• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANGKA TEORI

A. Drama Secara Umum

1. Pengertian Drama

Setiap orang tentu mengenal drama. Drama merupakan proyeksi kehidupan manusia yang ditampilkan dalam bentuk pementasan. Sebagai interpretasi kehidupan, drama erat hubungannya dengat berita yang terjadi di kehidupan nyata masyarakat. Drama juga disebut sebagai potret kehidupan, baik potret suka duka, pahit manis, maupun hitam putih kehidupan manusia. Dewasa ini, drama mengalami banyak perkembangan. Berbagai jenis drama banyak dipentaskan. Baik di lingkungan sekolah, maupun di lingkungan masyarakat. Pentas drama semakin berkembang setelah drama dijadikan sebagai salah satu tujuan pembelajaran.1 Juga sebagai media penyampaian kritik sosial.

Drama, begitulah orang mengenalnya untuk pertama kali. Di Indonesia drama ini mempunyai istilah tersendiri yang kita kenal dengan kata sandiwara.2 Drama ialah kesenian yang bersifat nyata untuk dilihat, didengar dan dimengerti akan motifasi yang dituju, apa yang diketengahkan seni drama tidak jauh beda dengan kejadian disekeliling kita, ada adegan lucu sedih juga ketegangan yang mencekam.3 Kata drama

berasal dari bahasa yunani “draomai” yang berarti berbuat, berlaku,

bertindak, dan beraksi. Drama juga berarti perbuatan. Ada orang yang

1

Bintang Angkasa Putra, Drama Teori dan Pementasan, (Yogyakarta: PT Intan Sejati, 2012)

2

Adhy Asmara dr, Apresiasi Drama, (Yogyakarta: Nur Cahya, 1979)

3

menganggap drama sebagai lakon yang menyedihkan, mengerikan sehingga dapat diartikan sebagai sandiwara tragedi.4

Namun Djoddy M dalam bukunya yang berjudul Mengenal Permainan Seni Drama beranggapan lain, dia mendefinisikan darama itu sendiri melalui sejarah, yaitu DROOMMA yang berarti lingkaran atau tempat untuk berkumpul hal demikian mengingatkan kita pada cara-cara kuno dalam hal pendidikan budi pekerti dari seorang GURU (Pendeta, Filsuf, Satria) untuk menerima ajaran kehidupan.5 Sedangkan drama dalam buku Dramaturgi memiliki tiga pengertian.

Pertama, drama adalah kwualitet komunikasi, situasi aksi (segala apa yang terlihat dalam pentas) yang menimbulkan perhatian, rasa kagum dan ketegangan pada pendengar/penonton. Kedua, menurut Moulton drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak (life presented in action). Maka dalm drama itu kita melihat kehidupan manusia diekspresikan secara langsung dimuka kita sendiri. Dalam kutipan

Branden Mathews “konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok

dari drama”, Ferdinand Brundtierre ”drama haruslah melahirkan kehendak

manusia dengan aksi”, dan Balthazar Verhagen “drama adalah kesenian

melukis sifat dan sikap manusia dengan gerak”. Ketiga, drama adalah

cerita konflik manusia dalam bentuk dialog, yang diproyeksi dalam bentuk pementasan dengan menggunakan percakapan dan aksi di hadapan penonton (audience).6

4 Ma’ruf Ch, DramaTurgi dan Dasar Phantomim, (Ponorogo: Teater Islam Darusalam, cet-1 1986)

5

Djoddy M, Mengenal Permainan Seni Drama, (Surabaya: Arena Ilmu), h. 13.

6 Ma’ruf Ch, DramaTurgi dan Dasar Phantomim, (Ponorogo: Teater Islam Darusalam, cet-1 1986), h. 3-4.

Demikian pula menurut Ki Hajar Dewantara. Definisi secara bahasa, sandiwara (drama) adalah pengajaran yang dilakukan dengan perlambangan.

Sandiwara sebagai pengganti kata ‘toneel” dan ‘toneel’ sebagai pengganti kata

‘drama’. Sebenarnya kata sandiwara lebih kena daripada kata toneel (bahasa

belanda). Yang artinya tidak lain adalah pertunjukan. Kata sandiwara mengalami kemerosotan, bahkan kata tersebut menimbulkan rasa hina atau ejekan. Karena seringkali terdapat hal-hal yang kurang baik. Seperti contoh

kata seorang guru atau seorang bapak kepada anaknya. “jangan main

sandiwara kamu!”.7

Maka dari itu pemilihan kata lebih cenderung kepada drama untuk merepresentasikan sebuah seni aksi (akting).

Menurut asal kata dan istilah-istilah yang sering kita ketahui dari drama, beberapa pengertian bisa kita dapatkan.8

a. Drama, drama berarti gerak. Atau dalam baha Inggris lebih lanjut kata drama ini sebagai action atau a thing done. Arti lain dari drama ini adalah suatu konflik sikap dan sifat manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan gerak. b. Sandiwara, istilah kata ini terbentuk dari kata sandhi (rahasia) dan warah

(ajaran) yang diambil dari bahasa jawa. Jadi sandiwara adalah suatu pengajaran yang diberikan secara rahasia atau perlambangan karena disampaikan secara tidak langsung lewat sebuah bentuk tontonan.

c. Tonil, toneel berasal dari bahasa belanda yang mempunyai arti pertunjukan. Istilah ini mulai dikenal di negara kita pada masa penjajahan sekitar sebelum perang dunia ke II. Tapi pada akhirnya banyak orang yang

7 Ma’ruf Ch, DramaTurgi dan Dasar Phantomim, (Ponorogo: Teater Islam Darusalam, cet-1 1986), h. 5

8

men-sinonimkan dengan komidi, terutama pada bentuk komidi bangsawan dan komidi stambul.

d. Komidi, pada saat itu orang mengatakan komidi selalu identik dengan komidi stambul, yaitu suatu bentuk drama yang kebanyakan ceritanya diangkat dari Negara-negara Istambul (bekas ibu negara Turki) dalam setiap pertunjukannya. Jika komidi bangsawan adalah komidi yang hanya disajikan dan dipertunjukan untuk kaum bangsawan, karena di dalamnya ada cerminan kemewahan yang menyolok.

e. Lakon, istilah drama yang berasal dari bahasa jawa ini, memiliki arti perjalanan cerita (biasanya dikenakan dalam pementasan wayanag). Di Indonesia sendiri istilah ini tidak begitu terkenal. Hanya dipakai pada beberapa tempat saja seperti di Bali, Jawa, dan Madura.

f. Teater, berasal dari bahasa yunani yaitu Theraton. Yang diturunkan dari kata theaomai yang artinya ta’jub melihat atau memandang. Tapi pada

akhirnya kini teater itu sendiri kemudian mewakili tiga pengertian. Yaitu: 1) Sebagai gedung tempat pertunjukan, panggung yaitu sejak jaman

Thucydides (471-395) dan Plato (428-348). Jelasnya disini teater sebagai gedung tempat pertunjukan dimana sandiwara (drama) diadakan.

2) Sebagai publik atau auditorium. Pengertian ini dikenal pada jaman Herodotus(490/480-224).

3) Sebagai suatu bentuk karangan tonil.

Dalam arti kata yg luas, teater adalah segala macam jenis tontonan yang dipertunjukan dihadapan orang banyak. Misalnya wayang orang,

ketoprak, ludruk, srandul, membai, randai, mayong, arja, rangda, reog, lenong, topeng, dagelan, pantommim, tari, sulapan, akrobatik dan sebagainya. Dalam arti kata sempit, drama ialah kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan, diproyeksikan diatas pentas. Disajikan dengan media percakapan, gerak dan laku, dengan atau tanpa dekor dan didasari pada naskah tertulis (sebagai hasil sastra) atau secara lisan, improvisasi dengan atau tanpa musik, nyanyian maupun tarian.9

Dari beberapa definisi mengenai drama dan beberapa istilah yang melatarbelakangi gambaran umum sebuah drama. Peneliti menarik kesimpulan bahwa drama, adalah seni gabungan dari seni gerak, tari, dan aksi disajikan dalam satu pementasan disaksikan oleh orang banyak yang latar ceritanya berasal dari dinamika kehidupan manusia. Disampaikan bisa melalui kelompok (kwalitet) ataupun perorangan (monologue).

2. Jenis Drama

Drama di Indonesia mengalami beberapa tahap perkembangan, mulai dari jenis drama tradisional, drama klasik, drama transisi, dan drama modern. Selain itu, drama dibagi menjadi beberapa jenis. Pembagian drama tersebut berdasarkan tiga keriteria, yaitu berdasarkan penyajian lakon, berdasarkan sarana pertunjukan, dan berdasarkan keberadaan naskah.10

a. Jenis drama berdasarkan jenis penyajian lakon.

Berdasarkan jenis penyajian lakon drama dapat dibedakan menjadi delapan jenis bagian, yaitu:

9

Adhy Asmara dr, Apresiasi Drama, (Yogyakarta: Nur Cahya, 1979) h. 10-12

10

Bintang Angkasa Putra, Drama Teori dan Pementasan, (Yogyakarta: PT Intan Sejati, 2012)

1) Tragedi

Tragedi atau duka, merupakan drama yang menceritakan kisah yang penuh kesedihan. Tragedi disebut juga dengan drama duka. Pelaku utama dalam drama tragedi dari awal sampai akhir pertunjukan selalui menemui kegagalan dalam memperjuangkan nasibnya. Drama tragedi diakhiri dengan kedudukan yang mendalam atas apa yang menimpa pelakunya (sad ending). Saat menonton drama tragedi penonton seolah-olah ikut menanggung derita yang dialami pelaku utamanya. Oleh karena itu penonton seringkali merasa sedih. Bahkan ikut menangis ketika menyaksikan drama tragedi.

2) Komedi

Komedi disebut juga dengan drama sukacita. Komedi merupakan drama ringan yang sifatnya menghibur. Dalam cerita drama komedi terdapat dialog kocak yang bersifat menyindir dan bisaanya berakhir dengan kebahagiaan (happy ending). Sebagian orang mengatakan bahwa komedi adalah drama gelak. Meskipun memiliki unsur tawa, drama komedi tetap mempertahankan nilai-nilai dramatik, seperti setting, alur, konflik, dan lakon. Kelucuan drama komedi sering mengandung sindiran dan kritik kepada anggota masayarakat tertentu secara tersirat. Namun drama komedi yang sama dapat dinilai berbeda oleh beberapa penonton. Penonton yang satu dapat mengatakan drama komedi tersebut lucu. Sebaliknya, penonton lain mengatakan drama komedi tersebut tidak lucu.

3) Tragekomedi

Tragekomedi adalah perpaduan antara drama komedi dan komedi. Isi drama tragekomedi berisi dengan penuh kesedihan, tetapi juga mengandung hal-hal yang menggelitik dan menimbulkan tawa. Suasana suka dan duka bergantian mengiringi drama tragekomedi. Saat menonton drama tragekomedi penonton dapan merasakan kesedihan

dan kegembiraan yang mendalam. Contoh tragekomedi yaitu, “Api”

karya Usmar Ismail, “Opera Kecoa” karya N.Riantiarno, dan “Saija

dan Adinda” karya Max Havelaar/Multatuli.

4) Melodrama

Melodrama merupakan drama yang menampilkan lakon tokoh sentimental, mendebarkan hati, dan menghacurkan. Cerita-cerita dalam melodrama terkesan berlebihan sehingga kurang meyakinkan penonton. Selain itu, penampulan alur dan penokohan dalam melodrama kurang dipertimbangkan secara cermat. Tokoh-tokoh dalam melodrama umumnya merupakan tokoh hitam putih atau stereotip. Maksudnya adalah jika dalam melodrama ada seorang tokoh jahat (hitam), tokoh tersebut seluruhnya digambarkan selalu bersifat buruk. Begitu juga sebaliknya, tokoh baik (putih) merupakan tokoh pujaan yang selalu luput dari kesalahan luput dari kekurangan dan seluruh sifat buruk manusia.

5) Dagelan (farce)

Dagelan merupakan jenis drama yang memiliki lakon lucu. Dagelan bersifat entertain sehingga tujuan utamanya yaitu menghibur.

Dagelan sering disebut komedi murahan karena isi dagelan ringan, kasar, dan cenderung vulgar. Jika melodrama dihubungkan dengan tragedi, dagelan berhubungan dengan komedi. Meskipun dapat dikatakan hampir sama namun pada prinsipnya berbeda. Dagelan memiliki perbedaan yang mendasar dengan komedi.

Jika dalam komedi terdapat lakon lucu tetapi tetap mempertahankan nilai-nilai dramatik lain halnya dengan dagelanyang alur dramatiknya bersifat longgar, mudah berubah, dan banyak timbul improvisasi. Dalam dagelan, sekenario tidak begitu diperhatikan. Kekuatan kata-kata dan tindakan merupakan hal utama yang membangkitkan kelucuan.

6) Opera

Opera adalah drama yang dialognya beruopa nyanyian dengan iringan musik. Lagu. yang dinyanyikan antara pemain satu dan pemain yang lain berbeda. Opera lebih mementingkan nyanyian dan musik daripada lakonnya. Salah satu contoh opera yaitu drama yang berjudul

“Yulius Caesar” (terjemahan Muh. Yasmin S.H). Ada istilah lain yang bersifat ahmpir sama dengan opera, yaitu operet. Operet adalah drama sejenis opera tetapi lebih pendek.

7) Tablo

Tablo merupakan jenis drama yang mengutamakan gerak. Jalan cerita tablo dapat dimengerti melalui gerakan-gerakan yang dilakukan para tokoh, seperti pantomime. Untuk memperkuat cerita, gerakan-gerakan yang dilakukan tablo bisaanya diiringi bunyi-bunyian pengiring.

8) Sendatari

Sendatari adalah gabungan antara seni drama dan seni tari. Rangkaian cerita dan adegannya diwujudkan dengan gerakan dalam bentuk tarian yang diiringi musik. Sendatari tidak mengandung dialog. Hanya saja kadang-kadang dibantu narasi singkat agar para penonton mengetahui peristiwa yang sedang dipentaskan. Penyajian lakon

sebagian besar diangkat dari kisah klasik, seperti kisah “Mahabarata”

karya Vyasa dan “Ramayana” karya walmiki.11

b. Jenis Drama Berdasarkan Sarana Pertunjukan

Berdasarkan sarana atau alat yang digunakan untuk menyampaikan cerita kepada penonton, drama dibagi menjadi lima, yaitu:12

1) Drama Panggung

Drama panggung dimainkan oleh para pemain panggung pertunjukan. Penonton berada disekitar panggung dan dapat menikmati drama secara langsung. Setiap aksi dan ekspresi pemain drama juga dapat dilihat langsung oleh para penonton. Drama panggung didukung oleh tata rias, tata bunyi, tata lampu dan tata dekor yang menggambarkan isi drama yang dipentaskan.

2) Drama Radio

Drama radio merupakan jenis drama yang disiarkan di radio. Berbeda dengan drama panggung yang dapat ditonton saat dimainkan, drama radio tidak dapat ditonton. Drama radio dapat disiarkan secara

11

Bintang Angkasa Putra, Drama Teori dan Pementasan, (Yogyakarta: PT Intan Sejati, 2012), h. 13-15

12

Bintang Angkasa Putra, Drama Teori dan Pementasan, (Yogyakarta: PT Intan Sejati, 2012)

langsung dan dapat direkam terlebih dahulu dan disiarkan pada waktu yang dikehendaki. Bahkan, dapat pula disiarkan secara berulang-ulang sesuai permintaan dan selera masyarakat. Dalam penyajiannya terdapar beberapa hal yang perlu diperhatikan, musik pengiring dan jenis suara sangat menentukan kualitas dan keberhasilan siaran drama karena radio hanya dapat didengar secara auditif.

Karakter pemain juga harus dapat terdengar berbeda karena hanya melalui suara, karakter atau tokoh dan watak pemain harus dapat tertangkap oleh pendengarnya.

3) Drama Televisi

Drama televisi bersifat visual dan auditif. Drama televisi dapat ditayangkan secara langsung atau direkam dahulu, kemudian ditayangkan kapan saja sesuai dengan program acara televisi tersebut. Kelebihannya adalah dalam hal penampilan alur cerita. Jika drama panggung dan radio jarang menampilkan alur mundur (flash back), drama tv akan banyak memunculkan alur mundur. Tujuannya untuk menghidupkan lakon dan menciptakan variasi cerita.

4) Drama Film

Drama film hampir sama dengan drama tv. Jika drama tv ditampilkan di layar kaca, drama film ditampilkan menggunakan layar lebar dan bisaanya dipertunjukan dibioskop.

5) Wayang

Ciri khas tontonan drama adalah cerita dan dialog. Oleh karena itu, banyak anggapan yang menyatakan semua bentuk tontonan yang

mengandung cerita disebut drama, teramasuk tontonan wayang kulit dan wayang golek (boneka kecil) yang dimainkan oleh dalang. Wayang banyak bercerita mengenai acaran agama maupun epos (cerita kepahlawanan) yang mengedepankan sifat kesatriaan, keprajuritan dan ajaran moralitas yang tinggi.

c. Jenis Drama Berdasarkan Ada atau Tidaknya Naskah

Berdasarkan ada atau tidaknya naskah, drama dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1) Drama Tradisional

Drama tradisional adalah drama berkembang pada zaman dahulu dan masih terpengaruh kuat dengan adat. Drama tradisional sering ditampilkan dengan lakon tanpa naskah. Keberhasilan pertunjukan sangat ditentukan oleh kepiawaian dan kreatifitas para pemain. Semua pemain dituntut mampu memerankan lakonya dengan baik.

2) Drama Modern

Seiring perkembangan zaman, kesenian drama semakin berkembang hingga munculnya berbagai jenis drama modern. Drama modern mampu mengalahkan keberadaan drama tradisional karena struktur dan unsur drama modern lebih lengkap dari drama tradisional. Penyajian drama modern lebih terarah dengan menampilkan tujuan yang lebih jelas. Selain itu unsur pembanguan juga sangat diperhatikan.

Unsur pembangunan pementasan drama meliputi naskah, pemain, sutradara, make up, kostum, dekor, lighting, dan tata musik. Naskah yang berisi dialog para pemain merupakan hal utama yang harus diperhatikan. Sebelum mengadakan pementasan, pemain wajib menghafal dialog dan melakukan berbagai latihan (gerak ekpresi) seperti yang tertuilis dalam nasakah. Dialog yang sudah dihafalkan dengan disertai gerak-gerik atau akting. Tidak jarang sebelum pementasan, para pemain diharuskan berlatih berulang-ulang hingga benar-benar dapat memerankan tokoh yang dimainkan dengan penuh penjiwaan.

Itulah beberapa jenis drama berdasarkan penyajian lakon, sarana pertunjukan, dan keberaaan naskah. Selain jenis-jenis tersebut, ada beberapa jenis drama lain. Contohnya sebagai berikut:

a. Pantomime (drama yang dilakonkan dengan gerak isyarat penganti dialog). b. Monolog (drama yang dilakoni oleh seorang tokoh).

c. Drama Kloset (drama yang lebih enak untuk dibaca daripada dipentaskan). d. Drama pendidikan (drama yang menyampaikan ajaran moral serta pesan

pendidikan).

e. Drama teaterikal (drama yang tujuan utmanya untuk dipentaskan). f. Drama adat (drama yang menampulkan adat istiadat suatu daerah).

g. Drama lingkungan (drama yang lakonya sering mengajak penonton berdialog).

h. Drama sejarah (drama yang berisi cerita sejarah).

3. Aliran Drama

Dari waktu ke waktu drama berkembang sesuai tuntutan sosial masyarakat penikmatnya. Drama yang lahir pada tahun 1980-an tentu tentu berbeda dengan drama masa sekarang, baik dari segi struktur, bahasa, gaya panggung, gaya penyampaian, maupun alirannya. Setiap aliran drama tentu mempunyai cirri. Berikut beberapa aliran drama dengan ciri masing-masing:13 a. Aliran Klasik dan Neo Klasik

Aliran klasik merupakan aliran yang tunduk pada aturan yang bersifat konvensional. Aliran ini bersumber pada Hukum Trilogi Aristoteles yang meliputi adanya kesatuan waktu, tempat, dan kejadian. Jadi, sebuah drama dikatakan beraliran klasik jika ketiga unsur tersebut terpenuhi dengan baik, bahkan mendominasi struktur lain. Contoh drama beraliran klasik adalah Mahabarata dan Ramayana. Sejalan dengan pengertian tersebut, di dalam buku Dramaturgi dan Dasar pantomin menjelaskan cirri-ciri drama klasik sebagai berikut:14

1) Materi berdasarkan motif yunani/romawi: baik cerita klasik maupun sejarah.

2) Ditulis dalam sajak berirama. 3) Akting bergaya deklamasi.

4) Laku statis, monolog sangat panjang (untuk memberi kesempatan berdeklamasi yang berlebih-lebihan), akibatnya lakon dramatis terlambat.

13

Bintang Angkasa Putra, Drama Teori dan Pementasan, (Yogyakarta: PT Intan Sejati, 2012)

14 Ma’ruf Ch, DramaTurgi dan Dasar Phantomim, (Ponorogo: Teater Islam Darusalam, cet-1 1986)

5) Tunduk kepada trilogy Aristoteles.

Aliran Neoklasik merupakan yang berkonsep sebab akibat. Kekuasaan Tuhan sangat dominan di dalam cerita drama beraliran neo klasik. Drama aliran ini bisaanya religius.

b. Aliran Romantisme

Cirri aliran romantisme ini critanya bersifat fantastis. Selain itu, dalam drama beraliran romantisme terdapat anggapan bahwa nasib seorang ditentukan oleh diri sendiri dan takdirnya. Sedangkan dalam buku Dramaturgi dan Dasar Pantomim member penjelasan bahwa aliran ini berkembang pada akhir abad ke 18, sukar untuk memberi penjelasan secara umum, yang jelas drama romantik berkembang dengan klasik, tidak mematuhi draa hukum yang tetap. Berikut ciri-ciri drama aliran romantisme:15

1) Kebebasan bentuk.

2) Isi yang fantastis, seringkali tidak logis.

3) Materi: bunuh-membunuh, teriakan-teriakan dalam gelap, korban pembunuhan yang hidup kembali, tokoh-tokohnya sentimental.

4) Dipentingkan keindahan bahasa.

5) Dalam penyutradaraan segi visual ditonjolkan.

6) Aktingnya bernafsu, bombastis, dan mimik yang berlebihan.

Tokoh tokoh yang mempelopri adalah, Alfred de Musset, Heinrich Von Kleist dramanya: Prinz Fredrich vn Hamburg, Christian Dietriech

Grabbe, dramanya “Hannibal”.

c. Aliran Realisme

Aliran realisme menggambarkan cerita yang bersifat nyata. Ceritanya dalam drama beraliran ini terkesan lebih mudah ditangkap karena berhubungan dengan kejadian sehari-hari. Contoh drama beraliran realisme, yaitu “Paman Vanya” karya Anton Checkov, “Matinya Seorang

Pedagang” karya Arthur Miller, dan “Musuh Masyarakat” karya Hendrik

Ibsen.16 Aliran realismee umumnya berusaha mencapai ilusi atas penggambaran kenyataan. Drama realis bertujuan tidak untuk menghibur melulu, tetapi meng Aliran mukakan problem dari suatu masa. Problem ini bisa berasal dari luar (soal sosial) dan kontradiksi yang dialami manusia (soal psikologis), maka dari itu drama realisme dibedakan menjadi ada dua macam, yaitu:17

1) Realisme Sosial

Biasanya problem sosial dan psikologis saling mempengaruhi, jarang bisa dipisahkan. Tetapi dalam drama realistis masalah sosial dapat dipisahkan dari masalah psikologis. Ciri-cirinya sebagai berikut: a) Peran utama biasanya rakyat jelata, petani, buruh dan pelaut. b) Aktingnya wajar seperti yang dilihat dalam kehidupan sehari-hari. c) Banyak memakai bahasa sehari-hari.

2) Realisme psikologis

Mengangkat alur ceritanya berdasarkan problema yang lebih spesifik ke aspek psikologis, biasanya pergolakan batin dan kontradiksi yang dialami manusia, ciri-cirinya sebagai berikut:

16

Bintang Angkasa Putra, Drama Teori dan Pementasan, (Yogyakarta: PT Intan Sejati, 2012)

17 Ma’ruf Ch, DramaTurgi dan Dasar Phantomim, (Ponorogo: Teater Islam Darusalam, cet-1 1986)

a) Lakunya bebas

b) Dalam pementasan banyak ditonjolkan sifat-sifat seseorang seperti pejabat, dan orang tua.

c) Ceritanya banyak mengisahkan keadaan yang terjadi dan dialami pada diri seseorang.

d. Aliran symbolisme

Drama-drama beraliran sembolisme menyajikan cerita tentang kenyataan lain dibalik kenyataan yang tampak. Dengan kata lain menampilkan sisi lain dari sebuah sudut pandang pementasan.

e. Aliran Ekspresionisme

Aliran ini adalah aliran drama yang menonjolakan faktor psikis atau kejiwaan para tokoh daripada penggambaran kejadianya. Teater-teater pada zaman masakini terdapat pada gedung-gedung yang tertutup. Tata sinar, dekorasi dalam teaer dikembangkan dan menempati kedudukan yang cukup penting. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut:

1) Kebanyakan ceritanya berisi suatu emosi.

2) Aktingnya lebih modern dibandingkan pada masa realisme. 3) Peralatanya cukup lengkap.

4) Terapat jarak antara penonton dan pemain. f. Aliran Naturalisme

Aliran naturalisme merupakan perkembangan dari aliran realisme. Akan tetapi, drama beraliran ini lebih menekankan pada unsur fisik alam. Sebagai contoh, sebuah pementasan drama mengambil setting pedesaan, maka suasana panggung benar-benar dibuat mendekati aslinya. Drama beralian naturalisme cenderung terkesan hidup dan tidak dibuat-buat.

g. Aliran Eksistensialisme

Aliran eksistensialisme ini lebih menekankan pada penggambaran tokoh sebagai individu yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan memiliki kemauan dan kebebasan.

h. Aliran Absurd

Aliran absurd berkisah tentang tidak adanya kebenaran mutlak dalam kehidupan ini. Manusia adalah “Tuhan” bagi dirinya sendiri.

Contoh drama beraliran absurd, misalnya “Kursi-kursi” dan “Mata

Pelajar” karya Lonesco.18