• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEMUAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Wacana kritik sosial pada naskah Demonstran

1. Babak Pertama

Di babak pertama ini penulis naskah Demonstran menceritakan sebuah awalan yang unik, tokoh utama tidak diperkenalkan langsung. Melainkan penjelasan terlebih dahulu mengenai kondisi sosial Indonesia belakangan ini oleh Sabar dan Alun. Menceritakan sebuah latar belakang demokrasi yang kian carut marut kala itu. Penyampaian yang dilakukan oleh mereka berdua. Melalui bahasa yang menjadi alat komunikasi melahirkan sebuah pendapat mempersatukan jiwa untuk sebuah pencapaian tertinggi sebuah kedaulatan rakyat.

Kemudian dialanjutkan dengan munculnya Niken, Jiran dan Wiluta. Pada babak ini mereka bertiga mendapati kendala mengenai sahabatnya yang ditahan oleh aparat kepolisian akibat dari aksinya yang anarkis. Topan sang Demonstran yang kini sudah sejahtera karena keuntungan aksi yang telah dia lakukan dimasa lalu enggan membantu mereka bertiga dengan dalih sudah bukan umur dan masanya kini hanya seorang pengusaha sukses. Penolakan tersebut dianggap sebuah penghianatan lantaran Topan adalah mantan ketua pimpinan yang dianggapnya selalu vokal dalam beraksi.

Di babak pertama juga digambarkan para sahabat-sahabat topan pada masa perjuangan yang pada naskah ini disebut sebagai mantan demonstran. Mereka ada enam orang dan semuanya telah hidup mewah. Mereka selalu mengadakan perkumpulan rutin guna hanya untuk

bincang-bincang, nostalgia atau pamer barang mewah yang baru mereka dapat. Enam orang mantan demonstran ini masih menganggap bahwa topan adalah pemimpin mereka. Ini adalah wujud dari sebuah moral yang baik bahwa mereka tidak melupakan pemimpin yang memperjuangkan mereka hingga hidup mewah.

Cita-cita demokrasi menurut Topan telah tercapai setelah perjuangan kerasnya dulu berbuah manis sekarang. Namun ketenaran topan dimanfaatkan oleh oknum tertentu yaitu oleh Pejabat T dan Bujok. Mereka berdua memanfaatkan dalil perubahan dan menunggangi ketenaran Topan agar kepentingannya menjadi presiden terwujud. Disini penonton mulai menemukan titik konflik dari sebuah cerita. Dengan segala upaya Pejabat T membujuk Topan agar mau untuk menjadi bahan propagandanya. Sampai pada bagian ini peneliti menjelaskan sebuah peristiwa di babak awal yang memicu ke babak konflik.

Sesuai dengan penjelasan diawal pada pembahasan skematik, peneliti akan menambahkan sebuah protatis atau perkenalan.

a. Protatis

Protatis atau perkenalan pada bagian ini adalah dimaksudkan untuk menjelaskan karakter tokoh-tokoh yang ada dalam sebuah cerita. Sejauh pada penjelasan di babak pertama peneliti menemukan peran-peran sentral yang diperkenalkan pada adegan-adegan yang berlangsung. Memproduksi opini untuk kemudian diangkat sebagai sebuah pesan kritik sosial. Pada masing-masing tokoh menggabarkan keadaan yang relevan dengan kondisi saat ini. Hanya saja diimbuhi

oleh peran Topan yang menjadi pembeda dan penyeimbang tokoh-tokkoh lain.

Bunga adalah istri Topan yang pada cerita ini disinyalir memiliki hubungan spesial dengan Pejabat T adalah mantan aktifis juga, sosok yang lembut terhadap Topan namun memiliki watak dan idealisme yang kuat. Jiran, Niken dan Wiluta adalah sahabat topan, mereka memiliki karakter yang berbeda Jiran digambarkan pada cerita ini sebagai sosok yang agak pendiam berbeda dengan Niken dan Wiluta yang arogan selalu menggebu untuk menyerukan sebuah aksi.

Sabar dan Alun juga bisa dikatakan menjadi sosok karakter penyeimbang, namun beda halnya dengan topan yang masuk dalam inti pokok sebuah cerita Sabar dan Alun seolah-olah sebagai dewa yang disetiap adegan selalu memberi petuah-petuah. Kemudaian ada Pejabat T dengan sosok jenaka yang sangat ambisius bersama Bujok yang lebih mudah dikatakan sebagai kacung dari Pejabat T. Kemudian beberapa adegan yang diselipkan dengan musik bersamaan dengan munculnya koor. Itu adalah beberapa pengenalan dari tokoh-tokoh yang penting di dalam naskah ini.

Penjelasan tersebut adalah perkenalan dari permulaan sebuah peran dan motif. Babak pertama yang menjelaskan pelukisan dari cerita. Dalam adegan perkenalan ini banyak sekali terdapat penjelasan-penjelasan mengenai pesan apa yang sebenarnya ingin disampaikan. Pada cerita ini eksposisi berlangsung dalam keadaan yang seimbang karena ini adalah pengantar menuju babak konflik. Peneliti akan

memberikan contoh dialog dari bagian babak pertama sebuah protatis dan eksposisi.

Pada babak pertama mencangkup protatis dan eksposisi yang menggambarkan sebuah kritik sosial kepimipinan, yaitu :

“SABAR : Zaman ini Zaman panik. Orang orang jadi serakah dan gampang curiga. Sebagian besar kita, kena penyakit jiwa dan janji-janji bohong simpang siur di langit. Isu lebih digemari disbanding pidato dan humor menemukan tuahnya disbanding penderitaan. Yang tidak pro langsung dianggap kontra. Usul dan pendapat sering dianggap kritikan. Tapi anehnya, si pengkritik sering tidak tahan kritikan.

Zaman ini Zaman bingung. Yang kecewa berkeliaran dimana-mana. Pegangan amat rapuh. Tuhan teralu jauh dan nabi-nabi palsu tersebut pengikut. Orang-orang kaya berkuasa dengan uangnya. Mereka sanggup membeli hati nurani para pejuang. Ekonomi dan teknologi jadi tujuan utama. Pendidikan sangat mahal dan kesenian kadang ada tapi sia-sia, malah lebih dianggap hiburan.

Inilah kredo orang bingung di zaman panik. Dilantunkan ketika bumi gonjang ganjing dan sepertinya langit akan segera menimpa kepala. Inilah Kredo orang panik di zaman bingung.”

(babak 1)

Pada babak tersebut digambarkan mengenai latar belakang yang mendasar dari sebuah cerita perkenalan melalui penyamapaian fakta menarik yang terjadi dewasa ini. Krisis kepemiminan yang coba disampaikan oleh Sabar menjadi isu menarik walaupun adegan ini hanya sebagai intermezzo dan pembuka wawasan menuju iklim lain yang akan dimasuki pada cerita ini. Sabar dan Alun seperti hidup di dua alam, dia tidak nyata tapi dia ada. Pada bagian tersebut, Sabar memeberikan sebuah perkenalan melalui isu yang sangat relevan dengan kenyataan.

Kemudian ada dialog Topan dengan Wiluta, yaitu :

“TOPAN : Tidak bisa, maaf. Saya sudah tua. Saya tidak sanggup lagi jadi Robin Hood. Apa yang pernah saya lakukan, dulu, dan apa yang kalian lakukan sekarang ini, itu permainan anak muda. Saya? Lihat, perut sudah gendut, nafasngos-ngosan, mata tidak awas lagi. Saya sudah sejarah. Kekuatan saya habis. NIKEN : Jadi, Abang tidak mau turun lagi kejalan memimpin kami? WILUTA : Apa abang kuatir, kedudukan dan kekayaan abanf bisa

terganggu? Hidup abang sekarang memang sudah enak. Padahal ini semua hasil dari perjuangan abang, dulu, sebagai demonstran, masa lupa?

TOPAN : Tenanglah sedikit… jangan paksa saya.

NIKEN : Lalu kemana lagi kami harus pergi? Kami tidak punya pemimpin, kami hanya punya semangat. Kami bergerak kurang teratur. Kami ingin diatur oleh tokoh yang mampu menghadapi apa saja. Tokoh yang selalu ada di barisan paling depan, tokoh yang dikenal sebagai Sang Topan. Abang. WILUTA : Semua bekas aktifis tidak mau memimpin kami.”(babak 5)

Pada dialog tersebut mengandung kontradiksi antagonis, kedua belah pihak sama-sama mempertahankan argumentasinya. Awal mula sebuah perdebatan yang mengarah kepada pecahnya sebuah kesatuan. Karena dalam cerita ini Wiluta, Niken dan Jiran adalah mantan anak buah Topan. Penjelasan singkat dari kedua pihak memberikan gambaran bahwa berikutnya akan ada perdebatan-perdebatan lain untuk memaksa Topan kembali turun ke jalan. Disini juga menggambarkan sosok karakter aktifis yang arogan dan keras kepala.

Berikutnya, dialog lanjutan pada babak ke 5, yaitu :

“NIKEN : Alat musyawarah itu selalu satu arah. Dari penguasa. Dan mufakat adalah perintah. Rakyat tidak diberi hak untuk brmusyawarah, mereka hanya wajib menjalankan perintah. Siapa berani melawan arah penguasa dan perintah pejabat? Rakyat?

TOPAN : Siapa rakyat? Siapa mereka itu? Apa kalian benar-benar tahu apa yang mereka inginkan? Bilang sama saya! Siapa Rakyat? BILANG!

NIKEN : Rakyat adalah…

TOPAN : Ya siapa mereka? NIKEN : Rakyat adalah…

TOPAN : Kalian tidak tahu siapa rakyat. Bagaimana bisa berjuang kalau kalian tidak tahu untuk apa? Untuk siapa? Yang kalian rasa, belum tentu dirasakan oleh semua orang. Kalian rakyat, mereka yang digusur juga rakyat, orang miskin dan orang kaya itu – rakyat, saya rakyat, bahkan para pejabat juga rakyat. Tapi siapa rakyat sejati, itu yang harus kalian cari. Kalian terlalu percaya unjuk rasa itu satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah. Padahal seringkali sebaliknya.

JIRAN : Interogasi? Indoktrinisasi? Intimidasi? Kami mendatangi gedung DPR bersama para petani yang resah karena sawah mereka akan dibikin jadi apartemen dan padang golf. Kami ingin bertanya, mengapa ada rencana macam itu. Dan mengapa ganti rugi yang ditawarkan sangat rendah. Semester tanah, dihargai sama dengan sekilo ubi kayu. Tapi, orag-orang desa itu dihadang dengan kekerasan. Dan abang tahu, tidak satu Koran pun yang berai memuat beritanya. Dan abang pasti bisa mendugamengapa justru pers ketakutan. Derita petani itu

menjadi sangat penting.” (babak 5)

Pada adegan kali ini lebih menonjolkan kepada Jiran yang awal kemunculannyua lebih banyak sebagai pengikut dari Wiluta dan Niken. Kali ini Jiran menyerukan suaranya untuk mengajak sang Topan Turun ke jalan. Tersampaikan juga secara implisit sebuah penjelasan mengenai kondisi birokrasi yang tidak memihak rakyat kecil, pada dialog terakhir Jiran dijadikan sebuah perkenalan untuk memasuki babak konflik dengan warna lain dari isu-isu yang diangkat pada cerita ini. Sejauh ini kemajemukan sebuah isu yang disampaikan menambah exitment baru untuk berimajinasi apa yang selanjutnya akan terjadi.

Kemudian ada dialog yang keberadaannya hanya sebagai pengenalan dan tokoh-tokoh dalam adegan ini sebagai media untuk memunculkan trigger pada babak konflik. Berikut dialognya :

“MANTAN-1 : Jangan jadi direktur, apalagi direktur utama. Atau yang sifatnya berhubungan dengan tugas-tugas persahaan. Komisaris, apa lagi komisaris utama. Bahaya. Jadi apa saja asal di luar perusahaan. Tapi yang penting, kita berkuasa. Ada hukumnya. Bisa dicarikan. Penting dan berkuasa, tapi harus selalu berada di luar perusahan.

MANTAN-3 : Penting dan berkuasa.

MANTAN-1 : Jika duitnya datang dari pemerintah, ah itu bagus. Kita semua akan mengurusnya disini. Di komisi. Uang dari pemerintah bisa langsung dilipatgandakan, dengan berbagai cara. Nah, disitu kita main.

MANTAN-6 : Nopp nopo tokorogo somoto MANTAN-7 : Cici kili piti himiti jiji MANTAN-6 : Qolomojo totologo kolojo

MANTAN-5 : Ah, paham saya, paham. Kita terima segala tapi diluar perusahaan.

MANTAN-4 : Hal-hal yang seperti itu apa bisa diatur?

MANTAN-1 : Bisa, bisa. Kita yang akan mengaturnya di komisi. Nanti akan diurus oleh yang memang sering menangani perusahaan. Uang itu pasti akan dipencar dan disebar. Dan ingat, jangan sampai ada kwitansi atau bukti yang bisa membuat kita punya hubungan dengan perusahaan. Tanpa kwitansi, tanpa bukti pengeluaran.

MANTAN-2 : Caranya?

MANTAN-1 : Ah, pakai tanya-tanya. Pasti tahu semua diatur. Tanya saja yang sama Pak Ketua. Pasti dia sudah tahu bagaimana mengaturnya.

MANTAN-2 : Heheh, saya kira ada cara lain. Kalau begitu, kita semua tahu. MANTAN-3 : Penting dan berkuasa, ini yang utama.

(MUNCUL PEJABAT-T, BUJOK, TOPAN, BUNGA DAN PENATA RAMBUT)

PEJABAT-T : Sang Topan tokoh sepanjang masa. Legenda hidup dari zaman perjuangan menumbangkan tirani yang sangat tiran it. Luar bisaa. Anda sama sekali tidak berubah. Semua sama,

masih seperti dulu. Tubuh atletis. Gaya tetap garang. Apa kabar?

TOPAN : Baik, Jendral. PEJABAT-T : Bunga, apa kabar? BUNGA : Baik, Jendral.

PEJABAT-T : Perkenalkan, Bujok. Sahabat saya. Di rumah, dia ini sudah seperti family. (MEREKA BERSALAMAN) Ah, keadaan ini sudah harus segera diubah. Tidak bisa kita kita biarkan terus begini. Suasananya berengsek. Yang kacau malah dibiarkan merajalela. harus ada perubahan.

TOPAN : Perubahan, Jendral? BUJOK : Perubahan yang mendasar.

PEJABAT-T : Betul. Perubahan mendasar. Dari segala sisi. Bagaimana bisa dibilang mereka seakan-akan tengah menanggulangi

persoalan? Urusan yang menyangkut korupsi Proyek olahraga itu saja susah, sulit ditangani. Masih mulur-mungkret. Tersangka, seperti sembunyi di mana-mana. Urusan yang menyangkut korupsi kader partai, kok didiamkan. Nah, bahkan bank yang menangani utang sekian triliyun itu pun, malah dibiarkan beku begitu saja. Lenyap!

BUJOK : Harus ada perubahan. Hanya partai, jawabannya! PEJABAT-T : Betul, ada perubahan. Partai. Saya sudah bilang, urusan

seperti ini, memang harus ada yang nekad bertindak. Jangan dikira semua bisa ditangani dengan omongan doang. Tindakan. Itu perlu. Dikiranya segala urusan bisa ditangani dengan membikin lagu-lagu. Harusnya ditanggulangi dengan berbagai cara, eh, dia malah bikin konser.

BUJOK : Betul. Dan lihatlah para calo pejabat itu. Ketika mau diplih rakyat, mereka pasang foto di jalanan. Siapa yang lihat?

Semua orang takut karena wajah mereka ternyata… mereka

bukan pemimpin. Rasanya, siapapun menghambat jalannya revolusi, harus dihukum.

PEJABAT-T : Betul. Setuju. Tapi bagaimana mungkin dihukum? Mereka masih bersembunyi dibawah payung partai. Semua seakan dilindungi.

BUJOK : Partai kita harus berkuasa. Untuk menandingi partai tempat kumpulnya orang-orang yang korupsi. Ya, Jendral, partai kita. Jika cuman itu itu satu-satunya jalan, kenapa tidak?

PEJABAT-T : Selalu itu saja yang dipikirkan, partai, partai! Memangnya gampang? Lihat, berapa partai yang sekarang di negeri kita? Banyak sekali. Partai, bukan tindakan cerdas. Kecuali, kalau sangat terpaksa.

TOPAN : Partai apa pun, malah bisa membikin perkelahian baru. Untuk kita, saya lebih setuju jika ada dua atau tiga partai saja. PEJABAT-T : Ya, ya, itu pandangan Bujok. Namanya juga pandangan?

Benar atau tidak, kita bisa lihat nanti, ya`kan? Dan saya sudah bikin partai!

BUJOK : Harus ada yang menandingi. Pikiran harus diubah.” (babak

11)

Dari dialog pada babak ke 11 tersebut, dapat peneliti jelaskan bahwa penampilan para Mantan Demonstran hanya sebagai pelengkap dari rangkaian-rangkaian peristiwa supaya lebih berwarna. Adegan ini lebih bertujuan sebagai pemicu konflik yang akan terjadi di babak berikutnya. Dapat dilihat dari dialog Pejabat T dengan topan mengenai perubahan yang hanya dapat dialakukan melalui aktifitas di partai politik. Bujok yang sebagai ajudan sang calon presiden hanya mengikuti apa yang dikatakan oleh Pejabat T tidak jarang juga sesekali memberi opininya, begitupun Bunga yang sepanjang adegan pada babak ini tidak banyak memiliki percakapan penting. Hanya sebagai pendamping Topan suaminya.

Itu adalah beberpa cuplikan dialog yang mengambarkan sebuah perkenalan di babak pertama dalam term semantik. Peneliti menambahkan improvisasi dengan memberi serta protatis sebagai eksposisi. Sehingga menjabarkan secara spesifik apa yang sebenarnya yang terkandung ada pada babak pertama. Protatis memberikan pendapat imbuhan yang masih sesuai dengan pattern semantik.

2. Konflik

Pada taraf ini peneliti akan menjelaskan sebuah konflik dalam artian dramatik. Pada dasarnya poin dramatik pada bagian ini dapat ditemukan dalam banyak bagian, ada beberapa konflik yang mengikuti konflik utama dari cerita ini. Insiden permulaan konflik ini berkembang dengan baik sesuai dengan jalan ceritanya masing-masing. Seperti konflik antara Topan dengan istrinya Bunga yang dicurigai memiliki hubungan dengan Pejabat T, konflik antara Topan dengan tiga mantan anak buahnya Jiran, Niken dan Wiluta. Juga konflik yang dimiliki Topan dengan Pejabat T lantaran tindakannya yang memanfaatkan ketenaran Topan untuk kepentingan partainya.

Pada awalnya Topan yang memutuskan telah pensiun dari dunia demonstrasi dan memilih pelabuhan hidup untuk menjadi seorang pengusaha berjalan sangat lancar dan menghasilkan kekayaan yang berlimpah untuk menghidupi dirinya dan Bunga sang istri. Kemudian di sisi lain mantan anak buahnya Jiran, Wiluta dan Niken masih lengket kakinya dengan jalan demonstrasi. Hingga suatu saat mereka bertiga datang kerumah Topan mengajaknya kembali turun ke jalan agar dapat memimpin lagi untuk mengkritisi pemerintah yang saat itu dianggapnya sangat lalim, disampaikan pula pada dialog mereka mengenai keburukan pemerintah yang relevan dengan realitas per-politikan di Indonesia, berikut cuplikan dialog yang menjadi awal konflik :

“TOPAN : Tidak bisa, maaf. Saya sudah tua. Saya tidak sanggup lagi jadi Robin Hood. Apa yang pernah saya lakukan, dulu, dan apa yang kalian lakukan sekarang ini, itu permainan anak

muda. Saya? Lihat, perut sudah gendut, nafasngos-ngosan, mata tidak awas lagi. Saya sudah sejarah. Kekuatan saya habis. NIKEN : Jadi, Abang tidak mau turun lagi kejalan memimpin kami? WILUTA : Apa abang kuatir, kedudukan dan kekayaan abanf bisa

terganggu? Hidup abang sekarang memang sudah enak. Padahal ini semua hasil dari perjuangan abang, dulu, sebagai demonstran, masa lupa?

TOPAN : Tenanglah sedikit… jangan paksa saya.

NIKEN : Lalu kemana lagi kami harus pergi? Kami tidak punya pemimpin, kami hanya punya semangat. Kami bergerak kurang teratur. Kami ingin diatur oleh tokoh yang mampu menghadapi apa saja. Tokoh yang selalu ada di barisan paling depan, tokoh yang dikenal sebagai Sang Topan. Abang. WILUTA : Semua bekas aktifis tidak mau memimpin kami.

NKEN : Mereka bilang, hanya buang-buang energy sia-sia. Ini gerakan yang mereka anggap, sudah tidak ada gunanya. WILUTA : Hanya abang harapan kami.

TOPAN : Ya, maaf saja, kalian juga sudah terlalu tua. Tidak mungkin lagi. WILUTA : Maksudnya, kmau tidak bisa? Inilah saatnya, Abang.. TOPAN : Maaf…

NIKEN : Tidak sangka, sekarang abang sudah jadi penakut.

TOPAN : Saya berhak memilih untuk bilang tidak atau ya. Sekarang,

saya atur jalan hidup saya sendiri. Saya sudah finish…

NIKEN : Egois. Hanya nasib sendiri, yang abang pertimbangkan. Abang tahu Negara makin berengsek. Tapi abang diam saja. Jujur juga, saya menyesal ketemu abang sekarang. Pandangan saya tentang abang hancur berantakan.

TOPAN : Apa boleh buat. Itu 20 tahun yang lalu… zaman berubah. NIKEN : Minggu lalu abang bicara dikoran, abang selalu siap jika

terpaksa harus turun ke jalan lagi. Sekarang ini waktunya. TOPAN : Niken, pengusaha harus butuh publikasi. Masa kamu tidak

paham? Saya pengusaha. Itu bagia dari strategi. Tapi jika kenyataan yang harus dihadapi diduga akan sangat pahit, kita harus cepat-cepat menghindar. Ketika korupsi tidak bisa

dilawan lagi, kita….

NIKEN : Lari? Betul.

TOPAN : Realitas harus dihadapi dengan realistis. Pengusaha tak pernah bermimpi, dia menghitung untung rugi.

TOPAN : Demi usaha agar tetap bisa survive. Kepala harus tetap dingin. Zaman spontanitas otot da emosi, sudah lewat. Sekarang zaman otak dan strategi. Pkiran. Akal. Hitungan langah adalah uang. Waktu, sangat berharga.

WILUTA : Ah, jadi kami sudah merampok waktu berharga abang. TOPAN : Wiluta, Niken, maaf, saya betul-betul tidak bisa ikut. Kondisi

tidak memungkinkan. Saya bukan aktivis lagi.

JIRAN : Abang tidak perlu lagi turun lagi ke jalan, sebab kami tidak punya uang untuk membeli paying kalau abang kepanasan. Abang cukup mengatur strategi dan konsep pergerakan. Abang akan lebih banyak duduk di markas saja. Katakanlah, kalau gerakan demonstrasi itu bisa diibaratkan PT, maka abang adalah dirut-nya. Kamu semua, karyawan operasionalnya. Abang tidak perlu repot membersihkan got, cukup abang pertintahkan, kami yang akan bekerja. Sayangnya, bekerja di

PT Demonstrasi tidak ada gaji.”(babak 5)

Menelik dari cuplikan diatas, konflik awal yang menjadi permulaan ini adalah sebagai rentetan-rentetan konflik yang saling berhubungan satu sama lain sehingga membuat alur cerita dalam naskah ini sangat bewarna. Sindiran yang disampaikan pada tiap dialognya membuka pikiran para penonton pada saat itu jika pemerintahan yang dijalankan belakangan ini sudah terlalu banyak lubang hitamnya. Setelah itu lanjut lagi ada beberapa cuplikan dialog yang menjadi penerus konflik pada bagian ini. Berikut dialognya :

“NIKEN : Alat musyawarah itu selalu satu arah. Dari penguasa. Dan mufakat adalah perintah. Rakyat tidak diberi hak untuk brmusyawarah, mereka hanya wajib menjalankan perintah. Siapa berani melawan arah penguasa dan perintah pejabat? Rakyat?

TOPAN : Siapa rakyat? Siapa mereka itu? Apa kalian benar-benar tahu apa yang mereka inginkan? Bilang sama saya! Siapa Rakyat? BILANG!

TOPAN : Ya siapa mereka? NIKEN : Rakyat adalah…

TOPAN : Kalian tidak tahu siapa rakyat. Bagaimana bisa berjuang kalau kalian tidak tahu untuk apa? Untuk siapa? Yang kalian rasa, belum tentu dirasakan oleh semua orang. Kalian rakyat, mereka yang digusur juga rakyat, orang miskin dan orang kaya itu – rakyat, saya rakyat, bahkan para pejabat juga rakyat. Tapi siapa rakyat sejati, itu yang harus kalian cari. Kalian terlalu percaya unjuk rasa itu satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah. Padahal seringkali sebaliknya.

JIRAN : Interogasi? Indoktrinisasi? Intimidasi? Kami mendatangi gedung DPR bersama para petani yang resah karena sawah mereka akan dibikin jadi apartemen dan padang golf. Kami ingin bertanya, mengapa ada rencana macam itu. Dan mengapa ganti rugi yang ditawarkan sangat rendah. Semester tanah, dihargai sama dengan sekilo ubi kayu. Tapi, orag-orang desa itu dihadang dengan kekerasan. Dan abang tahu, tidak