• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kritik sosial kepemimpinan dan perubahan sosial pada naskah demonstran karya N. Riantiarno : studi analisis wacana kritis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kritik sosial kepemimpinan dan perubahan sosial pada naskah demonstran karya N. Riantiarno : studi analisis wacana kritis"

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

(STUDI ANALISIS WACANA KRITIS)

Skripsi

DiajukanKepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh :

Tri Amirullah NIM: 109051000212

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Komunikasi Islam

(S.Kom.I)

Oleh :

Tri Amirullah NIM: 109051000212

Di Bawah Bimbingan

Dr. Rulli Nasrullah, M.Si NIP. 19750318200801 1 008

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupaan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar srata satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalan penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti kaya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 22 September 2014

(4)

i

Tri Amirullah 109051000212

Analisi Wacana Kritik dan Perubahan Sosial Pada Naskah Demonstran Karya N.Riantiarno

Naskah Demonstran mengandung unsur kritik sosial terutama kritik terhadap kepemimpinan dan imlplikasinya, penyampaian kritik sosial dinilai cukup efektif melalui pertunjukan seni terutama melalui seni drama teater. Penyampaian sebuah pesan akan memiliki dampak yang yang lebih positif karena seni yang notabene nya adalah sebuah hiburan maka akan memiliki dua manfaat, yaitu mendidik dan menghibur.

Dari penjelasan di atas, kemudian peneliti merumuskan sebuah permasalahan sebagai objek pembahasan skripsi ini yaitu, Bagaimana penyampaian wacana kritik dan perubahan sosial yang terkandung dalam naskah Demonstran karya N.Riantiarno? Bagaimana Penyusunan wacana kritik sosial dilihat dari kognisi sosial dan konteks sosial?

Kritik sosial yang terkandung dalam naskah Demonstran karangan N.Riantiarno ini, lebih banyak menitik beratkan kepada kisah seorang mantan aktifis yang dipaksa kembali turun kejalan. Kritik yang diangkat adalah mengenai gaya kepemimpinan dan keadaan sosial politik yang berlangsung belakangan ini.

Secara kajian teori, peneliti mengambil teoir Tim Dant mengenai kritik sosial dan Robert H. Lauer mengenai perubahan sosial yang keduanya ternyata adalah dua hal yang saling berhubungan antara kaitanya dengan kritik dan perubahan.

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis wacana Teun A van Dijk dengan penjabaran secara teks, kognisi dan konteks sosial yang merupakan salah satu alternatif dalam menganalisis dengan pendekatan kualitatif.

(5)

ii

Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat, hidayah serta inayah Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan salam peneliti sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa Al-Qur’an dan Hadist Nya.

Dalam penelitian skripsi, peneliti menyadari bahwa hasil yang diperoleh jauh dari kesempurnaan, diharapkan kritik dan saran yang membangun kepada semua pihak demi kesempurnaan penelitian ini. Dan dalam proses penyusunan, peneliti mendapatkan banyak bantuan, petunjuk, bimbingan, serta motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepatutnya peneliti mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Bapak Dr. H. Arief Subhan, M.A, Wakil Dekan I Bidang Akademik, Bapak Dr. Suparto, M.Ed, Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Bapak Drs. Jumroni, M.Si, serta Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Bapak Dr. H. Sunandar, M.A.

2. Bapak Rachmat Baihaky, M.A selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Ibu Umi Musyarofah, M.A selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

3. Bapak Noor Bekti, SE, M. Si. selaku Penasehat Akademik yang telah memberi saran mengenai judul skripsi.

(6)

iii

mewariskan ilmu kepada peneliti selam masa perkuliahan. Semoga ilmu yang diberikan bermanfaat bagi peneliti dan masyarakat serta menjadi amal sholeh yang akan terus mengalir.

6. Bapak N. Riantiarno selaku penulis naskah dan semua pekerja seni di Teater Koma yang dengan baik hati menerima & memberikan izin untuk melakukan penelitian, serta Rangga Bhuana dan Randhika yang membantu peneliti mencari data.

7. Keluarga tercinta Ayahku Mardi Patin yang memberikan pelajaran berharga bahwa dari manapun asal kita setiap orang berhak mendapatkan hidup yang lebih baik dan Ibuku Sri Mumpuni yang mengajari sebuah makna cinta kasih, yang membuatku bertahan dari hidup yang terkadang memihak. Kepada Mardiyanto, Maryanti Astuti dan Rahman Arif juga keponakan tercinta Erisca Amanda, Satrio Almer, Zhafira dan Akbar terima kasih atas segala perhatiannya, kita hanya perlu menjadi sesuatu yang sangat berarti yang perlu orang lain kenang suatu saat nanti.

(7)

iv

Zhulfhami dan Fitri Hanani terima kasih atas segala dukungan dan perhatian yang luar biasa kepada peneliti.

10.Kepada keluarga besar KPA KHALNUS, Sigit Ferdiansyah, Ray Sapta, Rafli Teguh (alm), Alawi Al-hasan, Thomas Alvin Gea, Yose Rizal, Ani Agustiani, Nurul Qudsi Hidayah, Aftinike Theresya dan Diajeng Restuning. Juga kepada keluarga Besar Teater Batara Rangga Armayansyah dan Ana Sulitianawati, kalian semua memberikan warna indah dalam kehidupan.

11.Kepada semua pihak baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Namun tidak mengurangi rasa hormat, peneliti hanya bisa mengucapkan terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya. Semoga Allah senantiasa membalas semua kebaikan dan keikhlasan yang telah diberikan kepada peneliti, Amin.

Jakarta, 15 September 2014

(8)

v

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Metodologi Penelitian ... 9

E. Tinjauan Pustaka ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II KERANGKA TEORI A. Drama Secara Umum ... 17

B. Kritik dan Perubahan Sosial ... 33

C. Analisis Wacana ... 37

1. Pengertian Analisis Wacana ... 37

2. Analsis Wacana Teun a Van Dijk ... 43

D. Drama Sebagai Medium Wacana ... 57

E. Wacana Kepemimpinan Dalam Islam ... 60

BAB III GAMBARAN UMUM TEATER KOMA DAN PROFIL N.RIANTIARNO A. Sejarah Teater Koma ... 68

B. Profil Teater Koma ... 73

C. Menyutradarai Teater Koma ... 77

BAB IV TEMUAN DAN HASIL PENELITIAN A. Wacana Kritik Sosial Pada Naskah Demonstran ... 80

1. Struktur Makro ... 80

(9)

vi

B. Super Struktur ... 109

C. Mikro Struktur ... 136

1. Semantik ... 136

2. Sintaksis ... 140

3. Stilistik ... 143

4. Retoris ... 144

D. Analisis Naskah Melalui Pendekatan Kognisi Sosial ... 146

E. Analisis Naskah Melalui Pendekatn Konteks Sosial ... 149

BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan ... 152

B. Saran-saran ... 154

DAFTAR PUSTAKA ... 156

(10)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam mempraktekan komunikasi manusia membutuhkan media tertentu. Secara minimal komunikasi membutuhkan sarana berbicara seperti mulut, bibir dan hal-hal yang berkaitan dengan bunyi ujaran. Ada kalanya dibutuhkan tangan dan anggota tubuh lain (komunikasi non verbal) untuk mendukung komunikasi lisan. Ditinjau secara lebih luas dengan penyebaran komunikasi yang lebih luas pula, maka dipergunakanlah peralatan (media) komunikasi seperti televise, surat kabar, radio, lukisan, patung dan lain-lain.1 Salah satu unsur kebudayaan yang sangat berperan dalam kehidupan manusia adalah kesenian. Sehingga terkadang kebudayaan dan kesenian menjadi tolok ukur untuk mengetahui tingkat peradaban suatu komunitas. Pola perubahan yang menjadi harapan muncul dari segi afektif dan kognitif yang mempengaruhi kehiduan sosial. Kesenian bukan hanya dimanfaatkan dan digunakan sebagai media penyampaian pesan atau sebagai media komunikasi. Tetapi juga menjadi sarana sekaligus metode untuk mempengaruhi komunikan dalam menerima pesan komunikasi.

Seni salah satu pemanfaatan budi dan akal untuk menghasilkan karya yang dapat menyentuh jiwa spriritual manusia. Karya seni merupakan suatu wujud ekspresi yang bernilai dan dapat dirasakan secara visual maupun audio. Seni terdiri dari musik, tari, rupa dan drama/sastra. Kata art memiliki sejarah

1

(11)

yang panjang, pada awalnya art berasal dari arten (latin), berarti keterampilan, kecakapan skill. Arti ini masih tetap dipergunakan hingga saat kini. Namun demikian, di Eropa abad pertengahan art dipakai untuk merujuk pada muatan kurikulum pendidikan yang terdiri dari grammar, logic, rhetoric, artimhetic, geometry, music dan astronomy. Di dalam sebuah pertunjukan kesenian biasanya memiliki nilai-nilai kehidupan tertentu atau mengandung pesan moral kehidupan. Pada dasarnya masyarakat awam lebih mudah untuk menangkap sebuah nilai melalu suatu hal yg sifatnya menghibur, seperti dalam penyampaian nilai moral atau nilai agama lebih efektif bila menggunakan metode bercerita.

Seiring dengan kebudayaan barat yang sangat mempengaruhi perkembangan media komunikasi mengasilkan sebuah anggapan bahwa penyampaian sebuah pesan umumnya diketahui hanya melalui media cetak dan elektronik. Penciptaan kritik sosial salah satunya dapat diterapkan melauli pertunjukan seni drama teater. Teater adalah sebuah tempat gedung pertunjukan atau auditorium. Dalam arti umum teater ialah segala tontonan yang dipertunjukan di depan orang banyak. Teater juga dapat diartikan sebagai drama, sebuah kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di atas pentas dengan media percakapan, gerak dan laku berdasarkan yang telah tertulis pada naskah.

(12)

telah ada sebelum lahir kata-kata ketentuan bahasa rupa diperlihatkan dengan jelas oleh manusia prasejarah sebagaimana pendapat Clarie Holt mengatakan bahwa garis-garis yang mengayun pada dinding gua, bagaikan kata-kata yang disusun dalam satu hubungan tematik yang jelas.2

Begitu juga dengan seni drama teater yang memadukan bahasa rupa (non verbal) dan bahasa Verbal. Kesenian drama menjadi media yang paling mudah dan mulus berkaitan dengan seni sebagai media komunikasi dalam penyampaian kritik sosial. Sebuah permasalahan yang muncul disebabkan karena kepentingan sosial yang berbeda dari setiap golongan (maksud golongan disini adalah para pejabat politik), keadaan sosial politik yang sangat tidak karuan di Indonesia dewasa ini menyebabkan sebuah kekhawatiran masyarakat terhadap keberlangsungan hidup, keamanan dan rasa percaya terhadap pemimpin kelak dikemudian hari. Dari sekian banyaknya golongan kepentingan memberikan sebuah penafsiran tentang keadilan yang relative dan bersifat subyektif.

Uraian tersebut yang kemudian menimbulkan protes keras atau kritik, mengkritik ketidak benaraan dalam masyarakat. Kritik dapat dilakukan oleh siapa saja, kritik bisa dilakukan oleh para ilmuan, baik ilmuan bidang sosial, poltik, ekonomi, agama, serta dibidang pendidikan. Namun, kritik tidak melulu dilakukan oleh para ilmuan dapat pula dilakukan oleh ahli seni atau sering disebut juga seniman. Istilah kritik, memiliki arti harfiah yang dapat diperoleh melalui kamus bahasa Indonesia adalah kecaman atau tanggapan yang sering disertai oleh argumentasi baik maupun buruk tentang suatu karya,

2

(13)

pendapat, situasi maupun tindakan seorang kelompok.3 Istilah sosial sering dikaitkan dengan hal-hal yang berhubungan dengan manusia dalam masyarakat, seperti kehidupan kaum miskin di kota, kehidupan kaum berada, kehidupan kaum nelayan dan seterusnya.4

Kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai control terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau proses bermasyarakat.5 Menurut Susetiawan kritik sosial itu ada karena ketimpangan sosial, kebijakan pemerintah yang tidak merakyat, korupsi, dan berbagai konflik yang lain di masyarakat. Konflik dan kritik sosial tidak perlu dipahami sebagai tindakan yang akan membuat proses disintregasi, tetapi dapat memberi kontribusi terhadap harmonisasi sosial. Harmoni sosial maksudnya terdapat keseimbangan kepentingan di masyarakat walaupun esensinya beda.6

Kesenian dalam hal ini menangkap sebuah fenomena yang nampaknya masyarakat sudah bosan dan jenuh untuk menghadapinya, sikap skeptisme yang semakin menjalar membuat para seniman memikirkan sebuah gerakan untuk paling tidak membuka wawasan mereka dari hal yang sebenarnya patut kita perjuangkan dan dari hal yang tidak menyenangkan yang seharusnya kita lawan, berkaitan dengan kritik sosial yang disampaikan pada pertunjukan drama seni teater oleh sanggar Teater Koma yang berdiri sejak 1 maret 1977

3 Susetiawan, “Harmoni, Stabilitas Politik, dan Kritik Sosial”.

(Yoyakarta 1997, UII Press), h. 4.

4

Bambang Rudiyanto, Pranata Sosial, Dosen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas, Padang; Dosen Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi Bandung.

5

Akhmad Zaini Akbar, Kritik Sosial, Pers dan Politik Indonesia, (Yogyakarta 1997: UII Press 1999), cet. 2, h. 47.

6 Susetiawan, “Harmoni, Stabilisasi Politik dan Kritik Sosial”. (Yogyakarta 1997, UII

(14)

telah konsisten menampilkan banyak pertunjukan seni drama yang bertemakan kritik sosial. Kelompok teater yang independen dan bekerja lewat berbagai pentas yang mengkritisi situasi sosial politik di tanah air pernah harus menghadapi pelarangan pentas serta pencekalan dari pihak berwenang. Namun kelompok teater tersebut senantiasa berupaya bersikap opitmis. Berharap teater ini berkembang dengan sehat, bebas dari interes politik praktis dan menjadi tontonan yang dibutuhkan berbagai kalangan masyarakat.

Peran kesenian drama teater dalam kehidupan sosial dan politik sangat berpengaruh. Bukan hanya sebagai pengawas melainkan sebagai media penyadaran masyarakat terhadap penyimpangan dan ketimpangan yang di tanah air ini. Dengan kata lain kesenian bisa menjadi pihak yang aktif dalam membantu proses perbaikan tatanan sosial dengan berbagai nilai positif yang terkandung disetiap pementasan dan pertunjukannya. Artinya masyarakat dapat mendapatkan media yang baik untuk menerima kritik yang sifatnya menghibur. Teater juga dapat diyakini sebagai salah satu jalan menuju keseimbangan batin dan jembatan bagi terciptanya kebahagiaan manusiawi yang jujur. Bercermin lewat teater yang diyakini pula sebagai salah satu cara untuk mengasah daya akal sehat, daya budi dan hati nurani.

Permasalahann yang diangakat oleh kelompok seni drama Teater

Koma dalam judul “Deonstran” karya N. Riantiarno ini menjadi sangat

(15)

penanganan kasus korupsi yang pemberitaannya kian marak karna kebanyakan tersangkanya adalah para pejabat pemerintahan, konspirasi yang dilakukan oleh para golongan dan partai politik yang menghalalkan segala cara demi tercapainya kepentingan juga pemberdayaan dan kesejahteraan sosial yang tidak merata.

Dalam memandang persoalan tersebut tentunya tidak bisa hanya dilhat dari satu aspek, oleh karena itu peneliti dalam skripsi ini akan memaparkan tinjauan tentang kritik sosial yang dilihat dari berbagai macam aspek guna memberikan pengetahuan tentang permasalahan yg sebenarnya sedang dihadapi di tanah air ini tidak hanya membahas peristiwa atau kehidupan di lingkungan sekitar yang dikemas dalam bentuk kesenian yang sarat akan nilai-nilai moral, pendidikan dan kemanusiaan atau human interest. Sehingga para penonton atau audience dalam pertunjukan tersebut tidak terkesan jenuh. Dalam memahami penyampaian pesan juga akan terasa lebih ringan dengan bahasa yang sederhana namun penuh makna.

(16)

Berangkat dari latar belakan diatas, perlu kiranya dilakukan penelitian lebih mendalam pada aspek cerita pertunjukan ini, guna memahami pesan apa yang sebenarnya hendak disampaikan melalui sekenario yang ditulis. Dengan pendekatan wacana Teun A. Van djik sebagai mata pisau, serta untuk memeberikan apresiasi terhadap karya seorang pekerja seni yang tentunya memiliki ideologi dan pemikiran tertentu dalam memandang realitas kehidupan. Kemudian dijadikan sebagai isu untuk ditonjolkan kepada masyarakat. Penelitian diberi judul “Kritik Kepemimpinan dan Perubahan Sosial Pada Naskah Demonstran Karya N.Riantiarno (Studi Analisis

WAcana Kritis)” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui wacana dan nilai-nilai yang dibangun pada pementasan tersebut untuk menyampaikan sebuah kritik pada kasus dan konflik yang terjadi di Tanah Air dewasa ini.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatsan Masalah

Merujuk pada latar belakang yang peneliti telah paparkan sebelumnya, maka dalam hal ini dibuat pembatasan masalah. Untuk lebih memfokuskan penulisan penelitian ini dibatasi hanya pada seputar naskah pementasan teataer yang berjudul “Demonstran”.

2. Perumusan Masalah

Untuk mengetahui permasalahan yang akan diteliti, maka peneliti akan merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

(17)

b. Bagaimana konteks sosial, dan kognisis sosial yang dibangun dalam penyampaian kritik sosial pada naskah teater Demonstran?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk meneliti dan mengetahui kritik sosial yang dibangun pada naskah teater Demonstran.

b. Untuk meneliti dan mengetahui kognisi serta konteks sosial yang melatarbelakangi keluarnya wacana dalam naskah teater Demonstran.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: a. Manfaat akademis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan dalam penelitian tekstual, khususnya dalam menggunakan metode analisis wacana. Juga dapat memberikan gambaran kepada siapa saja yang akan melakukan penelitian seputar naskah teater. Serta dapat mempermudah dan membantu mahasiswa dalam melakukan penelitian menggunakan analisis wacana.

b. Manfaat praktis

(18)

D. Tinjauan Pustaka

Beberapa skripsi mahasiswa/I yang mengangkat dan menggunakan metode wacana dantaranya:

Analisis Wacana Pemberitaan Harian Republika Tentang Makanan CAlon Haji Berformalin Karya Yusuf Gandang Pamuncak, Analisis Wacana Teun Van Djik Berita Tentang Calon Presiden RI 2009 Partai Keadilan Sejahtera di Harian Republika karya Mochamad Arifin, Analisis Wacana Citra Perempuan Dalam Tabloid Nova Edisi Khusus Kecantikan Tanggal 21-27 november 2011 karya Tiara Mustika. Dari ketiga judul skripsi tersebut memiliki focus penelitian terhadap telaah pemberitaan metode analisis yang digunakan adalah metode analisis wacana Teun A. van Djik. Dari ketiga skrisi tersebut memiliki perbedaan dengan skripsi peneliti yaitu dari segi kasus yang diteliti, dan media yang menjadi objek penelitiannya.

E. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode penelitian tentang naskah teater Demonstran dari teater koma karya N. Riantiarno ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskripstif dengan metode analisis wacana Teun A. van Djik. Peneliti menganalisis teks drama Demosntran karya N. Riantiarno lalu menyimpulkan hasil dari temuan analisis tersebut. Hasil penelitian ini bersifat deskriptif. Dalam mengamati kasus dari berbagai sumber data yang digunakan untuk menelti, menguraikan, dan menjelaskan secara komperhensif, berbagai aspek individu, kelompok suatu program atau peristiwa secara sistematis.7 Dengan menggunakan metode kualitatif

7

(19)

deskriptif peneliti berusaha melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik bidang tertentu secara faktual dan cermat.8

Ciri lain dalam metode analisis kualitatif deskriptif adalah titik berat pada observasi dan suasana alamiah (natural setting). Peneliti bertindak sebagai pengamat. Peneliti hanya membuat kategori pelaku, mengamati gejala dan mencatatnya dalam buku observasinya. Hasil penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu memberikan gambaran tentang bagaimana naskah teater Demonstran karya N. Riantiarno mengkonstruksi permsalahan dan kritik sosial. Analisis wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata, karena teks hanya hasil daru suatu praktek yang harus diamati.9 Analisis wacana merupakan salah satu alternatif dari analisis isi selain kuantitatif yang dominan dan banyak dipakai. Jika analisis kuantitatif lebih memfokuskan pada sisi komunikasi yang tampak (tersurat/manifest/nyata). Sedangkan untuk menjelaskan hal-hal yang tersirat (latent), misalnya ideologi apa yang ada di balik suatu berita, maka dilakukan riset analisis isi kualitatif. Dalam perkembangan Ilmu Komunikasi, metode analisis kualitatif berkembang menjadi beberapa varian metode, analisis wacana salah satunya disamping analisis framing dan semiotic.10 Pretense analisis wacana adalah pada muatan, nuansa dan makna latent (tersembunyi) dalam teks media.11

Wacana oleh Van Djik digambarkan mempunyai tiga dimensi/ bangunan: teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Inti analisis Van Djik

8

Jalaludin Rachmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005), h. 22.

9

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media ( Yogyakarta: Lkis, 2001 ),

10

Rachmat Kiryanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi. (Jakarta: 2007), Cet. Ke. 2, h. 62

11

(20)

adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut kedalam satu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan bagaimana strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial, dipelajari prosoes produksi naskah yang melibatkan kognisi individu dan pembuat naskah. Sedangkan aspek ketiga menjelaskan dan memepelajari bangunan wacana yang berkembang dimasyarakat akan suatu masalah, dalam penelitian ini tentu saja berkenaan dengan sebuah kritik sosial dan kaitannya dengan perubahan yg sekarang ini marak diperbincangkan. Analisis Van Djik disini menggabungkan analisis tekstual yang memusatkan perhatian selalu kepada teks.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Untuk melakukan penelitian ini, yang menjadai subjek penelitian adalah kritik sosial dalam pementasan drama. Objek yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah “Naskah Drama yang Berjudul Demonstran Karya N.

Riantiarno”. Peneliti memilih naskah tersebut karena menilai bahwa ada

relevansi dan tujuan yang dimaksud terhadap realitas kehidupan sosial dan politik di Indonesia.

3. Teknik Pengumpulan Data

(21)

dengan sengaja memilih forman (atau dokumen atau bahan-bahan visual lain) yang dapat memeberikan jawaban terbaik pertanyaan penelitian.12 a. Obesrvasi Teks

Analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks dari pada penjumblahan unit kategori, dasar dari analisis wacana adalah interpretasi, karena analisis wacana merupakan bagian dari metode interpretative yang mengandalkan penafsiran peneliti, setiap teks pda dasarnya dapat dimaknai berbeda, dan ditafsirkan secara beragam.13 Dalam hal ini peneliti mengamati dan memeperhatikan secara menyeluruh dengan disesuaikan pada kerangka analisis wacana yang dikemukakan oleh Teun Van Djik.

b. Dokumentasi

Peneliti mengumpulkan dan mempelajari data melalui literature dan sumber bacaan, seperti buku-buku yang relevan dengan masalah yang dibahas dan mendukung penelitian. Prosedur dokumentasi ini dilakukan karena merupakan sumber yang stabil, dan sangat berguna untuk penguatan terhadap bahan penelitian.

4. Pengolahan Data

Dalam pengolahan data peneliti menggabungkan hasil melalui pengumpulan data kemudian diolah melalui kajian analisis wacana Teun Van Djik. Dalam penelitian ini mata pisau yang diangkat adalah metode analisis wacana, model ini kerap disebut kognisi sosial, istilah ini

12

John W. Creswell, Desain Penelitian: Pendekatan kualitatif dan Kuantitatif, (Jakarta: KIK Press, 2003) h. 143

13

(22)

sebenarnya diadopsi dari pendekatan psikologis sosial, terutama untuk menjelaskan struktur dan terbentuknya teks.

Berikut prosedur pengolahan data yang akan dilakukan ole peneliti: a. Pengamatan Struktur Makro

Untuk analisis data teks dalam mengamati struktur makro, peneliti memecah tulisan tersebut menjadi makrostruktur sesuai dengan urutan paragraf. Setelah menemukan makrostruktur tingkat pertama yang merupakan tema per paragraf, peneliti mereduksi untuk mendapatkan makrostruktur dengan tingkatan yang lebih tinggi yaitu makrostruktur tingkat kedua. Pengeliminasian terakhir menjadikan makrostruktur tingkat ketiga merupakan tema dari berita tersebut. b. Pengamatan Struktur Mikro

Untuk analisis data teks dalam mengamati superstruktur dan struktur mikro, peneliti memberikan nomor pada tiap lima barisnya hal ini diperuntukan agar mempermudah pencarian kalimat atau tulisan yang dimaksud. Setelah itu peneliti meneliti elemen skema untuk mengamati superstruktur serta meneliti elemen latar, detail maksud, bentuk kalimat, koherensi, leksikon, dan grafis untuk mengamati struktr mikro.

c. Analisis Kognisis Sosial

(23)

d. Analisis Konteks Sosial

Untuk analisis konteks sosial peneliti menelusuri literature yang berkembang dimasyarakat mengenai keadaan sosial politik di Indonesia. Setelah itu diolah untuk mengetahui wawasan khalayak tentang kritik sosial yang telah disampaikan.

5. Analisis Data

Melihat pengkonstruksian yang dilakukan di dalam naskah

“Demonstran” mengenai kritik sosial, peneliti menggunakan metode

analisis wacana Teun A. Van Djik. Wacana oleh Van Djik digambarkan mempunyai dimensi/bangunan: teks, kognisis sosial, dan konteks sosial. Inti analisis Van Djik adalah mengabungkan ketiga dimensi wacana tersebut kedalam satu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks, yang akan diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegasakan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial depelajari proses produksi teks berita yang melibatkan kognisi individu dan wartawan. Sedangkan aspek ketiga mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalm masyarakat akan suatu masalah.14

Pada penelitian ini, peneliti mencoba mengemukakan tentang pesan dari pertunjukan teater yang bertemakan kriik sosial yaitu

“Demonstran” yang diproduksi pada tahun 2013-2014 dan dipentaskan

pada tanggal 1-15 Maret 2014. Untuk melihat pesan tersebut, peneliti mencoba menganalisa unsur dari pertunjukan tersebut yaitu melalui narasi (sekenario/naskah) yaitu dengan menganalisis teks sekenario pertunjukan

14

(24)

teater “Demostran” melalui teks tersebut akan diketahui pesan yang

terkandung dalam pertunjukan tater tersebut. Selanjutnya, penelitian ini akan menggunakan beberapa referensi dan sumber-sumber yang terkait dengan penelitian, yang akan mendukung penelitian ini.

[image:24.595.100.514.220.593.2]

Analisis data teks yang dikemukakan Van Djik dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 1.1

Struktur/Elemen Wacana Model Van Djik

Struktur Wacana Hal yang Diamati Elemen

Struktur Makro Tematik (apa yang dikatakan) Topik Seperstruktur Skematik (bagaimana pendapat

disususn dan dirangkai)

Skema

Strukur Mikro Semantik (makna yang ingin ditekankan dakm teks berita)

Latar, Detail, Maksud, Pra-anggapan,

Nominalisasi. Sruktur Mikro Sintaksis (bagaimana pendapat

disamaikan)

Bentuk Kalimat, Koherensi, Kata ganti. Struktur Mikro Stilistik (pilihan kata apa yang

dipakai)

Leksikon

Struktur Mikro Retoris (bagaimana dan dengan cara apa penekanan dilakukan)

Grafis, Metafora, Ekspresi

(25)

F. Sistematika Penulisan

Penelitian yang akan dibahas terdiri dari lima bab dan masing-masing bab terdiri dari sub bab, yakni :

BAB I PENDAHULUAN membahas tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodelogi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI membahas pada ruang lingkup krangka teori yang akan membangun struktur wacana terhadap objek penelitian. Berdasarkan kerangka teori dalam bab ini, maka terdapat beberapa poin pembahasan yaitu: pembahasan mengenai analisis wacana serta ruang lingkupnya dan yang paling utama adalah pendalaman teori-teori wacana model Teun A. Van Djik.

BAB III GAMBARAN UMUM PROFIL Teater Koma membahas sekilas tentang biografi sanggar Teater Koma, hasil karya Teater Koma, dan sekilas tentang naskah “Demonstran”.

BAB IV ANALISIS PENELITIAN membahas hasil penelitian yang berisi tentang analisis lirik sekenario/naskah “Demonstran” karya N. Riantiarno yang dibawakan oleh Teater Koma.

(26)

17

KERANGKA TEORI

A. Drama Secara Umum

1. Pengertian Drama

Setiap orang tentu mengenal drama. Drama merupakan proyeksi kehidupan manusia yang ditampilkan dalam bentuk pementasan. Sebagai interpretasi kehidupan, drama erat hubungannya dengat berita yang terjadi di kehidupan nyata masyarakat. Drama juga disebut sebagai potret kehidupan, baik potret suka duka, pahit manis, maupun hitam putih kehidupan manusia. Dewasa ini, drama mengalami banyak perkembangan. Berbagai jenis drama banyak dipentaskan. Baik di lingkungan sekolah, maupun di lingkungan masyarakat. Pentas drama semakin berkembang setelah drama dijadikan sebagai salah satu tujuan pembelajaran.1 Juga sebagai media penyampaian kritik sosial.

Drama, begitulah orang mengenalnya untuk pertama kali. Di Indonesia drama ini mempunyai istilah tersendiri yang kita kenal dengan kata sandiwara.2 Drama ialah kesenian yang bersifat nyata untuk dilihat, didengar dan dimengerti akan motifasi yang dituju, apa yang diketengahkan seni drama tidak jauh beda dengan kejadian disekeliling kita, ada adegan lucu sedih juga ketegangan yang mencekam.3 Kata drama

berasal dari bahasa yunani “draomai” yang berarti berbuat, berlaku,

bertindak, dan beraksi. Drama juga berarti perbuatan. Ada orang yang

1

Bintang Angkasa Putra, Drama Teori dan Pementasan, (Yogyakarta: PT Intan Sejati, 2012)

2

Adhy Asmara dr, Apresiasi Drama, (Yogyakarta: Nur Cahya, 1979)

3

(27)

menganggap drama sebagai lakon yang menyedihkan, mengerikan sehingga dapat diartikan sebagai sandiwara tragedi.4

Namun Djoddy M dalam bukunya yang berjudul Mengenal Permainan Seni Drama beranggapan lain, dia mendefinisikan darama itu sendiri melalui sejarah, yaitu DROOMMA yang berarti lingkaran atau tempat untuk berkumpul hal demikian mengingatkan kita pada cara-cara kuno dalam hal pendidikan budi pekerti dari seorang GURU (Pendeta, Filsuf, Satria) untuk menerima ajaran kehidupan.5 Sedangkan drama dalam buku Dramaturgi memiliki tiga pengertian.

Pertama, drama adalah kwualitet komunikasi, situasi aksi (segala apa yang terlihat dalam pentas) yang menimbulkan perhatian, rasa kagum dan ketegangan pada pendengar/penonton. Kedua, menurut Moulton drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak (life presented in action). Maka dalm drama itu kita melihat kehidupan manusia diekspresikan secara langsung dimuka kita sendiri. Dalam kutipan

Branden Mathews “konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok

dari drama”, Ferdinand Brundtierre ”drama haruslah melahirkan kehendak

manusia dengan aksi”, dan Balthazar Verhagen “drama adalah kesenian

melukis sifat dan sikap manusia dengan gerak”. Ketiga, drama adalah

cerita konflik manusia dalam bentuk dialog, yang diproyeksi dalam bentuk pementasan dengan menggunakan percakapan dan aksi di hadapan penonton (audience).6

4 Ma’ruf Ch,

DramaTurgi dan Dasar Phantomim, (Ponorogo: Teater Islam Darusalam, cet-1 1986)

5

Djoddy M, Mengenal Permainan Seni Drama, (Surabaya: Arena Ilmu), h. 13.

6 Ma’ruf Ch,

(28)

Demikian pula menurut Ki Hajar Dewantara. Definisi secara bahasa, sandiwara (drama) adalah pengajaran yang dilakukan dengan perlambangan.

Sandiwara sebagai pengganti kata ‘toneel” dan ‘toneel’ sebagai pengganti kata

‘drama’. Sebenarnya kata sandiwara lebih kena daripada kata toneel (bahasa

belanda). Yang artinya tidak lain adalah pertunjukan. Kata sandiwara mengalami kemerosotan, bahkan kata tersebut menimbulkan rasa hina atau ejekan. Karena seringkali terdapat hal-hal yang kurang baik. Seperti contoh

kata seorang guru atau seorang bapak kepada anaknya. “jangan main

sandiwara kamu!”.7

Maka dari itu pemilihan kata lebih cenderung kepada drama untuk merepresentasikan sebuah seni aksi (akting).

Menurut asal kata dan istilah-istilah yang sering kita ketahui dari drama, beberapa pengertian bisa kita dapatkan.8

a. Drama, drama berarti gerak. Atau dalam baha Inggris lebih lanjut kata drama ini sebagai action atau a thing done. Arti lain dari drama ini adalah suatu konflik sikap dan sifat manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan gerak. b. Sandiwara, istilah kata ini terbentuk dari kata sandhi (rahasia) dan warah

(ajaran) yang diambil dari bahasa jawa. Jadi sandiwara adalah suatu pengajaran yang diberikan secara rahasia atau perlambangan karena disampaikan secara tidak langsung lewat sebuah bentuk tontonan.

c. Tonil, toneel berasal dari bahasa belanda yang mempunyai arti pertunjukan. Istilah ini mulai dikenal di negara kita pada masa penjajahan sekitar sebelum perang dunia ke II. Tapi pada akhirnya banyak orang yang

7 Ma’ruf Ch,

DramaTurgi dan Dasar Phantomim, (Ponorogo: Teater Islam Darusalam, cet-1 1986), h. 5

8

(29)

men-sinonimkan dengan komidi, terutama pada bentuk komidi bangsawan dan komidi stambul.

d. Komidi, pada saat itu orang mengatakan komidi selalu identik dengan komidi stambul, yaitu suatu bentuk drama yang kebanyakan ceritanya diangkat dari Negara-negara Istambul (bekas ibu negara Turki) dalam setiap pertunjukannya. Jika komidi bangsawan adalah komidi yang hanya disajikan dan dipertunjukan untuk kaum bangsawan, karena di dalamnya ada cerminan kemewahan yang menyolok.

e. Lakon, istilah drama yang berasal dari bahasa jawa ini, memiliki arti perjalanan cerita (biasanya dikenakan dalam pementasan wayanag). Di Indonesia sendiri istilah ini tidak begitu terkenal. Hanya dipakai pada beberapa tempat saja seperti di Bali, Jawa, dan Madura.

f. Teater, berasal dari bahasa yunani yaitu Theraton. Yang diturunkan dari kata theaomai yang artinya ta’jub melihat atau memandang. Tapi pada akhirnya kini teater itu sendiri kemudian mewakili tiga pengertian. Yaitu: 1) Sebagai gedung tempat pertunjukan, panggung yaitu sejak jaman

Thucydides (471-395) dan Plato (428-348). Jelasnya disini teater sebagai gedung tempat pertunjukan dimana sandiwara (drama) diadakan.

2) Sebagai publik atau auditorium. Pengertian ini dikenal pada jaman Herodotus(490/480-224).

3) Sebagai suatu bentuk karangan tonil.

(30)

ketoprak, ludruk, srandul, membai, randai, mayong, arja, rangda, reog, lenong, topeng, dagelan, pantommim, tari, sulapan, akrobatik dan sebagainya. Dalam arti kata sempit, drama ialah kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan, diproyeksikan diatas pentas. Disajikan dengan media percakapan, gerak dan laku, dengan atau tanpa dekor dan didasari pada naskah tertulis (sebagai hasil sastra) atau secara lisan, improvisasi dengan atau tanpa musik, nyanyian maupun tarian.9

Dari beberapa definisi mengenai drama dan beberapa istilah yang melatarbelakangi gambaran umum sebuah drama. Peneliti menarik kesimpulan bahwa drama, adalah seni gabungan dari seni gerak, tari, dan aksi disajikan dalam satu pementasan disaksikan oleh orang banyak yang latar ceritanya berasal dari dinamika kehidupan manusia. Disampaikan bisa melalui kelompok (kwalitet) ataupun perorangan (monologue).

2. Jenis Drama

Drama di Indonesia mengalami beberapa tahap perkembangan, mulai dari jenis drama tradisional, drama klasik, drama transisi, dan drama modern. Selain itu, drama dibagi menjadi beberapa jenis. Pembagian drama tersebut berdasarkan tiga keriteria, yaitu berdasarkan penyajian lakon, berdasarkan sarana pertunjukan, dan berdasarkan keberadaan naskah.10

a. Jenis drama berdasarkan jenis penyajian lakon.

Berdasarkan jenis penyajian lakon drama dapat dibedakan menjadi delapan jenis bagian, yaitu:

9

Adhy Asmara dr, Apresiasi Drama, (Yogyakarta: Nur Cahya, 1979) h. 10-12

10

[image:30.595.99.518.210.618.2]
(31)

1) Tragedi

Tragedi atau duka, merupakan drama yang menceritakan kisah yang penuh kesedihan. Tragedi disebut juga dengan drama duka. Pelaku utama dalam drama tragedi dari awal sampai akhir pertunjukan selalui menemui kegagalan dalam memperjuangkan nasibnya. Drama tragedi diakhiri dengan kedudukan yang mendalam atas apa yang menimpa pelakunya (sad ending). Saat menonton drama tragedi penonton seolah-olah ikut menanggung derita yang dialami pelaku utamanya. Oleh karena itu penonton seringkali merasa sedih. Bahkan ikut menangis ketika menyaksikan drama tragedi.

2) Komedi

(32)

3) Tragekomedi

Tragekomedi adalah perpaduan antara drama komedi dan komedi. Isi drama tragekomedi berisi dengan penuh kesedihan, tetapi juga mengandung hal-hal yang menggelitik dan menimbulkan tawa. Suasana suka dan duka bergantian mengiringi drama tragekomedi. Saat menonton drama tragekomedi penonton dapan merasakan kesedihan

dan kegembiraan yang mendalam. Contoh tragekomedi yaitu, “Api”

karya Usmar Ismail, “Opera Kecoa” karya N.Riantiarno, dan “Saija

dan Adinda” karya Max Havelaar/Multatuli.

4) Melodrama

Melodrama merupakan drama yang menampilkan lakon tokoh sentimental, mendebarkan hati, dan menghacurkan. Cerita-cerita dalam melodrama terkesan berlebihan sehingga kurang meyakinkan penonton. Selain itu, penampulan alur dan penokohan dalam melodrama kurang dipertimbangkan secara cermat. Tokoh-tokoh dalam melodrama umumnya merupakan tokoh hitam putih atau stereotip. Maksudnya adalah jika dalam melodrama ada seorang tokoh jahat (hitam), tokoh tersebut seluruhnya digambarkan selalu bersifat buruk. Begitu juga sebaliknya, tokoh baik (putih) merupakan tokoh pujaan yang selalu luput dari kesalahan luput dari kekurangan dan seluruh sifat buruk manusia.

5) Dagelan (farce)

(33)

Dagelan sering disebut komedi murahan karena isi dagelan ringan, kasar, dan cenderung vulgar. Jika melodrama dihubungkan dengan tragedi, dagelan berhubungan dengan komedi. Meskipun dapat dikatakan hampir sama namun pada prinsipnya berbeda. Dagelan memiliki perbedaan yang mendasar dengan komedi.

Jika dalam komedi terdapat lakon lucu tetapi tetap mempertahankan nilai-nilai dramatik lain halnya dengan dagelanyang alur dramatiknya bersifat longgar, mudah berubah, dan banyak timbul improvisasi. Dalam dagelan, sekenario tidak begitu diperhatikan. Kekuatan kata-kata dan tindakan merupakan hal utama yang membangkitkan kelucuan.

6) Opera

Opera adalah drama yang dialognya beruopa nyanyian dengan iringan musik. Lagu. yang dinyanyikan antara pemain satu dan pemain yang lain berbeda. Opera lebih mementingkan nyanyian dan musik daripada lakonnya. Salah satu contoh opera yaitu drama yang berjudul

“Yulius Caesar” (terjemahan Muh. Yasmin S.H). Ada istilah lain yang

bersifat ahmpir sama dengan opera, yaitu operet. Operet adalah drama sejenis opera tetapi lebih pendek.

7) Tablo

(34)

8) Sendatari

Sendatari adalah gabungan antara seni drama dan seni tari. Rangkaian cerita dan adegannya diwujudkan dengan gerakan dalam bentuk tarian yang diiringi musik. Sendatari tidak mengandung dialog. Hanya saja kadang-kadang dibantu narasi singkat agar para penonton mengetahui peristiwa yang sedang dipentaskan. Penyajian lakon

sebagian besar diangkat dari kisah klasik, seperti kisah “Mahabarata”

karya Vyasa dan “Ramayana” karya walmiki.11

b. Jenis Drama Berdasarkan Sarana Pertunjukan

Berdasarkan sarana atau alat yang digunakan untuk menyampaikan cerita kepada penonton, drama dibagi menjadi lima, yaitu:12

1) Drama Panggung

Drama panggung dimainkan oleh para pemain panggung pertunjukan. Penonton berada disekitar panggung dan dapat menikmati drama secara langsung. Setiap aksi dan ekspresi pemain drama juga dapat dilihat langsung oleh para penonton. Drama panggung didukung oleh tata rias, tata bunyi, tata lampu dan tata dekor yang menggambarkan isi drama yang dipentaskan.

2) Drama Radio

Drama radio merupakan jenis drama yang disiarkan di radio. Berbeda dengan drama panggung yang dapat ditonton saat dimainkan, drama radio tidak dapat ditonton. Drama radio dapat disiarkan secara

11

Bintang Angkasa Putra, Drama Teori dan Pementasan, (Yogyakarta: PT Intan Sejati, 2012), h. 13-15

12

(35)

langsung dan dapat direkam terlebih dahulu dan disiarkan pada waktu yang dikehendaki. Bahkan, dapat pula disiarkan secara berulang-ulang sesuai permintaan dan selera masyarakat. Dalam penyajiannya terdapar beberapa hal yang perlu diperhatikan, musik pengiring dan jenis suara sangat menentukan kualitas dan keberhasilan siaran drama karena radio hanya dapat didengar secara auditif.

Karakter pemain juga harus dapat terdengar berbeda karena hanya melalui suara, karakter atau tokoh dan watak pemain harus dapat tertangkap oleh pendengarnya.

3) Drama Televisi

Drama televisi bersifat visual dan auditif. Drama televisi dapat ditayangkan secara langsung atau direkam dahulu, kemudian ditayangkan kapan saja sesuai dengan program acara televisi tersebut. Kelebihannya adalah dalam hal penampilan alur cerita. Jika drama panggung dan radio jarang menampilkan alur mundur (flash back), drama tv akan banyak memunculkan alur mundur. Tujuannya untuk menghidupkan lakon dan menciptakan variasi cerita.

4) Drama Film

Drama film hampir sama dengan drama tv. Jika drama tv ditampilkan di layar kaca, drama film ditampilkan menggunakan layar lebar dan bisaanya dipertunjukan dibioskop.

5) Wayang

(36)

mengandung cerita disebut drama, teramasuk tontonan wayang kulit dan wayang golek (boneka kecil) yang dimainkan oleh dalang. Wayang banyak bercerita mengenai acaran agama maupun epos (cerita kepahlawanan) yang mengedepankan sifat kesatriaan, keprajuritan dan ajaran moralitas yang tinggi.

c. Jenis Drama Berdasarkan Ada atau Tidaknya Naskah

Berdasarkan ada atau tidaknya naskah, drama dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1) Drama Tradisional

Drama tradisional adalah drama berkembang pada zaman dahulu dan masih terpengaruh kuat dengan adat. Drama tradisional sering ditampilkan dengan lakon tanpa naskah. Keberhasilan pertunjukan sangat ditentukan oleh kepiawaian dan kreatifitas para pemain. Semua pemain dituntut mampu memerankan lakonya dengan baik.

2) Drama Modern

(37)

Unsur pembangunan pementasan drama meliputi naskah, pemain, sutradara, make up, kostum, dekor, lighting, dan tata musik. Naskah yang berisi dialog para pemain merupakan hal utama yang harus diperhatikan. Sebelum mengadakan pementasan, pemain wajib menghafal dialog dan melakukan berbagai latihan (gerak ekpresi) seperti yang tertuilis dalam nasakah. Dialog yang sudah dihafalkan dengan disertai gerak-gerik atau akting. Tidak jarang sebelum pementasan, para pemain diharuskan berlatih berulang-ulang hingga benar-benar dapat memerankan tokoh yang dimainkan dengan penuh penjiwaan.

Itulah beberapa jenis drama berdasarkan penyajian lakon, sarana pertunjukan, dan keberaaan naskah. Selain jenis-jenis tersebut, ada beberapa jenis drama lain. Contohnya sebagai berikut:

a. Pantomime (drama yang dilakonkan dengan gerak isyarat penganti dialog). b. Monolog (drama yang dilakoni oleh seorang tokoh).

c. Drama Kloset (drama yang lebih enak untuk dibaca daripada dipentaskan). d. Drama pendidikan (drama yang menyampaikan ajaran moral serta pesan

pendidikan).

e. Drama teaterikal (drama yang tujuan utmanya untuk dipentaskan). f. Drama adat (drama yang menampulkan adat istiadat suatu daerah).

g. Drama lingkungan (drama yang lakonya sering mengajak penonton berdialog).

h. Drama sejarah (drama yang berisi cerita sejarah).

(38)

3. Aliran Drama

Dari waktu ke waktu drama berkembang sesuai tuntutan sosial masyarakat penikmatnya. Drama yang lahir pada tahun 1980-an tentu tentu berbeda dengan drama masa sekarang, baik dari segi struktur, bahasa, gaya panggung, gaya penyampaian, maupun alirannya. Setiap aliran drama tentu mempunyai cirri. Berikut beberapa aliran drama dengan ciri masing-masing:13 a. Aliran Klasik dan Neo Klasik

Aliran klasik merupakan aliran yang tunduk pada aturan yang bersifat konvensional. Aliran ini bersumber pada Hukum Trilogi Aristoteles yang meliputi adanya kesatuan waktu, tempat, dan kejadian. Jadi, sebuah drama dikatakan beraliran klasik jika ketiga unsur tersebut terpenuhi dengan baik, bahkan mendominasi struktur lain. Contoh drama beraliran klasik adalah Mahabarata dan Ramayana. Sejalan dengan pengertian tersebut, di dalam buku Dramaturgi dan Dasar pantomin menjelaskan cirri-ciri drama klasik sebagai berikut:14

1) Materi berdasarkan motif yunani/romawi: baik cerita klasik maupun sejarah.

2) Ditulis dalam sajak berirama. 3) Akting bergaya deklamasi.

4) Laku statis, monolog sangat panjang (untuk memberi kesempatan berdeklamasi yang berlebih-lebihan), akibatnya lakon dramatis terlambat.

13

Bintang Angkasa Putra, Drama Teori dan Pementasan, (Yogyakarta: PT Intan Sejati, 2012)

14 Ma’ruf Ch,

(39)

5) Tunduk kepada trilogy Aristoteles.

Aliran Neoklasik merupakan yang berkonsep sebab akibat. Kekuasaan Tuhan sangat dominan di dalam cerita drama beraliran neo klasik. Drama aliran ini bisaanya religius.

b. Aliran Romantisme

Cirri aliran romantisme ini critanya bersifat fantastis. Selain itu, dalam drama beraliran romantisme terdapat anggapan bahwa nasib seorang ditentukan oleh diri sendiri dan takdirnya. Sedangkan dalam buku Dramaturgi dan Dasar Pantomim member penjelasan bahwa aliran ini berkembang pada akhir abad ke 18, sukar untuk memberi penjelasan secara umum, yang jelas drama romantik berkembang dengan klasik, tidak mematuhi draa hukum yang tetap. Berikut ciri-ciri drama aliran romantisme:15

1) Kebebasan bentuk.

2) Isi yang fantastis, seringkali tidak logis.

3) Materi: bunuh-membunuh, teriakan-teriakan dalam gelap, korban pembunuhan yang hidup kembali, tokoh-tokohnya sentimental.

4) Dipentingkan keindahan bahasa.

5) Dalam penyutradaraan segi visual ditonjolkan.

6) Aktingnya bernafsu, bombastis, dan mimik yang berlebihan.

Tokoh tokoh yang mempelopri adalah, Alfred de Musset, Heinrich Von Kleist dramanya: Prinz Fredrich vn Hamburg, Christian Dietriech

Grabbe, dramanya “Hannibal”.

15 Ma’ruf Ch,

(40)

c. Aliran Realisme

Aliran realisme menggambarkan cerita yang bersifat nyata. Ceritanya dalam drama beraliran ini terkesan lebih mudah ditangkap karena berhubungan dengan kejadian sehari-hari. Contoh drama beraliran realisme, yaitu “Paman Vanya” karya Anton Checkov, “Matinya Seorang

Pedagang” karya Arthur Miller, dan “Musuh Masyarakat” karya Hendrik

Ibsen.16 Aliran realismee umumnya berusaha mencapai ilusi atas penggambaran kenyataan. Drama realis bertujuan tidak untuk menghibur melulu, tetapi meng Aliran mukakan problem dari suatu masa. Problem ini bisa berasal dari luar (soal sosial) dan kontradiksi yang dialami manusia (soal psikologis), maka dari itu drama realisme dibedakan menjadi ada dua macam, yaitu:17

1) Realisme Sosial

Biasanya problem sosial dan psikologis saling mempengaruhi, jarang bisa dipisahkan. Tetapi dalam drama realistis masalah sosial dapat dipisahkan dari masalah psikologis. Ciri-cirinya sebagai berikut: a) Peran utama biasanya rakyat jelata, petani, buruh dan pelaut. b) Aktingnya wajar seperti yang dilihat dalam kehidupan sehari-hari. c) Banyak memakai bahasa sehari-hari.

2) Realisme psikologis

Mengangkat alur ceritanya berdasarkan problema yang lebih spesifik ke aspek psikologis, biasanya pergolakan batin dan kontradiksi yang dialami manusia, ciri-cirinya sebagai berikut:

16

Bintang Angkasa Putra, Drama Teori dan Pementasan, (Yogyakarta: PT Intan Sejati, 2012)

17 Ma’ruf Ch,

(41)

a) Lakunya bebas

b) Dalam pementasan banyak ditonjolkan sifat-sifat seseorang seperti pejabat, dan orang tua.

c) Ceritanya banyak mengisahkan keadaan yang terjadi dan dialami pada diri seseorang.

d. Aliran symbolisme

Drama-drama beraliran sembolisme menyajikan cerita tentang kenyataan lain dibalik kenyataan yang tampak. Dengan kata lain menampilkan sisi lain dari sebuah sudut pandang pementasan.

e. Aliran Ekspresionisme

Aliran ini adalah aliran drama yang menonjolakan faktor psikis atau kejiwaan para tokoh daripada penggambaran kejadianya. Teater-teater pada zaman masakini terdapat pada gedung-gedung yang tertutup. Tata sinar, dekorasi dalam teaer dikembangkan dan menempati kedudukan yang cukup penting. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut:

1) Kebanyakan ceritanya berisi suatu emosi.

2) Aktingnya lebih modern dibandingkan pada masa realisme. 3) Peralatanya cukup lengkap.

4) Terapat jarak antara penonton dan pemain. f. Aliran Naturalisme

(42)

g. Aliran Eksistensialisme

Aliran eksistensialisme ini lebih menekankan pada penggambaran tokoh sebagai individu yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan memiliki kemauan dan kebebasan.

h. Aliran Absurd

Aliran absurd berkisah tentang tidak adanya kebenaran mutlak dalam kehidupan ini. Manusia adalah “Tuhan” bagi dirinya sendiri. Contoh drama beraliran absurd, misalnya “Kursi-kursi” dan “Mata

Pelajar” karya Lonesco.18

B. Kritik Dan Perubahan Sosial

Krititsme seperti diungkapkan oleh Rayamond Williams “Fault

Finding” atau temuan kesalahan. Dia menemukan asal terminologi dalam

bahasa Yunani Kritos, ‘a judge’. Sebuah dugaan dari ‘fault finding’ membawa kepada sebuah pendapat yang negatif, contohnya sesuatu yang salah bisa saja dibenarkan dan bisa saja harus lebih baik dari yang dibenarkan. Namun Theodor Ardono menemukan asal kata dari Yunani yang berbeda yaitu berasal dari kata Kirno, ‘to decide’ and ‘crisis’. Sebuah kritikan adalah salah satu penempatan dalam membuat sebuah justifikasi yang mana memutuskan apakah sesuatu itu bagus atau tidak, yang memberi poin kepada yang bersalah kemudian membenarkan untuk menuju hal yang lebih baik.

Kritik menyediakan sebuah sistem “checks and balance” yang mencegah dari penyimpangan menuju kelaliman. Kritik dapat membangun

18

(43)

sebuah kemungkinan untuk perlawanan, yaitu membangun sebuah pandangan dan opini. Apa yang implisit disisni dari arti kritik bukan hanya untuk menemukan kesalahan tetapi membentuk sebuah garis perlawanan.

Tim Dant mengatakan bahwa “Kita mengkritisi apa yang kita tidak

setujui. Ketika kita tidak setuju terhadap pendapat atau tindakan orang lain dan menanyakan ‘mengapa?’, kita sudah mengkritisi mereka”. Untuk menjadi kritis, hal pertama yang kita lakukan adalah membangun sebuah perspektif, sebuah pandangan atau pendapat pada seperti apa dunia ini dan bagaimana seharusnya, termasuk bagaimana kita dan orang lain seharusnya bertindak. Yang ke dua, memberikan sebuah alasan mengapa persepektif atau pendapat itu tepat, dan yang ke tiga melibatkan kecakapan dalam berbicara atau mengemukakan pandangan dan alasan mengenai yang orang lain dengar atau baca.19

Mengkritisi menempatkan kita di dalam sebuah situasi ketertarikan yang sangat luas dan sebuah hubungan antara ketertarikan kita pada hal tersebut dengan persepektif yang kita gunakan ketika kita mengkritik. Objek dari sebuah kritikan bisa saja sebuah tindakan dari individu yang lain atau bisa dari sebuah kebisaaan banyak orang. Krikitkan juga termasuk sebuah refleksi, sebuah kebalikan dan jawaban dari sebuah kejadian dan tindakan yang telah terjadi. 20

Kritik lebih berkonotasi negatif. Dalam KBBI (kamus besar bahasa Indonesia) disebutkan arti kritik sebagai kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uaraian pertimbangan akan baik dan buruknya suatu hasil

19

Tim Dant, Critical Social Theory: Culture, society and Critique, (London: SAGE Publication, 2003)

20

(44)

karya. Kritik juga sering dikaitkan dengan masalah sosial. Istilah sosial dalam KBBI disebutkan dalam dua pengertian yaitu, berkenaan dengan masyarakat dan suka memperhatikan kepentingan umum.

Sementara itu sosial memiliki arti “having to do with human beings living together as a group in a situation that they have dealing with another” (Webster, 1983:1723). Berdasarkan dari defenisi dua kata tersebut. Dengan kata lain dapat dikatakan, kritik sosial adalah membandingkan serta mengamati secara teliti dan melihat perkembangan serta secara cermat tentang baik atau buruknya kualitas masyarakat. Adapun tindakan mengkritiki dapat dilakukan oleh siapapun termasuk susastrawan, dan kritik sosial merupakan suatu variable penting untuk memelihara sistem sosial dalam masyarakat.

Kritik sosial selalu berkaitan dengan sebuah perubahan, terutama pada perubahan sosial. Seperti yang dikatakan Wilbert Moore misalnya, bahwa perbahan sosial adalah perubahan penting dari struktur sosial. Dalam hal ini yang dimaksud dengan struktur sosial adalah pola-pola perilaku dan interaksi sosial21. Dewasa ini yang melatarbelakangi perubahan sosial dapat dipengaruhi oleh faktor sistem sosial yang kaku, ketimpangan sosial yang mencolok, fragmentasi komunitas dan kepentingan terselubung22.

Dalam menyampaikan sebuah kritik sosial harus dibarengi dengan ideologi yang mumpuni untuk dapat memepengaruhi dan menimbulkan efek.

Seperti yang dikatakan Lerner “ide adalah senjata paling ampuh” dan manusia

memiliki ide baik untuk memahami maupun untuk mengendalikan kehidupan

21

Wilbert E. Moore,Order and Change; Essaysin Comparative Sociology, New York, John Wiley & Sons, 1967 : 3

22

(45)

mereka. Terkadang ide juga dapat menjelma menjadi tukang sihir yang menguasai diri dan menyebabkan manusia melaksanakan perintahnya23.

Kedua hal tersebut, antara Kritik dan Perubahan adalah dua hal yang saling berkaitan. Awal dari adanya “social changes” adalah berawal dari sebuah kontruski kritik yang dibangun untuk mempengaruhi dan memberikan respon terhadap penyimpangan. Dalam kaitanya antara perubahan dan kritik, perubahan adalah wujud dari sintesis atas bertemunya tesis dan antithesis. Seperti teori dialektik Hegel, pemikiran seperti ini sebelumnya pernah digunakan juga oleh Socrates, filsuf kuno yang menyatakan bahwa untuk mencari kebenaran harus melalui dialog (debat atau diskusi). Kemudian didukung oleh sistematika teori Hegel jika Tesis dibantah oleh Antitesis, kemudian melahirkan Sintesis baru.24 Isi tesis, antithesis dan sintesis berbeda-beda tergantung dari sifat dan aspek-aspek kenyataan dimana pengertian ini diterapkan. Sesuai dengan judul peneliti, dialektik yang dimaksud adalah mengenai kritik sosial terhadap kepemimpinan dan kebijakan politik dalam naskah Demonstran, kemudian meneliti sintesa apa yang muncul dan menjadi makna dari perubahan.

C. Analisis Wacana

1. Pengertian Analisis Wacana

Ada beberapa macam pengertian analisi wacana yang dipahami oleh masyarakat. Hal ini tergantung pada keilmuan yang dianut oleh seseorang. Wacana dipakai dalam berbagai macam jenis keilmuan. Diantaranya psikologi, sosiologi, politik, studi bahasa, sastra dan

23

Max Lener, Ideas are Weapon, New York, Viking Press. 1939 dikutip dari buku

Perspektif Perubahan Sosial.

24

(46)

komunikasi. Pemakaian istilah “wacana” seringkali diikuti oleh beragam

macam definisi. Dalam hal ini wacana yang digunakan adalah dilihat dari definisi keilmuan komunikasi.25

Secara etomologi istilah wacana berasal dari bahasa Sangsekerta wac/wak/uak yang memiliki arti kata ‘berkata’ atau ‘berucap’. Kemudian kata tersebut mengalami perubahan menjadi wacana. Kata ‘ana’ yang berbentuk sufiks (akhiran) yang bermakna ‘membendakan’ (nominalisasi). Dengan demikian, kata wacana dapat dikatakan sebagai perkataan atau tuturan.26 Namun, istilah wacana diperkenalkan dan digunakan oleh para ahli linguistic (ahli bahasa) di Indonesia sebagai terjemahan dari istilah bahasa Inggris, ‘discourse’. Kata discourse sendiri berasal dari bahasa latin, discursus (lari kesana lari kemari). Kata ini diturunkan dari kata ‘dis’ (dan/dalam arah yang berbeda-beda) dan kata ‘curere’ (lari).27

Analisis wacana adalah suatu pencarian prinsip-prinsip yang digunakan oleh komunikator dari persepektif mereka, ia tidak memperdulikan ciri atau sifat psikologis tersembunyi atau fungsi otak, namun terhadap problema percakapan sehari-hari yang kita kelola dan kita pecahkan.28

Analisis wacana adalah dua kata yang memiliki arti. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa, penjelasan yang telah dikaji sebaik-baiknya,

25

Eriyanto, Analisis Wacana., h. 1-3

26

Dedy Mulyana, Kajian wacana: Teori, Metode Aplikasi, dan Prinsip-Prinsip Analisis Wacana, (Yogyakarta:Tiara Wacana, 2005), h. 3

27

Dede Oetomo, Kelahiran dan Perkembangan Analisis Wacana, (Yogyakarta: Kanisisus, 1993), h. 3

28

(47)

penguraian suatu pokok atas berbagai bagian, serta penguraian karya sastra atau unsur-unsurnya untuk memahami peretalia antar unsur tersebut.29

Dalam buku Eriyanto yang berjudul “Analisis Wacana Pengantar Analisis

Teks Media” menjelasakan wacana dari berbagai pendapat para tokoh.

Diantaranya bersumber dari (Roger Flower 1977) wacana adalah komunikasi lisan atau tulisan yang dilihat dari sudut pandang kepercayaan dan nilai.

Secara lebih sederhana wacana berarti objek atau ide yang diperbincangkan secara terbuka kepada publik sehingga menimbulkan pemahaman tertentu yang tersebar luas.30 Sobur merangkum pengertian wacana dari berbagai pendapat ahli sebagai “rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam satu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun nonsegmental bahasa“. Lalu jika dirumuskan, analisis wacana adalah studi tentang struktur pesan dalam komunikasi.

Marianne W. Jorgensen dan Louise J. Philips mendefinisikan cara tertentu untuk membicarakan dan memahami dunia ini.31 J.S Badudu dalam tulisan Eriyanto, menyebutkan definisi wacana yaitu: 1. Rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi lainya, membentuk satu kesatuan sehingga terbentuklah makna yang serasi diantara kalimat-kalimat itu. 2. Kesatuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar diatas kalimat atau klausa dengan

29

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, cet.ke-1 1988), h. 32

30

Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 11.

31

(48)

koherensi dan kohensi yang tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaian secara lisan atau tertulis.32 Menurut Eriyanto, pada studi analisis tekstual. Analisis wacana termasuk ke dalam paradigma kritis yang melihat pesan/teks sebagai petarungan kekuasaan, sehingga teks dipandang sebagai suatu dominasi kelompok kepada kelompok yang lain.33

Ada beberapa tokoh yang mengenalkan model-model analisis wacana. Model Roger Fowler dkk., model Theo van Leeuwen, model Sara Mills, model Teun A. Van Dijk, dan model Norman Fairclough.

Dari model-model yang disebutkan diatas, terdapat persamaan dan perbedaannya. Secara singkat, persamaan dari masing-masing model adalah pada ideoligi sebagai posisi penting dari analalisis semua model. Kekuasaan (power) juga menjadi bagian sentral. Poin penting dari analisis semua model adalah kemungkinan besar bahwa wacana dapat dimanipulasi oleh kelompok dominan atau kelas yang berkuasa dalam masyarakat untuk memperbesar kekuasaannya. Selain persamaan tersebut, unit Bahasa juga persaman yang digunakan sebagai alat untuk mendeteksi ideologi dalam teks.

Perbedaan dari model-model tersebut terlihat pada tingkatan kerangka analisis. Tingkatan tersebut terdiri dari tingkatan Mikro yang menganalisis unsur bahasa pada teks. Kedua, Kognisi yang menganalisis pada diri individu sebagai penghasil atau pemroduksi teks. Dan tingkatan Ketiga, Konteks, yaitu analisis struktur sosial, ekonomi, politik, dan

32

Eriyanto, Analisis Wacana, h. 2.

33

(49)

budaya masyarakat. Model Roger Flowerdkk., Theo van Leeuwen, dan Sara Mills memusatkan penelitianya ditingkatan mikro dan makro. Sementara pada model Van Dijk menggunakan ketiga tingkatan dalam kerangka analisisnya.34

Model Roger Flower, berfokus pada struktur dan fungsi bahasa, dimana tata bahasa itu menyediakan alat untuk dikomunikasikan kepada khalayak. Flower dan kawan-kawan meletakan tata bahasa dan praktik pemakaianya tersebut untuk mengetahui praktik ideologi.

Theo van Leeuwen menganalisis bagaimana suatu kelompok atau seseorang dimarjinalkan posisinya dalam suatu wacana. Kelompok yang dominan lebih memegang kendali dalam menafsirkan peristiwa dan pemaknaannya, sementara kelompok lain yang possisinya lebih rendah cenderung terus menerus sebagai objek yang digambarkan berlawanan.

Sara Mills lebih fokus kepada pemberitaan yanag berkaitan dengan feminism, oleh karena itu, penelitian model Sara Mills disebut sebagai perspektif feminis. Titik dari analisis wacana ini adalah menunjukan bagaimana wanita digambarkan dan dimarjinalkan dalam teks berita, dan bagaimana bentuk pola pemarjinalan itu dilakukan.

Sedangkan Van Dijk dan Fairclough menghubungkan teks mikro dengan konteks masyarakat yang makro. Fairclough menitik beratkan perhatiannya melihat bahasa sebagai praktik kekuasaan. Dari model-model yang disebutkan di atas, model Van Dijk yang paling banyak digunakan. Hal ini didasarkan pada Van Dijk yang menggabungkan elemen-elemen

34

(50)

wacana sehingga lebih praktis digunakan. Penelitian ini menggunakan model penelitian Van Dijk.

Aalisis wacana Van Dijk melihat penelitian analisis wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata. Disini perlu dilihat pula bagaimana suatu teks diproduksi, sehingga dapat diketahui bagaimana teks bisa menjadi seperti itu. Model Van Dijk ini sering disebut sebagai kognisi sosial.35

Analisis model Van Dijk melihat bagaimana struktur sosial, dominasi, dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana kognisi/pikiran dan kesadaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap teks tertentu. Wacana oleh Van Dijk digambarkan mempunyai tiga dimensi/bangunan: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Inti dari model ini adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis.

2. Analisis Wacana Model Teun A. Van Dijk

Teun Adrianus van Dijk adalah seorang sarjana biang linguistik teks, analisis wacana dan analisis kritis. Van Dijk lahir di Naaldwijk, Belanda pada tanggal 7 Mei 1943. Sejak 1980-an karyanya dalam analisis wacana difokuskan terutama pada studi tentang reproduksi diskrusif rasisme dengan apa yang dia sebut ‘elite simbolik’ (politikus, wartawan, sarjana, penulis), studi tentang berita di pers dan pada teori ideologi dan konteks. Teun A. Van Dijk adalah seorang professor studi wacana di Universitas Amsterdam dari

35

(51)

tahun 1968 hingga 2004 dan hingga tahun 1999 ia telah mengajar di Pompeu Fabra University, Barcelona.

Meski penelitian-penelitian wacana yang sering diteliti oleh Van Dijk adalah mengenai rasialisme namun tidak menutup kemungkinan terhadap objek penelitian berupa teks berita atau teks sekenario dan naskah. Seperti objek penelitian terhadap naskah drama “Demonstran” ini. Penelitian dalam skripsi ini menggunakan tokoh Teun A. van Dijk, maka harus diketahui terminologis yang terdapat dalam buku “Crtical Discourse Analysis” dalam pembahasan mengenai “What is Discourse?”:

Discourse analysis are, “key to define the concept of discourse.” Such as the definition would have to consist of the whole discipline of discourse studies, in the

same way of linguistic provides many definitions of the definition of ‘languages’. In the

may view, it hardly makes to define fundamental notion such as ‘discourse, language,

cognition, interaction, power, or society. To understand these nations, we need whole

theories or discipline of the objects or phenomena we are dealing with. This, discourse is

a multidimentional sosial phenomenon. It is the same tune in linguistic (verbal

grammatical), object (meaningful sequences of words or sentences), an action (as an

assertion or a threat), a form of sosial interaction (like conversation), a sosial practice

(such as a lecture), a mental representation (a meaning, a mental model, an opinion,

knowledge), an interactional communicative event or activity (like parliamentary m), a

cultural product (like a telenovela), or even an economic commodity that is being sold

and bought (like a novel). In other words, a more or less complete ‘definition’ of the notion of ‘discourse’ would involve many dimentions of consist of many other

fundamental notions that need definition, that is theory, such as meaning, interaction and

cognition.36

Proses produksi dan pendekatan ini sangat identik dengan Van Dijk, yang melibatkan suatu proses yang disebut sebagai kognisi sosial. Istilah ini diadopsi dari pendekatan di lapangan dalam ilmu psikologi sosial, terutama

36

(52)

untuk menjelaskan struktur dan proses terbentuknya suatu teks.37 Van Dijk menjelaskan dalam karyanya yang berjudul Principles of Critical Discourse Analysis

“Whereas of management of discourse access represents one of the crucial

sosial dimentions of dominance, that is, who is allowed to say/write/hear/read what

to/from whom, where, when and how we have stressed that modern power has a major

cognitive dimension.”38

Studi analisis wacana ini berasal dari analisis linguistik kritis. Merambah kepada ilmu sosial lainya, seperti analis semiotik kritis

Gambar

Tabel 1.1 Struktur/Elemen Wacana Model Van Djik
gambaran umum
Gambar2.1 Model Analisis Wacana van Dijk
Tabel 2.2
+3

Referensi

Dokumen terkait