• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi biji kamandrah (Croton tiglium L.) dan pengembangan teknologi proses ekstrak terstandar sebagai bahan laksatif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi biji kamandrah (Croton tiglium L.) dan pengembangan teknologi proses ekstrak terstandar sebagai bahan laksatif"

Copied!
226
0
0

Teks penuh

(1)

TERSTANDAR SEBAGAI BAHAN LAKSATIF

SAPUTERA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul:

KARAKTERISASI BIJI KAMANDRAH (Croton tiglium L.)

DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PROSES EKSTRAK

TERSTANDAR SEBAGAI BAHAN LAKSATIF

Adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan

belum pernah dipublikasikan. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk

memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua sumber

data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat

diperiksa kebenarannya.

Bogor, Maret 2008

(3)

Standardized Extract of Kamandrah (

Croton tiglium

L.) Seed as Laxative Material. Under

Supervision of DJUMALI MANGUNWIDJAJA, SAPTA RAHARJA, L. BROTO S.

KARDONO, and DYAH ISWANTINI.

Identification and taxonomy analysis conducted at Herbarium Bogoriense at

Research Centre for Biology, Indonesian Institute of Sciences Bogor. The name of the

plant was

C.tiglium

L. The moisture and proximate analysis showed that the kamandrah

seed contained moisture up to 6.20%, fat 40.1%, protein 26%, carbohydrate 15,51% and

other elements such as fiber and ash.The phytochemical analysis showed that the

hexane-soluble seeds extract contained fatty acids, terpenoids and alkaloids, while the

ethanol-soluble extract of the seeds contained alkaloids, steroids, terpenoids and saponins.

Gas Chromatography (GC) analysis on hexane-soluble extract of seeds showed 17

peaks and eight of them were identified as fatty acids and nine ones were unknown. The

highest fatty acid content was linoleic acid (43.67%), oleic acid (19.98%) and myristic

acid (7.64%). Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) analysis of the hexane

soluble extract showed 32 compounds. The major compound according to MS data F29 is

predicted as 9,12-octadecadienoic acid being suggested to be an essential fatty acid and

used in cosmetic as emollient for dry skin. The ethanol-soluble extract showed 25 major

peaks, indicating its secondary metabolite constituents. The mass spectra that gave the

major compound with MW 228. According to the mass spectra data F10 is predicted as

tetradecanoic acid.

The test result of the treatment to mice showed the ED50 was at 0.027 ml or equal

to 0.8 g/kg body weight. The highest mortality number was at the dosage of 0.2 ml/28 g

of body weight (5.93 g/kg bw). The Thompson and Weil analysis showed the LD

50

was at

0.0707 equals to 2.097 g/kg bw. Safety limit is the range of dosage that cause the lethal

effect and the dosage that gives the intended effect. According to Loomis the safety limit

was represented by the comparison of LD

50

/ED

50

. Calculation result for the extract safety

limit was LD

50

/ED

50

=0.0707/0.027=2.7. Judging from the result, the extract can be

classified as medium toxic with narrow safety limit of 2.6 times the effective dosage.

The laxative efficacy test of ethanol extract indicated by effective dose as 0.06

ml/30 g (1.78 g/kg bw mice). Method used in development of process technology is

process synthesis method. Based on desain process, is obtained that extraction desain

process used maceration, process of development of final product. Process comparisons

of extraction done included 1) extraction process used maceration, 2) continuous process

extraction used soxhlet and 3) extraction process used percolation. The application of

standardized extract product in capsules can be used cautiously with dosage

recommendation 11.08 ml/kg bw (9.86 mg/kg bw) a day. The financial analysis value of

laxative capsulated resulted the NPV, IRR, NET B/C ratio, and payback-period of

Rp.19.715.566.000, 63.4%, 3.9 and 2 years, respectively.

(4)

Pengembangan Teknologi Proses Ekstrak Terstandar Sebagai Bahan Laksatif Dibimbing

Oleh DJUMALI MANGUNWIDJAJA, SAPTA RAHARJA, L. BROTO S. KARDONO,

dan DYAH ISWANTINI.

Tanaman kamandrah merupakan salah satu tanaman obat yang terdapat di wilayah

Indonesia. Di Daerah Kalimantan Tengah, biji

Croton

tiglium

banyak dimanfaatkan

masyarakat, sebagai pencahar. Walaupun demikian pengetahuan masyarakat sekitar akan

penggunaan tanaman ini sebagai obat laksatif, hanya sebatas informasi turun temurun

belum diketahui dosis dan kandungan bahan aktif yang terdapat dalam tanaman tersebut.

Identifikasi dan evaluasi taksonomi dilakukan oleh lembaga Pusat Penelitian

Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor, menunjukkan bahwa

tanaman yang diteliti dengan nama latin

Croton tiglium

L.

Dari hasil analisis ekstrak heksana terdapat 17 puncak, dari ke-17 puncak tersebut

yang teridentifikasi ada 8 puncak selebihnya tidak teridentifikasi dengan prosentase

besarnya kandungan komponen asam lemak yang berbeda pula. Dari ketujuh belas

puncak tersebut asam linoleat merupakan

komponen terbanyak mencapai 43.67% dalam

biji

Croton tiglium

hasil ekstrak heksana bila dibandingkan dengan komponen asam

lemak lainnya, seperti asam oleat dan asam miristat yang hanya mencapai 19.98% dan

7.64% .

Hasil analisis GC-MS dengan dilengkapi penelusuran

Library

pada ekstrak

heksana terdapat 32 senyawa. Komponen utama dari ke 32 senyawa tersebut adalah asam

9,12-oktadek-9,12-dienoat (46.40%) muncul pada waktu retensi 73.163 menit. Asam

oktadek-9-enoat (17.13%) muncul pada waktu retensi 73.498 menit, asam

9,12-oktadekadienoat (5.70%) muncul pada waktu retensi 70.721 menit, heksadekanoat

(10.68%) muncul pada waktu retensi 65.005, 65.132 dan 65.241 menit, asam

oktadekanoat (3.46%) muncul pada waktu retensi 74.500 menit, asam 9-oktadekanoat

(2.50%) muncul pada waktu retensi 71.130 menit. Sedangkan komponen yang lainnya

adalah alkohol, ester dan phthalate yang hanya (1.07%). Komponen utama menurut data

spektrum massa (MS) F29 diprediksi adalah senyawa asam 9,12-oktadekadienoat yang

berfungsi sebagai bahan kosmetik yang digunakan sebagai emollient (pelembab) pada

kulit kering.

(5)

F10 tersebut diprediksi adalah senyawa

asam tetradekanoat

, yang berfungsi sebagai

defoaming agent, dan sebagai lubrikan. Fungsi lainnya dapat digunakan sebagai bahan

laksatif. Dengan demikian maka ekstrak etanol digunakan sebagai bahan laksatif

(pencahar), karenya mengandung senyawa aktif

asam tetradekanoat

. Hasil pengukuran

LC-MS total ion pada ekstrak etanol memperlihatkan 10 puncak utama yang

mengindikasikan adanya unsur metabolik sekunder. Komponen yang terindikasi meliputi

Homotiramin, asam 4-(2-Hidroksithil) benzoat, Isoquanosin,

15,16-epoksi-3,8(17),13(16),14-klerodatetraen-18, Koritenkhirin, Shikokkon;11

β

-Aksetoksi, Plaunol

D;12-Ac, 9,20-Dihidroksi-1,6,14-rhamnofololatrien-3,13-dien, dan Shikokkin;11

β

-Aksetoksi,3-deaksetoksi.

Dari hasil percobaan penentuan dosis efektif (ED

50

) dari beberapa dosis

pemberian yaitu 0,06, 0,04, 0,026 dan 0,07 ml per 28 g bb mencit memperlihatkan respon

hewan uji berturut-turut 100%, 60%, 40% dan 40% dari jumlah hewan uji. Dengan

demikian dapat dikatakan semakin menurun dosis pemberian ekstrak etanol, semakin

menurun pula respon hewan uji. Hasil analisis Thompson dan Weil menunjukkan ED50

berada pada kisaran 0,027 ml setara dengan 639,5 mg/kg bb. Jumlah hewan uji yang mati

tertinggi pada pemberian dosis ekstrak biji kamandrah 0,2 ml/28 g bb (6,35 g/kg bb).

Hasil analisis menggunakan analisis Thompson dan Weil (1952) menunjukkan LD

50

berada pada kisaran 0.0707 ml setara dengan 1674,5 mg/kg bb. Batas keamanan adalah

kisaran dosis antara dosis yang menimbulkan efek letal dan dosis yang menimbulkan efek

khasiat yang diinginkan. Menurut Loomis batas keamanan penggunaan ekstrak bahan

alam dilambangkan oleh perbandingan antara LD50/ED50. Dari hasil perhitungan

penentuan batas keamanan ekstrak yaitu LD50/ED50 = 0.0707/0.027 = 2.7. Hasil

perhitungan batas keamanan ekstrak biji kamandrah yang direkomendasikan dapat

dikatakan bahwa sediaan termasuk ekstrak yang bersifat toksik sedang, dengan batas

keamanan yang sempit yaitu 2.6 kali dosis efektifnya.

(6)

@ Hak Cipta milik IPB, Tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan karya.untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilimiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu

masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

TERSTANDAR SEBAGAI BAHAN LAKSATIF

SAPUTERA

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Doktor pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji Luar Komisi

Pada Ujian Tertutup : drh. Min Rahminiwati, MS, PhD

Pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Anny Sulaswatty, M.Eng

2. Dr. Ir. Molide Rizal, MS

(9)

Nama Mahasiswa

: Saputera

NRP

:

F361040031

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA

Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA

Ketua

Anggota

L. Broto S. Kardono, PhD, APU

Dr. Dyah Iswantini, P, M.Agr

Anggota

Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Irawadi Jamaran

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(10)

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi

yang berjudul “ Karakterisasi Biji Kamandrah (

Croton tiglium

L.) dan Pengembangan

Teknologi Proses Ekstrak Terstandar Sebagai Bahan Laksatif”.

Tidaklah berlebihan pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan

ucapan terimakasih yang tulus serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Ir.

Sapta Raharja, DEA, L. Broto S. Kardono, PhD, APU, dan Dr. Dyah Iswantini,

M.Agr masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberi

bimbingan, arahan, saran, dan dorongan moral sehingga penulisan disertasi ini dapat

diselesaikan.

2. drh. Min Rahminiwati, MS, PhD di Laboratorium Farmakologi FKH IPB yang banyak

memberi masukan pada saat bertindak sebagai dewan penguji di ujian tertutup.

Dr.Ir.Anny Sulaswatty, M.Eng Asisten direktur urusan perkembangan matematika

dan ilmu alam dan Dr.Ir.Molide Rizal, MS peneliti Balitro Bogor atas masukan yang

disampaikan pada saat menjadi penguji ujian terbuka.

3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Prof.Dr.Ir.Khairil Anwar Notodipuro,MS , Ketua

Program Studi Teknologi Industri Pertanian Dr.Ir.Irawadi Jamaran beserta staf

pengajar yang telah memberi ilmu dan bimbingan kepada penulis selama menimba

ilmu pengetahuan di IPB.

4.

Rektor Universitas Palangka Raya Drs.Henry Singarasa,MS, Dekan Fakultas

Pertanian Prof.Dr.Ir.Salampak,MS dan Ketua Jurusan Budidaya Pertanian Ir.R.R.Sri

Endang A, MP atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk

melanjutkan jenjang pendidikan S3.

5.

Tim Manajemen BPPS-Dikti atas bantuan dana pendidikan program doktor yang

diberikan kepada penulis.

(11)

8. Ucapan terima kasih juga kepada semua pihak di Laboratorium yang digunakan

selama penelitian antara lain Ir. Nina Iriani, MSc, Dr. Ir. M. Hanafi, MSc, Drh.Dwi

Indah, Ngadiman, Bu Puspa dan Lala di Laboratorium Kimia Terapan LIPI Serpong.

Bu Hj. Sri Mulyasih, Bu Rini, Bu Ega, Pak Sugi, Pak Diky di laboratorium

Pengawasan Mutu Fateta IPB. Mba Salina, dan Mba Susi di Laboratorium Pusat Studi

Biofarmaka IPB. Pak Edi di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan

IPB yang banyak memberi saran dan masukan dalam pengujian ekstrak yang

digunakan.

9. Ayahnda H.M.Mardi (Alm) dan Bunda Hj. Noor’ani, Ayah Mertua H. Basran (Alm)

dan Ibu Mertua Hj. Lamsiah (Alm), kecintaan dan rasa hormat penulis

persembahkan ucapan terima kasih yang tulus dari lubuk hati yang dalam atas segala

do’a dan pengorbanannya yang tiada tara.

10. Istri tercinta Hj. Norjanah dan anakku tersayang M. Ikhwan Rizky Saputera, M.

Rinaldi Saputera, dan Akhmat Hafiz Fahlevi Saputera yang selalu membuatku

bahagia dalam suka dan duka, ku ucapkan terima kasih atas pengorbanan yang telah

diberikan kalian selama ini. Begitu juga diucapkan terimakasih kepada kanda Drs.

Satha Gunawan, dinda M. Daruri, SP, dinda Anissa Faridah, SP dan Pamanda

Amiruddin, St.Sarhiyah, Abdusamad (Alm), Zainal Abidin, Hatif Sarbini,SPd,

Hj.St.Kamariyah,SPd serta Hj.Megawati suami/istri yang telah memberikan

dokongan moril maupun material sehingga perjuangan ini dapat terselesaikan Kakak

dan adik ipar H.Salafudin, Saudah,S.Si dan H.A.Saufi suami istri.

Demikian juga kepada rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu penulis

selama mengikuti pendidikan sampai selesainya disertasi ini, dihaturkan banyak terima

kasih. Akhirnya semoga disertasi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan

dan masyarakat luas.

Bogor, Maret 2008

(12)

Penulis lahir di Barito Selatan, Kabupaten Barito Timur, Propinsi Kalimantan

Tengah, tanggal 02 Nopember 1962. Anak ke-2 dari 4 orang bersaudara dari pasangan M.

Mardi (Alm) dan Hj. Nor’aini. Setelah menyelesaikan SD, SMP dan SMA di Tamiang

Layang tahun 1983, melanjutkan pendidikan di Fakultas Non Gelar Teknologi

Universitas Palangka Raya (1983 - 1987).

Pada tahun 1988 bekerja di PT.Tanjung Raya Timber Group dan tahun 1990

bekerja di PT.Yohanes Arnold Pisy Banjarmasin. Melanjutkan studi S1 di Jurusan

Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang tahun

(1990-1992). Diterima sebagai staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Palangka

Raya (UNPAR) tahun 1994 sampai sekarang. Studi S2 dengan biaya BPPS pada

Program Studi Teknologi Pasca Panen IPB Bogor tahun (1996-1998). Pada tahun 2004

melanjutkan studi S3 ke Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB Bogor juga

dengan biaya dari BPPS.

Penulis menikah pada tanggal 14 Agustus 1994 dengan Hj. Norjanah yang

sekarang dikarunia 3 orang anak yaitu M. Ikhwan Rizky Saputera, M. Rinaldi Saputera,

dan A. Hafiz Fahlevi Saputera.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI……… xi

DAFTAR TABEL……… xiii

DAFTAR GAMBAR……… xv

DAFTAR LAMPIRAN……… xviii

I. PENDAHULUAN………. 1

A. Latar Belakang……….………... 1

B. Tujuan Penelitian ..……….... 4

C. Hipotesis……….... 4

D. Ruang Lingkup Penelitian………... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA………. 6

A. Tanaman Kamandrah (Croton tiglium L.) ………... 6

1. Khasiat Tanaman Kamandrah……… 8

2. Karakteristik Tanaman Kamandrah……… 10

B. Optimasi Proses Ekstraksi... 12

1. Ekstraksi Metode Maserasi………...….………... 12

2. Metode Permukaan Respon (Respon Surface Methodology)...…….. 16

C. Kandungan Bahan Aktif Berkhasiat Sebagai Laksatif... 18

1. Tinjauan Fitokimia Dalam Bahan Tanaman…...…... 18

2. Uji Toksisitas Terhadap Hewan Uji... 23

D. Sediaan Bahan Aktif Sebagai Laksatif... 24

1. Mekanisme Laksansia Sebagai Bahan laksatif (pencahar)... 24

2. Bahan Laksatif Produk Farmasi Yang Dijual Dipasaran...…... 26

E. Pengembangan Proses Ekstrak Terstandar... .... 29

1. Perancangan Proses... 29

2. Metode Perancangan Proses... 29

3. Kelayakan Teknis dan Ekonomis Perancangan Proses... 32

III. METODOLOGI PENELITIAN.………. 35

A. Waktu dan Tempat……….... 35

B. Bahan dan Alat………... 35

(14)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………. 65

A. Evaluasi Taksonomi dan Penentuan Kandungan Proksimat... 65

1. Evaluasi dan Identifikasi Taksonomi ... 65

2. Penentuan Kandungan Proksimat Biji Kamandrah (Croton tiglium L)... 66

B. Optimasi Proses Ekstraksi Pada Pelarut Heksana dan Etanol... 69

1. Penentuan Faktor-faktor Yang Berpengaruh... 70

2. Optimasi Proses Ekstraksi Untuk Memperoleh Ekstrak Heksana... 74

3. Optimasi Proses Ekstraksi Untuk Memperoleh Ekstrak Etanol... 80

C. Identifikasi dan Karakterisasi Senyawa Aktif Ekstrak Biji Kamandrah Sebagai Laksatif... 85

1. Uji Fitokimia Pada Hasil Ekstrak Heksana dan Etanol...………... 85

2. Analisis Komponen Lemak Menggunakan Gas Chromatography (GC). ………... 88

3. Analisis Spektroskopi Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) Pada Ektrak Heksana...………... 90

4. Analisis Spektroskopi Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) Pada Ektrak Etanol...……….……… 92

5. Analisis Spektroskopi Liquid Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) Pada Ektrak Etanol...………... 95

6. Uji Toksisitas Ekstrak Heksana dan Etanol Menggunakan Uji Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)…... 96

D. Menentuan Khasiat dan Keamanan Ekstrak Terstandar ... 103

1. Uji Khasiat Hasil Ekstrak Sebagai Bahan Laksatif……..………….... 103

2. Uji Batas Keamanan Ekstrak Sebagai Bahan Laksatif... 110

E. Pengembangan Teknologi Proses Produk Sediaan... 112

1. Proses Ekstraksi Senyawa Aktif dari Biji Kamandrah... 114

2. Penentuan Produk Akhir Ekstrak Terstandar... 119

3. Analisis Kelayakan Teknis dan Ekonomis... 133

V. KESIMPULAN DAN SARAN………...….. 141

A. Kesimpulan………... 141

B. Saran………... 142

DAFTAR PUSTAKA……….... 143

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Peningkatan Ekspor dan Pasar Lokal Obat Tradisional Asli Indonesia... 1

2. Titik Didih dan Polaritas Beberapa Jenis Pelarut Organik...…... 14

3. Penilaian Dosis Letal Akut (LD50) pada Hewan Percobaan ………….………. 23

4. Peubah, Kode dan Taraf Kode pada Proses Maserasi Menggunakan Pelarut Heksana...…...….……… 40

5. Matrik Rancangan Percobaan 2 Faktor Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap Waktu maserasi dan Rasio Bahan/pelarut………. 42

6. Peubah, Kode dan Taraf Kode pada Proses Maserasi Menggunakan Pelarut Etanol...………. 43

7. Rancangan Percobaan 2 Faktor Respon Hasil Ekstrak Heksana Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut……….. 44

8. Kondisi, Spesifikasi, dan Program Pengaturan Gas Chromatography Mass-Spectrometry (GC-MS)………...………… 46

9. Kondisi, Spesifikasi, dan Program Pengaturan Gas Chromatography Mass-Spectrometry (GC-MS)…………...……… 48

10.Kondisi, Spesifikasi, dan Program Pengaturan LiquidChromatography Mass-Spectrometry (LC-MS)………... 50

11.Hasil Penapisan Fitokimiawi Biji Kamandrah (Croton tiglium L.)…………... 85

12.Komponen Asam Lemak Hasil Ekstrak Heksana pada Biji Kamandrah……….. 89

13.Hasil Uji Toksisitas Menggunakan Metode (BSLT) Terhadap Larva Udang Artemia salina pada Ekstrak Heksana ... 98

14.Hasil Uji Toksisitas Menggunakan Metode (BSLT) Terhadap Larva Udang Artemia salina pada Ekstrak Etanol... 98

15. Hasil Ekstrak, Uji Fitokimiawi, Analisis GC-MS dan Uji Toksisitas Terhadap Ekstrak Heksana dan Etanol………. 101

16. Dosis Penggunaan dari Biji dan Hasil Ekstrak Terstandar... 118

17. Kriteria Keputusan untuk Penentuan Produk... 120

(16)

19. Beberapa Parameter Proses Ekstrak Terstandar Sebagai Bahan Laksatif... 129 20. Kriteria Kelayakan Investasi Pendirian Industri Ekstrak Terstandar yang

Bersumber dari Ekstrak Biji Kamandrah…...………... 139 21. Hasil Analisis Sensitivitas Pendirian Industri Ekstrak Terstandar yang

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Tanaman Kamandrah (Croton tiglium L.)……… 7

2. Diagram Pohon Industri Tanaman Kamandrah.…...………. 8

3. ((4α,9α,12β,13α)-pentahidroksi-1,6-tigliadien-3-one (Dictionary of Natural Products, 1982)...……….. 11

4. 6-Amino-9-β-D-ribofururanosil-9H-purin-2(1H)-one,8Cl. (Dictionary of Natural Products, 1982)………... 11

5. 6-Amino-9-β-ribofuranosil-9H-purin-2 (1H)-one,8Cl. 9-β-ribofurano silisoguanin (Dictionary of Natural Products, 1982)... 12

6. Jalur Biosintesis Flavonoid dalam Tumbuhan (Gottlich, 1980).………. 20

7. Cara Kerja Pencahar dalam Usus (Smith, 1982)……… 25

8. Struktur Kimia Dulkolak@ (Wilson dan Gisvold, 1982)...……….. 27

9. Struktur Kimia Dorbane (Wilson dan Gisvold, 1982)...………... 28

10. Struktur Kimia Reglan@ (Wilson dan Gisvold, 1982)...…..… 29

11. Daerah Penghasil Bahan Baku Tanaman Kamandrah (Croton tiglium L.) Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah...……. 35

12. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian……….…………. 37

13. Uji Khasiat Ekstrak Biji Kamandrah Terhadap Hewan Uji Mencit... 53

14. Diagram Alir Proses Ekstrak Senyawa Aktif Menggunakan Metode Maserasi... 58

15. Proses Ekstraksi Menggunakan Soxhlet ... 61

16. Diagram Alir Proses Ekstraksi Kontinyu Menggunakan Soxhlet... 62

17. Proses Ekstraksi Secara Perkolasi... 63

18. Diagram alir Proses Ekstraksi Menggunakan Perkolasi... 64

(18)

20. Hasil Analisis Kadar Air dan Kandungan Proksimat Biji Kamandrah……….. 68

21. Pengaruh Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut Terhadap Hasil Ekstrak Heksana………. 71

22. Pengaruh Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut Terhadap Hasil Ekstrak Etanol………. 72

23. Gambar Sisa Uji Kenormalan Respon Hasil Ekstrak Heksana Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut………. 77

24. Respon Permukaan Hasil Ekstrak Heksana Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut……….... 78

25.Gambar Garis Bentuk Optimasi Respon Hasil Ekstrak Heksana Terhadap Waktu aserasi dan Nisbah Bahan/pelarut…..………. 79

26. Gambar Sisa Uji Kenormalan Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut………..…...… 82

27. Respon Permukaan Hasil Ekstrak Etanol Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut……….…… 83

28.Gambar Garis Bentuk Optimasi Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut.…...……… 84

29. Hasil Kromatogram Gas Cromatography (GC) Kadar Lemak Biji Kamandrah (Croton tiglium L.)………. 88

30. Total Ion GC-MS Ekstrak Kasar n-Heksana………..………... 91

31. Frakmentasi Ion F29 Ekstrak Heksana pada Biji Kamandrah (Croton tiglium L.)………. 92

32. Total Ion Kromatogram GC-MS Ekstrak Etanol…...……… 93

33. Frakmentasi Ion F10 Ekstrak Etanol pada (Croton tiglium L.)……… 94

34. Total Ion Kromatogram LC-MS Ekstrak Etanol... 95

35. Fragmentasi Spektrum Massa dari Senyawa Ekstrak Etanol pada Croton tiglium... 96

36. Pengaruh Dosis Perlakuan Terhadap Transit Intestinal... 104

37. Panjang Usus Pada Beberapa Perlakuan Pemberian Dosis Ekstrak………….... 105

38. Pengaruh Dosis Perlakuan Terhadap Jumlah Feces ... 107

(19)

40. Penampakan Bobot dan Jumlah Feces Beberapa Perlakuan

Pemberian Dosis Ekstrak……….... 108

41. Pengaruh Dosis Perlakuan Terhadap Respon Positif Hewan Uji... 110

42. Pengaruh Dosis Perlakuan Terhadap Jumlah Mencit Yang Mati... 111

43. Teknologi Proses (Mangunwidjaja dan Suryani, 2002)... 113

44. Diagram Alir Proses Ekstraksi Senyawa Aktif Menggunakan Metode Maserasi... 115

45. Penampakan Bentuk Sediaan Kapsul Hasil Ekstrak Terstandar... 122

46. Penampakan Produk Kapsul dalam Botol Kemasan... 124

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil Identifikasi/determinasi Tumbuhan……… … 150 2. Prosedur Analisis Kadar Air dan Proksimat………..……… 151 3. Pengaruh Waktu Maserasi (hr) dan Nisbah Bahan/pelarut (g/ml) Terhadap

Perolehan Hasil Ekstrak Heksana ...………...………. 154 4. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Waktu Maserasi (hari) dan Nisbah

Bahan/pelarut (g/ml) Terhadap Perolehan Hasil Ekstrak Heksana...…..….. 154 5. Pengaruh Waktu Maserasi (hr) dan Nisbah Bahan/pelarut (g/ml) Terhadap

Perolehan Hasil Ekstrak Etanol ...……….……….. 155 6. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Waktu Maserasi (hari) dan Nisbah

Bahan/pelarut (g/ml) Terhadap Perolehan Hasil Ekstrak Etanol...……….. 155 7. Matrik Orde Pertama Respon Hasil Ekstrak Heksana (g)

Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut.………. 156 8. Hasil Analisis Ragam Respon Hasil Ekstrak Heksana Terhadap

Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut………. 156 9. Analisis Varian Ordo Pertama Respon Hasil Ekstrak Heksana (g)

Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut………..…..……. 156 10. Hasil Analisis Nilai Estimasi, Standar Deviasi dan t Value Respon

Hasil Ekstrak Heksana Terhadap Waktu Maserasi dan

Nisbah Bahan/pelarut………..……. 157

11. Hasil Uji Penyimpangan Model Pengaruh Waktu Maserasi

dan Nisbah Bahan/pelarut Terhadap Hasil Ekstrak Heksana……..…...…..… 157

12. Hasil Percobaan Respon Hasil Ekstrak Heksana Terhadap

Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut………..…... 157 13. Hasil Analisis Ragam Respon Hasil Ekstrak Heksana

Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut………..…… 158 14. Hasil Analisis Nilai Estimasi, Standar Deviasi dan t Value Respon

Hasil Ekstrak Heksana Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah

(21)

15. Hasil Uji Penyimpangan Model Pengaruh Waktu Maserasi

dan Nisbah Bahan/pelarut Terhadap Hasil Ekstrak Heksana…..………… 158

16. Analisis Kanonik Pengaruh Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut

Terhadap Hasil ekstrak Heksana...………..……… 159 17. Matrik Orde Pertama Respon Hasil Ekstrak Etanol (g)

Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut…….……...………. 160 18. Hasil Analisis Ragam Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap

Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut………. 160 19. Analisis Varian Ordo Pertama Proses Optimasi Pengaruh Penggunaan

Pelarut Etanol Terhadap Hasil Ekstrak...………...……….. 160 20. Hasil Analisis Nilai Estimasi, Standar Deviasi dan t Value

Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap Waktu

Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut……….….…… 161 21. Hasil Uji Penyimpangan Model Pengaruh Waktu Maserasi

dan Nisbah Bahan/pelarut Terhadap Hasil Ekstrak Etanol….………...…… 161 22. Hasil Percobaan Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap Waktu

Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut………..……….…… 161 23. Hasil Analisis Ragam Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap

Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut……….….. 162 24. Hasil Analisis Nilai Estimasi, Standar Deviasi dan t Value

Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap Waktu

Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut……….…….……… 162 25. Hasil Uji Penyimpangan Model Pengaruh Waktu Maserasi

dan Nisbah Bahan/pelarut Terhadap Hasil Ekstrak Etanol….………..……. 162 26. Analisis Kanonik Pengaruh Waktu Maserasi dan Rasio Bahan/pelarut

Terhadap Hasil ekstrak Etanol...……….…………. 163 27. Data Total Ion Gas Cromatography Mass-Spectrometry

(GC-MS) Terhadap Ekstrak Kasar n-Heksana .……….. 164 28. Data Total Ion Kromatogram Gas Cromatography Mass-Spectrometry

(GC-MS) Terhadap Ekstrak Etanol………..………. 165 29. Data Kromatogram Liquid Cromatography (LC) Terhadap

Ekstrak Etanol... 165 30. Data Pengamatan dan Hasil Perhitungan Uji Toksisitas Ekstrak Heksana

(22)

31. Persamaan Garis dengan Metode Regresi Linier Ekstrak Heksana

Terhadap Larva Udang Artemia salina………...……….... 166 32. Penentuan Nilai LC50 Ekstrak Heksana Menggunakan Persamaan

Garis Regresi Linier……… 167 33. Data Pengamatan dan Hasil Perhitungan Uji Toksisitas Ekstrak Etanol

Terhadap Larva Udang Artemia salina………...……… 168 34. Persamaan Garis dengan Metode Regresi Linier Ekstrak Etanol

Terhadap Larva Udang Artemia salina……...………... 168 35. Penentuan Nilai LC50 Ekstrak Etanol Menggunakan Persamaan Garis

Regresi Linier……….. 169 36. Pengaruh Pemberian Beberapa Perlakuan Terhadap Karakteristik Feces…... 170 37. Pengaruh Pemberian Beberapa Perlakuan Terhadap Total Jumlah Feces….. 170 38. Pengaruh Pemberian Beberapa Perlakuan Terhadap Total Bobot Feces …... 171 39. Resume uji Mann Whitney terhadap karakteristik Feces………... 171 40. Hasil Perhitungan Menggunakan Mann-Whitney Test and Cl………….…… 172 41. Hasil Uji Dosis Efektif (ED50) Terhadap Hewan Uji Mencit………. 175 42. Hasil Uji Dosis Lethal (LD50) Terhadap Hewan Uji Mencit……….. 175 43. Neraca Massa Proses Pembuatan Ekstrak dan formulasi Kapsul……… 176 44. Nisbah Daerah Permukaan dari Beberapa Hasil Laboratorium pada hewan

dan Manusia... 177 45. Diagram Alir Rancangan Proses Ekstraksi dan Proses Produk Sediaan... 178 46. Perkiraan Biaya Investasi Industri Jamu Pencahar ……….. .. 179 47. Perhitungan Penyusutan Bangunan, Mesin dan Peralatan,

(23)

53. Rincian Biaya Tenaga Kerja……….... 186 54. Rincian Total Nilai Buku dan Penyusunan ……….. 187 55. Harga Pokok Produksi (HPP) ………. 188 56. Rincian Kebutuhan Biaya bahan baku, bahan pembantu, dan kemasan…… 189 57. Proyeksi Penjualan Produk……… 190 58. Proyeksi Arus Kas ……… 190 59. Proyek Rugi Laba……… 191 60. Kriteria Investasi ……… 192 61. Perhitungan Break Event Point (BEP) ……… 193 62. Perkiraan Rugi Laba untuk Kenaikan Bahan Baku, Input sebesar 10% … 194 63. Perkiraan Arus Kas untuk Kenaikan Bahan baku, Input, dan

Utilitas sebesar 10% ……… 195 64. Kriteria Investasi untuk Kenaikan Bahan Baku, Input dan

Utilitas sebesar 10% ……….. 196 65. Penerimaan Proyek untuk Kenaikan Bahan Baku, Input dan

Utilitas sebesar 15 % ……… 197 66. Perkiraan Rugi Laba untuk kenaikan bahan baku, input dan

utilitas sebesar 15% ……… 198 67. Perkiraan Arus Kas untuk Kenaikan Bahan Baku, Input dan

Utilitas sebesar 10% ……… 199 68. Kriteria Investasi untuk kenaikan bahan baku, input dan

utilitas sebesar 10% ……… 200 69. Penerimaan Proyek untuk Kenaikan Bahan Baku, Input dan

Utilitas sebesar 15% ……… 201 70. Perkiraan Rugi Laba untuk Penurunan Harga Jual

(24)

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara besar yang memiliki tumbuhan obat di

dunia dengan keanekaragaman hayati tertinggi kedua setelah Brazil. Dari 40.000 jenis

flora yang ada di dunia sebanyak 30.000 jenis dijumpai di Indonesia dan 940 jenis

diantaranya diketahui berkhasiat sebagai obat yang telah dipergunakan dalam

pengobatan tradisional secara turun-temurun oleh berbagai etnis di Indonesia.

Keanekaragaman hayati ini merupakan aset nasional yang bernilai tinggi untuk

pengembangan industri tanaman obat di dunia (Anonim, 1993). Akhir-akhir ini

kecenderungan pola hidup kembali ke alam (back to nature) dengan keyakinan bahwa

mengkonsumsi obat alami relatif lebih aman dibandingkan dengan obat sintetik, maka

berdampak tingginya permintaan dunia akan obat alami sehingga prospek pasar

tumbuhan obat Indonesia di dalam maupun luar negeri semakin besar peluangnya.

Kondisi tersebut terlihat dari peningkatan nilai ekspor dan pasar lokal obat tradisional

asli Indonesia seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Peningkatan Ekspor dan Pasar Lokal Obat Tradisional Asli Indonesia

Ekspor

Tahun US$ Jumlah Negara Tujuan Jumlah Perusahaan Pasar Lokal (Triliun) 2001 2002 2003 2004 2005 71.61 97.98 98.00 101.5 112.2 59 71 89 62 81 26 31 29 37 42 1.3 1.5 2.0 2.3 2.9 Sumber : Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI (2006)

Menurut Kardono (1991) tumbuhan obat Indonesia banyak menarik para

peneliti negara-negara industri, terutama dalam kaitannya dengan penemuan

senyawa-senyawa bioaktif yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai bahan obat

(25)

Amerika Serikat dan Inggris sangat aktif dalam meneliti tumbuhan obat Indonesia.

Peneliti dari Jepang sangat dominan, lebih dari 60% penelitian dilakukan oleh mereka.

Tanaman kamandrah (Croton tiglium L.) merupakan salah satu tanaman obat

yang terdapat di wilayah Indonesia. Setiap daerah mempunyai nama daerah sendiri

untuk tanaman ini. Di daerah Kalimantan Tengah, biji tanaman kamandrah (Croton

tiglium L.) banyak dimanfaatkan masyarakat, karena dipercaya mempunyai khasiat

sebagai obat pencahar (Sangat et al., 2000). Dengan memakan seperempat bagian

bijinya, akan mempercepat buang air besar, sehingga biji tanaman kamandrah (Croton

tiglium L.) ini dapat digunakan pula sebagai obat sembelit. Walaupun demikian

pengetahuan masyarakat sekitar penggunaan tanaman ini sebagai tanaman obat hanya

sebatas informasi turun temurun belum diketahui dosis dan kandungan bahan aktif yang

terdapat dalam tanaman tersebut. Tanaman ini bila dieksplorasi dan dimanfaatkan tidak

menutup kemungkinan dapat menjadi produk bahan baku industri farmasi, sehingga

mempunyai nilai tambah dalam pengembangan agroindustri di daerah asalnya.

Sebagian besar ramuan tradisional yang telah dikembangkan melalui seleksi

alamiah, dalam pemakaiannya ternyata belum cukup untuk memenuhi persyaratan

ilmiah bagi pengobatan modern. Agar pemakaian obat tradisional dapat dipertanggung

jawabkan, perlu dilakukan berbagai penelitian, baik untuk mencari komponen aktifnya

maupun untuk menilai efektivitas khasiat (efficacy) dan keamanannya (safety). Namun,

penelitian untuk menenukan komponen aktif dalam bentuk senyawa tunggal dalam obat

tradisional memakan waktu yang lama dan biaya yang tinggi, serta memerlukan

peralatan yang canggih. Tanaman obat merupakan komoditas yang spesifik karena

peryaratan mutu yang diterapkan mengacu pada kandungan senyawa aktif yang

berkhasiat obat. Secara keilmuan, kebanyakan senyawa-senyawa berkhasiat obat yang

diperoleh dari tanaman dikelompokan dalam golongan metabolit sekunder dari tanaman

(26)

Dari hasil penelusuran patent dan jurnal ternyata tidak ada patent dan jurnal

mengenai bahan aktif biji Croton tiglium yang digunakan sebagai bahan pencahar

(laksatif). Demikian juga tidak ada patent dan jurnal yang menghubungkan antara

penyakit sembelit yang diakibatkan oleh susah buang air besar dengan penggunaan biji

Croton tiglium. Telah ditemukan tentang ekstrak Croton, dari ke dua puluh patent dan

jurnal tersebut hanya ada 2 (020816 tgl 12 Desember 2001 dan 085848 tgl 27 Pebruari

2002) yang berisi ekstrak Euphorbiaceae (antara lain Croton tiglium), tetapi khasiat

(efficacy) yang ditelaah adalah sebagai anti kanker.

Untuk menilai apakah suatu bahan tumbuhan layak digunakan sebagai obat

maka bahan tersebut harus aman (tidak beracun) dan berkhasiat. Batas keamanan suatu

obat ditetapkan dalam suatu indek/koefisien yang disebut indeks terapeutik atau luas

terapeutik. Indeks terapi suatu obat merupakan ukuran keamanan antara efek terapi dan

efek toksik. Makin besar indeks terapi suatu obat maka makin aman obat tersebut

(Dipalma, 1971;Mutcshler, 1986).

Dalam perkembangan industri farmasi saat ini khususnya obat asli Indonesia,

penggolongan obat tradisional dibagi menjadi empat kelompok yaitu (1) jamu, (2)

ekstrak terstandar, (3) fitofarmaka, dan (4) suplemen/nutrasetikal. Kelompok yang

menjadi kajian dalam penelitian ini adalah obat tradisional yang berasal dari ekstrak

terstandar. Menurut Badan POM (2005), ekstrak terstandar adalah hasil ekstrak dari

bahan alam secara praklinis dalam penggunaannya ekstrak tersebut telah teruji

efektivitas khasiat (efficacy) dan keamanannya (safety).

Pembuatan sediaan ekstrak terstandar sebagai obat laksatif dari biji tanaman

kamandrah (Croton tiglium L.) merupakan salah satu alternatif untuk memanfaatkan

tanaman tersebut menjadi tanaman yang mempunyai nilai tambah secara ekonomi.

(27)

persyaratan antara lain: kebenaran dan khasiatnya terjamin, keseragaman komponen

aktif dan keamanannya baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Mengantisipasi tuntutan tersebut, adalah merupakan conditio sine qua non

(syarat mutlak) bagi Indonesia pada umumnya dan daerah pada khususnya untuk

menguasai teknologi sehingga dapat meningkatkan nilai tambah secara kompetitif.

Dengan demikian teknologi proses menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam rangka

pengembangan iptek untuk industrialisasi secara umum, dan agroindustri pada

khususnya.

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberi informasi tentang karakteristik

bioaktif biji kamandrah dan pengembangan teknologi proses ekstrak terstandar sebagai

bahan laksatif, sehingga pada akhirnya akan dapat meningkatkan nilai tambah dari

produk yang dihasilkan.

B. Tujuan Penelitian

1. Mendapatkan senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak biji kamandrah sebagai

bahan laksatif.

2. Mendapatkan dosis ekstrak biji kamandrah yang efektif sebagai bahan laksatif.

3. Menghasilkan teknologi proses produk sediaan dan analisis kelayakan finansial

terhadap produk yang dihasilkan.

C. Hipotesis

1. Senyawa aktif dari hasil ekstrak etanol biji kamandrah diduga mempunyai khasiat

sebagai bahan laksatif.

2. Dosis ekstrak etanol biji kamandrah yang tepat diduga mempunyai

(28)

3. Hasil formulasi ekstrak etanol biji kamandrah dengan bahan tambahan lain,

memungkinkan untuk di aplikasikan dalam bentuk ekstrak terstandar berbentuk

kapsul.

4. Secara finansial industri ekstrak terstandar biji kamandrah sebagai bahan laksatif

layak untuk dikembangkan secara komersial.

D. Ruang Lingkup Penelitian

1. Evaluasi taksonomi dan penentuan kandungan proksimat biji kamandrah.

2. Identifikasi dan karakterisasi senyawa aktif ekstrak biji kamandrah sebagai bahan

laksatif.

3. Penentuan dosis efektif khasiat dan keamanan ekstrak terstandar sebagai bahan

laksatif.

4. Pengembangan teknologi proses dan formulasi ekstrak terstandar sebagai bahan

(29)

A. Tanaman Kamandrah (Croton tiglium L.)

Tanaman kamandrah (Croton tiglium L.) banyak terdapat di daerah Kalimantan

Tengah. Kamandrah merupakan nama lokal untuk daerah Kalimantan Tengah, di

daerah lain tanaman ini disebut Simalakian (Sumatera Barat), ada, ceraken (Jawa),

roengkok (Sumatera Utara), semoeki (Ternate), Kowe (Tidore). Menurut Hutapea

(1994), tanaman kamandrah diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Croton

Spesies : Croton tiglium L.

Tanaman kamandrah (Croton tiglium L.) merupakan tanaman semak, pohon

kecil atau perdu, tinggi antara 5-24 m. Batang tanaman kamandrah tegak, bulat,

berambut dan berwarna hijau. Daun tanaman dicirikan pada bagian pangkal daun

tepinya bergerigi, berseling, lonjong, pada bagian ujung runcing, pangkal membulat,

berdaun tunggal, panjang daun 3-4,5 cm, lebar 1-3,5 cm, tangkai silendris, panjang

2-2,5 cm, pertulangan menyirip dan berwarna hijau. Bunganya dicirikan berbentuk

majemuk, bentuk bulir, diujung batang, kelopak membulat, bertoreh, warna hijau,

benang sari banyak, putih kekuningan, kepala putik bulat, kuning, mahkota bentuk

corong kuning. Buah berbentuk kotak, bulat, dengan diameter ± 0,5 cm, dan berwarna

hijau. Biji tanaman ini berbentuk bulat telur, kecil, dan berwarna hitam. Akar termasuk

(30)

Menurut Heyne (1988), untuk membudidayakan tanaman kamandrah ini tidak

terlalu sukar. Perbanyakan tumbuhan ini dengan bijinya sangat mudah dan untuk

pertumbuhannya tidak memerlukan persyaratan khusus, sehingga biji kamandrah

(Croton tiglium L.) yang disebarkan ke permukaan tanah persemaian umumnya dapat

tumbuh dengan baik.

Tumbuhan ini berbunga dan berbuah sepanjang tahun. Setiap batang tanaman

dapat menghasilkan 4-5 kg buah per tahun. Menurut Duke (1983) tumbuhan ini dapat

dipanen pada bulan Nopember sampai dengan Desember. Setiap tahunnya tanaman ini

dapat menghasilkan buah mencapai 200 – 750 kg biji/ha. Penyebaran tanaman

kamandrah didunia cukup luas mulai dari India, Cina terus ke Asia tenggara. Pada

umumnya tumbuh liar di hutan-hutan campuran pada ketinggian 1.500 m dari

permukaan laut. Adapun penampakan tanaman kamandrah (Croton tiglium L.) seperti

[image:30.612.83.496.107.723.2]

pada Gambar 1.

(31)

1. Khasiat Tanaman Kamandrah

Menurut Guerrero et al., (1990), tumbuhan kamandrah (Croton tiglium L.)

mengandung rotenon dan saponin. Di Filipina, air rebusan akarnya digunakan untuk

menggugurkan kandungan. Sehingga akarnya sering disebut sebagai bahan yang

bersifat abortif. Menurut Bimantoro (1977), minyak kental yang diperoleh dari biji

kamandrah (Croton tiglium L.) digunakan sebagai obat cuci perut, sedangkan minyak

encer digunakan sebagai penawar rasa nyeri. Adapun diagram pohon industri tanaman

kamandrah seperti pada Gambar 2.

Biji kamandrah (Croton tiglium L.) mengandung stearin, palmitin, olein dan

berbagai macam senyawa lemak. Kandungan minyak croton yang terdapat dalam Biji

Dimakan

Dibalur

Minyak kental

Minyak encer

Pencahar

Obat Kembung

Cuci perut

Cuci perut Batang/

Ranting Akar

Daun Tanaman

kamandrah

Bahan abortif

Obat demam

Insektisida

[image:31.612.95.517.62.735.2]

Penurun panas

(32)

bijinya berkisar 53-56% (Quisumbing, 1951). Menurut Hutapea (1994), akar tanaman

kamandrah berkhasiat sebagai obat demam dan daunnya untuk urus-urus. Sebagai obat

urus-urus dipakai ± 10 g daun kamandrah, dicuci dan disaring dengan 1 gelas air

matang, dan di saring. Hasil saringannya diminum sekaligus. Menurut Siagian dan

Rahayu (1999), tanaman kamandrah merupakan tanaman yang multiguna. Bagian

tanaman ini dapat digunakan sebagai obat antara lain irisan bijinya seberat 1.0-2.0 g

dapat digunakan sebagai obat pencahar, bijinya dibakar dan digiling dibalur pada

bagian perut dapat mengobati perut kembung. Daun tanaman ini juga bermanfaat

dengan cara dihancurkan memakai air, kemudian dibalur keseluruh tubuh sebagai obat

penurun panas. Sedangkan ranting/dahan dan batang tanaman ini bila dibakar akan

berbau khas, yang berfungsi sebagai bahan insektisida nabati (pengusir nyamuk).

Menurut Heyne (1988) hasil gerusan 0,5 biji kamandrah dapat digunakan untuk

menyembuhkan perut membesar karena cacing pada anak-anak.

Penggunaan obat tradisional telah dilakukan oleh masyarakat secara

turun-temurun. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan

tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari

bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan

berdasarkan pengalaman. Menurut Badan POM (2005), penggolongan obat tradisional

dibagi menjadi empat kelompok yaitu (1) obat tradisonal jamu, (2) ekstrak terstandar,

(3) fitofarmaka, dan (4) suplemen/nutrasetikal. Yang dimaksud dengan obat tradisional

jamu harus memenuhi kriteria (a) aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan; (b)

klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris; dan (c) memenuhi persyaratan

mutu yang berlaku. Ekstrak terstandar harus memenuhi kriteria (a) aman sesuai dengan

persyaratan yang ditetapkan; (b) klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/pra klinik; dan

(33)

jadi. Kelompok fitofarmaka harus memenuhi kriteria (a) aman sesuai dengan

persyaratan yang ditetapkan; (b) klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik;

(c) telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk

jadi; dan (d) memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Suplemen/nutrasetikal adalah

hasil ekstrak bahan alam yang digunakan untuk meningkatkan stamina atau kebugaran

tubuh, dalam penggunaannya hasil ekstrak tersebut dapat digunakan tanpa terlebih

dahulu dilakukan pengujian pra klinis.

2. Karakteristik Tanaman Kamandrah

Menurut Duke (1983), minyak yang terkandung dalam biji kamandrah

mengandung 3,4% resin, 37 % oleat, 19,0% linoleat, 1,5% arakidat, 0,3% stearat, 0,9%

palmitat, 7,5% miristat, 0,8% format, laurat, linoleat, valerat, dan butirat, ditambah

dengan senyawa lainnya.

Minyak kamandrah (Croton tiglium L.) mengandung gliserida dari asam linoleat

(19 – 37%), asam oleat (19 – 37%), asam arakinat (1,5%), asam palmitat, asam stearat,

asam laurat, asam valerianat, asam bebas (8%) dan beberapa asam lainnya (Sutedjo,

1990). Menurut Hutapea (1994), kandungan kimia yang terdapat pada daun dan buah

kamandrah (Croton tiglium L.) mengandung saponin, disamping itu daunnya juga

mengandung alkaloida dan polifenol.

Menurut Dictionary of Natural Products (1982), pada tanaman kamandrah

(Croton tiglium) terdapat beberapa senyawa bahan aktif yang dapat digunakan dalam

fitofarmaka :

1.Minyak croton (Croton tiglium) dan Sapium sebagai sumber hidro pada

cocarcinogens yang digunakan sebagai obat tumor dengan rumus molekul

4,9,12,13,20-pentahidroxi-1,6-tigliadien-3-one, dengan struktur kimianya seperti

(34)

O

H

OH

OH

H

H

O

OH

CH

2

OH

4

12 13

Gambar 3. (4α,9α,12β,13α)-pentahidroksi-1,6-tigliadien-3-one (Dictionary of Natural Products, 1982)

2. Biji tanaman kamandrah (Croton tiglium) dengan rumus molekul 6-Amino-9-β

-D-ribofururanosil-9H-purin-2(1H)-on,8Cl. 9-β-D-Ribofuranosilisoguanin. Crotonosida

2-hidroxiadenosin, digunakan sebagai AMP siklis dalam jaringan otak, inhibitor pada

inosin monofhosfhat pirofosfonilase dan dehidrogenase asam glutamat. Struktur

kimianya seperti pada Gambar 4.

N H N

N N

O

NH2

O

1

2 3

HOH2C

HO OH

3. Isolasi Aglikon dari kamandrah (Croton tiglium) nama senyawa turunannya

6-amino-2hidroxipurin, sinonim 6-amino-1,3-dihidro-2H-purin-2-on, 9Cl. isoguanin.

[image:34.612.85.483.43.786.2]
(35)

Gambar 5. 6-Amino-9-β-D-ribofururanosil-9H-purin-2 (1H)-one,8Cl. 9-β -ribofuranosilisoguanin(Dictionary of Natural Products, 1982)

guanopterin dengan formula molekul C5H5N5O. Adapun struktur kimia dari senyawa

ini seperti pada Gambar 5.

N N

N H N NH2

1

3

HO

9

N H N

N N

O

NH2

H

B. Optimasi Proses Ekstraksi

1. Ekstraksi Metode Maserasi

Maserasi merupakan metode ekstraksi yang paling sering digunakan

dibandingkan metode ekstraksi yang lain. Maserasi dibedakan menjadi tiga jenis yaitu

Maserasi sederhana, kinetik Maserasi, dan Maserasi dengan penggunaan tekanan (List

and Scmidt, 1989). Metode Maserasi digunakan untuk mengekstrak contoh yang tidak

tahan panas sebab Maserasi merupakan metode ekstraksi yang tidak menggunakan

pemanasan. Menurut (Meloan, 1999) metode Maserasi biasanya digunakan untuk

mengekstraksi jaringan tanaman yang belum diketahui kandungan senyawanya yang

kemungkinan bersifat tidak tahan panas sehingga kerusakan komponen tersebut dapat

dihindari. Keuntungan metode Maserasi ialah metodenya yang sederhana dan dapat

menghindari terjadinya kerusakan komponen tertentu yang tidak tahan panas, tetapi

metode ini membutuhkan jumlah pelarut yang cukup banyak jika dibandingkan dengan

[image:35.612.99.509.104.778.2]
(36)

Ekstraksi adalah proses pemisahan komponen-komponen terlarut dari

campuran komponen tidak terlarut dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi

dengan pelarut dilakukan dengan melarutkan bahan ke dalam suatu pelarut organik,

sehingga komponen pembentuk bahan akan terlarut ke dalam pelarut (Thorpe dan

Whiteley, 1954). Ekstraksi merupakan proses pemisahan dengan pelarut yang

melibatkan perpindahan zat terlarut ke dalam pelarut (Aguilera, 1999). Proses

perpindahan komponen bioaktif dari dalam bahan ke pelarut dapat dijelaskan dengan

teori difusi. Proses difusi merupakan pergerakan bahan secara spontan dan tidak dapat

kembali (irreversible) dari fase yang memiliki konsentrasi lebih tinggi menuju ke fase

dengan konsentrasi yang lebih rendah (Danesi, 1992). Proses ini akan terus

berlangsung selama komponen bahan padat yang akan dipisahkan menyebar diantara

kedua fase dan akan berakhir bila kedua fase berada dalam kesetimbangan.

Kesetimbangan akan terjadi bila seluruh zat terlarut sudah larut semuanya di dalam zat

cair dan konsentrasi larutan yang terbentuk menjadi seragam. Kondisi ini dapat

tercapai dengan mudah atau sulit tergantung pada struktur zat padatnya. Rangkaian

proses ekstraksi meliputi persiapan bahan yang akan diekstrak, kontak bahan dengan

pelarut, pemisahan residu dengan filtrat dan proses penghilangan pelarut dari ekstrak.

Perpindahan massa komponen bahan dari dalam padatan ke cairan terjadi

melalui dua tahapan pokok. Tahapan pertama adalah difusi dari dalam padatan ke

permukaan padatan dan tahapan kedua adalah perpindahan massa dari permukaan

padatan ke cairan. Kedua proses tersebut berlangsung secara seri. Bila salah satu

proses yang lambat, tetapi bila kedua proses berlangsung dengan cepat yang tidak jauh

berbeda, maka kecepatan ekstraksi ditentukan oleh kedua proses tersebut. Hasil ekstrak

yang diperoleh bergantung pada kandungan ekstrak yang terdapat pada contoh dan

(37)

mempunyai titik didih rendah, tidak beracun, dan tidak mudah terbakar. Kelarutan zat

dalam pelarut tergantung dari ikatan polar dan nonpolar.

Pemilihan pelarut untuk proses ekstraksi tergantung dari sifat komponen yang

akan diekstraksi. Salah satu sifat yang penting adalah polaritas suatu senyawa.

Ekstraksi senyawa aktif dari suatu jaringan tanaman dengan berbagai jenis pelarut pada

tingkat kepolaran yang berbeda bertujuan untuk memperoleh hasil yang optimum, baik

jumlah ekstrak maupun senyawa aktif yang terkandung dalam bahan. Menurut

McCabe dan Smith (1974) metode yang digunakan untuk melarutkan komponen yang

dapat larut dari zat padat yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut tertentu

disebut dengan pencucian (leaching) atau ekstraksi padat/cair (solid/liquid extraction).

Pelarut organik yang umum digunakan untuk memproduksi konsentrasi,

ekstrak, absolut atau minyak dari daun, biji, akar, batang dan bagian lain dari tanaman

adalah etil asetat, heksan, petroleum eter, benzen, toluen, etanol, isopropanol, aseton,

dan air (Mukhopadhyay, 2002). Nilai titik didih dan polaritas beberapa pelarut tersebut

dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Titik Didih dan Polaritas Beberapa Jenis Pelarut Organik

No. Pelarut Titik Didih (oC) Polaritas (EoC)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Etanol Aseton Etil Asetat Heksana Pentin Diklorometan Isopropanol Propilen Glikol Dietil Eter Karbondioksida 78.3 56.2 77.1 68.7 36.2 40.8 82.2 187.4 34.6 -56.6 0.68 0.47 0.38 0 0 0.32 0.63 0.73 - 0

(38)

Daya ekstraksi akan semakin meningkat dengan semakin kecilnya ukuran

bahan, karena kontak antara bahan dan pelarut merupakan proses osmosis yang berjalan

lambat. Namun demikian, bahan yang terlalu halus dapat membentuk suspensi dengan

pelarut dan dapat terjadi penguapan senyawa volatil yang berlebihan sebelum proses

ekstraksi.

Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang akan diekstraksi.

Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda dalam pelarut yang berbeda.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, kemampuan

mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan, dan harga pelarut.

Menurut Harborne (1987) metode ekstraksi dikelompokkan menjadi dua yaitu

ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus. Ekstraksi sederhana terdiri dari Maserasi,

Perkolasi, reperkolasi evakolasi dan dialokasi. Menurut Bombardelli (1991) ekstraksi

senyawa aktif dari tanaman obat adalah pemisahan secara fisik atau kimiawi dengan

menggunakan cairan atau padatan dari bahan padat.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi yaitu penggembungan

bahan baku, difusi, pH, ukuran partikel, suhu, dan pemilihan pelarut. Penggembungan

dari bahan tanaman meyakinkan perembesan dari pelarut dan mengakibatkan

pergerakan substansi bahan terlarut di dalamnya. Akibat dari penggembungan bahan

baku memastikan penyerapan dari pelarut terhadap zat yang akan diekstrak. Dalam

mengekstrak senyawa aktif dari tanaman obat, pelarut haruslah terlarut secara

sempurna di dalam pelarut sehingga tercapai kesetimbangan antara pelarut dan bahan

terlarut.

Kecepatan untuk mengambil senyawa aktif biasanya tergantung kepada suhu,

pH, ukuran partikel dan pergerakan pelarut di sekitar partikel. Biasanya pH

memainkan peran dalam masalah selektivitas, sedangkan suhu dan pergerakan pelarut

(39)

Pergerakan pelarut dapat dilakukan dengan melakukan perputaran pelarut

menggunakan pompa atau mesin pengaduk yang akan membuat pencampuran pelarut

dan bahan baku secara berkesinambungan atau dengan menggunakan gelombang

ultrasonik. Ukuran partikel berpengaruh terhadap kecepatan ekstraksi, ukuran partikel

bahan yang lebih kecil akan cepat terekstrak bila dibandingkan dengan ukuran partikel

yang lebih besar. Hasil ekstraksi yang memberikan senyawa obat secara lengkap dapat

diperoleh jika pelarut memberikan selektivitas maksimum, yaitu yang paling baik

kapasitasnya dalam batas waktu tertentu untuk mencapai koefisien penjenuhan.

2. Metode Permukaan Respon (Respon Surface Methodology)

Response Surface Methodology (RSM) adalah kumpulan teknik matematik dan

statistik yang digunakan untuk membentuk model dan menganalisis masalah dalam

suatu respon yang dipengaruhi oleh beberapa peubah dan bertujuan untuk

mengoptimalisasi respon ini (Box et al., 1978). Dalam banyak masalah RSM, bentuk

hubungan antara respon dan peubah bebasnya tidak diketahui. Jadi langkah pertama

adalah mendapatkan suatu pendugaan yang cocok untuk fungsi yang sebenarnya antara

y dan himpunan bebasnya. Untuk pendugaan ini biasanya digunakan suatu polinomial

orde rendah. Jika respon telah dimodelkan dengan baik oleh fungsi linier dari peubah

bebasnya, maka fungsi yang diduga adalah model ordo pertama.

Y = βo + βixi + β2x2 + …. + βkxk + ε

Jika ada lengkungan dalam sistem, maka polinomial dengan ordo yang lebih

tinggi harus digunakan, seperti pada model ordo kedua.

Y = βo + ∑βixi + ∑β2x2 + …. + ∑βkxk + ε i=1 i=1 I<1

Hampir semua persoalan RSM menggunakan salah satu dari kedua model ini.

(40)

fungsi yang sebenarnya, tetapi untuk wilayah yang relatif kecil maka model ini dapat

digunakan dengan baik. Metode kuadrat terkecil juga dapat digunakan untuk menduga

parameter dalam pendugaan polinominal. Analisis respon surface kemudian dibentuk

menggunakan pengepasan surface. Jika pengepasan surface merupakan suatu

pendugaan yang memadai dari fungsi respon yang sebenarnya, maka analisis dari

pengepasan surface kira-kira sama dengan analisis sistem yang sebenarnya

(Montgomery, 1997).

Analisis untuk menduga fungsi respon sering disebut sebagai analisis

permukaan respon yang pada dasarnya serupa dengan analisis regresi yaitu

menggunakan prosedur pendugaan parameter fungsi respon berdasarkan metode

kuadrat terkecil (least square method), hanya saja dalam analisis permukaan respon

diperluas dengan menerapkan teknik-teknik matematik untuk menentukan titik-titik

optimum agar dapat ditemukan respon yang optimum. Penentuan kondisi operasi

optimum diperlukan fungsi respon ordo kedua dengan menggunakan rancangan

komposit terpusat dalam mengumpulkan data percobaan. Penentuan kondisi optimum

proses dilakukan menggunakan analisis kononik dan analisis plot kontur permukaan

respon. Analisis kanonik dalam metode permukaan respon adalah mentransformasikan

permukaan respon dalam bentuk kanonik. Sedangkan plot kontur adalah suatu seri

garis atau kurva yang mengidentifikasikan nilai-nilai peubah uji pada respon yang

konstan dan plot kontur ini memegang peranan penting dalam mempelajari analisis

permukaan respon.

Ada beberapa hal yang penting diketahui dalam melakukan optimasi antara lain

dalam pengujian model pada teknik optimasi untuk mengetahui ketepatan model

didasarkan atas uji penyimpangan model (lack of fit), koefisien determinasi (R2), uji

signifikan model, dan uji asumsi residual (Box et al., 1978). Dimaksud dengan

(41)

bersifat tidak nyata secara statistik sedangkan suatu model dianggap tidak cocok untuk

menerangkan fenomena sistem yang dipelajari apabila uji lack of fit bersifat nyata

secara statistik, walaupun kreteria lain cukup baik.

Nilai R2 merupakan ukuran kesesuaian model dalam kemampuannya untuk

menerangkan keragaman nilai peubah Y, semakin tinggi R2 berarti model semakin

mampu menerangkan perilaku peubah Y (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Uji

signifikansi model dan uji asumsi residual dilakukan untuk mengetahui pengaruh

variabel bebas terhadap respon dan jika model dikatakan tepat apabila uji asumsi

residual menunjukkan plot residual menyebar acak disekitar nol dan mendekati garis

lurus sehingga terdistribusi secara normal (Rigas et al., 2001).

C. Kandungan Bahan Aktif Berkhasiat Sebagai Laksatif

1. Tinjauan Fitokimia Dalam Bahan Tanaman

Bahan tanaman yang diketahui secara turun-temurun (empiris) berkhasiat

sebagai tanaman obat, selanjutnya perlu diketahui senyawa aktif apa saja yang terdapat

dalam bahan tersebut. Penentuan kandungan fitokimia penting dilakukan untuk

mengetahui kandungan senyawa yang terkandung dalam bagian tanaman antara lain

senyawa alkaloid, flavonoid, steroid, triterpenoid dan tannin (Harborne, 1987).

a. Alkaloid

Alkaloid merupakan golongan terbesar senyawa metabolik sekunder pada

tumbuhan. Menurut Hutapea (1994), kandungan kimia yang terdapat pada daun

tanaman kamandrah banyak mengandung alkaloid dan polifenol.

Telah diketahui sekitar 5500 senyawa alkaloid yang tersebar di berbagai famili.

Istilah alkaloid diberikan kepada golongan senyawa organik yang mengandung satu

(42)

gugus amina atau amida) dan bersifat basa. Alkaloid dapat ditemukan dalam berbagai

bagian tumbuhan seperti biji, daun, ranting dan kulit kayu. Selain ditemukan pada

tumbuhan tingkat tinggi maupun tingkat rendah, alkaloid juga ditemukan pada hewan.

Pada umunya alkaloid banyak ditemukan pada tumbuhan yang termasuk kelas dikotil

dan alkaloid jarang ditemukan pada kelas Angiospermae. Alkaloid seringkali beracun

bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, sehingga

dipergunakan secara luas dalam bidang pengobatan.

Sampai saat ini, penggolongan senyawa alkaloid belum ada yang digunakan

secara umum. Hal ini disebabkan alkaloid mempunyai struktur yang banyak jenisnya,

sehingga penggolongan alkaloid berdasarkan strukturnya untuk membedakan jenis

yang satu dengan yang lain sukar dilakukan.

Alkaloid sebagian besar memiliki daya aktif farmakologi dan ada juga bersifat

racun. Alkaloid banyak digunakan dalam industri farmasi karena memiliki aktivitas

fisiologis yang menonjol. Manfaat alkaloid dalam bidang kesehatan adalah sebagai

pemacu sistem syaraf, menaikan tekanan darah, mengurangi rasa sakit dan dapat

melawan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme. Sedangkan pada tanaman

sendiri, alkaloid berfungsi sebagai zat racun untuk melawan serangga atau hewan

pemakan tanaman, pengatur tumbuh, sebagai substansi cadangan untuk memenuhi

kebutuhan akan sumber nitrogen atau elemen-elemen lain yang penting bagi tumbuhan,

dan merupakan hasil akhir pada reaksi detoksifikasi dari suatu zat berbahaya bagi

tumbuhan.

b. Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa polar, karena memiliki beberapa gugus hidroksil

berupa gula. Senyawa yang dapat digunakan sebagai pelarut dalam mengekstrak

flavonoid juga merupakan senyawa polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton,

(43)

Dalam tumbuhan, aglikon flavonoid terdapat dalam berbagai bentuk struktur.

Semuanya mengandung 15 atom C dalam inti dasar tersusun dalam konfigurasi C6 – C3

– C6, yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh tiga karbon yang dapat atau

tidak dapat membentuk cincin ketiga. Susunan yang demikian menyebabkan golongan

senyawa ini dapat memiliki tiga macam bentuk struktur yaitu isoflavonoid,

neoflavonoid dan flavonoid. Perbedaan struktur dari ketiga flavonoid tersebut pada

letak gugus fenil rantai propana (C3). Adapun jalur biosintesis flavonoid dalam

[image:43.612.102.482.132.731.2]

tumbuhan seperti pada Gambar 6.

Gambar 6. Jalur Biosintesis Flavonoid dalam Tumbuhan (Gottlich, 1980)

CO2 H2O

Siklus

Calvin

Asam piruvat

Asam Sikimat

Fenilalanin

Asam Sinamat

Sinamil Alkohol

Asam Malonat Asam Asetat

(44)

Menurut Vickery dan Vickery (1981) dalam dunia pengobatan beberapa

senyawa flavonoid berfungsi sebagai zat antibiotik, seperti sebagai anti virus jamur,

anti peradangan pembuluh darah dan dapat digunakan sebagai racun ikan. Flavonoid

merupakan golongan terbesar dari senyawa fenolik disamping fenol sederhana,

fenilpropanoid dan kuinonfenolik (Gottlich, 1980). Flavonoid ditemukan dalam

tumbuhan tingkat tinggi, tetapi tidak dalam mikroorganisme. Flavonoid terdapat pada

semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kulit kayu, tepung sari, bunga, buah dan

biji.

c. Steroid/Triterpenoid

Steroid merupakan triterpenoid dengan kerangka dasar cincin siklopentana

perhidrofenantrena. Steroid banyak ditemukan pada hewan atau tumbuhan. Pada

tumbuhan tingkat tinggi, steroid ditemukan sebagai senyawa fitosterol, seperti

sitosterol, stimosterol, dan komposterol.

Biji kamandrah (Croton tiglium L.) mengandung stearin, palmitin, olein dan

berbagai macam senyawa lemak. Menurut Guerrero et al., (1990), tumbuhan

kamandrah (Croton tiglium L.) mengandung rotenon dan saponin. Di Filipina, air

rebusan akarnya digunakan untuk menggugurkan kandungan. Sehingga akarnya sering

disebut sebagai bahan yang bersifat abortif. Triterpenoid sendiri adalah senyawa yang

kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis

diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik yaitu skualena. Triterpenoid merupakan

senyawa tidak berwarna, berbentuk kristal, seringkali bertitik leleh tinggi, optik aktif

dan umumnya sukar dicirikan karena tidak memiliki kereaktifan kimia. Dengan

demikian triterpenoid dibagi menjadi empat golongan yaitu triterpena sejati, steroid,

(45)

Senyawa triterpenoid dalam pengobatan berguna sebagai zat antibiotik

diantaranya sebagai anti jamur, bakteri dan virus. Steroid dapat merangsang aktivitas

hormon estrogen dan progesterone pada satwa dan manusia. Steroid juga diketahui

menjadi sumber makanan bagi mikroorganisme pengurai.

d. Tanin

Menurut Hutapea (1994), kandungan kimia yang terdapat pada daun dan buah

kamandrah (Croton tiglium L.) mengandung saponin, disamping itu daunnya juga

mengandung alkaloid dan polifenol. Tanin merupakan senyawa polifenol yang tersebar

luas dalam tumbuhan terutama dalam tumbuhan berpembuluh. Tanin terbagi dalam

dua kelompok yaitu tannin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Dalam uji kualitatif

tanin dapat membentuk kompleks dengan larutan feriklorida menghasilkan warna biru

kehitaman.

Tanin merupakan senyawa yang berpotensi sebagai astrigen, selain itu senyawa

ini dapat menghambat aktivitas enzim. Keadaan tersebut menyebabkan kecernaan

protein menurun sehingga dapat mengganggu mekanisme proses metabolisme makanan

di dalam mikroorganisme dan berpeluang sebagai bakteriostatik (dapat menghambat

pertumbuhan mikroorganisme).

e. Kuinon

Kuinon merupakan senyawa alam berwarna, termasuk dalam golongan fenol

yang memiliki dua gugus keton pada cincinnya. Senyawa kuinon terbagi atas empat

kelompok yaitu benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon isoprenoid.

Kelompok benzokuinon, naftokuinon dan antrakuinon termasuk senyawa

terhidroksilasi dan bersifat senyawa fenol. Sedangkan kuinon isoprenoid terlibat dalam

(46)

2. Uji Toksisitas Terhadap Hewan Uji

Uji toksisitas merupakan uji pendahuluan untuk mengamati aktivitas

farmakologi suatu senyawa. Senyawa aktif yang dikandung ekstrak kasar tumbuhan

akan menghasilkan tingkat kematian yang tinggi. Uji toksisitas akut dilakukan sebagai

pemenuhan atas prasyarat keamanan calon obat untuk pemakaian pada manusia dan

hewan. Nilai pengujian yang diperoleh ini selanjutnya akan menjadi penentu kriteria

keamanan formulasi obat. Kriteria penilaian dosis letal akut mulai dari yang praktis

tidak toksik sampai yang amat toksik ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Penilaian Dosis Letal Akut (LD50) Pada Hewan Percobaan

Penilaian Dosis Letal LD50

Praktis tidak toksik

Sedikit toksik

Toksisitas sedang

Sangat toksik

Luar biasa toksik

Super toksik

>15 mg/kg BB

5 - 15 mg/kg BB

0,5 – 5 mg/kg BB

50 - 500 mg/kg BB

1 - 50 mg/kg BB

< 1 mg/kg BB

Sumber : Loomis (1978).

Untuk menentukan keamanan suatu obat, biasanya dilakukan dengan cara

penentuan LD50, yaitu dosis tertentu yang menyebabkan kematian pada 50% hewan

percobaan, sedangkan yang dimaksud dengan ED50 adalah dosis efektif tertentu pada

50% hewan percobaan. Angka 50, merupakan batas dosis tertinggi pada penentuan

varian dosis ekstrak dalam pengujian, dimana memilki variasi yang relatif rendah

antara hewan uji yang sensitif dan resisten. Nilai LD50 yang merupakan dosis efektif

dari suatu obat dipengaruhi oleh banyak faktor. Beberapa faktor tersebut antara lain

spesies hewan percobaan, umur hewan, berat badan hewan, jenis kelamin dan

(47)

Pemeriksaan toksisitas diperlukan untuk mengetahui berapa konsentrasi yang

dapat menyebabkan keracunan sehingga dapat diketahui jumlah penggunaan

konsentrasi yang tepat. Tingkat konsentrasi yang dapat menyebabkan keracunan

ditentukan dengan letal Dosis 50 (LD50). LD50 adalah dosis dari suatu bahan yang

menyebabkan 50% kematian dalam suatu populasi. LD50 dapat digunakan untuk

menentukan toksisitas dari suatu zat. Data mortalitas hewan uji yang diperoleh dapat

diolah untuk mendapatkan nilai LD50 dengan selang kepercayaan 95% dengan

menggunakan probit analysis method yang pertama kali dikemukakan oleh Finney.

Nilai LD50 ini dijadikan sebagai batas konsentrasi tertinggi pada penentuan varian

konsentrasi ekstrak dalam uji enzimatik. Menurut Meyer et al., (1982) apabila hasil

penelitian menunjukkan nilai LC50 < 1000 ppm maka bahan yang diuji dikatakan

memiliki potensi bioaktivitas.

D. Sediaan Bahan Aktif Sebagai Laksatif

1. Mekanisme Laksansia Sebagai Bahan Laksatif (pencahar)

Laksansia adalah obat yang digunakan untuk meningkatkan defekasi, merubah

konsistensi tinja menjadi lembek, sampai cair serta menambah massa tinja yang

dikeluarkan. Frekuensi defekasi yang berkurang, demikian juga massa tinja yang

Gambar

Gambar 1. Tanaman Kamandrah (Croton tiglium L.) Ketinggian 150 cm
Gambar 2. Diagram Pohon Industri Tanaman Kamandrah
Gambar 3. (4α,9α,12β,13α)-pentahidroksi-1,6-tigliadien-3-one                                       (Dictionary of Natural Products, 1982)
Gambar 5.        6-Amino-9-β-D-ribofururanosil-9H-purin-2 (1H)-one,8Cl. ribofuranosilisoguanin(Dictionary of Natural Products, 1982)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan daun tanaman pacar air yang tumbuh di Boyolali, Jawa Tengah, ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 70%, metode

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak kental dari daun kemuning yang diperoleh dengan metode ekstraksi maserasi menggunakan pelarut etanol 70%, gelatin,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh hasil rendemen minyak biji ketimun optimal yang diperoleh dengan metode ekstraksi berkelanjutan dan maserasi menggunakan

Rendemen ekstrak yang didapat dari proses ekstraksi dengan metode maserasi serbuk daun gedi merah dengan menggunakan pelarut etanol 75% dan heksana dapat dilihat pada Tabel

menarik semua zat aktif yang ada di dalamnya. Metode ekstraksi dilakukan dengan cara panas menggunakan alat soklet, eks- traksi dilakukan secara kontinyu dengan

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui kadar sisa pelarut dan rendemen total dari proses ekstraksi menggunakan metode maserasi, microwave assisted extraction MAE dan

2020 menyatakan bahwa pelarut air lebih disukai daripada etanol alkohol dalam proses ekstraksi dan air dipilih sebagai pelarut untuk proses ekstraksi daun sehingga diperoleh ekstrak air

Pada penelitian ini ekstrak herba rumput akar wangi Polygala paniculata L merupakan sampel pada skrining fitokimia diperoleh dari proses ekstraksi dengan metode maserasi yang