• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Menentukan Khasiat dan Keamanan Ekstrak Terstandar

1. Uji Khasiat Hasil Ekstrak Sebagai Bahan Laksatif

Konstipasi atau sembelit adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan kesulitan defekasi. Keadaan ini merupakan problem yang cukup serius karena semua sisa hasil proses pencernaan di saluran pencernaan termasuk metabolik yang membahayakan tubuh tidak bisa dikeluarkan, sehingga dapat membahayakan kesehatan tubuh.

Banyak senyawa yang mempunyai efek melancarkan defekasi dengan berbagai macam mekanismenya. Tapi prinsipnya terdapat tiga kelompok pencahar yang dikenal yaitu yang bersifat melicinkan jalannya feces, meningkatkan ekskresi cairan ke dalam lumen usus dan atau meningkatkan peristaltik usus (Smith, 1982). Secara umum olium ricinin termasuk kelompok yang mempunyai sifat iritan. Sifat iritansianya ini dapat merangsang terjadinya peningkatan peristaltik usus, begitu juga halnya dengan ekstrak biji kamandrah (Croton tiglium) yang mengandung senyawa aktif diduga kelompok yang juga bersifat iritan. Sehingga cukup beralasan bila timbul dugaan kemungkinan adanya efek laksansia pada ekstrak etanol.

Laksansia adalah suatu sediaan yang dapat melembekkan feces sedangkan sediaan yang dapat menyebabkan terjadinya diare dengan karakteristik feces menjadi lebih encer disebut purgatif. Selain menyebabkan feces menjadi lebih encer sediaan yang memiliki kerja purgatif juga menyebabkan terjadinya peningkatan frekuensi defekasi disertai dengan terjadinya peningkatan jumlah atau bobot feces yang dikeluarkan. Diare yang frekuensi meningkat dan encer, terjadi karena adanya peningkatan sekresi cairan ke dalam lumen usus dan atau terjadinya peningkatan peristaltik usus sehingga isi usus akan terdorong kebagian belakang dengan kecepatan lebih tinggi dibandingkan dengan keadaan normal (Schunack et al., 1990).

Untuk mengetahui efek laksansia/purgatif dari ekstrak biji kamandrah yang diduga mengandung senyawa aktif yaitu dengan mempelajari efeknya terhadap transit intestinal marker dan karakteristik feces yang dikeluarkan hewan percobaan dalam hal ini menggunakan hewan uji mencit, hasil yang diperoleh sebagai berikut.

a. Metode Transit Intestinal

Metoda transit intestinal berlandaskan pada nisbah jarak usus yang ditempuh oleh marker dalam waktu tertentu terhadap panjang usus keseluruhan mencit. Obat yang mempunyai daya kerja sebagai laksansia atau purgatif dapat memperbesar transit intestinal marker yang digunakan. Sedangkan metoda uji defekasi berdasarkan pada pertimbangan bahwa sediaan uji yang berkhasiat sebagai laksansia akan merubah pola defekasi hewan percobaan yang ditandai dengan meningkatnya frekwensi defekasi, konsistensi tinja yang berubah menjadi lembek sampai cair dan atau terjadinya penambahan massa tinja yang dikeluarkan.

Hasil penelitian mengenai efek ekstrak etanol biji kamandrah yang mengandung senyawa aktif terhadap transit intestinal dan panjang usus pada beberapa perlakuan

48.36 61.89 72.52 65.08 50.6 0 10 20 30 40 50 60 70 80 T ransit Intest inal (% )

Air DI DII DIII OR

Perlakuan

Kontrol negatif (air); DI (0,03 ml); DII (0,06 ml); DIII (0,09 ml); Kontrol positif (OR)

a

bc bc

ab c

pemberian dosis ekstrak dapat dilihat pada Gambar 36 dan Gambar 37. Data pengaruh pemberian beberapa perlakuan terhadap karakteristik feces seperti pada Lampiran 36.

Gambar 37. Panjang Usus Mencit Pada Beberapa Perlakuan Pemberian Dosis Ekstrak

Penelitian transit intestinal dilakukan terhadap kelompok perlakuan yang memperoleh ekstrak etanol adalah 61.9 % (DI); 72.5 % (DII) dan 65 % (DIII) masing masing terdapat pada kelompok yang memperoleh ekstrak etanol dosis 0.03 ml, 0.06 ml dan 0.09 ml/30 g bb mencit. Sedangkan transit intestinal kelompok yang memperoleh air kontrol (negatif) dan oleum ricini (kontrol positif) adalah 48.36 % dan 50.60 %.

Hasil analisis sidik ragam terhadap data yang diperoleh dari hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian ekstrak etanol berpengaruh nyata terhadap transit intestinal pada hewan uji mencit. Untuk mengetahui perbedaan yang terdapat antara kelompok perlakuan maka dilakukan uji statistik lebih lanjut dengan menggunakan uji SNK.

Hasil analisis statistik lebih lanjut dilakukan terhadap pengaruh peningkatan dosis terhadap transit intestinal untuk mengkaji efek dosis terhadap respon dihasilkan. Oleh karena transit intestinal diantara ketiga kelompok dosis ekstrak etanol menunjukkan perbedaan yang nyata maka dilakukan analisis lebih lanjut untuk menentukan perbedaan antar perlakuan.

Hasil uji signifikansi (Lampiran 39) menunjukkan kelompok perlakuan (DII) yang memperoleh ekstrak etanol dosis 0.06 ml/30 g bb mencit (72.5%) secara signifikan berbeda nyata bila dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif ( 48,4 %) maupun kelompok kontrol positif yang hanya (50.6 %). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol cukup efektif berfungsi sebagai laksansia/purgatif. Efektivitas ekstrak etanol terlihat jelas pada hewan percobaan dengan dosis 0.06 ml/30 g bb mencit.

Dari hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pada dosis 0.06 ml/30 g bb mencit potensi ekstrak etanol sebagai laksansia ternyata lebih kuat dibandingkan dengan kontrol positif (oleum ricini). Hal ini terbukti dengan nilai transit intestinal ekstrak etanol (72,50) lebih besar dari kontrol positif yang hanya 50,60. Nampaknya kontrol positif (OR) menunjukkan efek yang lemah sebagai laksansia pada dosis 0.75 ml/30 g bb mencit, sehubungan dengan transit intestinal dimana kelompok ini secara signifikan tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol negatif (-).

b. Metode Defekasi

Metode defekasi berdasarkan pada pertimbangan bahwa sediaan uji yang berkhasiat sebagai laksansia akan mengubah pola defekasi hewan uji yang ditandai dengan meningkatnya frekwensi defekasi, konsistensi tinja yang berubah menjadi lembek sampai cair dan atau terjadinya penambahan massa tinja yang dikeluarkan. Metode ini digunakan untuk mengevaluasi efek laksansia ekstrak etanol, kemudian

dilanjutkan dengan mengamati karakteristik feces yang dikeluarkan hewan uji mencit selama 4 jam.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah feces dan bobot feces kelompok pemberian dosis ekstrak etanol maupun kontrol, baik kontrol positif maupun kontrol negatif tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah feces dan bobot feces yang dikeluarkan hewan uji seperti pada Gambar 38, 39 dan Lampiran 37-38.

Berdasarkan hasil pengamatan karaketristik feces yang memperlihatkan feces mencit yang memperoleh ekstrak etanol mempunyai karakteristik feces dari keras

8.7 8.2 9.9 6.4 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 J u mla h Fec e s (buah )

Air DI DII DIII OR

Perlakuan

Kontrol negatif (air); DI (0,03 ml); DII (0,06 ml); DIII (0,09 ml); Kontrol positif (OR)

1.32 0.87 1.11 0.86 1.34 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 B ob ot F eces (g)

Air DI DII DIII OR

Perlakuan

Kontrol negatif (air); DI (0,03 ml); DII (0,06 ml); DIII (0,09 ml); Kontrol positif (OR)

Gambar 39. Pengaruh Dosis Perlakuan Terhadap Bobot Feces Gambar 38. Pengaruh Dosis Perlakuan Terhadap Jumlah Feces

lembek sampai lembek cair (dosis 0.03 dan 0.09/30 g bb mencit) dan keras sampai cair (dosis 0.06/30 g bb mencit). Sedangkan kelompok yang memperoleh olium ricinin (kontrol positif) mengeluarkan feces dengan karakteristik mulai dari keras sampai cair dan karakteristik feces kontrol negatif adalah keras sampai keras lembek, seperti pada Gambar 40.

Gambar 40. Penampakan Bobot dan Jumlah Feces Beberapa Perlakuan Pemberian Dosis Ekstrak

Berdasarkan hasil uji khasiat ekstrak etanol sebagai bahan laksatif menggunakan metode transit intestinal dan metode defekasi menunjukkan bahwa perlakuan pemberian dosis 0.06 ml/30 g bb mencit memperlihatkan perlakuan terbaik dengan efek yang signifikan pada kedua metoda uji tersebut. Hasil yang diperoleh dari pengamatan terhadap karakteristik feces mencit menggunakan metode defekasi menunjukkan hasil yang konsisten dengan hasil pemeriksaan terhadap metode transit intestinal. Dengan demikian terlihat dengan jelas bahwa ekstrak etanol yang mengandung senyawa asam tetradekanoat mempunyai efek sebagai pencahar. Dosis

efektif ekstrak etanol sebagai pencahar adalah 0.06 ml/30 g bb mencit dengan efek yang terlihat berupa peningkatan transit time dan perubah karakteristik feces.

Laksansia adalah obat yang digunakan untuk meningkatkan defekasi, merubah konsistensi tinja menjadi lembek, sampai cair serta menambah massa tinja yang dikeluarkan. Frekwensi defekasi yang berkurang, demikian juga massa tinja yang berkurang, konsistensi tinja yang bertambah keras, disebabkan terutama karena terjadi dehidrasi material yang tinggal terlampau lama di dalam usus besar sebelum dikeluarkan.

Menurut Smith (1982) ada tiga cara kerja dari obat pencahar dalam usus yaitu pencahar sebagai perangsang, sebagai emollien dan sebagai pembentuk massa. Pencahar sebagai perangsang bertujuan untuk merangsang mukosa usus sehingga menimbulkan refleks peristalsis dalam usus, bahan yang dapat digunakan antara lain minyak jarak, kalomel, sulfur, fenolfthalein, dan minyak croton. Pencahar sebagai emollien bertujuan sebagai pelunak feces yang terdapat dalam usus, bahan yang digunakan dapat berupa parafin cair, lemak dan lain-lain. Sedangkan pencahar sebagai pembentuk massa bertujuan sebagai merenggang usus besar bahan yang digunakan biasanya bekatul, garam dan lain-lain.

Keinginan pengeluaran tinja (defekasi) dikendalikan oleh pengisian rektum. Senyawa aktif yang bekerja terhadap usus halus melalui proses hidrolisis dan kerja lipase membebaskan asam risinolat, asam 12-R-hidroksioleat. Asam risinolat menyebabkan perangsangan selaput mukosa usus halus disertai penimbunan cairan di dalam lumen, serta memperkuat peristalsis, melalui pembebasan histamin (Schunack

et al., 1990). Menurut Ansel (1989) suatu senyawa bahan aktif dikatakan sebagai obat apabila berada pada kisaran dosis yang tepat dan racun apa bila diberikan dalam jumlah yang melebihi dosis, sebaliknya tidak berfungsi apa bila diberikan pada dosis yang rendah.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dosis 0.06 ml/30 g bb mencit merupakan dosis yang efektif dari hasil pengujian pra klinis terhadap mencit. Agar dosis efektif ini dapat diberikan pada manusia, perlu diformulasi sehingga akan didapat dosis yang setara dengan hasil penelitian pada hewan uji.