• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAN PEMBAHASAN OLEH MANAJEMEN

Dalam dokumen PT UBS Securities Indonesia (Halaman 33-61)

Analisis dan pembahasan berikut ini harus dibaca bersama-sama dengan “Ikhtisar Data Keuangan Penting” dan Laporan Keuangan Konsolidasian Perseroan dan Anak Perusahaan untuk tahun-tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2004, 2005, dan 2006 dan periode enam bulan yang berakhir pada tanggal 30 Juni 2006 dan 2007, yang merupakan bagian dari Prospektus ini. Hasil interim dari kegiatan operasional tidak menggambarkan hasil kegiatan operasional untuk seluruh masa tahun buku fiskal.

Pada bulan Maret 2007, Perseroan tidak lagi mengkonsolidasi salah satu anak perusahaannya, PT Barasentosa Lestari, setelah Perseroan melakukan pengikatan dalam perjanjian pembelian saham bersyarat dengan pembeli pihak ketiga. Pada bulan Agustus 2007, Perseroan mengakuisisi 95% saham Jorong dari salah satu pemegang sahamnya dan 5% sisanya dari pemegang saham yang tidak terafiliasi. Lihat “Restrukturisasi Korporasi”. Perseroan yakin bahwa transaksi ini tidak akan memberikan dampak yang signifikan atas hasil kegiatan operasional di masa yang akan datang. Namun, informasi keuangan konsolidasi dibawah ini tidak termasuk Jorong sehingga tidak dapat dibandingkan dengan kondisi keuangan konsolidasi dan hasil kegiatan operasional Perseroan di masa yang akan datang. Lihat catatan dan laporan keuangan Jorong yang disertakan dalam prospektus sebagai tambahan informasi.

UMUM

Perseroan melakukan aktivitas penambangan batubara di propinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan melalui lima anak perusahaannya (termasuk Jorong, diluar Barasentosa) yang memiliki hak untuk melakukan penambangan di enam wilayah kontrak/kuasa pertambangan pertambangan. Perseroan melakukan aktivitas usaha yang terintegrasi di antara anak-anak perusahaannya dengan lingkup rantai operasi mulai dari penambangan batubara, pemrosesan batubara dan operasi infrastruktur terkait, termasuk diantaranya operasi pemuatan batubara ke tongkang (barge loading) dan Terminal Batubara Bontang.

Seluruh pendapatan Perseroan berasal dari penjualan batubara kepada para pelanggan internasional maupun domestik. Di tahun 2004, 2005 dan 2006, penjualan bersih Perseroan mencapai jumlah masing-masing US$314,2 juta, US$476,7 juta dan US$672,8 juta. Di semester pertama 2007, penjualan bersih Perseroan berjumlah US$315,7 juta. Kontrak-kontrak penjualan batubara Perseroan ditagih dan dibayar dalam dolar AS atau dalam mata uang Rupiah setara dengan dolar AS. Laporan keuangan konsolidasian Perseroan dan Anak Perusahaan disajikan dalam mata uang Dolar Amerika Serikat (“Dolar AS” atau “US$”).

Seperti perusahaan pertambangan lainnya, pendapatan Perseroan dipengaruhi oleh fluktuasi harga batubara global dan permintaan batubara. Perseroan memproduksi batubara termal yang dijual kepada para pelanggan dengan kandungan debu (ash) yang rendah, kandungan sulfur yang relatif rendah dan nilai kalori berkisar antara 5.300 kcal/kg dan 7.300 kcal/kg. Batubara yang di jual perseroan banyak dipergunakan untuk sumber tenaga bagi pembangkit listrik tenaga batubara baik di pasar domestik dan internasional. Perseroan dapat mencampur batubara yang diproduksinya untuk menyesuaikan karakteristik kualitas batubara secara keseluruhan dan nilai kalori dari produk batubaranya guna memenuhi permintaan atas kebutuhan spesifik dari para pelanggan.

Dari segi biaya, biaya produksi merupakan biaya utama Perseroan. Guna menjaga profitabilitas dan kesehatan marjin operasi, Perseroan secara berkesinambungan mengevaluasi berbagai cara untuk mencapai tingkat skala ekonomis dan meraih efisiensi operasional. Perseroan yakin telah mencapai daya saing biaya dan efisiensi operasional melalui manajemen dan logistik serta divisi pemasaran yang terpadu dan di masa mendatang akan terus mendapatkan manfaat efisiensi melalui integrasi jaringan infrastruktur dari wilayah-wilayah kontrak/kuasa pertambangan Perseroan yang saling berdekatan.

Dalam rangka Penawaran Umum, Perseroan telah menjadi perusahaan holding dari seluruh kegiatan usaha batubara Banpu di Indonesia. Restrukturisasi perusahaan yang telah dilakukan termasuk akuisisi 100% saham Jorong, akuisisi kepemilikan minoritas di Indominco dan Trubaindo dan pelunasan sebagian pinjaman dari pemegang saham. Secara historis, Jorong belum terkonsolidasi dalam laporan keuangan konsolidasian Perseroan. Untuk mengetahui ulasan singkat mengenai kondisi keuangan dan aktivitas usaha Jorong, lihat “Keterangan Singkat Mengenai Anak Perusahaan”.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN DAN HASIL KEGIATAN

USAHA PERSEROAN

Usaha pertambangan batubara Perseroan dan hasil kegiatan operasional Perseroan dipengaruhi oleh beberapa faktor penting dimana Perseroan yakin faktor-faktor tersebut akan terus mempengaruhi usaha dan hasil kegiatan operasionalnya. Faktor-faktor tersebut, diantaranya, adalah sebagai berikut:

• Permintaan akan batubara dan fluktuasi harga batubara secara global; • Penjualan, harga rata-rata batubara, dan perjanjian dengan pelanggan; • Tingkat produksi;

• Akuisisi, divestasi dan fase perkembangan Anak Perusahaan; • Pungutan ekspor (pada saat ini telah dicabut);

• Fluktuasi harga dan biaya bahan bakar;

• Kesepakatan dengan kontraktor-kontraktor pihak ketiga; • Royalti dan pembayaran lain kepada Pemerintah; • Tingkat hutang dan suku bunga; dan

• Transaksi lindung nilai dan derivatif.

Permintaan dan Fluktuasi Harga Batubara Global

Seluruh informasi yang disajikan dalam bagian ini berasal dari sumber pihak ketiga. Meskipun Perseroan telah mendapatkan ijin untuk menggunakan informasi ini dan berkeyakinan bahwa Perseroan telah melakukan ringkasan yang akurat atas informasi ini untuk digunakan dalam Prospektus ini, informasi tersebut belum diverifikasi secara independen oleh Perseroan atau Agen Penjualan Internasional atau Penjamin Pelaksana Emisi Efek atau para konsultan yang ditunjuk oleh masing-masing pihak tersebut.

Pertumbuhan ekonomi global secara berkesinambungan telah mendorong pertumbuhan permintaan akan sumber daya energi di dunia, dan harga minyak dunia yang tetap tinggi telah menyebabkan kenaikan permintaan akan impor batubara termal. Menurut Barlow Jonker Thermal Coal Market 2006, permintaan akan impor batubara termal meningkat pesat sebesar 9,5% atau 46 juta ton di tahun 2004 dan 7.7% atau 41 juta ton di tahun 2005. Pertumbuhan di tahun 2006 dan 2007 diproyeksikan melambat menjadi masing-masing 3,9% dan 3,1%. Permintaan global akan ekspor batubara diperkirakan akan mencapai 590,8 juta ton dan 609,3 juta ton masing-masing di tahun 2006 dan 2007.

Kawasan Asia Utara merupakan pasar batubara termal terbesar untuk impor, mencakup 84% dari seluruh permintaan impor di Asia dan 45% dari seluruh permintaan impor global di tahun 2005. Proyeksi pertumbuhan ekonomi yang kuat di mayoritas negara Asia Utara diperkirakan akan mendorong permintaan listrik dan terutama batubara termal. Menurut Barlow Jonker Thermal Coal Market 2006, permintaan global akan impor batubara termal diperkirakan akan tumbuh sebesar 150 juta ton dari 568 juta ton di tahun 2005 menjadi 718 juta ton di tahun 2020. Negara-negara Asia Utara terutama Jepang, Korea, Taiwan dan Cina diharapkan akan menyumbang 35% dari proyeksi pertumbuhan tersebut. Cina, sebagai negara yang memproduksi dan mengkonsumsi batubara terbesar di dunia diperkirakan akan memberikan dampak yang signifikan kepada pasar batubara termal, seiring dengan pertumbuhan konsumsi batubara di negara tersebut. Antara tahun 2000 dan 2006, impor batubara termal Cina tumbuh dari 1,9 juta ton ke 26,8 juta ton, sedangkan ekspor meningkat dari 49,1 juta ton menjadi 63,5 juta ton menurut Barlow

Jonker Thermal Coal 2006. Sementara Cina secara netto tetap menjadi negara pengekspor di tahun

2006, tingkat ekspor netto dan dampak pada perdagangan batubara dapat bervariasi tergantung pada pertumbuhan konsumsi batubara, produksi batubara dan kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi ekspor batubara di negara tersebut.

17

Batubara termal adalah komoditas yang sensitif terhadap tingkat biaya produksi, dimana dalam kondisi ekstrim, pergerakan harga batubara yang berada di atas biaya marjinal produksi umumnya akan menyebabkan kelebihan pasokan batubara dalam jangka pendek sehingga dapat menyebabkan turunnya harga batubara di bawah biaya marjinal produksi, dan sebaliknya hal tersebut menyebabkan kondisi beralih menjadi kekurangan pasokan batubara dalam jangka pendek dan dapat menyebabkan naiknya harga batubara. Bagi produsen yang memiliki biaya tinggi pergerakan harga batubara yang di atas atau di bawah biaya marjinal produksinya hanya bersifat sementara. Penentu utama dari harga batubara adalah asumsi keseimbangan antara pasokan dan permintaan batubara dalam jangka pendek, asumsi biaya produksi dalam jangka panjang, produktifitas penambangan batubara dan harga bahan bakar yang kompetitif. Harga batubara termal umumnya tergantung pada tingkat energi yang dapat dihasilkan oleh batubara tesebut, dimana level energi 6.700 kcal/kg, pada kondisi air dried, digunakan sebagai harga referensi, dan penyesuaian akan dilakukan secara pro-rata. Batubara yang dibeli dan dijual di pasar Asia Pasifik kebanyakan dilakukan melalui kontrak berjangka, dimana kontrak tersebut menyebutkan secara spesifik harga dan penyesuaian tahunan yang meliputi harga, kualitas batubara, spesifikasi, volume dan pengaturan pengiriman. Penetapan harga untuk batubara di Indonesia dicapai melalui negosiasi kontrak antara penjual dan pembeli. Penetapan harga yang disepakati tahunan antara perusahan utilitas Jepang (Japanese utilities) dan produsen Australia, yang biasanya digunakan sebagai harga referensi, kurang relevan bagi batubara Indonesia. Batubara Indonesia secara umum tidak dapat disandingkan dengan batubara dari Australia karena perbedaan karakteristik kualitas serta kandungan energi, dan oleh karenanya harga batubara Indonesia umumnya ditetapkan pada tingkat yang lebih rendah dari harga batubara Australia. Harga jual batubara Perseroan umumnya ditentukan secara negosiasi berdasarkan antara lain kualitas dan volume yang dibeli, dengan mengacu kepada indeks internasional tertentu, seperti Barlow Jonker Asian Index dan API 4 Index, dimana termasuk di dalamnya mekanisme penyesuaian harga.

Untuk informasi mengenai harga dan tren harga pasar batubara lihat “Industri Pertambangan”.

Penjualan bersih, Harga Rata-Rata Batubara dan Perjanjian dengan Pelanggan

Penjualan Perseroan merupakan fungsi dari volume dan harga rata-rata batubara yang dijual. Walaupun harga batubara secara umum dipengaruhi oleh harga global komoditas batubara, volume dan harga batubara yang dijual Perseroan juga ditentukan oleh kontrak-kontrak dengan para pelanggan. Harga penjualan Perseroan juga dipengaruhi oleh kualitas batubara yang dijual. Batubara dengan kualitas tinggi dapat memberikan harga penjualan premium. Tabel berikut berisi informasi mengenai volume penjualan, penjualan bersih dan harga rata-rata per ton Perseroan untuk periode-periode seperti tercantum: (dalam juta ton) 30 Juni 31 Desember

2007 2006 2006 2005 2004

Volume Penjualan

Indominco 6,0 5,2 11,6 8,8 8,3

Trubaindo 1,9 1,6 4,3 1,5

-Kitadin (Embalut and Tandung Mayang) 0,1 0,5 1,9 1,7 2,1

Eliminasi (0,7) (0,6) (1,7) (1,6) (0,5)

Total volume penjualan (diluar Jorong) 7,3 6,7 16,1 10,4 9,9

Jorong(1) 1,5 1,6 3,2 3,1 2,9

(dalam jutaan US$) Penjualan bersih:

Indominco 260,6 218,0 486,4 406,7 264,8

Trubaindo 79,0 67,1 182,1 74,3

Kitadin (Embalut and Tandung Mayang) 3,6 15,3 62,3 58,8 57,2

Eliminasi (30,7) (20,3) (64,5) (68,0) (12,7)

Penjualan bersih (diluar Jorong) 312,5 280,1 666,3 471,8 309,3

Jorong(1) 29,6 35,9 66,5 62,8 52,3

(dalam jutaan US$/ton) Harga jual rata-rata per ton (diluar Jorong)(2) 42,8 41,8 41,4 45,4 31,2 Harga jual rata-rata per ton (Jorong)(2) 19,7 22,4 20,8 20,5 18,0 Catatan: (1) Termasuk penjualan kepada Indominco, Trubaindo dan Kitadin sejumlah US$0,5 juta dan US$3,5 juta masing-masing pada tahun 2006 dan semester pertama tahun 2007 dan pembelian dari Indominco dan Trubaindo sejumlah US$5,8 juta, US$6,5 juta, US$6,3 juta dan US$ nihil masing-masing di tahun 2004, 2005, 2006 dan semester pertama tahun 2007. Transaksi pembelian dan penjualan tersebut timbul sebagai kebijakan Perseroan dalam melakukan proses pencampuran batubara (lihat Bab X Kegiatan dan Prospek Usaha Perseroan dan Anak Perusahaan mengenai proses Pencampuran Batubara).

(2) Harga penjualan rata-rata per ton dihitung dengan membagi penjualan (kecuali jasa) dengan volume penjualan untuk periode tertentu.

Harga rata-rata penjualan Perseroan mengalami penurunan di tahun 2006 dibandingkan tahun 2005, meskipun harga global batubara mengalami peningkatan dalam periode yang sama. Perseroan berkeyakinan bahwa hal ini disebabkan terutama oleh pengikatan kontrak penjualan batubara dan penentuan harga jual untuk sebagian dari produksinya di tahun 2006 pada akhir tahun 2005 dimana harga global batubara berada pada posisi terendah pada tahun tersebut, dan juga disebabkan oleh perubahan product mix Indominco dari nilai rata-rata kalori 6.700 kcal/kg di tahun 2005 ke nilai rata-rata kalori 6.300 kcal/kg. Harga rata-rata di semester pertama 2007 lebih tinggi dibandingkan dengan semester pertama 2006 terutama sebagai akibat dari kenaikan harga pasar batubara dunia. Tetapi, penurunan harga rata-rata di Jorong pada semester pertama 2007 dibandingkan dengan semester pertama 2006 disebabkan pada tahun 2006, Jorong mencampurkan sebagian produksi batubaranya dengan batubara yang diproduksi di wilayah kontrak Trubaindo (menyebabkan kenaikan tingkat kualitan batubara dan harga), sedangkan pada semester pertama tahun 2007, Jorong tidak mencampuran produksi batubaranya. Perseroan berkeyakinan bahwa kombinasi kontrak penyediaan batubara jangka pendek, menengah dan panjang lebih dapat memberikan kestabilan dan kepastian akan penjualan dan arus kas. Secara umum harga penjualan batubara ditentukan berdasarkan analisa pasar (market intelligence) dan referensi indeks harga internasional ketika perjanjian dinegosiasikan, dengan melihat pada faktor-faktor lain seperti kualitas energi yang terkandung dalam batubara yang dijual dan persyaratan pengiriman. Untuk semester pertama yang berakhir tanggal 30 Juni 2007, Perseroan telah memiliki komitmen untuk menjual 15,5 juta ton batubara kepada beberapa pembeli dan akan dikirimkan secara periodik sepanjang tahun 2007 dan tahun 2008. Perseroan memiliki kebijakan untuk membuat perjanjian pasokan batubara yang mencakup sekurang-kurangnya 50% dari ekspektasi volume penjualan tahunan sebelum dimulainya setiap tahun kalender, dimana sisa dari pasokan batubara diperjanjikan sebelum akhir dari kuartal pertama dalam suatu tahun fiskal.

Tingkat Produksi

Penjualan bersih Perseroan merupakan fungsi dari volume dan harga batubara yang diproduksi dan dijual. Volume produksi batubara bergantung pada perencanaan penambangan dan manajemen transportasi batubara (coal transport management)dari area tambang ke fasilitas muat (loading facilities). Selanjutnya, kondisi cuaca memberikan dampak yang signifikan pada kegiatan operasional pertambangan di Kalimantan. Secara umum, musim kemarau terjadi pada triwulan kedua dan ketiga setiap tahun, dimana musim hujan, yang umumnya menghambat produksi, terjadi antara bulan Nopember dan April. Produksi batubara Perseroan juga bergantung pada kinerja kontraktor penambangan batubara di wilayah kontrak/kuasa pertambangan Perseroan. Pada tahun 2004, 2005, 2006 dan semester pertama tahun 2007, volume produksi batubara Perseroan (tidak termasuk Jorong) masing-masing adalah 9,8 juta ton, 10,8 juta ton, 16,3 juta ton dan 6,7 juta ton.

Tabel berikut ini menjelaskan total produksi pada setiap wilayah pertambangan Perseroan dalam periode sebagaimana tercantum:

(dalam juta ton) 30 Juni 31 Desember

2007 2006 2006 2005 2004

Indominco 5,1 4,8 10,3 7,7 7,9

Trubaindo 1,6 1,6 4,4 1,5

-Kitadin Embalut - 0,6 1,6 1,6 1,8

Kitadin Tandung Mayang - - - - 0,1

Total produksi (diluar Jorong) 6,7 7,0 16,3 10,8 9,8

Jorong 1,4 1,5 3,3 3,1 2,7

Total produksi (termasuk Jorong) 8,1 8,5 19,6 13,9 12,5

19

Akuisisi, Divestasi dan Fase Pengembangan Anak Perusahaan

Perseroan telah meningkatkan volume produksi dan penjualan melalui dua cara yaitu melalui akuisisi wilayah kontrak/kuasa pertambangan baru dan mengembangkan wilayah kontrak/kuasa pertambangan yang ada. Perseroan juga melakukan divestasi pada anak perusahaan tertentu atau tidak melanjutkan produksinya di wilayah tertentu, yang mana berdampak pada produksi, volume penjualan dan biaya. Perseroan mengambil alih Bharinto pada bulan Januari 2004 dan Jorong pada bulan Agustus 2007. Perseroan tidak lagi mengkonsolidasikan Barasentosa sejak bulan Maret 2007 setelah Perseroan menandatangani conditional sale and purchase of shares agreement dengan pembeli pihak ketiga.Lihat “Sejarah dan Restrukturisasi Korporasi”. Bharinto dan Barasentosa belum memulai produksi ketika masing-masing diakuisisi dan dijual, dan Perseroan yakin transaksi tersebut tidak memberikan dampak material pada keseluruhan kegiatan operasional konsolidasi Perseroan. Jorong, yang telah berproduksi sebanyak 3 juta ton batubara pertahun, akan mempengaruhi keseluruhan kegiatan operasional Perseroan di masa mendatang, namun tidak akan tergambar pada laporan keuangan Perseroan secara historis. Lihat “Sejarah dan Restrukturisasi Korporasi”.

Dari keenam wilayah kontrak/kuasa pertambangan Perseroan, Indominco, Kitadin dan Jorong telah memasuki tahap eksploitasi pada tahun 2004, 2005, 2006 dan semester pertama tahun 2007. Trubaindo memulai operasi komersial penuh pada bulan Juni 2005, yang berdampak pada tingkat produksi serta harga pokok penjualan dan biaya Perseroan. Bharinto belum berproduksi dan masih dalam proses persiapan untuk memulai tahap konstruksi berdasarkan PKP2B. Kegiatan penambangan di Kitadin Embalut ditangguhkan pada bulan Desember 2006 dan Perseroan menghentikan aktivitas penambangan di wilayah kuasa pertambangan Kitadin Tandung Mayang pada tahun 2004. Lihat “Kegiatan dan Prospek Usaha Perseroan—Ijin-ijin Penambangan Batubara” dan “Kegiatan dan Prospek Usaha Perseroan— Kegiatan Penambangan dan Kontrak Penambangan” untuk keterangan lebih lanjut mengenai berbagai macam kegiatan penambangan Perseroan.

Untuk mempertahankan tingkat produksinya, Perseroan saat ini sedang mengeksplorasi cadangan-cadangan batubara di wilayah-wilayah kontrak Indominco, Trubaindo dan Kitadin Tandung Mayang. Perseroan akan melanjutkan kegiatan penambangan di daerah kuasa pertambangan Kitadin Tandung Mayang pada tahun 2008. Selain itu, Perseroan juga mempertimbangkan kemungkinan penambangan bawah tanah dalam wilayah kontrak Indominco. Perseroan telah selesai melakukan studi kelayakan pada wilayah kontrak Bharinto, dan dengan diselesaikannya tahap konstruksi berbagai macam infrastruktur pertambangan nanti, Perseroan akan memulai tahap eksploitasi di wilayah kontrak Bharinto pada tahun 2009.

Biaya pengembangan infrastruktur pada beberapa wilayah kontrak/kuasa pertambangan dicatat sebagai penambahan aktiva tetap dan biaya yang terkait dengan eksplorasi dan pengembangan dicatat sebagai biaya eksplorasi dan pengembangan yang ditangguhkan. Biaya eksplorasi dan pengembangan yang ditangguhkan diamortisasi setelah produksi di wilayah terkait dimulai atau dihapus-bukukan apabila Perseroan menetapkan bahwa produksi di wilayah tersebut tidak menguntungkan secara komersial. Lihat “Kebijakan Akuntansi yang Penting—Biaya Eksplorasi dan Pengembangan yang Ditangguhkan”.

Pungutan Ekspor

Pada tanggal 11 Oktober 2005, Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 95/ PMK.02/2005 yang mewajibkan pungutan ekspor atas batubara yang diekspor dari Indonesia. Pungutan tersebut setara 5.0% dari total volume batubara yang diekspor Perseroan pada harga yang ditetapkan Pemerintah. Pungutan ekspor berlaku efektif sejak bulan Oktober 2005 dan dicabut pada bulan Oktober 2006, setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan No. 100/PMK.02/2006. Sebagai akibat dari adanya pungutan ekspor, Perseroan mencatat biaya dalam beban penjualan masing-masing sejumlah US$3,8 juta dan US$15,4 juta pada tahun 2005 dan 2006.

Fluktuasi Harga dan Biaya Bahan Bakar

Harga bahan bakar merupakan faktor penting dalam hasil kegiatan usaha Perseroan. Setiap peningkatan harga bahan bakar berdampak pada biaya Perseroan dalam tiga hal: (i) meningkatkan biaya penambangan yang dibebankan oleh kontraktor pertambangan, (ii) meningkatkan biaya bahan bakar dan minyak yang digunakan pada kegiatan pemrosesan batubara, dan kegiatan usaha di Terminal Batubara Bontang dan (iii) meningkatkan biaya transportasi batubara dengan menggunakan tongkang. Harga bahan bakar Perseroan secara umum mengikuti harga domestik bahan bakar yang dipublikasi oleh Pertamina, Wilayah Pemasaran I, dimana harga tersebut telah meningkat sejak tahun 2004. Harga bahan bakar di Indonesia meningkat secara signifikan pada semester kedua tahun 2005 sebagai akibat dari dihapuskannya subsidi Pemerintah. Selain itu, biaya bahan bakar Perseroan meningkat seiring dengan meningkatnya produksi. Sebagai contoh, pada tahun 2005 dan 2006, terjadi peningkatan biaya bahan bakar dan minyak Perseroan ketika Trubaindo memulai tahap produksi komersialnya. Karena lokasinya, Trubaindo terpengaruh secara signifikan oleh kenaikan harga bahan bakar, dimana Trubaindo harus melakukan pengangkutan dengan memakai tongkang dari wilayah kontrak Trubaindo ke terminal-terminal bongkar muat yang ditentukan atau area pengiriman lainnya, yang berjarak sekitar 479 kilometer sampai 655 kilometer dari wilayah kontrak.

Kesepakatan dengan Kontraktor-Kontraktor Pihak Ketiga

Perseroan menunjuk kontraktor pertambangan untuk melaksanakan berbagai macam jasa kontraktor pertambangan di setiap wilayah kontrak/kuasa pertambangan. Kontraktor yang ditunjuk Perseroan melakukan kegiatan operasional termasuk overburden removal (yang dibayar berdasarkan volume

overburden yang dipindahkan dan jarak pemindahannya), penambangan batubara, pengangkutan

batubara dan backfilling yang merupakan bagian dari aktivitas reklamasi pertambangan. Pada umumnya Perseroan melakukan kontrak penambangan dan pengangkutan batubara non-eksklusif jangka panjang (non-exclusive, multi-year contract) dengan setiap kontraktor. Setiap kontraktor pertambangan harus menyediakan personalia/manajer (key management personnel) yang penting dibutuhkan dalam manajemen penambangan untuk mengatur kegiatan usaha penambangan dan para pekerja yang mempunyai kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan jasa penambangan sesuai dengan setiap perjanjian kontraktor pertambangan. Setiap kontraktor pertambangan juga harus menyediakan semua peralatan dan modal kerja yang cukup untuk melakukan kegiatan operasional penambangan pada tingkat produksi yang diminta. Perseroan berkeyakinan bahwa penggunaan jasa kontraktor pertambangan dapat mengurangi belanja modal dan modal kerja yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan. Setiap kontraktor pertambangan sejak jauh hari mendapatkan jadual produksi dan disyaratkan untuk mencapai target produksi Perseroan.

Biaya penambangan merupakan komponen terbesar dalam biaya produksi dan merupakan 52,3%, 54,3%, 47,7% dan 44,4% dari harga pokok penjualan, masing-masing pada tahun 2004, 2005, 2006 dan semester pertama tahun 2007.

Royalti/Iuran Eksploitasi dan Pembayaran Lain Kepada Pemerintah

Berdasarkan PKP2B, Pemerintah berhak atas 13,5% dari produksi batubara setiap Anak Perusahaan. Seperti disyaratkan oleh Pemerintah, Perseroan memasarkan dan menjual seluruh produksi batubara yang dihasilkan Anak Perusahaan dan membayar 13,5% dari hasil penjualan, setelah dikurangi beban penjualan dan biaya administrasi yang disepakati, kepada Pemerintah. Berdasarkan Kuasa Pertambangan, Pemerintah memungut Iuran Eksploitasi antara 5% sampai dengan 7% dari harga batubara (tergantung kualitas kalori batubara) yang dijual Perseroan pada fasilitas terakhir yang dimilikinya. Pembayaran kepada Pemerintah akan dicatat sebagai “Royalti”, dalam kaitannya dengan PKP2B dan “Iuran Eksploitasi” dalam kaitannya dengan Kuasa Pertambangan dalam harga pokok penjualan dalam laporan keuangan Perseroan. Selain royalti yang dibayarkan kepada Pemerintah, Perseroan diwajibkan membayar iuran tahunan dan iuran tengah tahunan lainnya kepada Pemerintah berdasarkan Ijin Pertambangan Batubara. Lihat “Kegiatan dan Prospek Usaha Perseroan–Ijin Pertambangan Batubara”.

21

Tingkat Hutang Dan Suku Bunga

Perseroan memiliki riwayat hutang dalam bentuk pinjaman intercompany dan pinjaman dari Bank dan juga bergantung pada bantuan keuangan dari induk perusahaan, Banpu dan Banpu Minerals (Singapore) Pte Ltd, perusahaan holding, untuk mendanai kegiatan usaha dan modal kerja. Tabel berikut ini menjelaskan keseluruhan posisi hutang konsolidasi Perseroan.

(dalam jutaan US$) 30 Juni 31 Desember

2007 2006 2005 2004

Pinjaman Jangka Pendek 49,1 14,1 12,2 1,0

Pinjaman Jangka Panjang 153,9 135,5 128,3 135,9

Seiring dengan meningkatnya suku bunga, tingkat suku bunga hutang Perseroan meningkat selama jangka waktu yang tersebut di atas. Perseroan mencatat beban bunga sebesar US$3,2 juta, US$5,8 juta, US$12,2 juta dan US$5,5 juta, masing-masing pada tahun 2004, 2005, 2006 dan semester pertama

Dalam dokumen PT UBS Securities Indonesia (Halaman 33-61)