• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kebersihan terhadap Nilai Indeks Kualitas Lingkungan Kota

V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.4 Analisis Pengaruh Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kebersihan terhadap Nilai Indeks Kualitas Lingkungan Kota

- Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan

Kualitas lingkungan suatu wilayah bergantung pada tinggi rendahnya tingkat pencemaran media tanah, air dan udara serta daya tampung dan daya dukung yang dimiliki oleh wilayah tersebut. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mengelola lingkungan diasumsikan mampu menekan penurunan kualitas lingkungan yang terjadi, sehingga dilakukan juga analisis pada besarnya alokasi anggaran yang telah dikeluarkan terkait dengan pengelolaan lingkungan dan kebersihan kota.

Analisis data panel dilakukan untuk melihat hubungan perubahan nilai indeks kualitas lingkungan kota terhadap alokasi anggaran satuan kerja daerah yang berkaitan langsung dengan pengelolaan lingkungan hidup kota tersebut. Sehubungan dengan keterbatasan data yang dimiliki, analisis hanya mencakup peubah alokasi anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan pada 37 (tiga puluh tujuh) kota sedang dan kecil di Kalimantan seperti ditunjukkan pada Lampiran 5. Dalam analisis tersebut, nilai indeks kualitas lingkungan (IKL) merupakan peubah respon, sedangkan persentase anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup (LH) dan persentase anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan (KBR) merupakan peubah bebas.

Dalam analisis data panel yang dilakukan pada rentang tahun 2006 hingga 2010, tahapan analisis didahului dengan uji korelasi antar peubah bebas seperti ditujukkan pada Lampiran 6. Nilai korelasi antar peubah bebas menunjukkan angka lebih kecil dari 0.8. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antar peubah bebas (LH dan KBR). Analisis dilanjutkan dengan

Likelihood ratio test dan Hausman - test yang menunjukkan bahwa model fixed effects merupakan model yang paling sesuai untuk menjelaskan hubungan -

hubungan antar peubah dalam penelitian ini. Hasil Likelihood ratio test dan

Hausman - test ditunjukkan pada Lampiran 7 dan 8. Model fixed effects

memungkinkan adanya intercept yang tidak konstan. Nilai intercept

dimungkinkan untuk berubah untuk obyek sampel berbeda. Dengan kata lain model ini melihat perbedaan antar obyek sampel yang tercermin dari perubahan

intercept (Nachrowi dan Usman 2006).

Hasil analisis data panel tertera pada Lampiran 9, sedangkan nilai

intercept spesifik untuk masing - masing obyek sampel tertera pada Lampiran 10. Berdasarkan nilai koefisien yang diperoleh dari Lampiran 9, didapatkan persamaan yang menggambarkan hubungan variabel respon IKL dengan variabel bebas LH, KBR dan PDT sebagai berikut :

IKL = 19.15 + Cfixed effects + 337.94 LH + 467.37 KBR - 0.022 PDT keterangan :

IKL = Nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota

LH = Persentase APBD kegiatan pengelolaan lingkungan hidup

KBR = Persentase APBD kegiatan pengelolaan kebersihan kota

PDT = Kepadatan penduduk kota

Cfixed effects = Intercept kota i

Berdasarkan hasil analisis data panel terdapat nilai R - squared sebesar 0.8982 yang artinya sebanyak 89.82 % peubah respon dapat dijelaskan peubah bebas, sisanya sebesar 10.18 % dijelaskan oleh faktor lain diluar model (tidak dapat dijelaskan oleh model).

Hasil uji statistik F dan uji statistik t menunjukkan peubah bebas LH tidak berpengaruh signifikan terhadap peubah respon IKL pada taraf nyata 5 %, sedangkan peubah KBR berpengaruh signifikan terhadap peubah respon IKL pada taraf nyata 5 %. Dengan kata lain besarnya alokasi anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup kabupaten / kota tidak nyata berpengaruh positif pada nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota, akan tetapi alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan kabupaten / kota nyata berpengaruh positif pada nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota. Adapun pembahasan untuk peubah kepadatan penduduk (PDT) disampaikan pada bagian selanjutnya.

Anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang digunakan dalam analisis data panel merupakan APBD kabupaten / kota yang dialokasikan pada satuan kerja instansi pengelolaan lingkungan yang umumnya berbentuk badan atau kantor lingkungan hidup di suatu kabupaten / kota. Selanjutnya anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan merupakan APBD kabupaten / kota yang dialokasikan pada satuan kerja pengelolaan sampah yang umumnya berbentuk dinas kebersihan.

Berdasarkan klasifikasi cakupan wilayah kerja terdapat perbedaan instansi pengelola lingkungan hidup dengan instansi pengelola kebersihan di kabupaten / kota. Secara umum wilayah kerja instansi pengelola lingkungan hidup memiliki cakupan wilayah sasaran yang cukup luas, yakni melingkupi seluruh wilayah

urban dan melingkupi seluruh wilayah kabupaten / kota tempat lembaga tersebut berada. Akan tetapi wilayah kerja instansi pengelolaan kebersihan lebih difokuskan pada daerah perkotaan atau urban di kabupaten / kota tersebut.

Berdasarkan klasifikasi tugas pokok juga terdapat perbedaan instansi pengelola lingkungan hidup dengan instansi pengelola kebersihan di kabupaten / kota. Secara umum tugas pokok instansi pengelola lingkungan hidup merupakan kegiatan yang bersifat administratif seperti koordinasi antar satuan kerja daerah, pengawasan lingkungan serta sosialisasi kegiatan dan program pada masyarakat, sedangkan tugas pokok instansi pengelola kebersihan lebih bersifat teknis, yaitu pengelolaan kebersihan kota.

Kegiatan instansi pengelola kebersihan kota yang bersifat teknis dan hanya melingkupi wilayah urban, sehingga alokasi APBD yang diperuntukkan bagi instansi tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan - kegiatan pengelolaan sampah di wilayah perkotaan. Kondisi tersebut dapat menjelaskan besarnya alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan kabupaten / kota nyata berpengaruh pada nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota. Akan tetapi alokasi anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup kabupaten / kota tidak nyata berpengaruh karena alokasi APBD yang diperuntukkan bagi instansi pengelola lingkungan hidup tidak hanya berhubungan dengan kegiatan - kegiatan pengelolaan lingkungan hidup wilayah perkotaan, tetapi juga pada luar wilayah perkotaan meliputi kawasan lindung, kawasan budi daya dan kawasan pedesaan.

Berdasarkan analisis data panel diketahui bahwa nilai indeks kualitas lingkungan (IKL) akan naik sebesar 1 satuan bila terjadi peningkatan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan (KBR) sebanyak

. satuan atau naik sebesar 0.21 % dari APBD total dengan asumsi peubah lain bernilai konstan. Bentuk hubungan antara peubah respon dan peubah bebas ini menunjukkan kondisi kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan secara umum. Berdasarkan Lampiran 5, diketahui kota - kota dengan persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan rendah, memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup pada kategori “rendah” atau “sangat rendah”. Sebaliknya, kota - kota dengan persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan tinggi, juga memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup pada kategori “tinggi” atau “sangat tinggi”.

Peubah indeks kualitas lingkungan kota (IKL) memiliki hubungan yang bersifat linear dan nyata positif dengan persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan (KBR), sehingga secara spasial distribusi tinggi atau rendahnya persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan dapat digambarkan pula dengan peta distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan seperti tertera pada Gambar 21.

Diperoleh kecenderungan pengelompokan kota - kota dengan nilai indeks kualitas lingkungan kategori “sangat rendah” dan “rendah" di Provinsi Kalimantan Tengah, kecuali Kota Pangkalan Bun, Sampit, Kuala Kapuas dan Buntok. Sebanyak 3 atau 23.08 % kota memiliki nilai indeks kategori “sangat rendah” dan 4 atau 30.77 % kota memiliki nilai indeks kategori “rendah” dari total 13 kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Tengah. Kota - kota dengan kategori “sangat rendah” atau “rendah” tersebut rata - rata memiliki persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan yang lebih rendah dibandingkan dengan kota - kota sedang dan kecil lainnya di Kalimantan. Persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan kota rata - rata di Provinsi Kalimantan Tengah adalah sebesar 0.58 %, sedangkan persentase rata -

rata untuk kota - kota sedang dan kecil lain di Provinsi Kalimantan Barat, Selatan dan Timur masing - masing sebesar 0.62 %, 1.11 % dan 0.96 %. Diketahui terdapat hanya 1 atau 2.94 % kota dengan kategori “sangat rendah” dan 5 atau 14.71 % kota dengan kategori “rendah” dari total 34 kota sedang dan kecil yang terdapat pada ketiga provinsi tersebut. Sebanyak 28 atau 82.35 % kota lainnya memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup pada kategori "sedang", "tinggi" hingga "sangat tinggi". Kondisi ini memperlihatkan kecenderungan kota - kota dengan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan yang lebih rendah memiliki nilai indeks pada kategori “sangat rendah” atau “rendah”. Hal tersebut juga menunjukkan adanya hubungan positif antara persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan dengan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota.

Pertumbuhan kawasan perkotaan akan diimbangi dengan meningkatnya produksi sampah kota. Yhdego (1995) menyatakan peningkatan produksi limbah padat seperti sampah yang tidak diimbangi kemampuan pemerintah setempat dalam pengelolaan sampah tersebut akan menyebabkan jumlah sampah yang tidak terkelola di kawasan perkotaan. Sampah yang tidak terkelola tersebut dapat menimbulkan pencemaran media tanah disamping juga menjadi sumber penyebaran penyakit. Pencemaran media tanah secara luas dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup kota. Peningkatan jumlah anggaran yang sesuai dengan kebutuhan untuk kegiatan pengangkutan sampah dari sumber ke landfill maupun untuk kegiatan pengolahan sampah di landfill merupakan salah satu solusi pemasalahan tersebut.

Peningkatan kapasitas kelembagaan yang bertanggungjawab atas pengelolaan sampah perkotaan harus dilakukan sejalan dengan pertambahan penduduk yang terjadi pada kota. Peningkatan kapasitas tersebut meliputi penambahan jangkauan luas pelayanan armada pengangkutan sampah, volume sampah yang dapat diangkut ke landfill sampah hingga teknologi pengelolaan akhir sampah di landfill. Peningkatan kapasitas tersebut harus dilakukan melalui pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia serta anggaran yang memadai (Bhuiyan 2010).

Peubah indeks kualitas lingkungan kota (IKL) memiliki hubungan yang tidak nyata positif terhadap persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup (LH). Adapun luas wilayah kerja lembaga pengelola lingkungan hidup yang tidak hanya pada wilayah urban tetapi juga di luar wilayah urban

merupakan faktor yang menyebabkan perubahan alokasi anggaran lembaga pengelola lingkungan hidup tidak dapat menjelaskan perubahan kualitas lingkungan hidup kota. Hubungan linear dan nyata mungkin dapat diperoleh bila informasi besarnya porsi alokasi anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup kawasan urban untuk tiap - tiap kota sedang dan kecil di Kalimantan diketahui.

Duggan (2012) menyatakan bahwa pertumbuhan kawasan perkotaan, akan disertai peningkatan kebutuhan lahan. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa pertambahan jumlah penduduk kota menyebabkan berkurangnya kawasan RTH yang berfungsi sebagai kawasan penyangga kota. Pertumbuhan kota tanpa diimbangi pengelolaan kawasan RTH yang baik dapat mengancam keberlanjutan kota itu sendiri, sehingga perlu dilakukan pengendalian dalam pemanfatan lahan serta kegiatan penanaman dan pemeliharaan pepohonan pada kawasan RTH kota.

Alokasi anggaran pengelolaan lingkungan hidup yang proporsional dibutuhkan untuk menjaga keberimbangan luas kawasan penyangga terhadap area penggunaan lain di perkotaan. Bentuk pemanfaatan alokasi anggaran lingkungan hidup untuk pengelolaan kawasan RTH dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan penanaman dan pemeliharan tanaman peneduh serta perluasan kawasan RTH untuk mengimbangi tingginya pemanfaatan lahan yang terjadi.

Nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan yang digunakan pada analisis data panel merupakan nilai yang mewakili indikator pengelolaan kebersihan dan tutupan peneduh pada lokasi - lokasi permukiman, pasar, taman kota dan TPA. Masing - masing indikator tersebut memiliki pengaruh berbeda pada nilai indeks kualitas lingkungan hidup. Besarnya pengaruh masing - masing indikator tersebut tertera pada bobot variabel - variabel ditunjukkan pada Tabel 30. Bobot tertinggi ditunjukkan oleh variabel yang mewakili lokasi taman kota, yaitu variabel kualitas kebersihan kawasan taman kota dan variabel sebaran dan tutupan peneduh taman kota yang masing - masing besarnya 13.71 % dan 13.32 % dari bobot total indeks kualitas lingkungan hidup. Selanjutnya variabel yang mewakili lokasi TPA, yaitu variabel pengendalian pencemaran TPA, variabel kualitas pengelolaan sampah TPA dan variabel kualitas penghijauan TPA masing - masing besarnya 13.01 %, 12.95 % dan 9.19 %. Variabel yang mewakili lokasi pasar, yaitu variabel kualitas kebersihan pasar serta variabel sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan pasar yang masing - masing besarnya 11.75 % dan 9.01 %. Bobot terendah ditunjukkan variabel yang mewakili lokasi permukiman, yaitu variabel kualitas kebersihan permukiman serta variabel sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan permukiman yang masing - masing besarnya 8.55 % dan 8.52 %. Oleh sebab itu secara umum dapat dikemukakan bahwa kawasan publik atau kawasan yang berkaitan langsung dengan pelayanan masyarakat seperti taman kota, TPA dan pasar memiliki bobot lebih besar dibandingkan kawasan privat seperti permukiman.

Berdasarkan hasil analisis data panel, diketahui bahwa peningkatan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan secara nyata berpengaruh positif terhadap nilai indeks kualitas lingkungan hidup suatu kota. Berdasarkan penentuan nilai indeks kualitas lingkungan diketahui bahwa variabel - variabel yang mewakili kawasan publik memiliki bobot lebih besar dibandingkan variabel - variabel yang mewakili kawasan privat. Oleh sebab itu, peningkatan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota dapat dicapai melalui pendekatan peningkatan anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan yang berhubungan dengan pelayanan kawasan publik seperti kawasan taman kota dan pasar serta penyediaan sarana dan prasarana utama dan pendukung di TPA.

Semakin tinggi upaya penanggulangan pencemaran dilakukan pada suatu kota, semakin rendah pencemaran yang terjadi, dan semakin tinggi kualitas lingkungan hidup kota tersebut. Sebaliknya, semakin rendah upaya penanggulangan pencemaran yang dilakukan pada suatu kota, semakin tinggi pencemaran yang terjadi, dan semakin rendah kualitas lingkungan hidup kota tersebut. Upaya - upaya penanggulangan pencemaran pada suatu kota berhubungan dengan jenis limbah utama yang terproduksi pada kota tersebut. Untuk kota - kota pada kategori sedang dan kecil di Kalimantan, limbah padat berupa sampah merupakan limbah yang dominan terproduksi akibat aktivitas

masyarakat. Oleh sebab itu, penanganan sampah merupakan bentuk pengendalian pencemaran yang paling efisien dalam menjaga kualitas lingkungan hidup kota. Tinggi atau rendahnya upaya pengendalian sampah pada suatu kota berkaitan dengan alokasi anggaran pada kegiatan pengelolaan kebersihan. Anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan berkaitan langsung dengan penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah suatu kota, sehingga semakin tinggi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan semakin proporsional ketersediaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah terhadap kepadatan penduduk kota tersebut. Sebaliknya semakin rendah anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan suatu kota, menyebabkan kurang berimbangnya sarana dan parasarana pengelolaan sampah terhadap kepadatan penduduk kota tersebut.

Berdasarkan data tahun 2010 pada Lampiran 5, diketahui bahwa kota - kota sedang di Kalimantan seperti Kota Bontang, Banjarbaru, Tarakan dan Singkawang memiliki alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan pada kisaran 2.18 - 3.23 %, sedangkan secara rata - rata kota - kota kecil di Kalimantan memiliki alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan 0.64 %. Perbedaan besarnya alokasi anggaran antara kota sedang dan kecil menggambarkan perbedaan kemampuan dalam penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah di masing - masing kota. Kota - kota pada kategori sedang umumnya mampu menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan kebersihan secara berimbang dengan kepadatan penduduk kota tersebut, disisi lain kota - kota kecil pada umumnya belum dapat menyedikan sarana dan prasarana pengelolaan kebersihan secara berimbang dengan tingkat kebutuhan. Oleh karena itu, terdapat kecenderungan rata - rata kota sedang memiliki nilai indeks kualitas lingkungan tinggi, sedangkan rata - rata kota kecil memiliki nilai yang lebih rendah.

5.5 Analisis Pengaruh Kepadatan Penduduk terhadap Nilai Indeks Kualitas