• Tidak ada hasil yang ditemukan

Argumen Saling Mewarisi antar Pemeluk Agama

Dalam dokumen Majalah PA Edisi 10 2016 (Halaman 51-56)

Kaj ian Inter dan Multidisipliner

C. Argumen Saling Mewarisi antar Pemeluk Agama

Meskipun nash yang menjelaskan hukum waris )slam sudah demikian rinci, para ulama tetap berbeda pendapat dalam banyak hal. Misalnya berdasarkan sejumlah nash al-Qur an dan sunnah nabi Muhammad saw., para ualam merumuskan sejumlah asas waris )slam. Namun ulama berbeda pendapat tentang apa saja yang menjadi asas waris )slam. Misalnya asas hukum kewarisan )slam menurut catatan Daud Ali ada , yakni;

. asas ijbari; . asas bilateral; . asas individual;

. asas keadilan berimbang ; dan . asas akibat kematian.

Semetara menurut Beni Ahmad Saebani, asas hukum kewarisan )slam ada lima, yakni:

. asas ketauhidan; . asas keadilan; . asas persamaan;dan . asas bilateral.

Adapun penjelasan dari masing-masing adalah sebagai berikut. Pertama, maksud asas ijbari adalah mengandung kepastian tiga hal, yakni a peralihan kewarisan, b besar bagian masing-masing ahli waris, dan c penentuan ahli waris. Kedua, asas bilateral bermaksud bahwa anak laki-laki dan perempuan sama-sama mendapat

14 Muhammad Daud Ali, Asas-Asas Hk Islam

(Jakarta: Rajawali Pers, 1990), hlm, 126.

15 Beni Ahmad Saebani, Fikih Mawaris, cet. 1

bagian warisan dari pihak ibu dan bapak . Ketiga, maksud asas individual bahwa harta warisan menjadi milik individu secara perorangan. Keempat, asas keadilan berimbang bahwa bagian warisa berimban dengan kewajiban. Kelima, asas akibat kematian, bahwa adanya waris karena ada yang meninggal dunia.

Adapun asas ketauhidan bahwa dalam kewarisan )slam harus berdasarkan keimanan kuat kepada Allah swt. Asas keadilan bahwa ahli waris mendapat bagian secara proporsional, bukan sama rata, tetapi berdasarkan hak dan kewajiban. Asas persamaan bahwa perempuan dan laki-laki sama-sama mendapak warisan meskipun bagiannya berbeda. Aasas bilateral bahwa seorang mendapat warisan dari kerabat laki-laki maupun perempuan . (asbi tidak membahasa secara khusus asas-asas hukum waris )slam.

Kaitannya dengan faktor- faktor yang menjadi penghalang

halangan bagi seseorang untuk

16 TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqhul Marais: Hukum-Hukum Warisan dalam Syari‘at Islam (Jakarta:

menerima warisan juga ulama berbeda pendapat. Dikatakan, ulama sepakat tiga yang menjadi penghalang, yakni: perbudakan

al-‘abdu , pembunuhan

al-qatlu , dan perbedaan agama

ikhtilâf al-dîn . Sementara

ulama berbeda pendapat tentang perbedaan kewarganegaraan sebagai penghalang mendapat warisan. Namun menurut Mu az bin Jabal seorang muslim berhak mendapatkan warisan dari ka ir, tetapi tidak sebaliknya. Demikian juga pemikiran kontemporer seperti Yûsuf Mûsâ tidak menjadi perbudakan sebagai penghalang mendapatkan warisan, sebab )slam tidak mengenal konsep perbudakan. Demikian juga perlu dianalisis jangan-jangan perbedaaan kewarganegaraan ini dipengaruhi oleh konsep kenegaraan di masa nabi dan khulafa al-râsyidin, di mana konsep kenegaraan didasarkan pada Negara )slam dâr al-Islâm

dan Negara Ka ir dâr al-harb .

Sementara sekarang bentuknya

17 Fatchu Rahman, Ilmu Waris, cet. Ke-2 (Bandung: Al-Ma‘arif, 1981), hlm. 83.

18 Ibn Hazm, al-Muh}alla (Beirût: Dâr al-Fikr,

OPINI

menjadi negara nation state . Dengan demikian, meskipun disebut sudah menjadi kesepakatan ulama bahwa beda agama merupakan salah satu faktor penghalang seseorang mendapat harta waris, namun dalam kenyatannya ulama berbeda pendapat sejak masa sahabat, dimana Mu az mempunyai konsep yang berbeda dari yang lain.

Adapun alasan yang menjadi dasar bahwa beda agama menjadi penghalang seseorang mendapatkan harta warisan adalah hadis nabi Muhammad saw.,

lâ yarithu al-muslimu al-kâϔira wa

lâ al-kâϔiru al-muslima, bahwa

muslim tidak mewarisi ka ir dan ka ir tidak mewarisi muslim.

Sebaliknya ada beberapa argumen yang dikemukakan sejumlah ahli dalam membolehkan waris beda agama, non muslim menerima harta waris dari pewaris muslim.

Pertama, kebolehan memberi- kan harta waris kepada ahli waris non-muslim didasarkan pada al-Qur an surah al-Baqarah :

:

َكَرَتنِإ ُتۡوَ ۡلٱُ ُكَدَحَأ َ َضَحاَذِإۡ ُكۡيَ َع َ ِتُك ًقَح ۖ ِفوُرۡعَۡلٱِب َيِبَرۡقَ ۡلٱَو ِۡيَ ِلَٰوۡ ِل ُةَيِصَوۡلٱاً ۡيَخ ٠ َيِقَتُ ۡلٱ َ َ

“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu- bapak dan karib kerabatnya secara ma‘ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”

Secara tekstual ayat ini menunjukkan suruhan bagi seorang yang dekat dengan kematian untuk berwasiat memberikan harta peninggalannya

19 Bukhâri, Sahih al-Bukhârî, ‘kitâb al-Farâid’ (Beirût: Dâr al-Fikr, t.t.), VII:11.

kepada ibu-bapak dan kaum kerabatnya, tanpa mensyaratkan kesamaan agama. Berdasarkan teks ayat ini jelas bahwa kerabat pewaris yang tidak mendapatkan bagian harta waris lewat jalan waris, bisa mendapatkan harta waris lewat wasiat. Karena itu, jalan mendapatkan warisan orang tua dan kerabat yang berbeda agama dari seorang pewaris adalah lewat wasiyat.

Namun mayoritas ulama yang berpendapat dengan isi tekstual ayat ini. Menurt mereka bahwa ayat ini telah dibatalkan nasakh dengan menyebut muslim tidak berhak mendapat waris dari non muslim demikian juga non muslim tidak boleh mendapat waris dan muslim. Dengan nasakh tersebut menjadikan ayat ini tidak berlaku lagi. Sementara ulama yang mendasarkan ayat ini sebagai dasar kebolehan memberikan harta waris kepada ahli waris non-muslim, memandang ayat ini tetap berlaku, tidak ada yang membatalkan nasakh .

Dengan ungkapan lain, ulama yang berpendapat bahwa ahli waris non muslim tidak berhak mendapat harta waris, didasarkan pada pandangan bahwa ayat ini tidak berlaku lagi setelah ada teks hadis yang menyebut tidak saling mewarisi antara muslim dan non muslim. Jadi al-Baqarah : , muhkamat yang bersifat umum, sementara ayat kewarisan al-Nisa : - dan hadis larangan mewarisi antara muslim dan non- muslim sebagai khass.

Kedua, harta waris dapat diberikan kepada ahli waris non muslim lewat wasiyat wajibah. Dasar argumen yang diberikan adalah menjamin perlindungan kebebasan beragama freedom

of belief, freedom of faith . Bahwa

ada perluasan pemaknaan terhadap pemeliharaan agama

h}ifz al-dîn, preservation of

religion dalam tujuan kehadiran

syariah )slam; menurut teori lama pemeliharaaan agama adalah dalam rangka menjamin agama, sementara teori baru diperluas menjadi memberikan kebebasan kepada muslim untuk memeluk agama sesuai kepercayaannya. Sebab )slam sangat menekankan perlindungan terhadap agama. Dengan ungkapan lain, dasar wasiat wajibah yang mungkin diberlakukan kepada ahli waris non muslim adalah perluasan pemaksanaan terhadap jaminan agama dalam tujuan kehadiran syara.

Ketiga, dasar yang mungkin digunakan untuk memberikan harta waris kepada ahli waris non muslim adalah lewat wasiat wajibah dengan mendasarkan kepada mashlahah. Artinya, untuk menjamin kemashlahatan ahli waris maka diberikan kepadanya

20 Jasser Auda, Maqasid al-Shariah as Philosophy of Islamic Law, hlm. 45

21 Riyanta, “Penerapan Wasiat Wajibah bagi Ahli Waris Beda Agama (Studi terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 51k/AG/1999”. Yogyakarta: disertasi tidak diterbitkan Fakultas Hukum UII, 2013), hlm. 281.

meskipun disebut sudah menjadi kesepakat an ulama bahwa beda agama merupakan salah sat u f akt or

penghalang seseorang mendapat hart a waris, namun dalam kenyat annya

ulama berbeda pendapat sejak masa sahabat , dimana

Mu‘az mempunyai konsep yang berbeda dari yang lain.

OPINI

MAJALAH PERADILAN AGAMA Edisi 10 | Des 2016

harta waris non muslim untuk menjamin kehidupannya kelak. Sebab tujuan pengalihan harta warisan kepada ahli waris adalah untuk kehidupan ahli waris kelak sepeninggal pewaris.

Keempat, dasar yang mungkin digunakan untuk memberikan harta waris kepada ahli waris non muslim adalah dengan pemahaman kontekstual. Bahwa hadis yang melarang saling merisi antara muslim dan non muslim perlu dipahami secara kentekstual. Kelima, dasar yang mungkin digunakan untuk memberikan harta waris kepada ahli waris non muslim adalah menggunakan teori harmonisasi al-jam‘u wa

al-tauϔîq . Teori ini digunakan

untuk mengkompromikan antara nash yang membolehkan dengan jalan wasiyat di satu sisi dengan hadis yang melarang mewarisi antara muslim dengan non muslim di sisi lain. Adapun caya yang dapat ditempuh dengan menggunakan teori harmonisasi adalah dengan jalan mengalihkan makna sehingga tidak terdapat perlawanan. Bentuk pengalihannya adalah menjadi boleh dalam bentuk wasiyat wajibah.

Dengan menggunakan analisis otoritas, para hakim dituntut

mampu memberikan alasan yang kuat dalam memberikan putusan, khususnya terhadap putusan yang ada unsur pembaruan. Sehingga para pihak yang berperkara merasa puas dan dapat menerima putusan dengan lega. Demikian juga masyarakat merasa yakin terhadap putusan karena kekuatan argument yang diberikan hakim dalam putusan tersebut. Dengan cara seperti ini lah dapat membuktikan bahwa hakim memang mempunyai kompetensi yang dapat dipercaya.

Terhadap putusan MA No. K/AG/ , yang tidak menyebutkan alasan dan dasar hukum memberikan wasiyat wajiban kepada ahli waris non-Muslim, pantas diberikan apresiasi. Sebab putusan ini dapat memecah kebekuan konsep waris antar pemeluk agama yang dalam kenyataannya semakin banyak terjadi. Majelis hanya penyatakan bahwa ahli waris non muslim berhak mendapat warisan melalui sarana wasiyat wajiban yang kadar bagiannya sama dengan bagian ahli waris muslim.

Abdul Manan, hakim Agung, pernah melakukan wawancara dengan Tau iq. Menurut Tau iq memberikan harta peninggalan

pewaris muslim kepada ahli waris non muslim hanya didasarkan pada wasiat wajibah tidak menetapkan statusnya sebagai ahli waris. Dalam kasus ini putusan hakim untuk memberikan wasiat wajibah kepada ahli waris non muslim dilakukan atas dasar kemashlahatan, karena ketika masih hidup pewaris tidak pernah dirugikan oleh ahli waris non muslim.

Dalam rangka penyusunan disertasinya, Riyanta juga pernah melakukan wawancara dengan Tau ik, selaku ketua manelis hakim dalam perkara tersebut. Disebutkan bahwa hukum perdata )ndonesia menganut system terbuka open

system . Secara implicit terdapat

celah-celah yang memungkinkan untuk memberikan angin kepada ahli waris non muslim melalui wasiyat wajibah atau melalui apapun namanya. Beberapa ketentuan dalam UU No. tahun misalnya memberikan peluang bagi hakim untuk mewujudkan keadilan dan kemashalahatan. Pasal ayat menyatakan, Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik )ndonesia Tahun , demi terselenggaranya Negara (ukum Republik )ndonesia . Pasal ayat menyatakan Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang . Pasal ayat , (akim dan hakim konstitusi wajib menggali,

22 Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Raja Grafi ndo Persada, 2006), hlm. 319, sebagaiman dikutip Riyanta, hlm. 275.

23 Riyanta, “Penerapan Wasiat Wajibah bagi Ahli

OPINI

mengikuti, dan memahami nilai- nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat . K() pasal , (akim dalam menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan kepadanya, wajib memperhatikan dengan sungguh- sungguh nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, sehingga putusannya sesuai dengan rasa keadilan .

Kemudian dikatakan ketentuan-ketentuan hukum di atas memberikan peluang kepada hakim untuk menafsirkan berbagai ketentuan hukum dan sekaligus mewajibkan hakim menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat. Penafsiran dan penggalian hukum ini memberi kesempatan kepada hakim untuk menjatuhkan putusan tertentu yang dianggab memenuhi rasa keadilan.

Adapun alasan material, menurut Tau ik, juga hasil wawancara, bahwa secara yuridis normatif ahli waris non muslim memang terhalang mewarisi dari pewaris muslim, namun secara biologis ahli waris non muslim tetapi saja sebagai orang yang memiliki hubungan nasab dan karenanya sebagai ahli waris. Di samping itu, meskipun beda agama, semasa hidupnya antara pewaris dengan ahli waris terjadi hubungan yang sangat harmonis, dan pewaris juga tidak pernah dirugikan oleh ahli waris non muslim, sehingga tidak adil apabila ahli waris non muslim tidak mendapatkan bagian atas harta peninggalan pewaris. Maka pemberian harta waris kepada ahli waris non muslim adalah untuk mewujudkan kemaslahatan.

24 Ibid., hlm. 270.

25 Hasil wawancara Riyanta dengan Taufi q, SH.,

Namun menganut sistem terbuka menurut Sudikno Mertokusumo, bukan berarti putusan tidak mencantumkan alasan dan dasar hukum. Alasan dan dasar hukum harus selalu ada dalam putusan sebagai syarat yuridis dan sebagai pertanggung jawaban hakim atas putusannya kepada masyarakat, sehingga memiliki nilai objektif. Alasan itulah yang membuat putusan itu berwibawa bukan karena hakim tertentu yang menjatuhkannya.

Konon alasan mewujudkan kemaslahatan antara ahli waris dalam pemberian wasiat wajibah berarti telah melakukan penemuan hukum rechtvinding dengan menerapkan metode

ta lili kausasi , yaitu menemukan hukum terhadap perkara yang tidak ada ketentuannya dalam teks hukum. Menyebut tidak ada ketentuannya dalam teks hukum sepertinya kurang seuai dengan fakta, sebab jelas ada teks hadis

MH., ketua majelis hakim perkara no.. pada tanggal 16 September 2013 di Bekasi, sebagaimana dalam ibid., hlm. 274.

26 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdat a Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1977), hlm. 13.

27 “Penerapan Wasiat Wajibah bagi Ahli Waris Beda Agama…”, hlm. 275.

yang melarang pewaris muslim memberikan harta waris kepada non muslim lâ yarithu al-muslimu

al-kâϔira wa la al-kâϔiru al-muslima,

muslim tidak mewarisi ka ir dan ka ir tidak mewarisi ka ir .

Dengan meminjam teori otoritas Abu dapat disebut bahwa putusan Mahkamah Agung tersebut lebih kelihatan otoritas koesif daripada otoritas persuasif. Namun langkah ini pantas diapresiasi, sebab putusan ini dianggap menjadi salah satu alternatif menyelesaikan masalah warisan non muslim yang selama ini dirasakan masih menjadi masalah. Namun alangkah baiknya kalau otoritas koesif ini diikuti dengan otoritas persuasif.

Salah satu pandangan yang muncul belakangan ini, bahkan mungkin sudah dipraktekkan oleh beberapa orang adalah distribusi harta waris, khususnya harta waris dalam bentuk modal/ investasi. Dimana mnurut pertimbangan investasi/modal, harta waris dapat menjadi modal bagi keluarga yang ditinggal ahli waris . Dengan modal yang besar dapat membangun usaha besar.

OPINI

MAJALAH PERADILAN AGAMA Edisi 10 | Des 2016

Sementara kalau harta waris dibagi-bagikan kepada ahli waris mengakibatkan modal semakin kecil. Akibatnya, boleh jadi ahli waris tidak dapat membangun usaha. Bahkan usaha yang ditinggal pewaris pun dapat hancur karena dibagi-bagikan kepada ahli waris. Berdasarkan pertimbangan ini maka boleh jadi kekayaan yang dikuasai menjadi harta waris adalah hasil usaha dari perusahaan, bukan modal usahanya.

Tinjauan modal investasi terhadap distribusi harta waris ini pantas dipikirkan berdasarkan fakta ada perusahaan yang diwariskan kepada ahli waris mengalami gulung tikar sebagai akibat dari salah satu faktor karena modal usaha dibagi kepada ahli waris. Distribusi semacam ini dalam kitab-kitab konvensional belum pernah direkam sepanjang sejarah muslim, namun bukan berarti tidak mungkin atau tidak boleh dilakukan, tergantung paradigma yang digunakan. Konsep ini amat relevan minimal terhadap harta waris berupa investasi modal, perusahaan atau semacamnya . Sementara harta waris yg bukan investasi maka model distribusi harta waris dilakukan sejalan dengan apa yang sudah berjalan selama ini.

Maksud menggunakan analisis inter dan multi disipliner dalam studi ini, bahwa dalam mengkaji masalah waris dengan menggunakan analisis dari berbagai ilmu hukum dan berbagai disiplin ilmu yang relevan. Substansi dari teori otoritas Abou El-Fadl, teori system Jasser Auda dan teori al-maqâs}id al-‘ulyâ

al-h}akîmah al-Alwânî adalah

analisis yang multi disipliner.

Dengan analisis ini diharapkan akan dapat menyelesaikan masalah sesuai dan sejalan dengan kehidupan sekarang lengkap dengan kompleksitasnya, serta penemuannya dapat berkontribusi dalam kehidupan modern.

D. Kesimpulan

Dari bahasan di atas dapat dicatat kesimpulan. Pertama, otoritasa putusan hakim sangat ditentukan oleh dua faktor, yakni otoritas keilmuan dan integarasi kepribadian. Otoritas keilmuan terlihat dari dasar hukum yang dicantumkan dalam putusan, sementara integritas diketahui lewat rekam jejak. Kedua, metode penemuan hukum sebagai bagian dari tugas hakim dalam memberikan putusan di pengadilan ternyata berkembang demikian pesat, dan mestinya layak dipertimbangkan para hakim. Ketiga, analisis dalam menemukan hukum juga berkembang dan akhirnya kecenderungan masa sekarang adalah analisis inter dan multi disipliner. Keempat, analisis inter dan multi disipliner ini diharapkan mampu melatakkan putusan hakim berperan dalam menyelesaikan kasus, lebih- lebih dapat berkontribusi dalam mengisi dunia yang semakin kompleks.

Daftar Pustaka

Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam

di Indonesia. Jakarta: Raja Gra indo

Persada, .

Beni Ahmad Saebani, Fikih Mawaris,

cet. . Bandung: Pustaka Setia, .

Bukhâri, Sahih al-Bukhârî, kitâb

al-Farâid. Beirût: Dâr al-Fikr, t.t.. Fatchu Rahman, Ilmu Waris, cet. Ke- .

Bandung: Al-Ma arif, .

)bn (azm, al-Muh}alla. Beirût: Dâr

al-Fikr, t.t.

Jasser Auda, Maqasid al-Shariah as Philosophy of Islamic Law: A System

Approach. London & Washington,

The )nternational )nstitute of )slamic Thought, M/ (. Khaled M. Abou El-Fadl, Speaking in

God’s Name: Islamic Law, Authoriy,

and Women Oxford: Oneworld

Publications, .

Khaled M. Abou El-Fadl, terj.R. Cecep Lukman Yasin, Atas Nama Tuhan: Dari Fikih Otoriter ke Fikih

Otoritatif Jakarta: Serambi )lmu

Semesta,

Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi

Islam. Jakarta: Pt. RajaGra indo

Persada, .

Muhammad Daud Ali, Asas-Asas Hk

Islam. Jakarta: Rajawali Pers, .

Mukti Arto, Mencari Keadilan: Kritik dan Sosuli terhadap Praktik

Peradilan Perdata di Indonesia.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, . R. B. Friedman, On the Concept of

Authority in Political Philosophy , dalam Joseph Raz, Authority Oxford: Blackwell, , hlm.

- .

Riyanta, Penerapan Wasiat Wajibah bagi Ahli Waris Beda Agama Studi terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor k/AG/ . Yogyakarta: disertasi tidak diterbitkan Fakultas (ukum U)),

.

Sudikno Mertokusuma, Hukum Acara

Perdata Indonesia. Yogyakarta:

Liberty, .

T}âhâ Jâbir al-Alwânî, Qad}âyâ Islâmîyah Mu‘âs}iroh: Maqâs}id

al-Syarî‘ah. Beirut: Dâr al-(âdî,

.

TM. (asbi Ash-Shiddieqy, Fiqhul Marawis: Hukum-Hukum Warisan

dalam Syari‘at Islam. Jakarta:

Bulan Bintang, .

J

ika ada dosen pertama dari Perguruan Tinggi Agama )slam Negeri PTA)N yang berhasil menembus (arvard Law School di Amerika Serikat, maka ia adalah Yudian Wahyudi. Pencapaian itu diperoleh setelah ia menyelesaikan pendidikan doktor PhD di McGill University, Kanada. Selain itu, ia juga berhasil menjadi profesor dan tergabung dalam

American Association of University Professors serta dipercaya

mengajar di Tufts University, Amerika Serikat AS . Kini, alumni pondok pesantren Termas, Pacitan, Jawa Timur itu menduduki jabatan Rektor Universitas )slam Negeri U)N

Sunan Kalijaga Yogyakarta masa bakti - .

Tim redaktur majalah Peradilan Agama berkesempatan untuk mewawancarai Prof. Yudian Wahyudi beberapa waktu lalu, seputar perkembangan hukum )slam kontemporer di )ndonesia. Berikut sebagian petikan

wawancara tersebut.

Prof Yudian, bagaimana strategi mempromosikan hukum Islam dalam konteks

negara Indonesia?

Jadi falsafah hidup ini, kita ini kan hidup di negara Pancasila bukan negara )slam, itu cara menanganinya gimana? )tu di Al Quran ada empat kalau mau hidup di manapun nanti. Pertama, namanya taqwa. Tapi taqwa itu salah satunya ditentukan bil hikmah. Bil hikmah itu self control maksudnya apa? Masuk ke dalam sistem.

Yang kedua “wamaa arsalna min rasulin illa bilisaani

Dalam dokumen Majalah PA Edisi 10 2016 (Halaman 51-56)