• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Menentukan Khasiat dan Keamanan Ekstrak Terstandar

3. Analisis Kelayakan Finansial Terhadap Produk Ekstrak Terstandar

Agar supaya rancangan proses untuk mengetahui kelayakan produk yang dihasilkan dapat dilakukan tingkat kelayakannya untuk dikembangkan dan diterapkan lebih jauh, diperlukan analisis evaluasi kelayakan finansial. Menurut Sutedjo (1990) analisis finansial dapat memberi gambaran tentang struktur permodalan bagi perusahaan yang mencakup seluruh kebutuhan modal untuk dapat melaksanakan aktivitas mulai dari perencanaan sampai pabrik beroperasi. Kemudian dilakukan penilaian aliran dana yang diperlukan dan kapan dana tersebut dapat dikembalikan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan serta apakah proyek tersebut menguntungkan atau tidak.

Analisis kelayakan finansial yang umumnya dilakukan terhadap pengembangan proses meliputi : Net Present Value (NVP), Internal Rate of Return (IRR), Profitability Index (PI), Payback Period (PBP), serta analisis sensitivitas yang memberi nilai tambah dari produk yang dikaji.

Evaluasi kelayakan finansial dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sampai seberapa jauh industri pengolahan ekstrak terstandar sebagai obat pencahar yang berbahan baku simplisia biji kamandrah mempunyai prospek dikembangkan berdasarkan aspek finansial. Menurut Sutedjo (1990) evaluasi aspek finansial dilakukan untuk memperkirakan jumlah dana yang diperlukan, baik untuk dana tetap maupun modal kerja awal. Selain itu asfek finansial mengkaji struktur pembiayaan serta sumber dana yang menguntungkan, sumber dana modal yang digunakan, beberapa bagian jumlah kebutuhan dana itu yang wajar untuk dibiayai dengan pinjaman dari

pihak ketiga serta dari mana sumbernya dan berapa besarnya. Dengan demikian perlu dilakukan pengkajian finansial menggunakan beberapa asumsi sebagai berikut :

(a). Industri ekstrak terstandar dalam kapsul sebagai bahan pencahar diperkirakan berkapasitas olah sebesar 2.850.720 kg/bulan simplisia per hari atau setara dengan 34.208.640 kg per tahun.

(b). Pembelian simplisia biji kamandrah diperhitungkan sebesar Rp. 12.000,- per kg. (c). Harga pokok produksi ekstrak terstandar dalam kapsul adalah Rp 140,-/biji kapsul

(@ 45 per 250 mg), sedangkan harga beli pabrik ekstrak terstandar dalam kapsul dengan margin laba 40% adalah Rp 200,-/biji kapsul (@ 250 mg).

(d).Umur ekonomis proyek ditetapkan selama 10 tahun berdasarkan umur ekonomi investasi mesin dan peralatan. Dengan asumsi umur ekonomis bangunan selama 20 tahun, untuk mesin, peralatan dan fasilitas selama 10 tahun; dan kendaraan 5 tahun. (e).Tingkat produksi pada tahun pertama 80%, pada tahun kedua 90% dari total

produksi yang direncanakan. Pada tahun ketiga dan tahun berikutnya produksi mencapai 100% dari total produksi yang direncanakan.

(f). Biaya administrasi dalam menjalankan perusahaan dihitung 2% dari nilai investasi. (g).Besarnya residu proyek yang dikerjakan pada tahun ke-10 merupakan nilai buku

pada tahun tersebut.

(h).Modal investasi maupun modal kerja bersumber dari pinjaman bank dan equity

dengan debt equity ratio sebesar 60 : 40.

(i). Pinjaman bank dengan suku bunga per tahun sesuai dengan saat perhitungan yaitu 18 % berlaku baik kridit investasi maupun kridit modal kerja yang berlaku pada saat itu. Bunga masa kontruksi dibebankan pada tahun-tahun berikutnya.

(k).Perhitungan penyusutan mesin dan peralatan, bangunan dan fasilitas produksi menggunakan straight-line method, salvage value sebesar 10% nilai awal.

(l). PPh (pajak penghasilan) disesuaikan dengan peraturan pemerintah tentang pajak pendapat badan usaha dan perseroan. Besarnya pajak yang dibayar berdasarkan SK MenKeu RI No.598/KMK.04/1994 Pasal 21 bahwa apabila pendapat hasil industri mengalami kerugian maka tidak dikenakan pajak, namun apabila pendapatan pertahun kurang dari Rp.25.000.000,- akan dikenakan pajak 10%. Apabila pendapatan berada pada kisaran Rp.25.000.000,- s/d Rp.50.000.000,- akan dikenakan pajak 10% dari Rp.25.000.000,- yang pertama dan ditambah 15% dari pendapatan yang telah dikurangi Rp.25.000.000,-. Apabila pendapatan berada diatas Rp.50.000.000,- maka dikenakan pajak 10% dari Rp.25.000.000,- ditambah 15% dari Rp.25.000.000,- dan ditambah lagi 30% dari pendapatan yang telah dikurangi Rp.50.000.000,-

(m).Waktu pembayaran kredit investasi dilakukan 1 tahun setelah akad kridit dengan besarnya cicilan diperhitungkan sama setiap tahunnya.

(n). Perhitungan biaya pemeliharaan 2% dari nilai investasi peralatan yang digunakan untuk menghasil produk.

(o).Biaya pemasaran dan promosi dipandang perlu untuk meningkatkan omzet penjualan, biaya yang dikeluarkan sebanyak 35% dari harga jual produk.

(p). Kenaikan upah tenaga kerja juga diperhitungkan sebanyak 4,5% setiap tiga tahun. (r). Harga bahan baku biji kamandrah, peralatan dan lainnya didasarkan pada harga

saat dilakukan perhitungan yaitu pada akhir bulan Nopember - Desember 2007. (s). Evaluasi kelayakan finansial yang dilakukan untuk mengkaji sampai seberapa jauh

prospek produk yang dihasilkan berupa industri jamu pencahar hasil ekstrak terstandar yang berbasis ekstrak biji kamandrah, dalam periode waktu tertentu yang meliputi Net Present Value (NVP), Internal Rate of Return (IRR), Profitability Index (PI), Payback Period (PBP), serta analisis sensitivitas yang memberi nilai tambah dari produk yang dikaji. Hasil perhitungan dan evaluasi kelayakan finansial yang dilakukan untuk

mengkaji sampai seberapa jauh prospek produk yang dihasilkan dapat jelaskan sebagai berikut :

Penentuan Harga Pokok Produksi

Harga pokok produk (HPP) ekstrak terstandar dalam kapsul ditentukan dengan metode Full costing sehingga diperoleh HPP dari produk ekstrak terstandar dalam kapsul adalah Rp. 140,-/biji dalam botol yang berisi @ 45 biji (250 mg/biji). Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 55.

Proyeksi Penjualan Produk

Pendirian industri ekstrak terstandar dalam kapsul yang berbasis ekstrak biji kamandrah direncanakan dengan kapasitas produksi 196.005.000 kg per tahun. Tingkat produksi pada tahun I 80% (156.804.000), pada tahun II 90% (176.404.500), dan tahun berikutnya berproduksi 100%. Pada tahun I proyeksi penjualan mencapai Rp 30.382.578,- tahun ke-II Rp.34.180.395,- dan tahun berikutnya berturut-turut Rp.37.978.216,-. Proyeksi penjualan produk dari tahun 1 sampai ke-10 disajikan pada Lampiran 57.

Proyeksi Arus Kas

Sumber dana dari proyeksi aliran kas disusun berdasarkan pertimbangan rugi laba dari penerimaan penjualan produk dan penyusutan. Aliran dana dapat berguna dalam pembiayaan operasional industri pengolahan ekstrak terstandar dalam kapsul, seperti pada Lampiran 58.

Proyeksi Laba Rugi

Penentuan proyeksi laba rugi digunakan untuk menentukan tingkat profitabilitas suatu proyek dalam hal ini industri berbasis jamu. Secara umum industri ekstrak terstandar dalam kapsul yang berbasis ekstrak biji kamandrah yang direncanakan memberikan proyeksi yang signifikan, hal ini terbukti dengan kenaikan laba yang positif. Pajak penghasilan dihitung berdasarkan UU No. 17 tahun 2000.

Laba bersih dihitung dengan pengurangan PPh atas laba sebelum pajak. Proyeksi laba rugi seperti pada Lampiran 59.

Penentuan Kelayakan Proyek

Penentuan kelayakan rencana pendirian industri ekstrak terstandar dalam kapsul yang berbasis ekstrak biji kamandrah dilakukan berdasarkan proyeksi neraca parameter kelayakan proyek antara lain IRR, PBP, NPV, Net B/C dan BEP serta analisis sensitivitas terhadap proyek yang akan didirikan.

Dari hasil proyeksi neraca pada beberapa parameter kelayakan proyek industri ekstrak terstandar dalam kapsul yang berbasis ekstrak biji kamandrah yang meliputi

NVP, IRR, PI dan PBP dapat disimpulkan bahwa industri ekstrak terstandar dalam kapsul yang berbasis ekstrak biji kamandrah, mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan lebih lanjut.

Internal Rate Return (IRR)

Menurut Sutojo (1993) Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat suku bunga (discount rate) modal yang mengakibatkan nilai sekarang (NPV) dari aliran uang suatu proyek sama dengan nol. Nilai Internal Rate of Return (IRR) didasarkan atas kriteria layak jika nilai IRR lebih besar dari pada suku bunga yang sedang berlaku.

Dari hasil perhitungan bahwa nilai Internal Rate of Return (IRR) melebihi suku bunga Bank yang berlaku (18%), sedangkan nilai IRR mencapai 63.4%, artinya untuk memperoleh NPV=0 (pulang pokok) tingkat pengembalian investasi per tahun yang harus dicapai adalah 44%. Hasil perhitungan Nilai Internal Rate of Return (IRR) disajikan pada Lampiran 60.

Pay Back Period (PBP)

Nilai Payback Period (PBP) atau periode waktu pada saat akumulasi pendapatan besarnya sama dengan dana yang dikeluarkan, yang dihitung pada nilai

sekarang (present value), dimana nilai PBP industri ekstrak terstandar dalam kapsul yang berbasis ekstrak biji kamandrah adalah selama 2,0 tahun.

Nilai Net Present Value (NPV)

Nilai Net Present Value (NPV) proyek pendirian industri ekstrak terstandar dalam kapsul yang berbasis ekstrak biji kamandrah, mempunyai nilai yang positif yaitu Rp. 19.715.566.000-, dengan tingkat suku bunga 18%. Hal ini mengidentifikasikan bahwa proyek yang dibangun layak untuk dilanjutkan. Menurut Gray et al. (1992), bahwa kriteria kelayakan apabila nilai NPV≥ 0.

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Nilai Net B/C merupakan rasio antara jumlah present value yang positif dengan jumlah present value yang negatif. Kriteria kelayakan proyek, jika Net B/C > 1 atau = 1 dan tidak layak jika Net B/C < 1. Dari hasil perhitungan, Net B/C pada industri ekstrak terstandar dalam kapsul yang berbasis ekstrak biji kamandrah dengan nilai 3,9, artinya industri ekstrak terstandar dalam kapsul yang berbasis ekstrak biji kamandrah layak untuk dikembangkan.

Break Event Point (BEP)

Perhitungan Break Event Point (BEP), jika jumlah hasil penjualan produk pada satu periode tertentu sama dengan jumlah biaya yang dibebankan, sehingga proyek tersebut tidak mengalami kerugian juga tidak memperoleh laba. Dari hasil perhitungan

Break Event Point (BEP), pendirian industri ekstrak terstandar dalam kapsul yang berbasis ekstrak biji kamandrah pada kapasitas produksi adalah sebesar Rp.3.205.057.000,- atau sebesar 11% dari nilai penjualan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa 89% pendapatan merupakan keuntungan bagi industri yang didirikan. Titik ini tercapai pada saat produksi sebesar 661.650 botol @45 biji kapsul pencahar per tahun. Menurut Sotojo (1993), suatu proyek dikatakan impas (break event) jika

jumlah hasil penjualan produk pada satu periode tertentu sama dengan jumlah biaya yang ditanggung, sehingga proyek tersebut tidak mengalami kerugian juga tidak memperoleh laba. Perhitungan Break Event Point (BEP) disajikan pada Lampiran 61. Lebih jelasnya hasil perhitungan kriteria investasi pendirian industri ekstrak terstandar sebagai obat pencahar yang berbasis ekstrak biji kamandrah disajikan pada Tabel 20. Tabel 20. Kriteria Kelayakan Investasi Pendirian Industri Ekstrak Terstandar yang

Bersumber dari Ekstrak Biji Kamandrah

No. Kriteria Investasi Nilai

1. NPV (Rp) 19.715.566.000,- 2. IRR (%) 63.4 3. Net B/C 3.9 4. PBP (tahun) 2.0 5. BEP (Rp) 3.205.057.000,- 4.3. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat kepekaan proyek terhadap penurunan harga jual produk atau kenaikan biaya bahan baku, input dan utilitas. Menurut Gray (1992), analisis sensitivitas diperlukan untuk mengantisipasi kemungkinan kesalahan dalam menilai biaya atau manfaat serta untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi perubahan suatu unsur harga pada saat proyek tersebut dilaksanakan. Perubahan yang mungkin terjadi adalah kenaikan dalam biaya konstruksi (cost over run), perubahan dalam harga hasil produksi, terjadi penurunan pelaksanaan pekerjaan, dan lain-lain.

Perhitungan analisis sensitivitas disajikan pada Lampiran 62, 66 dan 70, sedangkan hasil analisis sensitivitas pendirian industri ekstrak terstandar yang bersumber dari ekstrak kamandrah disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21. Hasil Analisis Sensitivitas Pendirian Industri Ekstrak Terstandar yang Bersumber dari Ekstrak Biji Kamandrah

No. Kriteria Investasi

Kenaikan Harga Bahan Baku, Input

dan Utilitas 10 %

Kenaikan Harga Bahan Baku, Input

dan Utilitas 15% Penurunan Harga Jual 10% 1. NPV (Rp) 3.564.280.00-, 8.591.957.000-, 3.030.153.00-, 2. IRR (%) 28,8 41,0 24,5 3. Net B/C 1,53 2,3 1,45 4. PBP (tahun) 5,8 3,6 6,3

Hasil analisis sensitivitas pada Tabel 21, diketahui kondisi biaya operasional industri ekstrak terstandar yang bersumber dari ekstrak biji kamandrah layak dikembangkan. Pada kondisi biaya operasional meningkat 15% (Lampiran 66) dan pendapatan menurun 10% (Lampiran 70), masih layak dengan nilai NVP positif, IRR

melebihi suku bunga Bank, dan Net B/C lebih dari satu.

Kondisi lain bilamana investasi meningkat 10% akibat kenaikan nilai tukar dolar terhadap rupiah bila industri tersebut tidak dibangun sekarang tetapi mungkin pada saat nilai dolar meningkat 10% dari saat perhitungan (per Desember 2007), masih tetap layak dikembangkan. Hal ini terlihat dari nilai NPV yang positif, IRR yang lebih besar dari suku bunga Bank yang berlaku yaitu mencapai 28,8% serta nilai Net B/C

yang lebih besar dari satu.

Mengingat perhitungan yang digunakan pada analisis ini hanya menggunakan satu jenis produk dari satu simplisia, maka maka industri ini akan lebih efektif bila menggunakan beberapa simplisia dengan kombinasi beberapa produk yang dihasilkan. Dengan demikian efesiensi penggunaan tenaga kerja, proses produksi dan kapasitas mesin akan dapat lebih optimal. Pada akhirnya akan berpengaruh terhadap jangka waktu pengembalian investasi (PBP) tentunya akan lebih cepat, sehingga keuntungan akan lebih cepat pula diperoleh.

A. Kesimpulan