Kompetensi‐kompetensi tersebut mencakup ke‐ mampuan‐kemampuan kognitif, psikomotorik, dan afektif. Akan teta‐ pi, dalam kaitannya dengan pengajaran pluralisme religius, rincian kompetensi dasarnya tidak mencakup aspek‐aspek kemampuan sis‐ wa dalam menghargai perbedaan dan keragaman, dan dalam berin‐ teraksi secara positif dalam masyarakat yang beragam (Departemen Pendidikan Nasional, 2003a, 2003b, 2003c). Lebih jelasnya, tidak ada kompetensi dasar tentang pluralisme dan toleransi dalam Kurikulum PAI tingkat dasar (Departemen Pendidikan Nasional, 2003a). Pada Kurikulum PAI untuk sekolah menengah pertama (SMP/MTs) dan menengah atas (SMA/MA/SMK), salah satu kompetensi dasarnya adalah “membiasakan perilaku terpuji.” Di bawah standar kompe‐ tensi ini disusun tiga kompetensi dasar, yang belum dapat dianggap sudah memenuhi persyaratan suatu perumusan kompetensi yang

baik (Departemen Pendidikan Nasional, 2006a, 2006b). Pada Kuri‐ kulum tingkat menengah pertama, tiga kompetensi dasarnya adalah sebagai berikut: menjelaskan pengertian qanā’ah dan tasāmuḥ; me‐ nampilkan contoh perilaku qanā’ah dan tasāmuḥ; dan membiasakan perilaku qanā’ah dan tasāmuḥ dalam kehidupan sehari‐hari.

Sementara itu, pada Kurikulum PAI untuk tingkat menengah atas, tiga kompetensi dasar dirumuskan sebagai berikut: menjelaskan pe‐ ngertian dan maksud persatuan dan kerukunan; menampilkan con‐ toh perilaku persatuan dan kerukunan; dan membiasakan perilaku persatuan dan kerukunan.

Penting untuk dicatat bahwa kompetensi‐kompetensi yang di‐ sebutkan di atas baik untuk tingkat menengah pertama maupun me‐ nengah atas tercakup dalam materi Akhlak. Hal ini mengindikasikan bahwa pluralisme religius dan toleransi hanya mendapatkan sedikit porsi dari keseluruhan kurikulum. Padahal sebenarnya, pluralisme religius dan toleransi diakomodasi dan dapat dimasukkan dalam proses pengajaran, dalam berbagai materi keislaman seperti Sejarah Islam, Al‐Qur’an, Hadis, Akidah & Akhlak, serta Fikih. Sebagai contoh, pada materi Sejarah Islam, para siswa mempelajari contoh‐contoh sikap toleran Nabi Muhammad saw. dan para sahabatnya. Guru dapat menggunakan pendekatan komparatif dan reflektif untuk mena‐ namkan kesadaran akan pentingnya toleransi dalam hubungan an‐ tarmanusia. Sikap toleran yang dipraktikkan oleh Nabi dan para sa‐ habatnya harus disebutkan dalam membandingkan dengan situasi masyarakat Muslim Indonesia saat ini. Refleksi tentang apa yang terjadi saat ini dalam hal toleransi beragama harus dilakukan dalam pengajaran Sejarah Islam.

Skenario di atas mungkin dilakukan dalam implementasi kuri‐ kulum 2006 karena kurikulum tersebut memberi kewenangan kepa‐ da guru untuk menyusun silabusnya sendiri dan juga pengajaran atau praktik‐praktik instruksional. Dalam menyusun silabus dan instruksi, guru harus mengikuti standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ditentukan dalam kurikulum. Mereka harus menentukan indikator dari setiap kompetensi, dan selanjutnya memilih muatan untuk diberikan pada siswa serta hasil belajar. Jadi, meskipun tidak banyak disebutkan tentang pendidikan pluralisme dan toleransi da‐

lam kurikulum formal, pertanyaan dapat diajukan mengenai bagai‐ mana para guru di Indonesia menyusun kompetensi lebih dari apa yang disebutkan? Lebih jauh lagi, para guru saat ini berada dalam situasi pergeseran paradigma dari sentralis menuju desentralis, yang mengharuskan adanya perubahan‐perubahan pola pikir dan budaya.

Mengenai evaluasi, Kurikulum PAI 2006 menekankan pada pen‐ capaian kompetensi‐kompetensi standar nasional oleh siswa (Depar‐ temen Pendidikan Nasional, 2003b). Dalam evaluasi ini, disarankan untuk menggunakan penilaian berbasis kelas, yang sangat berkaitan dengan taksonomi tujuan‐tujuan: kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kurikulum sekarang ini juga mengingatkan bahwa dalam konteks PAI domain afektif sangat dominan. Karena itu, sistem dan proses pe‐ nilaian harus disusun berdasarkan pentingnya hal tersebut. Bagaima‐ napun, kurikulum PAI 2006 tidak memerinci bagaimana menilai do‐ main afektif kompetensi‐kompetensi tersebut, padahal ia merupakan bagian paling dominan di dalamnya.

Ringkasnya, Kurikulum PAI yang baru dimaksudkan agar siswa mencapai kompetensi‐kompetensi khusus dalam kehidupan agama mereka. Perumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar me‐ rupakan salah satu kelebihan kurikulum ini. Selain itu, kurikulum ini juga memungkinkan guru, dalam porsi besar, untuk menciptakan ini‐ siatif dan mengimplementasikan inovasi‐inovasi dalam kurikulum, serta mendorong mereka untuk menyusun lebih jauh kompetensi‐ kompetensi dasar. Akan tetapi, dalam kaitannya dengan pengajaran pluralisme dan toleransi, kurikulum tersebut tidak banyak menentu‐ kan kompetensi‐kompetensi untuk dicapai oleh siswa. Hal ini tidak kongruen dengan definisi PAI yang memberikan penekanan salah satunya pada perilaku siswa yang pluralis dan toleran. Karena itu, tidak dapat dikatakan bahwa Kurikulum PAI yang baru ini cukup mengakomodasi dan mendukung pluralisme dan toleransi beragama.

Sebagaimana diakui pula dalam kurikulum, PAI pada dasarnya merupakan pengajaran nilai‐nilai moral yang diarahkan untuk mem‐ bangun domain afektif siswa. Akan tetapi, dengan mengadopsi pen‐ dekatan Kurikulum Berbasis Kompetensi pada semua aspek kuri‐ kulum akan membuat pencapaian tujuan‐tujuan PAI menjadi lebih sulit. Hal ini karena tipe kurikulum (berbasis kompetensi) ini pada

dasarnya dan pada mulanya disusun bagi sekolah kejuruan untuk memenuhi kebutuhan siswa agar siap bekerja melalui penentuan kompetensi‐kompetensi. Kompetensi‐kompetensi harus memiliki in‐ dikator‐indikator yang dapat diukur sehingga sistem penilaiannya dapat memberikan informasi yang tepat mengenai pencapaian tuju‐ an‐tujuan dan target‐target kurikulum. Karena itu, kompetensi‐kom‐ petensi itu sebagian besar mencakup aspek‐aspek domain kognitif dan psikomotorik dari tujuan‐tujuan kurikulum, dan sangat sulit diformulasikan untuk mencakup domain afektif.