• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Menentukan Khasiat dan Keamanan Ekstrak Terstandar

2. Uji Batas Keamanan Hasil Ekstrak Sebagai Bahan Laksatif

1.4. Pembandingan Proses

Ada beberapa proses ekstraksi yang digunakan untuk mengekstrak biji kamandrah, sehingga diperoleh ekstrak terstandar sebagai bahan laksatif. Tahapan heuristik senantiasa merupakan hasil pilihan terbaik dari beberapa pilihan yang dicanangkan. Pemilihan proses dilakukan dengan membandingkan beberapa metode ektraksi yang digunakan untuk mengekstrak biji kamandrah seperti pada Tabel 19. Tabel 19. Beberapa Parameter Proses Ekstrak Terstandar Sebagai Bahan Laksatif

Parameter Pembanding Proses I Proses II Proses III

Suhu Saat Ekstraksi

Pengambilan Kembali Etanol Lama Ekstraksi Etanol Hilang Nisbah Bahan/pelarut Hasil Ekstrak 27oC 95,68% 6,2 hari 4,31% 1 : 6 g/ml 1,38 g 70oC 14,84% 6,2 jam 6,16% 1 : 6 g/ml 2,56 g 27oC 91,10% 1,9 jam 4,06% 1 : 6 g/ml 1,20 g

Berdasarkan Tabel 19, menunjukkan ekstraksi menggunakan metode ekstraksi kontinyu menggunakan Soxhlet diperoleh hasil ekstrak tertinggi yaitu 2,56 g bila dibandingkan dengan metode Maserasi (1,38 g) dan Perkolasi (1,20 g). Bila dilihat dari kecenderungan perolehan hasil ekstrak menggunakan metoda ekstrak kontinyu menggunakan Soxhlet lebih tinggi bila dibandingkan dengan metoda Maserasi dan Perkolasi, hal ini diduga karena kontak antara pelarut dan bahan secara berkesinambung sampai bahan terekstrak habis.

Menurut Bombardelli (1991) lama ekstraksi menentukan jumlah komponen yang dapat diekstraksi dari bahan. Semakin lama waktu ekstraksi maka kesempatan untuk bersentuhan antara bahan dan pelarut semakin besar, sehingga kelarutan komponen bioaktif dalam larutan akan meningkat, dengan demikian hasil ekstrak juga akan semakin bertambah hingga larutan mencapai titik jenuh.

Disamping itu yang menyebabkan tingginya perolehan hasil ekstrak kontinyu menggunakan Soxhlet dibandingkan dengan metode Maserasi dan Perkolasi, disebabkan adanya pemanasan selama proses ekstraksi. Adanya pemanasan menyebabkan suhu menjadi lebih tinggi, akibatnya bahan akan lebih cepat terekstraksi. Pada metode ekstrak kontinyu menggunakan Soxhlet, menggunakan suhu 70oC selama

6 jam, perputaran pelarut yang menyebabkan pencampuran pelarut dan bahan secara berkesinambungan sehingga hasil ekstrak yang diperoleh juga semakin banyak sampai akhirnya mencapai titik keseimbangan kejenuhan pelarut. Dari 7,41 g serbuk biji kamandrah waktu yang diperlukan untuk mengekstrak bahan selama 6 jam, yang menghasilkan hasil ekstrak 2,56 g. Pada kondisi ini serbuk biji kamandrah akan terekstraksi semuanya. Proses ekstrak akan berhenti dilakukan apa bila ditandai dengan warna bening pada pelarut.

Menurut Harborne (1996) suhu berperan penting dalam mengekstrak suatu bahan menggunakan pelarut. Suhu yang meningkat kelarutan senyawa-senyawa tertentu ke dalam pelarut sehingga senyawa-senyawa tersebut dapat lebih banyak terekstraksi. Kecenderungan perolehan hasil ekstrak menggunakan Maserasi dan Perkolasi lebih rendah bila dibandingkan dengan ekstraksi kontinyu menggunakan Soxhlet.

Hal ini diduga karena pada perkolasi kontak antara pelarut dan bahan hanya berlangsung singkat, sehingga laju ekstraksi komponen bahan juga berkurang dan kemampuan pelarut untuk melarutkan komponen ekstrak dalam bahan hanya sedikit

sehingga hasil ekstraksi juga akan sedikit hal ini ditunjukkan dengan kecilnya nilai hasil ekstrak yang diperoleh. Dengan Perkolasi untuk melarutkan melarutkan 10 g serbuk biji kamandrah hanya memerlukan waktu yang lebih singkat yaitu selama 1.7 jam dan dilakukan pada suhu kamar, yang menghasilkan ekstrak 1,20 g dari total serbuk biji yang diekstraksi.

Begitu juga halnya menggunakan metode Maserasi, dimana ekstraksi tidak menggunakan suhu tinggi hanya menggunakan suhu kamar, walaupun dilakukan perendaman bahan selama 6,2 hari dengan perbandingan nisbah bahan/pelarut 1 : 6,909 g/ml menghasilkan ekstrak hanya 1,38 g dari total bahan yang diekstraksi 7,41 g serbuk biji kamandrah. Dengan demikian maka hasil ekstrak yang diperoleh juga lebih kecil bila dibandingkan dengan ekstraksi yang dilakukan secara kontinyu (sinambung) menggunakan metode ekstrak kontinyu menggunakan Soxhlet.

Tingginya perolehan hasil ekstrak menggunakan metode Maserasi bila dibandingkan dengan metode Perkolasi, diduga disebabkan karena waktu perendaman pada metode Maserasi cukup lama yaitu 6,2 hari, sedangkan metode Perkolasi hanya 1,7 jam sehingga kontak antara bahan dan pelarut pada metode Maserasi cukup lama, sedang metode perkolasi lebih singkat yang menyebabkan perolehan hasil ekstrak pada metode Maserasi lebih banyak. Hal ini terbukti dari hasil perolehan ekstrak menggunakan metode Maserasi (1,38 g) lebih tinggi dari metode Perkolasi yang hanya (1,20 g) walaupun masih lebih kecil dari perolehan hasil ekstrak menggunakan metode ekstrak kontinyu menggunakan Soxhlet. Menurut Bombardelli (1991) disamping pengaruh suhu, lama ekstraksi menentukan jumlah komponen yang dapat diekstraksi dari bahan yang diekstrak. Semakin lama waktu ekstraksi maka kesempatan untuk bersentuhan antara bahan dan pelarut semakin besar sehingga kelarutan komponen bioaktif dalam larutan akan meningkat, dengan demikian hasil ekstrak juga akan semakin bertambah.

Berdasarkan jumlah pelarut etanol yang dapat diambil kembali (recovery) sebagai pelarut untuk melakukan ekstraksi berikutnya menunjukkan bahwa metode Maserasi sebanyak 95.68 % lebih besar bila dibandingkan dengan Perkolasi yaitu 91,19 %. Dengan demikian penggunaan pelarut pada metode Maserasi lebih efisien bila dibandingkan metode Perkolasi, karena pelarut tersebut masih dapat digunakan dalam proses ekstraksi berikutnya.

Mengingat yang menjadi target hasil ekstrak selanjutnya digunakan dalam industri maka disamping yang menjadi parameter penting adalah secara kualitatif bioaktif dari ekstrak tersebut, juga secara kuantitatif adalah hasil ekstrak yang diperoleh. Walaupun perolehan hasil ekstraksi metode ekstrak kontinyu menggunakan Soxhlet lebih tinggi bila dibandingkan dengan metode Maserasi dan perkolasi, akan tetapi perlu menjadi pertimbangan bahwa proses ekstraksi menggunakan ekstraksi kontinyu menggunakan Soxhlet pada suhu tinggi, sehingga dikuatirkan akan merusak senyawa target dalam hal ini senyawa aktif sebagai bahan laksatif. Menurut Meloan (1999) suhu berpengaruh terhadap senyawa aktif pada bahan tanaman yang di ekstraksi, pada suhu yang terlalu tinggi dapat merusak bioaktif dari bahan yang diekstraksi. Dengan demikian dikuatirkan senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak biji kamandrah telah terurai/terdegradasi, sehingga tidak berpengaruh efektif lagi sebagai bahan laksatif.

Untuk menghindari hal yang demikian, maka pemilihan metode ekstraksi harus mempertimbangkan penggunaan suhu. Menurut Mitra et al., (2003) untuk mengekstraksi akar tanaman picrorrhiza sebagai bahan laksatif diperlukan suhu 40-50oC, pada suhu yang terlalu tinggi akan merubah sifat fisik dan kimia dari senyawa

target yang akan diperoleh. Dengan demikian maka metode ekstraksi yang dapat digunakan adalah metode Maserasi.

Berdasarkan tahapan perancangan proses diperoleh rancangan proses ekstraksi menggunakan metode Maserasi dan proses produk sediaan ekstrak terstandar dalam bentuk kapsul, seperti pada Lampiran 45.