• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Toksisitas Ekstrak Heksana dan Etanol Menggunakan Uji Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Lethality Test (BSLT)

C. Identifikasi dan Karakterisasi Senyawa Aktif Ekstrak Biji Kamandrah Sebagai Laksatif

6. Uji Toksisitas Ekstrak Heksana dan Etanol Menggunakan Uji Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Lethality Test (BSLT)

Uji toksisitas dilakukan sebagai pemenuhan atas prasyarat keamanan calon obat untuk pemakaian pada manusia dan hewan. Uji toksisitas menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) terhadap larva udang Artemia salina ini dilakukan sebagai uji pendahuluan untuk menentukan nilai LC50 sebelum melakukan uji toksisitas

menentukan dosis pengujian dan kriteria keamanan formulasi obat selanjutnya. Untuk menentukan keamanan suatu obat, biasanya dilakukan dengan cara penentuan LC50,

yaitu konsentrasi tertentu yang menyebabkan kematian pada 50% hewan percobaan dalam hal ini larva udang A. salina. Pada uji toksisitas hasil ekstrak yang diperoleh dilakukan terhadap larva udang A. salina dengan metode Brine Shrimp Lethality Test

(BSLT) dengan tujuan untuk mengetahui efek toksik kedua hasil ektrak yaitu ekstrak heksana dan etanol yang diperoleh dari biji kamandrah.

Tingkat konsentrasi yang dapat menyebabkan keracunan ditentukan dengan letal konsentrasi 50 (LC50). LC50 adalah konsentrasi dari suatu bahan yang

menyebabkan 50% kematian dalam suatu populasi dalam percobaan. LC50 dapat

digunakan untuk menentukan toksisitas dari suatu senyawa aktif dari bahan alam. Data kematian hewan uji yang diperoleh dapat diolah untuk mendapatkan nilai LC50 dengan

selang kepercayaan 95% dengan menggunakan probit analysis method. Nilai LC50 ini

dijadikan sebagai batas konsentrasi tertinggi pada penentuan varian konsentrasi ekstrak dalam uji.

Uji kematian larva udang Artemia salina Leach merupakan salah satu metode uji bioaktif pada penelitian senyawa bahan alam (Laughlin dan Ferrigni, 1991). Beberapa keuntungan dari uji bioaktif menggunakan larva udang Artemia salina adalah sifatnya yang peka terhadap bahan uji, waktu uji yang cepat, murah, tidak perlu terlalu aseptis, sederhana, tidak memerlukan keahlian khusus, dan tidak memerlukan peralatan khusus.

Senyawa bioaktif yang diduga terdapat dalam biji kamandrah merupakan senyawa yang bersifat toksik jika diberikan dalam dosis tinggi dan obat adalah racun dari suatu bioaktif pada dosis rendah (Badan POM, 2005). Uji toksisitas terhadap larva udang A. salina merupakan uji pendahuluan untuk mengamati aktivitas farmakologi suatu senyawa. Secara umum farmakologi pada dasarnya adalah toksikologi pada dosis

rendah, sedangkan toksikologi adalah farmakologi pada dosis tinggi. Senyawa aktif yang dikandung ekstrak kasar tumbuhan akan menghasilkan tingkat kematian yang tinggi. Pemeriksaan toksisitas diperlukan untuk mengetahui berapa konsentrasi yang dapat menyebabkan keracunan sehingga dapat diketahui jumlah penggunaan konsentrasi yang tepat.

Hasil uji toksisitas menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) terhadap larva udang Artemia salina pada hasil ekstrak heksana dan etanol sepertipada Tabel 13 dan 14. Data hasil pengamatan pada Lampiran 30, 33 dan hasil perhitungan pada Lampiran 32 dan 35. Sedangkan persamaan garis regresi linier kedua ekstrak disajikan pada Lampiran Gambar 31 dan 34.

Tabel 13. Hasil Uji Toksisitas Menggunakan Metode (BSLT) Terhadap Larva Udang

Artemia salina pada Ekstrak Heksana Tetapan Log Te-tapan Mati (M) Hidup (H) Angka Mati (AM) Angka Hidup (AH) Angka Total (AT) Kematian (%) AM/AT X LC50 0.1 -1 9 25 9 47 56 16.071 1.0 0 19 13 28 22 50 56.000 10 1 25 6 53 9 62 85.484 100 2 28 3 81 3 84 96.429 1000 3 31 0 112 0 112 100.000 0.0015 1.003

Tabel 14. Hasil Uji Toksisitas Menggunakan Metode (BSLT) Terhadap Larva Udang

Artemia salina pada Ekstrak Etanol Tetapan Log Te-tapan Mati (M) Hidup (H) Angka Mati (AM) Angka Hidup (AH) Angka Total (AT) Kematian (%) AM/AT X LC50 0.1 -1 4 27 4 59 63 6.349 1.0 0 23 11 27 32 59 45.763 10 1 26 8 53 21 74 71.622 100 2 21 12 74 13 87 85.057 1000 3 32 1 106 1 107 99.065 0.4851 3.056

Dari hasil penelitian uji toksisitas menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) terhadap larva udang Artemia salina pada konsentrasi 1000, 100, 10, 1.0

dan 0.1 ppm menunjukkan ekstrak heksana dan etanol bersifat toksik terhadap larva udang A. salina dengan nilai LC50 kurang dari 1000 ppm, sehingga dapat dikatakan

senyawa bioaktif yang terdapat dalam biji kamandrah tersebut sangat berpotensi sebagai bahan obat. Menurut Meyer et al., (1982) suatu ekstrak atau senyawa dikatakan aktif apabila memiliki efek toksik terhadap larva udang, dimana nilai LC50 yang

diperoleh kurang dari 1000 ppm.

Dari Tabel 13 dan 14, menunjukkan ekstrak heksana lebih toksik bila dibandingkan dengan ekstrak etanol yaitu ekstrak heksana (1.003 ppm) dan ekstrak etanol (3.056 ppm). Hal ini diduga dari hasil uji fitokimia menunjukkan ekstrak heksana lebih murni karena hanya mengandung senyawa alkaloid, sedang pada ekstrak etanol mengandung senyawa alkaloid, flavonoid dan saponin sehingga tingkat toksisitas ekstrak etanol berkurang karena tercampur dari ketiga senyawa tersebut. Menurut Mayer et al., (1982) tingkat toksisitas disamping dipengaruhi oleh jenis bahan alam yang dicoba, juga dipengaruhi oleh kemurnian senyawa yang terkandung dalam bahan alam tersebut.

Walaupun demikian ekstrak yang terlalu toksik dalam hal ini ekstrak heksana, menjadi bahan pertimbangan dalam hal penggunaannya bila masih memungkinkan ada yang kurang toksik, karena ekstrak yang toksisitasnya tinggi dapat dikatakan tidak aman untuk dikonsumsi oleh pengguna baik hewan maupun manusia. Dengan demikian berarti hasil ekstrak etanol yang diduga memiliki senyawa aktif yang kurang toksik bila dibandingkan ekstrak heksana, sehingga ekstrak etanol merupakan ekstrak terpilih yang digunakan dalam pengujian lebih lanjut.

Pemilihan Jenis Ekstrak Yang Digunakan dalam Penelitian Lebih Lanjut

Pemilihan jenis ekstrak ini mengacu pada hasil kesimpulan dari penelitian terdahulu yaitu ekstrak heksana dan etanol yang diharapkan memberi kontribusi

sebagai bahan pencahar (laksatif) seperti pada Tabel 14. Pemilihan jenis ekstrak yang digunakan untuk penelitian selanjutnya dilakukan hasil identifikasi dan pengujian senyawa aktif yang terdapat dalam bahan hasil ekstrak yang diperoleh. Menurut Brench et al., (1983) menyatakan bahwa keberhasilan proses ekstraksi tergantung pada pemilihan pelarut yang digunakan dan hasil pengujian pada ekstrak yang dihasilkan.

Dari hasil pengujian seperti ditampilkan pada Tabel 14, terhadap hasil ekstrak, uji fitokimiawi, analisis GC, analisis GC-MS, LC-MS dan uji toksisitas (BSLT) terhadap larva udang A. salina dapat diketahui bahwa jenis ekstrak yang digunakan untuk penelitian selanjutnya adalah hasil ekstrak etanol dengan pertimbangan sebagai berikut : Hasil ekstraksi menggunakan metode Maserasi pada waktu Maserasi 6.218 hari dengan nisbah bahan/pelarut 1 : 5.179 g/ml menghasilkan ekstrak heksana lebih besar yaitu 29 % dibandingkan hasil ekstrak etanol yang hanya 18.6 %. Mengingat tujuan akhir adalah senyawa aktif maka perlu mempertimbangkan hasil pengujian lainnya, walaupun secara kuantitas hasil ekstrak heksana lebih besar dari ekstrak etanol. Hasil analisis dan pengujian terhadap ekstrak heksana dan etanol seperti pada Tabel 15.

Dari hasil uji fitokimia, ekstrak etanol mengandung alkaloid lebih banyak dari ekstrak heksana berdasarkan pereaksi Meyer dan Wagner, disamping senyawa flavonoid dan saponin yang hanya terdapat pada ekstrak etanol. Mengingat senyawa target yang diduga sebagai bahan laksatif belum diketahui, maka ekstrak etanol dipilih sebagai ekstrak yang digunakan dalam penelitian selanjutnya, karena secara kuantitatif kandungan fitokimia lebih banyak dari ekstrak heksana disamping secara kualitas ekstrak etanol juga mengandung senyawa flavonoid dan saponin yang dimungkinkan senyawa aktif sebagai bahan laksatif terdapat pada senyawa tersebut.

Dari hasil analisis menggunakan Gas Chromatography (GC) terhadap kandungan asam lemak ekstrak heksana terdapat 17 senyawa yang teridentifikasi hanya 10 senyawa diantaranya terdapat asam miristat sebanyak 4,20% dari total hasil ekstrak.

Berdasarkan hasil analisis Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) pada ekstrak heksana terdapat 32 senyawa, dari kromatogram spektrum massa komponen utama pada ekstrak heksana mengandung senyawa asam 9,12-oktadekadienoat yang berfungsi sebagai bahan kosmetik yang digunakan sebagai bahan emollient (pelembab). Tabel 15. Hasil Hasil Ekstrak, Uji Fitokimiawi, Analisis GC-MS dan Uji Penentuan

Nilai LC50 Terhadap Ekstrak Heksana dan Etanol

Hasil ekstrak yang diuji

No. Pengujian Ekstrak Heksana Ekstrak Etanol

1. Hasil Ekstrak 1,45 g (29%) 0,93 g (18.6%) 2. Uji Fitokimia Alkaloid :

Dragendor (-) Mayer (+) Wagner (+) Alkaloid : Dragendor (+) Mayer (++) Wagner (+++) Flavonoid (+) Saponin (+) 3. Analisis GC Terdapat 17 puncak, dari ke-17 puncak

tersebut yang teridentifikasi ada 8 puncak selebihnya tidak teridentifikasi dengan prosentase besarnya kandungan komponen asam lemak yang berbeda pula. Dari ke-8 puncak yang teridentifikasi adalah asam kaproat, asam kaprilat, kaprat, laurat, miristat, palmitat, stearat, oleat, linoleat dan asam linolenat.

---

4. Analisis GC-MS Mengandung 32 senyawa

Komponen utama senyawa asam 9,12-oktadekadienoat, yang berfungsi sebagai emollient (pelembab)

Mengandung 25 senyawa Komponen utama senyawa asam tedradekanoat (asam miristat) yang berfungsi sebagai defooming agent, lubrikan dan laksatif.

5. Analisis LC-MS

---

Terdapat 10 puncak utama yang mengindikasikan adanya unsur metabolik sekunder. Komponen yang terindikasi meliputi omotiramin, asam 4-(2-Hidroksiti)benzoat, Isoquanosin, 15,16-epoksi-3,8(17),13(16),14-klerodatetraen-18, Koritenshirin, 1,2,10,11-Tetrahidroksiaporpin, Shikokkon;11β-Asetoksi, Plaunol D;12-Ac, 9,20- Dihidroksi-1,6,14-rhamnofololatrien-3,13-dion, dan Shikokkin;11β -Asetoksi,3-deaksetoksi

6. Uji toksisitas menggunakan

metoda (BSLT)

Sedangkan pada ekstrak etanol terdapat 25 senyawa, dari kromatogram spektrum massa komponen utama pada ekstrak etanol mengandung senyawa asam tetradekanoat sebanyak 13,11% dari total hasil ekstrak yang diuji, senyawa tersebut berfungsi sebagai defoaming agent dan lubrikan, sedangkan fungsi lainnya sebagai bahan pencahar (laksatif). Walaupun dari hasil analisis GC senyawa asam tetradekanoat juga terdapat dalam ekstrak heksana sebanyak 4,20%, tetapi berdasarkan kuantitasnya masih lebih kecil bila dibandingkan dengan hasil analisis GC-MS pada ekstrak etanol yang mencapai 13,11%. Hal ini sesuai menurut Syaifudin (1983) bahwa perbedaan senyawa terkandung dalam ekstrak disebabkan zat aktif yang terdapat dalam tumbuhan terekstrak sesuai dengan kemampuan selektivitas pelarut yang digunakan.

Disamping itu pada tanaman bisa memiliki lebih dari satu efek farmakologi, efek tersebut ada kalanya saling mendukung (sinergis), tetapi ada pula yang seakan-akan saling berlawanan (kontradiksi) (Saptorini, 2000). Berdasarkan hasil analisis GC-MS pada ekstrak etanol mengandung senyawa asam tetradekanoat yang berfungsi sebagai bahan laksatif, tetapi mengandung senyawa tannin yang bersifat sinergis, karena berfungsi sebagai astringent/pengelat sehingga mengurangi toksisitas yang tinggi dan mengurangi laksansia yang berlebihan. Hal ini terbukti dari hasil uji toksisitas menggunakan larva udang A. salina, ekstrak etanol hanya 3.056 ppm, sedangkan ekstrak heksana 1.003 ppm jauh lebih toksik. Dengan demikian ekstrak etanol merupakan ekstrak terpilih yang digunakan untuk penelitian lebih lanjut, karena memiliki toksisitas yang lebih rendah, sehingga aman untuk dikonsumsi.

Disamping itu pertimbangan lain menurut Badan POM (2005) pelarut yang digunakan dalam mengekstrak bahan alam yang digunakan sebagai obat tradisional, dianjurkan menggunakan pelarut air dan etanol. Sehingga ekstrak etanol merupakan ekstrak terpilih yang digunakan untuk penelitian lebih lanjut.