• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemantauan Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan

II TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Pemantauan Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan

Kota atau daerah urban telah diketahui sebelumnya memiliki kedudukan sebagai pusat konsentrasi aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat. Keadaan ini memiliki implikasi langsung baik dalam bentuk pembangunan infrastruktur fisik lebih pesat dibandingkan daerah penyangga di sekitar, maupun semakin besarnya beban yang terjadi pada lingkungan di kawasan tersebut. Tingginya beban lingkungan yang terjadi pada wilayah perkotaan memiliki hubungan positif terhadap jumlah manusia maupun intensitas aktivitas yang dilakukan. Semakin tinggi jumlah penduduk, semakin tinggi pembangunan infrasturktur fisik serta beban lingkungan yang terjadi. Secara umum beban lingkungan yang terjadi mencakup aspek tingginya pemanfaatan lahan, produksi limbah padat dan pencemaran air (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).

Seperti pada wilayah lain di Indonesia, proses pembangunan juga terjadi di wilayah Kalimantan, terutama pada wilayah perkotaan. Proses pembangunan terjadi sejalan dengan pemanfaatan kekayaan sumber daya yang dimiliki. Selain ditandai dengan pembangunan fisik infrastruktur yang ada, kegiatan pembangunan juga dapat terlihat melalui peningkatan aktivitas sektor jasa, dan perdagangan. Kegiatan - kegiatan tersebut merupakan bentuk pembangunan aktivitas ekonomi yang terjadi di wilayah perkotaan. Salah satu dampak dari proses pembangunan ini adalah bertambahnya jumlah penduduk yang tidak hanya berasal dari pertambahan penduduk alami namun juga dari perpindahan penduduk wilayah lain. Adanya pertambahan penduduk tersebut meningkatkan beban lingkungan perkotaan baik akibat pemanfaatan lahan serta pencemaran lingkungan akibat pembuangan limbah padat maupun cair tersebut ke media lingkungan (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).

Pada daerah perkotaan, kegiatan domestik yang tidak memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan dapat menimbulkan tingkat pencemaran yang cukup mengkhawatirkan. Secara umum terdapat jenis pencemar / limbah akibat kegiatan domestik yaitu limbah cair yang berupa air limbah sisa kegiatan domestik (grey water), air limbah tinja (black water) maupun limbah padat yang juga umum kita kenali sebagai sampah dapat berakibat menurunnya kualitas lingkungan air maupun menimbulkan pencemaran pada tanah (Kementerian Lingkungan Hidup 2006). Pencemaran sumber daya air juga menimbulkan dampak lanjutan berupa meningkatnya biaya (cost) untuk penyediaan air bagi keperluan seperti perikanan dan pertanian, bahan baku air minum, dan industri (Rustiadi et al. 2009).

Selain masalah pencemaran di atas, terkait permasalahan pemanfaatan lahan, dalam pengelolaan lingkungan hidup perkotaan dikenal ruang terbuka hijau, seperti ketersediaan taman kota dan hutan kota, serta penghijauan di sepanjang jalan dan wilayah publik lainnya. Permasalahan ruang terbuka hijau ini menjadi penting mengingat peran kawasan ini sebagai area resapan air disamping

berperan dalam menjaga kualitas udara dalam wilayah perkotaan (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).

Permasalahan lingkungan hidup perkotaan menjadi semakin penting untuk dikelola, tidak hanya karena wilayah perkotaan menjadi daya tarik penduduk di wilayah sekitar untuk datang. Hal tersebut juga berdampak pada tekanan terhadap sumber daya lingkungan kota. Permasalahan lingkungan di wilayah perkotaan bersifat kompleks karena mencakup interaksi dinamis antara lingkungan buatan, lingkungan alami serta aktivitas manusia didalamnya. Sejalan dengan hal tersebut di atas dilakukan pemantauan dan inventarisasi kualitas lingkungan hidup kota - kota di Kalimantan. Adapun dalam mendukung kebutuhan tersebut dilakukan secara rutin pemantauan minimal 2 (dua) kali tiap tahun pada skala provisi hingga lingkup nasional (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).

Sejalan dengan makin tingginya kesadaran akan pentingnya aspek lingkungan dalam pembangunan wilayah perkotaan yang keberlanjutan, upaya pengendalian aktivitas - aktivitas yang memiliki potensi menimbulkan pencemaran maupun kerusakan lingkungan telah banyak dilakukan di berbagai negara di dunia. Pola perubahan maupun gambaran tingkat pencemaran dan kerusakan yang terjadi dapat dilihat melalui upaya - upaya pemantauan kualitas lingkungan hidup. Aspek - aspek yang cukup beragam dipantau secara berkala guna memenuhi kebutuhan tersebut. Aspek - aspek yang lebih umum dikenali sebagai indikator kualitas lingkungan ini umumnya berbeda antara satu wilayah terhadap wilayah lainnya dan bergantung pada jenis aktivitas sumber pencemaran maupun tinggi / rendahnya volume limbah atau bahan pencemar yang dihasilkan.

Bian dan Yang (2010) dalam menentukan kualitas lingkungan pada 30 provinsi di negara China melihat aspek - aspek sumber daya manusia yakni jumlah tenaga kerja, sumber daya ekonomi berupa modal dan GDP, pemanfaatan energi dan air, serta tingkat pencemaran yang terjadi pada media air dan udara. Aspek - aspek tersebut dianggap representatif dengan pola aktivitas sosial ekonomi masyarakat di negara China yang banyak didukung oleh kegiatan industri. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Bian dan Yang, pada kawasan di wilayah barat negara China, indikator - indikator seperti produksi limbah padat, produksi limbah cair, produksi gas emisi, tingkat polusi suara (noise production) serta konversi kawasan hutan dipilih untuk menggambarkan tingkat kualitas lingkungan di wilayah tersebut (Sun et al. 2012). Gabungan dari berbagai dampak aktivitas masyarakat yang diwakili indikator - indikator tersebut dianggap lebih mewakili baik / tidaknya maupun gambaran perubahan kualitas lingkungan hidup wilayah barat negara China tersebut.

Pemantauan kualitas lingkungan hidup merupakan bentuk upaya pengawasan aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat di suatu wilayah yang diwakili suatu media lingkungan pada wilayah yang dianggap mengalami dampak langsung ataupun tidak langsung akibat dari aktivitas tersebut. Dengan latar belakang wilayah maupun jenis aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat yang berbeda antara wilayah satu dan lainnya, pengaruh yang terjadi akan berbeda pula. Untuk dapat melihat pengaruh tersebut, indikator - indikator yang dipilih harus dapat menggambarkan pengaruh aktivitas masyarakat terhadap lingkungan yang menjadi wilayah studi. Adapun dalam studi pengamatan kondisi lingkungan yang dilakukan Farrow dan Winograd (2001) menyatakan bahwa indikator - indikator

yang dapat menggambarkan kondisi lingkungan suatu wilayah harus memenuhi

kriteria : (1) terukur, (2) relevan, (3) sensitif terhadap perubahan serta (4) memiliki hubungan sebab akibat yang jelas. Pada penelitian yang mencakup

wilayah kota sedang dan kecil di Kalimantan, indikator - indikator yang dipilih harus dapat merepresentasikan kondisi lingkungan setempat. Indikator - indikator yang sesuai dan mewakili gambaran potensi beban pada media lingkungan dipilih sesuai kondisi setempat lebih dapat mencerminkan kualitas lingkungan yang ada. Indikator - indikator yang berkenaan dengan pengelolaan sampah dan ruang terbuka hijau di kawasan kota dalam hal ini dianggap lebih dapat merepresentasikan kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan yang memiliki pola aktivitas masyarakat yang relatif belum kompleks serta tidak didominasi oleh kegiatan industri (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).