• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANGKA TEORI

C. Analisis Wacana

2. Analisis Wacana Model Teun A. Van Dijk

Teun Adrianus van Dijk adalah seorang sarjana biang linguistik teks, analisis wacana dan analisis kritis. Van Dijk lahir di Naaldwijk, Belanda pada tanggal 7 Mei 1943. Sejak 1980-an karyanya dalam analisis wacana difokuskan terutama pada studi tentang reproduksi diskrusif rasisme dengan apa yang dia sebut ‘elite simbolik’ (politikus, wartawan, sarjana, penulis), studi tentang berita di pers dan pada teori ideologi dan konteks. Teun A. Van Dijk adalah seorang professor studi wacana di Universitas Amsterdam dari

35

tahun 1968 hingga 2004 dan hingga tahun 1999 ia telah mengajar di Pompeu Fabra University, Barcelona.

Meski penelitian-penelitian wacana yang sering diteliti oleh Van Dijk adalah mengenai rasialisme namun tidak menutup kemungkinan terhadap objek penelitian berupa teks berita atau teks sekenario dan naskah. Seperti objek penelitian terhadap naskah drama “Demonstran” ini. Penelitian dalam skripsi ini menggunakan tokoh Teun A. van Dijk, maka harus diketahui terminologis yang terdapat dalam buku “Crtical Discourse Analysis” dalam pembahasan mengenai “What is Discourse?”:

Discourse analysis are, “key to define the concept of discourse.” Such as

the definition would have to consist of the whole discipline of discourse studies, in the same way of linguistic provides many definitions of the definition of ‘languages’. In the may view, it hardly makes to define fundamental notion such as ‘discourse, language,

cognition, interaction, power, or society. To understand these nations, we need whole theories or discipline of the objects or phenomena we are dealing with. This, discourse is a multidimentional sosial phenomenon. It is the same tune in linguistic (verbal grammatical), object (meaningful sequences of words or sentences), an action (as an assertion or a threat), a form of sosial interaction (like conversation), a sosial practice (such as a lecture), a mental representation (a meaning, a mental model, an opinion, knowledge), an interactional communicative event or activity (like parliamentary m), a cultural product (like a telenovela), or even an economic commodity that is being sold

and bought (like a novel). In other words, a more or less complete ‘definition’ of the notion of ‘discourse’ would involve many dimentions of consist of many other

fundamental notions that need definition, that is theory, such as meaning, interaction and cognition.36

Proses produksi dan pendekatan ini sangat identik dengan Van Dijk, yang melibatkan suatu proses yang disebut sebagai kognisi sosial. Istilah ini diadopsi dari pendekatan di lapangan dalam ilmu psikologi sosial, terutama

36

Teun van Dijk, Critical Discourse Studies: A Sociocognitive Approach, (London; Sage, 2002), h. 66-67

untuk menjelaskan struktur dan proses terbentuknya suatu teks.37 Van Dijk menjelaskan dalam karyanya yang berjudul Principles of Critical Discourse Analysis

“Whereas of management of discourse access represents one of the crucial sosial dimentions of dominance, that is, who is allowed to say/write/hear/read what to/from whom, where, when and how we have stressed that modern power has a major

cognitive dimension.”38

Studi analisis wacana ini berasal dari analisis linguistik kritis. Merambah kepada ilmu sosial lainya, seperti analis semiotik kritis, bahasa, wacana, komunikasi, dan ilmu sosial lainya. Meski awalnya berasal dari bahasan wacana linguistik, tetapi tidak menutup kesempatan kepada ilmu sosial lainya untuk diteliti.

Van Dijk juga memfokuskan kajiannya pada peranan strategis wacana dalam proses distribusi dan reproduksi, pengaruh hegemoni atau kekuasaan tertentu. Salah satu elemen paling penting dalam proses analisa relasi kekuasaan atau hegemoni dengan wacana adalah pola-pola akses terhadap wacana publik yang tertuju kepada kelompok-kelompok masyarakat. Secara teoritis, bisa dikatakan agar relasi antara suatu hegemoni dengan wacana bisa terlihat dengan jelas, maka kita membutuhkan hubungan kognitif dari bentuk-bentuk masyarakat, ilmu pengetahuan, ideologi dan beragam representasi sosial lain yang terkait dengan pola pikir sosial, hal ini juga mengaitkan individu dengan masyarakat, serta struktur sosial mikro dengan makro.39

37

Yoce Aliah Darma, Analisis Wacana Kritis, (Bandung: Yrama Widya) cet ke-2. 2013. H. 86.

38

Teun A. van Dijk, Discourse and Society: Principles of Critical Discourse Analysis,

(London. Newbury Park and New Delhi), vol. 4(2) 1993 h. 257.

39

Teun A. van Dijk, Discourse and Society: Vol.4 (2). (London Highburry Park and New Delhi: Sage, 1993), h. 249

Menurut Van Dijk, analisis wacana memiliki tujuan ganda yaitu sebuah teori sistematis yang deskriptif, kemudian struktur dan strategi di berbagai tingkatan dan wacana lisan tertulis yang dilihat baik secara objek tekstual juga sebagai bentuk praktik sosial budaya antar tindakan dan hubungan. Sifat teks ini berbicara dengan relevan pada struktur kognitif, sosial, budaya, dan sejarah konteks. Momentum penting dari pendekatan tersebut terletak pada fokus khusus yang terkait pada isu sosial-politik, dan menyampaikan secara eksplisit cara penyalah gunaan kekuasaan kelompok dominan yang mengakibatkan ke tidaksetaraan dan delegitimasi.40

Wacana oleh Van Dijk digambarkan mempunyai tiga dimensi yaitu teks, kognisis sosial, dan konteks sosial. Van Dijk menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut kedalam suatu kesatuan analisis. Dalam teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Kognisis sosial mempelajari proses induksi teks yang melibatkan individu dari penulis. Sedangkan aspek ketiga yaitu konteks sosial yang mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah. Model analisis Van Dijk ini bisa digambarkan sebagai berikut.41

40

Teun Van Dijk, Menganalisis Rasisme Melalui Analisis Wacana MElalui Beberapa Metodologi Relektif, artikel diakses pada 17 maret 2014 dari http.//www.discourse.org

41

Teks

Kognisi Sosial Konteks Sosial

Sumber; Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta, Lkis, 2001, h. 225.

Gambar2.1

Model Analisis Wacana van Dijk

a. Teks

Van dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur/tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung. Ia membaginya kedalam tiga tingkatan. Pertama, struktur makro. Ini merupakan makna umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita. Kedua, superstruktur. Ini merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu teks, bagaimana bagian-bagian teks tersusun secara utuh. Ketiga, struktur mikro. Adalah makna wacana yang dapat diamati melalui bagian kecil dari suatu teks yakni kata-kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, paraphrase, dan gambar.

Tabel 2.2

Struktur Analisis van Dijk

Struktur Makro

Makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik/tema yang diangkat oleh suatu teks

Superstruktur

Kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup, dan kesimpulan.

Struktur Makro

Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat, dan gaya yang dipakai oleh suatu teks.

Sumber: Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta, LKiS 2001, h. 227

Menurut van Dijk, meskipun terdisri atas berbagai elemen, semua elemen merupakan suatu kesatuan, saling mendukung. Tabel di atas menunjukan struktur analisis teks van Dijk, berikut adalah penjelasan elemen-elemen yang dianalisa melalui struktur tersebut:42

1) Tematik

Elemen tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks. Sering disebut juga sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang

42

utama dari suatu teks. Topik menggambarkan apa yang ingin diungkapkan oleh penulis dalam naskahnya. Topik menunjukan konsep dominan, sentral, dan paling penting dari isi suatu tulisan. Oleh karena itu, ia sering disebut sebagai tema/topik.

Topik ini akan didukung oleh subtopik satu dengan subtopik yang lainnya yang saling mendukung terbentuknya topik umum. Subopik ini juga didukung oleh serangkaian fakta yang ditampilkan, yang menunjuk dan menggambarkan subtokpik, sehingga dengan sub bagian yang saling mendukung antara bagian satu dengan bagian lainya. Teks secara keseluruhan membentuk teks yang koheren dan utuh. Gagasan van Dijk ini didaasarkan pada suatu mental pikir tertentu. Kognisi atau mental ini seara jelas dapat dilihat pada topik yang dimunculkan. Karena topik ini dapat dipahami sebagai mental atau kognisi penulis, tidak heran jika semua elemen dalam berita mengacu dan mendukung kepada topik yang diangkat.

2) Skematik

Teks atau wawancara umumnya mempunyai skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukan begaimana bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti. Jika dalam berita umumnya mempunyai kategori skema besar. Pertama, summary yang umumnya ditandai dengan dua elemen yakni judul dan lead begitu juga dengan sebuah drama teater. Elemen skema ini merupakan elemen skema yang dipandang paling penting. Judul dan lead

umumnya mempunyai tema yang ingin ditampilkan. Lead ini umumnya sebagai pengantar ringkasan apa yang ingin dikatakan. Kedua, story yakni isi secara keseluruhan dalam sebuah naskah. Isi ini juga mampunyai dua subkategori. Yang pertama berupa situasi, yakni proses atau jalannya peristiwa, sedang yang kedua adalah sebuah komentar ditampilkan dalam teks. Subkategori situasi yang menggambarkan kisah atau peristiwa umunya terdisri atas dua bagian. Yang pertama mengenai episode atau kisah utama dari peristiwa tersebut, dan yang kedua latar untuk mendukung episode yang disajikan kepada khalayak. Sedangkan subkategori komentar yang menggambarkan bagaimana pihak-pihak yang terlibat memberikan komentar atas suatu peristiwa terdiri atas dua bagian. Pertama, reaksi atau komentar verbal dari tokh yang ada dalam cerita drama tersebut. Kedua, kesimpulan dari komentar beberapa tokoh.

Menurut van Dijk, arti penting skematik adalah strategi penulis untuk pendukung topik tertentu yang ingin disampaikan dengan menyusun bagian-bagian dengan urutan-urutan tertentu. Skematik memberikan tekanan mana yang didahulukan dan bagian mana yang bisa kemudian sebagai strategi untuk menyembunyikan informasi penting. Upaya penyembunyian itu dilakukan dengan menepatkan bagian di akhir agar terkesan kurang menonjol.

3) Latar

Latar merupakan bagian isi naskah yang dapat dipengaruhi semantik (arti) yang ingin ditampilkan. Seorang sutradara ketika menulis naskah biasanya mengemukakan latar belakang atas peristiwa yang dtulis.

Latar yang dipilih menentukan kea rah mana panangan masyarkat akan dibawa. Latar umumnya ditampilkan di awal. Oleh karena itu latar membantu menyelidiki bagaimana seorang memberi pemaknaan atas suatu peristiwa. Latar peristiwa itu dipakai untuk menyediakan dasar kehendak ke mana makna teks dibawa. Ini merupakan cerminan ideologis, di mana penulis naskah dapat menyajikan latar belakang dapat juga tidak, tergantung kepada kepentingan mereka.

4) Detail

Elemen wacana detail berhubungan dengan control informasi yang ditampilkan seseorang. Komunikator akan menampilkan secara berlebihan informasi yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya, ia akan menampilkan informasi dalam jumlah sedikit kalau hal itu merugikan kedudukannya. Elemen detail merupakan strategi bagaimana penulis naskah mengekspresikan sikapnya dengan cara yang implicit. Dari detail bagian mana yang akan dikembangkan dan mana yang disampaikan dengan detail yang besar, akan mengembangkan bagaimana wacana yang dikembangkan oleh media.

5) Maksud

Elemen wacana maksud, hampir sama dengan elemen wacana detail. Dalam detal, informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan dngan detail yang pannjang, elemen maksud melihat informasi yang menguntungkan kommunkator akan diuraikan secara eksplisit dan jelan. Sebaliknya informasi yang merugikan akan diuraikan secara samar, implicit dan tersembunyi. Tujuan akhirnya adalah pubilk hanya disajikan informasi yang menguntungkan komunikator.

6) Koherensi

Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata, atau kalimat dalam teks. Dua kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda apat dihubungkan sehingga tampak koheren. Sehingga fakta yang tidak berhubungan sekalipun tidak dapat menjadi berhubungan ketika seorang menghubungkannya. Koherensi merupakan elemen wacana untu melihat bagaimana seorang secara strategis mengunakan wacana untuk menjelaskan suatu fakta atau peristiwa. Apakah peristiwa itu dipandang saling terpisah, berhubungan atau malah sebab akibat. Pilihan-pilihan mana yang diambil ditentukan oleh sejauh mana kepentingan komunikator terhadap sesuatu.

7) Koherensi kondisional

Koherensi kondisional diantaranya ditandai dengan pemakaian anak kalimat sebagai penjelas. Di sini ada dua kalimat, dimana kalimat kedua adalah penjelasan atau keterangan dari proposisi kalimat pertama., yang dihubungkan dengan kata penghubung (konjungsi). Kelimat kedua fungsinya dalam kalimat hanya sebagai penjelas (anak kalimat) sehingga ada atau tidak ada anak kalimat itu tidak akan mengurangi arti kalimat. Arti kalimat itu menjadi cermin kepentingan komunikator karena ia dapat memberi keterangan yang baik dan yang buruk terhadap suatu pertanyaan. Koherensi dalam banyak hal seringkali menggambarkan kepada kita bagaimana sikap penulis atas peristiwa, kelompok, atau seorang yang ditulis. Bagaimana sikat tersebut dilekatkan dan tanpa disadari mengiringi pembaca pada pemahaman dan pemaknaan tertentu.

8) Koherensi pembeda

Koherensi pembeda berhubungan dengan pertanyaan bagaimana dua peristiwa dihubungkan/dijelaskan, maka koherensi pembeda berhubungan dengan pertanyaan bagaimana dua peristiwa atau fakta itu hendak dibedakan. Dua buah peristiwa dapat dibuat seolah-olah saling bertentangan dan bersebrangan dengan menggunakan koherensi ini. Efek pemakaian koherensi pembeda ini bermacam-maca,. Akan tetapi, yang terlihat nyata adalah bagaimana pemaknaan yang diterima oleh khalayak berbeda. Karena satu fakta atau realitas dibandingan dengan realitas yang lain.

9) Pengingkaran

Elemen wacana pengingkaran adalah bentuk praktik wacana yang menggambarkan bagaimana proses penyembunyian apa yang ingin diekspresika secara eksplisit. Dalam arti yang umum pengingkaran menunjukan seorang penulis menyetujui sesuatu, padahal tidak setuju dengan memberikan argumentasi atau fakta yang emnyangkal persetujuan tersebut. Dengan kata lain, pengibgkaran merupakan bentuk strategi wacana bahawa penyampaian pendapat kepada khalayak dilakukan tidak secara tegas.

10) Bentuk Kalimat

Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis yaitu prinsip kasualitas. Dimana ia menyatakan apakah A yang menjelaskan B, ataukah B yang menjelaskan A. logika kasualitas ini jika diterjemahkan kedalam bahasa menjadi susunan objek (yang

menerangkan) dan predikat (yang diterangkan). Bentuk kalimat ini bukan hanya persoalan teknis kebenaran tata bahasa, tetapi menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat. Dalam kalimay yang berstruktur aktif, seorang menjadi subjek dari pernyataan, sedangkan dalam kalimat pasif seorang menjadi objek dari pernyataanya.

11) Kata Ganti

Elemen kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahas dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukan dimana posisi seseorang dalam wacana. Dalam mengungkapkan sikapnya, seorang dapat

menggunakan kata ganti “saya” atau “kami” yang menggambarkan bahwa

sikap tersebut merupakan sikap resmi komunikator semata-mata. Akan

tetapi, ketika memakai kata ganti “kita” menjadikan sikap tersebut sebagai

representasi dari sikap bersama dalam suatu komunitas tertentu. Batas antara komunikator dengan khalayak sengaja dihilangkan untuk menunjukan apa yang menjadi sikap komunitas secara keseluruhan.

Pemakaian katganti yang jamak seperti “kita” atau “kami” mempunyai

implikasi menumbuhkan solidaritas, aliansi serta mengurangi kritik dan oposisi.

12) Leksikon

Elemen ini memandang bagaimana seseorang melakukan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Pemilihan kata tersebut bukan dilakukan secara kebetulan, tetapi juga seara ideologis emnunjukan bagaimana pemaknaan seorang terhadap fakta/realitas. Pemilihan kata-kata

yang dipakai menunjukan sikap dan ideologi tertentu. Peristiwa sama dapat digambarkan dengan pilihan kata yang berbeda-beda.

13) Hiperbola

Dalam suatu wacana, pokok pesan tidak hanya disampaikan melalui pesan teks, tetapi juga kiasan, ungkapan, hiperbola, yang dimaksud dari ornament atau bumbu dari sebuah cerita. Akan tetapi, pemakaian hiperbola tentu saja bisa menjadi petunjuk utama untuk memaknai dan mengerti akan isi suatu teks.

b. Kognisi Sosial

Van Dijk memahami peristiwa lewat skema. Skema menggambarkan bagaimana seorang menggunakan informasi yang tersimpan dalam memorinya dan bagaimana peristiwa dipahami, ditafsirkan dan dimasukan sebagai bagian dari pengetahuan kita tentang suatu realitas. Skema yang dapat digunakan dalam analisis ini adalah 1) skema person: bagaimana seorang menggambarkan dan memandang orang lain; 2) skema diri: bagaimana diri sendiri dipahami, dipandang dan digambarkan oleh seseorang; 3) skema peran: bagaimana seseorang memandang dan menggambarkan peranan dan posisi yang ditempati seorang dalam masyaakat; 4) skema peristiwa: setiap peristiwa yang kita tafsirkan dan dimaknai oleh skema tertentu.

Analisis wacana tidak hanya membatasi perhatiannya pada struktur teks saja, tetapi juga bagaimana teks itu diproduksi. Van Dijk menyebut sebagai kognisi sosial. Untuk mengetahui bagaimana makna tersembunyi dari suatu teks, diperlukan analisis kognusi dan konteks sosial. Pendekatan

kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa atau lebih tepatnya proses kesadaran mental dari pemakai bahasa.43 Salah satu elemen yang terpenting dalam kognisi sosial adalah memori. Secara umum memori terdapat dua jenis yaitu memori jangka pendek, yang digunakan untuk mengingat peristiwa, kejadian dengan durasi yang pendek. Yang kedua adalah memori jangka panjang, yakni memori yang digunakan untuk mengingat atau mengacu ke peristiwa yang terjadi pada kurun waktu yang lama. Dan yang paling relevan dengan kognisi sosial adalah memori jangka panjang.

c. Konteks Sosial

Dalam menganalisis wacana perlu dianalisis bagaimana wacana berkembang dalam masyarakat. Penelitian dilakukan dengan menganalisis bagaimana wacana tersebut berkembang di masyarakat lewat buku-buku, pidato dan sebagainya. Titik penting Dari dimensi ini adalah untuk menunjukan bagaimana makna yang dihayati bersama, kekuasaan sosial diproduksi lewat praktik diskursus dan legitimasi. Menurut Van Dijk, dalam analisis mengenai masyarakat ini ada dua poin penting:

1) kekuasaan (power)

Yang umumnya didasarkan pada kepemilikan atas sumber-sumber yang bernilai. Dan poin yang kedua yaitu akses, mereka yang lebih berkuasa mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk mempunyai akses pada media untuk mempengaruhi kesadaran

43

khalayak. Selain kontrol yang bersifat langsung kemudian fisik kekuasaan itu dipahami oleh van Dijk sebagai bentuk persuasif. Tindakan seseorang untuk secara tidak langsung mengontrol dengan jalan mempengaruhi kondisi mental, seperti kepercayaan, sikap dan pengetahuan.

2) Akses (acces)

Analisis wacana van Dijk memberi perhatian yang besar pada akses, bagaimana akses di antara masing-masing kelompok dalam masyarakat. Kelompok elit mempunyai akses yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang tidak berkuasa. Oleh karena itu, mereka yang lebih berkuasa mempunyai kesempatan lebih besar untuk mempengaruhi kesadaran khalayak. Akses yang lebih besar bukan hanya memberi kesempatan untuk mengontrol kesadaran, tetapi juga menentukan topik apa dan isi wacana apa yang disebarkan dan didiskusikan kepada khalayak.44